Sembilan Belas

3.6K 867 78
                                    

"Hey, Doc, your staff is going viral!"

"Maksudmu, Na?"

"Saya kirim link videonya, ya."

"Oke, terima kasih." Angga menutup telepon. "Pagi, Syila," sapanya ramah pada Syila yang sudah duduk manis di kursinya.

"Pagi, Pak."

Setelah sampai di ruangannya, Angga segera mengusap ponselnya, membuka pesan berisikan tautan sebuah halaman media sosial yang dikirimkan Dena, kenalannya di stasiun TV swasta.

Angga berdecak kecil menonton video tersebut. Tiga orang perempuan berseragam nakes berjoget-joget nyeleneh sambil mempertontonkan ringisan kesakitan pasien di brangkar di samping mereka secara terang-terangan. Kegusarannya makin menjadi-jadi setelah membaca celotehan netizen yang disematkan di kolom komentar. Bukan puluhan lagi, melainkan ratusan. Bukan tidak mungkin setelah siang nanti angka tersebut naik jadi ribuan. Dari seragam dan atribut yang dikenakan pengunggah video, Angga bisa memastikan mereka adalah para pegawai yang bekerja di rumah sakitnya. 

"Astaga, ini masih pagi," keluh Angga sebelum meminta Syila datang ke ruangannya. "Panggil kepala komite etik dan kepala keperawatan. Sekarang!" perintahnya setelah Syila datang.

Setelah itu, ia meminta Syila membantunya mengunduh video itu ke ponselnya, sekaligus menyimpan beberapa tangkapan layar komentar untuk mengamankan barang bukti.

Tidak sampai sepuluh menit kemudian, dua orang pria datang berbarengan menemui Angga. Ia menyilakan keduanya duduk. "Anda berdua sedang sibuk? Saya butuh bantuan."

Kepala keperawatan menjawab, "Ada yang bisa saya bantu, Dok?"

"Mohon maaf saya mengganggu waktu Anda berdua," mulai Angga sebelum menuju inti pembahasan. "Sudah ada yang melihat ini?" Ia menyodorkan ponselnya kepada kedua bawahannya tersebut. "Apakah artis dadakan ini berasal dari rumah sakit kita?"

"Dari seragamnya benar, mereka pegawai kita, Dok," kata kepala bagian keperawatan memastikan setelah melihat video di ponsel Angga. "Sepertinya baru diunggah tadi malam," tukasnya.

"Anda kenal secara pribadi dengan mereka?"

"Tidak, Dok."

"Ada kode etik yang dilanggar?"

Pria itu mengangguk. "Video ini mengekspos privasi pasien," terangnya menyebutkan pelanggaran terhadap salah satu kode etik yaitu perlindungan terhadap privasi dan kerahasiaan pasien selama menjalani perawatan medis.

"Saya akan kirimkan salinan video ini ke ponsel Anda. Silakan koordinasikan dengan para jajaran Anda, cari identitas ketiganya, lalu bereskan. Cari tahu juga apakah pasien yang terekspos di video tersebut menyetujui tindakan nakes kita atau tidak. Bila terbukti mereka melanggar kode etik, hari ini juga minta divisi kepegawaian untuk melayangkan surat pemberhentian," tegas Angga tanpa basa-basi.

"Baik, Dok."

"Terima kasih." Angga menatap kepala komite etik lalu meminta pria itu mengumpulkan jajarannya untuk menggelar meeting membahas fenomena meresahkan para generasi muda di media sosial belakangan ini. "Tolong ingatkan lagi kepada para pegawai terutama nakes tentang kode etik profesi masing-masing, Dok. Jaga privasi dan kerahasiaan pasien. Saya tidak mengurusi media sosial para pegawai saya. Mereka mau joget nyeleneh, mau salto, mau kayang sekalipun di depan kamera saya tidak peduli. Tapi tolong berhati-hatilah bila memakai atribut apa pun dari rumah sakit kita yang nantinya akan mempertaruhkan kredibilitas kita. Nama baik serta reputasi kita tergantung dari seberapa baik pelayanan kita kepada masyarakat."

"Baik, Dok. Segera ditindaklanjuti," ujar pria itu.

"Satu lagi, tolong persiapkan diri untuk melakukan klarifikasi ke media bila diperlukan. Siapkan juga tim hukum bila pasien yang terekspos di video tersebut melayangkan tuntutan."

Quid Pro Quo (END - Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang