Chapter 11 - And He Was Gone

2.1K 175 2
                                    

Hatiku berbunga-bunga pagi ini karena membaca pesan dari Febian.

Feb : Ikut denganku mencari buku?

Aku bukan pembaca paling andal di dunia ini. Seumur hidupku, aku hanya membaca beberapa buku yang menurutku menarik. Karena itu mencari buku di toko bukanlah salah satu dari sekian banyak hobiku. Namun Febian sudah mencari-cari dan memberitahuku tentang satu pameran buku ini yang akan diselenggarakan hari ini juga.

Dia mengatakan padaku kalau dia lebih baik memiliki teman menemaninya ketimbang pergi seorang diri. Dan tentu saja, aku sebagai kekasihnya mengiyakan.

Aku bahkan kegirangan.

Rasanya layaknya pergi berkencan. Rasanya menghabiskan satu hari penuh dengan orang tercinta adalah sebuah perasaan yang sulit diutarakan. Intinya, sangat menyenangkan, bukankah begitu?

Karenanya, aku mengenakan baju terbaikku hari ini. Memoles wajahku dengan make up tercantik yang bisa kulakukan. Mengikat rambutku menjadi satu untai, dan mengambil tas ungu rajut yang paling kucintai. Ukurannya tidak terlalu besar, muat jikalau aku berakhir membeli satu atau dua buku bersamanya.

Namun untuk sekarang buku tidak terlalu penting.

Kencan.

Ya, itu jauh lebih penting.

Aku kebahagiaan ketika dia menjemputku di depan rumahku. Aku menaiki motor yang dibawanya, dan mengenakan helm yang disodorkannya.

"Siap?"

Aku mencoba, namun gagal mengurungkan senyumku. "Maju, Kapten!"

Dia berseri-seri. "Kau ini umur berapa sebenarnya?"

Deru motor membelah udara terdengar menggema. Di balik deru ini, jantungku bertalu-talu tanpa henti. Aku benar-benar tengah dimabuk asmara sampai sebuah kencan bisa membuatku gila semacam ini.

Oke, jangan salahkan aku.

Akhir-akhir ini, kami memang lagi sangat dekat.

Aku sedang sayang-sayangnya kepadanya.

Dia selalu memperlakukanku penuh hormat, namun kini Febian bahkan menganggapku putrinya. Dia selalu menjagaku, namun kini dia berlaku bagai ksatria paling tanggap yang bisa melindungiku. Kami memang selalu dikecamuk asmara, sudah semenjak 2 bulan lalu di mana dia mengucapkan permintaan untuk menjadikanku kekasihnya. Namun selama 2 bulan, tidak pernah aku mencintainya sedalam ini.

Hubungan kita untuk begitu dekat seperti ini.

Kami menelepon satu sama lain setiap malam. Saling mengabari tanpa absen. Mencoba bertemu di tengah kesibukannya sebagai anggota OSIS, aku sebagai ketua tim majalah dinding sekolah. Kami selalu ada untuk menopang satu sama lain. Sampai aku berpikir tidak ada yang bisa mengertiku lebih baik ketimbang Febian. Tidak ada yang bisa membuatku berbunga lebih banyak ketimbang pria berkacamata ini.

Tidak ada.

Dan sembari memeluk pinggangnya, menaiki motor yang berderu lantang, aku bersyukur banyak-banyak dalam hati. Aku sungguh menyayangi Febian. Dan kini aku bersamanya. Kini aku tengah memeluknya.

Aku tidak luput bersyukur ratusan kali banyaknya.

Ketika kami sampai di pameran buku, aku sedikit kecewa. Aku ingin memeluknya sedikit saja lebih banyak. Namun waktu telah berlalu.

Menyebalkan bagaimana Dewa Waktu memutuskan kalau detik akan berlalu cepat jikalau tengah berada dengan orang tersayang. Kelewat lamban jikalau dihabiskan dengan tidak nyaman. Itu sama sekali tidak adil.

Kakak Kelasku Akan MatiWhere stories live. Discover now