36

59 20 2
                                    

Jam di arloji menunjukan pukul 08.30 pagi. Dari tadi Firza duduk di depan salah satu kelas yang sudah diubah menjadi ruangan rapat dengan perasaan gusar. Bukan. Bukan perasaan gusar karena takut dipecat, melainkan perasaan gusar takut jika nanti kepala sekolah tiba - tiba men-DO Oktav, kan gawat sekali jika hal tersebut sampai terjadi yang.

Perasaan Firza yang mendadak gusar itu disebabkan oleh di ruang guru ia mendengar desas - desus dari guru lain jika Kepala sekolah tak akan hanya memberikan Oktav skors, tetapi ia juga akan men-do Oktav, maka terjadilah sebuah overthingking yang muncul dari kepala Firza.

Para guru sudah berdatangan dan masuk ke dalam ruangan rapat, Firza juga ikut masuk ke dalam lalu duduk di kursi paling ujung sendirian karena Azam masih belum datang, namun tiba - tiba seorang guru berparas Ayu duduk di samping Firza, siapa lagi guru itu jika bukan Bu Naira. Bu Naira melirik sejenak kepada Firza lalu ia menyapa, "sudah lama enggak ketemu ya?"

Firza melirik ke arah Naira lalu menjawab, "iya. Apa kabar?" tanya Firza. Bu Naira 1 minggu terakhir mengambil cuti sehingga kedua orang itu cukup lama tidak bertemu.

Mengobrol dengan seseorang membuat perasaan Firza sedikit rileks karena pikiran negatif yang sejak tadi berkeliaran di kepalanya perlahan menghilang.

"Baik," jawab Naira.

Sehabis itu percakapan mereka berdua terputus karena kepala sekolah masuk ke ruangan, tak lama Ketua Yayasan yang tak lain dan tak bukan Ayah Azam-Pak Haris masuk ke dalam bersama Azam.

Azam terlambat masuk karena tadi harus menjemput dulu sang Ayah karena yang bersangkutan tak bisa membawa mobil.

Pak Haris dan Kepala sekolah duduk di depan meja rapat, sedangkan Azam berjalan lalu duduk di depan meja Firza karena empat duduk dibuat dengan pola U.

Rapat dimulai ketika Bu Lia masuk membawa Oktav, Akira beserta Horizon ke dalam ruangan.

"Selamat Pagi, terima kasih sebelumnya para hadirin sekalian telah menyempatkan waktu untuk menghadiri rapat ini." Pak Haris membuka rapat.

"Mungkin di antara saudara sekalian sudah tahu maksud dan tujuan saya mengadakan rapat ini. Rapat hari ini kita akan membahas perihal pemecatan Pak Firza beserta kasus yang menimpa nak Horizon beserta nak Oktav dan Akira."

Firza diam. Ternyata alasan Azam kemarin pulang lebih awal adalah untuk mengubungi Ayahnya untuk membantunya.

"Seperti yang bapak ketahui Oktav telah melukai anak saya, maaf, ralat. Maksud saya salah satu siswa sekolah ini." Ucap kepala sekolah. "Saya rasa hukuman untuk menjatuhkan do bagi Oktav merupakan hal yang setimpal. Selain itu, alasan Pak Firza dipecat adalah sebagi hukuman karena dia sudah gagal menjalankan tugasnya sebagi wali kelas." lanjut kepala sekolah.

"Baik. Tapi saya ingin mendengar kejadian yang sebenarnya terjadi. Silakan, nak Akira kamu bisa ceritakan kepada Bapak kenapa tangan kamu bisa terluka seperti itu?" tanya Pak Haris. Pertanyaan itu membuat Akira sedikit terkejut. Akira menatap pada Firza terlebih dahulu, tatapan Firza seakan - akan mengatakan jika dia akan baik - baik saja, baru Akira merasa percaya diri dan mulai menjelaskan pada Pak Haris kejadian yang sebenarnya terjadi pas di toilet dengan jelas dan serinci mungkin.

Ketika Akira selesai menjelaskan, tiba - tiba kepala sekolah dengan tegas menolaknya.

"Dia berbohong. Anak saya anak baik - baik, mana mungkin ia melukai anak itu?"

Pak Haris tak mengindahkan perkataan kepala sekolah.

"Nak Horizon, apa yang dikatakan Nak akira benar?"

"Di ... dia bohong Pak. Saya tak melukai dia Pak."

"Horizon bohong Pak. Dia yang membuat Akira terluka." Potong Oktav dengan lantang.

"Diam kamu!" bentak kepala sekolah.

"Nak Horizon, kenapa ucapanmu terbata - bata? Harusnya kan kalau memang enggak salah jawabnya yang lancar kaya Nak Akira tadi?" Pak Haris berniat untuk mebuat Horizon mengakui perbuatannya dengan menyerang psikologi anak itu, mungkin ini terdengar kejam, tapi begitulah Pak Haris.

"Sa ... saya enggak gugup Pak. Akira melukai dirinya sendiri untuk ... untuk .... untuk, ya! Untuk menyelamatkan Oktav agar ia tak dihukum." Horizon mencoba untuk menyudutkan Akira dan Oktav, namun dia seperti membongkar aibnya sendiri. Selama berbicara, Horizon tak berani menatap orang - orang dan perkataannya tergagap.

"Begitu ya? Terus apa ya? Oh kenapa Oktav menyerang kamu saat kamu main piano di aula?"

"Karena saya mematahkan tangan ...." Begitulah jika orang sedang berbohong ketika ditekan, tanpa disadari alam bawah sadarnya akan mengatakan sebuah kejujuran. Seluruh ruangan terkejut mendengar penuturan Horizon termasuk sang penuturnya sendiri, Horizon langsung menutup mulutnya lalu terdiam.

"Bingo." Ucap Pak Haris. "Anda dengar sendiri kan?" tanya Pak Haris diakhiri dengan senyuman.

Kepala sekolah tak bisa berkata - kata.

"Karena kebenaran sudah terungkap, maka saya Rasa hukuman Oktav bisa diringankan dari skor atau bahkan DO menjadi membersihkan perpustakaan selama 1 bulan, dan Horizon kamu saya hukum membersihkan toilet sekolah selama 3 bulan berturut - turut beserta mengumpulkan tulisan 'saya menyesal' ditulis tangan di full di kertas Folio bergaris sebanyak sepuluh halaman hari ini." Jelas kepala sekolah yang diangguki oleh orang - orang yang bersangkutan.

"Firza. Kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu di sini sebagai wali kelas mereka." Firza tersenyum cerah.

"Terima kasih Yah, eh salah, maksud saya terima kasih Pak." Ucap Firza yang kemudian mendapatkan cengiran dari Pak Haris. Sudah kebiasaan panggil Ayah, jadinya ia lupa jika sekarang orang yang ada di depan adalah Ketua Yayasan.

"Baik rapat ini sudah berakhir. Saya tutup rapat ini. Terima kasih selamat siang."

Setelah Pak Haris meninggalkan ruangan orang - orang ikut bubar terutama kepala sekolah yang langsung pergi begitu saja diikui oleh anaknya yang merengek karena takut dimarahi.

Di ruang rapat menyisakan Naira, Azam, Firza, Akira dan Oktav.

Naira bangkit dari tempat duduknya pamit sambil melambaikan tangan pada Firza. Mata Firza fokus pada sebuah cincin yang terbuat dari mas putih melingkar di jari manis Naira yang membuatnya tersenyum miris.

Kisahnya sudah selesai sebelum dimulai.

Firza menampar pipinya sendiri. Sekarang akan ada waktu untuk patah hati.

Ia bangkit dari duduknya pindah ke sebelah Azam.

Firza melihat ke dua anak didiknya. "Oktav, kamu antar Akira ke rumahnya. Habis itu balik lagi ke sini untuk bersihkan perpus. Kalian boleh keluar."

"Baik Pak. Terima kasih," jawab Oktav.

Kedua anak itu keluar dari perpustakaan meninggalkan Azam dan Firza berdua - duaan.

"Lo hutang penjelasan sama gue bang."

Azam sudah menduga Firza akan mengatakan itu.

"Yaudah. Ke ruangan Papa, kita ngobrolnya di sana aja."

Kemudian ke dua orang itu meninggalkan ruangan menuju ke ruangan pribadi Pak Haris.

***

Jumat 6 Mei 2022
13.50
Have a nice day
See you

Kelas Siluman Where stories live. Discover now