Chapter 33 - Like You Did

2.2K 202 18
                                    

Sinar rembulan yang menyelimuti keremangan gudang ini alih-alih cantik, kesannya mencekam. Aku terpaku tanpa bisa bergerak. Ragaku bagai porselen mati. Aku masih tidak bisa bernafas. Kepalaku masih berputar kencang. Segalanya masih kacau balau.

Dan di tengah kekakuanku ini, suara Giolah yang membangunkanku.

Dengan tungkainya yang begitu bergetar, dia meraup semua keberanian yang tersisa di dalam batinnya, untuk menabrak punggung pria yang menodong Eden. Beruntungnya, pria itu masih terkejut melihat Leon yang terkapar berdarah-darah tidak sadar di tanah. Dia kesulitan menerima tumbangnya kaptennya. Sehingga kelengahan itu berhasil dipergunakan oleh Gio, yang hanya bisa mendorongnya pelan dengan lengan begitu terlukanya, namun berhasil menjatuhkannya, sampai melepaskan cengkeraman di raga Eden. .

Eden dan Gio sama-sama terjerembap ke tanah. Sekalipun tidak sadarkan diri, setelah Gio mengecek singkat Eden, dia memastikan kepada kami lewat tatapan kalau Eden baik-baik saja. Dia hanya kehilangan kesadaran. Namun melebihi kepada Eden, setiap mata menatap horor kepadaku.

Tidak, kepada wanita yang ada di tanganku kini.

"Gianna!" Genda menjerit. Langka sekali baginya menyebut keras nama seorang wanita. "Kenapa dia bisa di sini!?"

"Bukannya dia udah ditinggal di rumah sakit tadi, Hose!?" Bahkan aku sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan Gio. Aku masih tertegun tanpa bisa bersuara.

Dua kali banyaknya aku pernah merasakan darah sebanyak ini membanjiri tubuhku. Yang pertama adalah ketika aku terkena cipratan darah kematian Anora, dan sekarang ini. Darah yang mengaliri setiap lekuk tulang-tulangku mendesirkan rasa dingin mencekam yang bagai mencabik-cabik dari dalam sana. Aku tidak tahan. Aku sangat membenci rasa ini. Dan seketika, aku kembali mengingat Anora. Aku kembali mengingat kematiannya. Kepalaku menjadi kosong sekali lagi. Dengung di telingaku mengencang. Suara tembakan yang berkali-kali dilancarkan berdengung-dengung dari kanan dan kiri telingaku.

Tidak. Jangan ada lagi yang mati di hadapanku.

Kumohon jangan.

Namun aku yang hanya bisa bergeming, adalah kebodohan yang patut dibentak. Beruntungnya, Gio dengan suara lantangnya menjerit namaku sebelum waktu berdetak habis.

"Woi, Hose! Anjing, jangan bengong lu!" Aku seketika mengerjapkan mataku, kesadaran kembali kepadaku.

Keterkejutan dan kepanikan juga menghantamku.

"Ann! Ann!" Aku mengguncang tubuhnya, pelan tapi tegas. "Ann! Bangun Ann!" Aku rasanya ingin mengacak rambutku frustrasi saat ini juga. "Kenapa dia bisa di sini!?"

Melindungiku, bahkan sampai terkena tembakan Leon!

"Woi, Lo pada liat Gia masuk sini ga-" Kami semua serempak menyentakkan wajah ke arah Dio ketika dia datang, terseok-seok dengan perutnya yang masih berdarah-darah, namun seketika terpaku dalam keterkejutan tatkala dia menatap Gianna yang terkapar berdarah-darah bahkan lebih banyak daripadanya di dalam dekapanku. "Woi, sumpah!? Gue kagak mimpi!? Tadi gue liat cewek mirip Gia jalan ke sini, terus kaya ngendap-ngendap, padahal dia kaya udah mau jatoh kesakitan. Terus, terus, terus-" bahkan otaknya konslet sendiri. "Kenapa sekarang dia ditembak gitu!? Gue sangka gue cuman salah liat orang!"

"Kita sama ga taunya sama lo." Mengagumkan bagaiman Genda bisa bersuara kalem di tengah keheningan ini. "Tapi yang penting kita bawa dia ke rumah sakit sekarang. Kita semua butuh pertolongan medis, sebenernya."

Kita mengangguk serempak.

Namun nyatanya takdir tidak mau berjalan seindah itu.

Kami seketika tersentak ketika mendengar suara sirene mobil polisi dari kejauhan. Mungkin banyak tempat yang bisa didatangi kawanan petugas, aku tahu. Namun kali ini, aku tidak bisa membantah lagi. Suaranya menuju kemari.

Kakak Kelasku Akan MatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang