Prolog

4K 246 5
                                    

"Kau pembunuh! Kau yang seharusnya mati! Bukan Putraku! Bukan Febian!"

Gertak menyedihkan seorang ibu berhasil membuat tangis menaiki pelupuk mata Gia. Dia menggigit bibir dalamnya, mencoba menahan isak. Namun bahkan Gia tidak bisa berkata tanpa menangis. Karena itu dia hanya bisa terpaku dalam sunyi. Menerima setiap makian, sebab pada nyatanya, dalam hatinya yang terdalam, Gia mengakui kalau ini semua adalah salahnya.

"Tenang, Ma. Ini di sekolah!" Betapa baik hatinya sang suami masih mau bersabar.

Kalau Gia, jelas tidak ingin menatap pembunuh anaknya sendiri.

"Ibu mohon duduk sebentar, ya. Murid lain bisa mendengar, Bu. Lagi pula Gia juga bukannya ingin Febian untuk tiad-"

"Intinya dia yang membunuh, apa salahnya dari membencinya!" Gelora amarahnya kian mengencang saja. "Kembalikan putraku kepadaku, anak setan! Kembalikan Febian kepadaku, sialan! Kau adalah kutukan! Kau mengutuk hidup Febian bersamamu!"

"Ma, cukup, Ma!"

"Mau kau mati sekalipun, putraku tidak akan kembali. Bedebah tak berhati. Aku membencimu, dan aku laknat seumur hidupmu, kau akan terus dibenci oleh semua orang di sekitarmu, kau mengerti!?"

Tangis Gia benar-benar tidak bisa terbendung lagi.

Hatinya nyeri, jantungnya bertalu-talu. Kedut-kedut luka di kakinya terasa kian menyakitkan saja. Dia ingin keluar dari ruangan kepala sekolah ini. Namun satu suara di dalam hatinya menyalahkan diri kalau dia berlaku begitu.

Sebab ini adalah salah aku.

Dan aku pantas dikutuk untuk salahku sendiri.

"Gia." Ibu kepala sekolah yang kewalahan menahan amarah Ibunda Febian membisik pelan kepada Gia. Dia menoleh, mata penuh dengan tangis. "Keluar sebentar sampai keadaan tenang, ya?"

Namun keparatlah aku yang tidak bisa menolak tawaran semanis itu.

Gia seharusnya diam di sini, menerima sejuta caci maki yang pantas disandarkan di samping namanya. Dia pantas. Namun dia juga menginginkan ketenangan. Dia juga membutuhkan pelarian dari semua masalah ini.

Sayangnya, dia tidak bisa lari ke mana-mana, selain sekolah ini yang mengandung semua kenangannya dengan Febian. Pria yang paling dicintainya.

Gianna mengambil tongkatnya dan berjalan menjauh dari ruang kepala Sekolah. Sang ibu nyaris mengejar untuk menjenggut rambutnya, namun dia dihentikan oleh suami dan Ibu Kepala Sekolah. Sembari terserok-serok, Gia menahan tangis kian lagi.

Dia menuju lapangan terbengkalai yang berada di samping gedung sekolah. Di mana tidak ada yang bisa melihatnya. Jikalau apes, mungkin hanya tukang kebun malas-malasan yang menyaksikannya terpuruk. Namun untuk saat ini, seharusnya tidak ada orang.

Gia terjatuh dari tongkatnya di sana. Tidak bahkan ingin menolong diri untuk bangkit satu jengkal pun.

"Maafkan aku." Dia membisik. Entah bagaimana, ingin kata-katanya sampai ke Febian.

Walau Feb sudah tidak ada.

Walau bertemu pun sudah mustahil.

"Maafkan aku telah membuatmu tiada. Maafkan aku telah menjadi kekasih yang buruk." Suara Gia pecah, bersama tangis sunyinya yang menderas.

Dia tidak bisa membiarkan siapa pun mendengar tangisnya. Tidak di sekolah ini di mana dia dibenci oleh semua insan.

"Maaf Feb, Maafin aku, Feb." Gia tersedak ludahnya sendiri. Tangisnya mustahil terbendung lagi. "Maaf aku udah denger lonceng kematian kamu. Dan aku..." Gia tersedu kian kencang lagi, "engga berhasil nyelametin kamu. Padahal aku terus ada di samping kamu.

"Maafin aku." Gia menahan jantungnya yang kesakitan. "Aku rindu banget sama kamu."

***

Prolog yang belum apa apa udah menyakitkan ya?

Tapi aku seneng kalau karakter aku tersiksa jadi ga papa ❤️ (memang aku author paling baik sepanjang masa)

Menangislah yang banyak, Gia. Hoho.

Thank you semuanya yang udah baca, udah vote, udah komen, udah share, udah mampir. Terima kasih banyak.

Follow aku di instagram (username : nnareina) untuk update-update tentang cerita-cerita aku. Di sana juga kadang aku post keseharian aku. Monggo difollow ya.

NEXT UPDATE : 2 Mei 2023

See you soon! Love you all so much!

Kakak Kelasku Akan MatiTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon