15

92 24 3
                                    

Atap sekolah yang ada di pikiran Faza ketika sudah tidak tahu lagi ke mana perginya Arisa.

Faza sudah mencari ke setiap sudut sekolah tapi tidak menemukan keberadaan Arisa. Mulai dari perpustakaan sampai gudang belakang yang terkenal ada kunti-nya pun dia libas, tapi tetap tak ada.

Ketika sudah tiba di tangga yang menjadi jalan satu-satunya menuju atap, ada rasa malas yang mendera ketika dia harus naik melewati tangga menuju ke sana yang curam, namun tak ada pilihan lain karena ia yakin Arisa tak akan meninggalkan lingkungan sekolah. Toh mereka anak baik-baik kan, gak mungkinlah ada jiwa - jiwa pengen mabal?

"Duar!" Zara menaruh tangannya di bahu Faza yang tengah menimbang apakah ia akan naik atau tidak.

"Ayam! Ayam! Ayam!" Faza langsung melompat-lompat karena kaget. Ketika melihat ada Zara yang sedang tersenyum di belakangnya seketika segudang umpatan langsung diluncurkan untuk gadis itu dengan mulus tanpa hambatan bak jalan tol Cipularang.

"Dia di atas?" tanya Zoya.

"Kayanya!" jawab Faza.

Tidak menunggu waktu lama Zoya langsung naik ke atas, diikuti oleh Zara dan Faza. Sesampainya di atas, benar saja Arisa sedang ada di sana menangis di sudut atap.

Zara mendekat ke arah Arisa. Ia langsung saja memeluk gadis itu, tanpa disadari air matanya ikut menetes karena melihat sahabat menangis.

"Apa yang terjadi sama lo? Lo biasanya gak cengeng kan?" taya Zara. Arisa tak menjawab. Tangisnya makin menjadi-jadi. Tangan Arisa memeluk punggung Zara dengan erat. Rasanya nyaman menangis di dada seorang teman.

Zoya yang kebetulan membawa minum langsung menyodorkan minum untuk Arisa. Gadis itu melepaskan pelukan Zara, kemudian mengambil air dari Zoya lalu meneguknya sampai habis.

Poor Zoya, lagi-lagi minumannya menjadi korban dari orang kehausan.

***

Tangisan Arisa saat ini telah berhenti. Keempat sekawan ini benar-benar membolos dari pelajaran Firza. Sekarang mereka sedang duduk berdempetan menatap ke arah jalanan yang terletak di belakang sekolah dari atas atap.

Tak ada seorang dari mereka yang berbicara. Saat ini mendengar suara kendaraan yang berlalu-lalang dari kejauhan tanpa percakapan terasa menyenangkan.

"Jadi kita beneran bolos nih?" Ucapan Zoya membuyarkan keheningan.

Semua orang mengangguk.

"Maaf. Lo semua jadi bolos gara-gara gue!" Suara Arisa masih sedikit serak akibat tadi menangis.

"No problem. Awalnya gue rasa ninggalin lo sendirian bakalan buat lo nyaman. Eh ternyata gue salah!" sahut Faza.

"Enggak. Gue aja yang lagi sensi gara-gara berfikir lo pada udah ninggalin gue. Bego emang!"

"Lo gak bego. Cuma ogeb."

"Sama aja neng!"

Kembali hening.

"Ngomong-ngomong gue lagi inscure. Akhir-akhir ini gue lagi males lihat muka sendiri. Orang-orang pada jadi glowing. Lah gue kok masih kentang! Lucunya tadi ada orang yang bilang ke gue dia gak mau lagi temenan sama gue karena ini muka. Sad emang" Arisa mulai mengeluarkan unek-unek yang mengganggunya.

"Hah? Lo cantik anjir!" Zara ngegas.

"Kalau bener gak bakalan ada yang ngomong ke gue kalau gue jelek!"

"Siapa yang ngomong? Nanti gue susul ke rumahnya!" Faza menimpali.

Arisa diam. Ia tak menjawab.

"Dengerin gue. Lo itu cantik. Jangan dengerin kata-kata orang yang mungkin iri sama kecantikan lo hingga orang itu mau membuat rasa percaya diri lo anjlok. Semua orang cantik dengan cara mereka sendiri." Ucapan Zoya membuat ketiga temannya itu menoleh ke arahnya.

Kelas Siluman Where stories live. Discover now