"Adikku sangat cantik! Pasti kau yang tercantik di pesta ini. Tidak. Kau pasti paling cantik di kekaisaran ini!" Puji Heroson bersungguh-sungguh namun berlebihan.
"Hentikan itu kakak. Ini sudah ke empat kalinya kau bilang begitu." Sona menghela napas lelah dan menatap pahit ke luar jendela kereta kuda.
Hero terkekeh mendengar omelan adiknya, "Tapi itu memang kenyataannya."
"Ah, ngomong-ngomong... bukankah Putri Marquiz Havan salah satu kandidat tunanganmu?" Sona tiba-tiba teringat tentang beberapa gadis yang ada di dalam daftar calon tunangan Hero yang dia lihat diruangan Arjen.
Hero mengernyit tak senang ketika mendengar kata 'tunangan'. Itu membuatnya kesal dan kehilangan senyumannya.
"Orang seperti apa dia?" Tanya Sona penasaran.
"Aku tak tahu." Jawab Hero malas.
Sona memandangnya heran.
"Aku belum pernah melihat atau bertemu dengannya." Katanya menjelaskan pada Sona.
"Hah? Bukankah itu aneh? Bukankah kakak selalu ikut pesta seperti ini dan pertemuan para putra-putri bangsawan setidaknya sekali sebulan? Bagaimana bisa kau belum bertemu dengannya?" Tanya Sona semakin heran dan curiga.
"I-itu.. aku selalu menjauhkan diri dari keramaian saat datang."
Sona memicingkan matanya dengan curiga. Sikap Hero menunjukkan kalau dia mengatakan kebohongan.
"Kakak. Jangan bilang kalau..."
"Aku tidak kabur! Sungguh!" Jawabnya panik, tetapi sesaat kemudian dia terbelalak saat sadar bahwa dia membocorkan rahasianya sendiri dengan jawaban itu.
"Apa?! Kakak selalu kabur dari pesta?! Jadi karena itu kakak tidak mengenalnya?" Nada suara Sona meninggi. "Kenapa kakak melakukannya? Memangnya kakak bocah?"
"Ah baiklah. Baiklah. Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku janji!" Kata Hero mengakuinya, dia tak menyembunyikannya lagi dari Sona.
Baru saja Sona ingin membalas kata-katanya, pintu kereta yang mereka naiki tiba-tiba terbuka. Rupanya kereta sudah berhenti beberapa saat yang lalu, tapi mereka tak sadar.
Berkat pengawal yang tiba-tiba membuka pintu itu, Hero memanfaatkan kesempatan itu untuk mengelak dari Sona.
"Ayo turun, kita sudah sampai." Katanya buru-buru turun lalu mengulurkan tangannya ketika sudah turun kepada Sona untuk membantunya juga turun.
Sona terdiam dan akhirnya menghela napas pasrah. Dia tak bisa meneruskan perdebatan itu di hadapan umum.
Dengan wajah cemberut dia menerima uluran tangan Hero lalu turun perlahan. Banyak mata memandang kearah dirinya dan Hero saat itu. Tentu saja keluarga kekaisaran dengan penampilan mencolok itu akan langsung menjadi pusat perhatian.
"Wah! Itu Putra Mahkota dan Putri!"
"Mereka benar-benar mengagumkan! Apalagi kalau Pangeran ke dua, Duke Dexter dan Duke Muda Ashlan juga ikut berdiri diantara mereka! Pasti itu luar biasa! Aku seperti berada di taman bunga."
Sona dalam hati mengangguk puas. Dia setuju dengan opini-opini tersebut. Wajah kedua kakaknya serta Dexter dan Ashlan. Apalagi kalau ditambah Arjen sang Kaisar. Mereka seperti berada di taman bunga.
"Apa kau gugup?" Tanya Hero melirik Sona yang mengeratkan pegangannya di lengan Hero.
"Hm, sedikit."
"Tenang saja. Akan kupastikan tak akan ada yang akan mendekatimu." Hero berkata bangga.
"Tidak. Jangan lakukan itu. Kau akan merusak segalanya kakak." Sona mendelik sebal. "Dan satu hal lagi..."
"Apa?" Hero menatapnya bingung.
"Jangan membuat masalah atau mencoba kabur dari pesta ini." Peringatnya berbisik pada Hero.
Hero terkekeh geli dengan nada santai dia menjawab. "Tidak. Aku tidak akan. Mana mungkin aku meninggalkanmu sendirian di kandang buaya seperti ini?"
Sona memiringkan kepalanya tak mengerti. Tapi dia mengabaikan kata-kata itu sesaat kemudian.
Aku tidak akan membiarkan satu laki-laki pun mendekatimu. Batin Hero saat itu.
"Yang Mulia!" Sambut Marquiz Havel ketika mereka berdua masuk. Seorang gadis berwajah cantik, berambut pirang dengan gaun merah muda mengikutinya di belakang.
"Terimakasih sudah datang, Yang Mulia Putra Mahkota, Yang Mulia Putri." Kata Marquiz Havel sekali lagi.
Hero hanya mengangguk kecil acuh tak acuh, sementara Sona tersenyum ramah pada mereka.
"Yang Mulia, perkenalkan. Ini Putriku. Yena." Katanya memberi kode pada Putrinya untuk memperkenalkan diri.
Gadis bernama Yena tersebut hanya menatap sekilas Hero dan beralih tersenyum hangat pada Sona.
"Perkenalkan, saya Yena De Havel Yang Mulia." Kata Yena singkat dan tersenyum berbinar pada Sona. Dia sama sekali tak tertarik pada Heroson di hadapannya.
"Putri, bolehkah aku berbicara denganmu?" Kata Yena lagi mendekati Sona dan dengan santainya menyingkirkan Heroson dari sisinya.
Hero yang tiba-tiba saja didorong ke samping langsung membuat wajah terkejut dan tak bisa berkata apa-apa. Ini pertama kalinya dia diperlakukan seperti oleh orang lain.
Dia benar-benar marah dan ingin memberi pelajaran pada Yena, tapi saat itu dia ingat janjinya pada Sona. Jadi dia menahannya.
"Kau beruntung kali ini." Bisik Hero horor pada Yena sambil memelototinya.
Yena hanya menatapnya tak tertarik lalu tersenyum sinis.
Sona dalam hati terkikik, menyukai sikap Yena yang sangat berani melawan Hero. Sona merasa sepertinya dia cocok berteman dengan Yena.
"Ye-yena. Jaga sikapmu didepan Yang Mulia!" Marquiz Havel sudah pucat pasi. Dia dengan gemetar menatap Hero karena merasa takut dan menyesal. Putrinya bersikap kasar, jadi dia takut kalau Heroson akan mengamuk dan menyakiti Putrinya.
Tapi apa yang dikhawatirkannya tidak terjadi. Itu semua berkat Sona. Dengan ramah Sona menanggapi Yena dan memisahkan diri mereka dari Hero dan Marquiz Havel. Yena sangat bersemangat saat mengobrol dengan Sona.
"Aku benar-benar mengagumimu Putri! Kau sangat cantik, pintar dan juga hebat dalam sihir. Aku ingin punya saudari perempuan sepertimu." Kata Yena menggebu-gebu.
"Benarkah?" Sona terkekeh geli. "Kau juga sangat cantik. Juga, kudengar kau bisa menggunakan pedang? Bakatmu juga tak kalah dariku. Kau bisa menjadi ksatria sihir wanita."
"Benar! Aku akan menjadi ksatria sihir wanita dan akan menjadi ksatria Putri nantinya. Maukah Putri menunggu sebentar lagi?" Yena berkata dengan percaya diri.
Gadis bernama Yena ini sepertinya telah menjadi fans sang Putri. Padahal Yena jauh lebih tua darinya. Dia satu tahun lebih muda dari Hero, yaitu 17 tahun.
"Aku kesepian menjadi anak tunggal. Aku ingin punya adik seperti putri, itu pasti menyenangkan." Tutur Yena lagi.
"Jangan berkecil hati. Aku punya dua kakak laki-laki dan itu sangat merepotkan." Sona bercerita dengan geli.
"Benarkah?"
"Benar. Apalagi mereka sangat berlebihan terhadapku. Dan kau tahu bagaimana sifat mereka yang seenaknya kan."
"Aku tahu. Itu pasti berat untukmu Putri." Yena mengangguk prihatin seraya menepuk punggung tangan Sona.
"Yena, boleh aku bertanya?"
"Ya? Tentu saja."
"Ku dengar kau salah satu kandidat tunangan Putra Mahkota? Apa kau baik-baik saja dengan itu?"
Ekspresi gadis itu berubah seketika, dia menanggapi dengan tenang, "Aku akan melakukannya."
"Kenapa? Bukankah kau tak menyukai Putra Mahkota? Aku bisa melihatnya dari sikapmu." Tanya Sona heran.
"Karena, jika aku melakukannya. Putri akan menjadi saudara iparku." Katanya lagi kali ini tersenyum.
"Eh?"
Logika macam apa itu? Pikir Sona kaget.
Muncul lagi satu orang aneh dihidupnya. Sona tak bisa menahan untuk mengernyitkan dahinya ketika mendengar jawaban Yena.
***
Ashlan mencari-cari sosok Sona diantara sekian banyak orang itu. Dia ingin melihat wajah mungilnya cantik dan tersenyum kepadanya.
Ashlan tersenyum saat melihat Sona yang tengah berbicara dengan Putri Marquiz, Yena. Tapi saat itu juga dia bisa melihat sosok Hero yang juga berjalan ke arah Sona dikejauhan.
"Aku harus lebih dulu sampai di hadapannya." Ashlan buru-buru berjalan cepat ke arah Sona dan Yena.
Tak hanya Ashlan, Hero juga melihat sosok Ashlan saat itu yang berusaha berjalan mendekati Sona, jadi dia juga berjalan cepat dan panik ke arah adiknya. "Si brengsek itu! Beraninya!"
Tapi beruntungnya Ashlan sampai lebih dulu dan langsung bertanya pada Sona. "Putri, maukah kau berdansa denganku?" Ashlan mengulurkan tangannya agar disambut Sona saat itu.
Sona agak terkejut, tapi kemudian menerima ajakan itu dengan senang hati. Akan tidak sopan jika dia menolaknya.
"T-tunggu!" Hero yang saat itu baru sampai langsung menghentikan mereka."
"Aku. Bagaimana denganku?" Hero menatap Sona galak, agar dia melepaskan tangan Ashlan yang dipegangnya saat itu.
Belum sempat Sona merespon, Yena lebih dulu mengambil alih.
"Putra Mahkota, bagaimana denganku? Aku ingin berdansa denganmu. Ayo." Yena tersenyum lebar dan tanpa aba-aba menarik tangan Hero ke tengah aula.
Wajah Hero berubah masam, dan menatap kesal pada Yena.
"Apa? Berhentilah menatapku begitu." Yena dengan berani menatap balik ke mata Hero.
"Lancang." Ucap Hero kaku, menahan emosinya.
"Maaf." Kata Yena tulus.
Hero mengernyitkan dahinya bingung? Dia kira wanita ini akan kembali membalas kata-katanya. Tapi nyatanya tidak.
"Aku sudah memutuskan." Kata Yena tiba-tiba menatap Hero.
"..." Hero hanya diam.
"Aku akan menjadi tunanganmu, Putra Mahkota."
Yena kembali berbicara saat tak mendapatkan respon dari Hero. "Jika aku menikah denganmu. Maka aku akan menjadi kakak perempuan Putri. Jadi aku akan melakukannya!"
Hero menatap gadis itu dengan kosong. Apa yang baru saja didengarnya? Apa dia salah dengar?
"Pffft..." Hero tak bisa lagi menahan tawanya. Ini pertama kalinya dia bertemu gadis aneh seperti Yena yang tidak takut atau terintimidasi olehnya. Juga, gadis ini seperti dirinya. Sangat menyukai Sona. Bahkan dia ingin menjadi kakak perempuannya.
"Baiklah. Aku akan menerimanya. Kau akan jadi tunanganku." Hero memutuskan. "Bersiaplah, itu tak akan mudah untuk menikah denganku."
***
20 Desember 2020
Maaf ya lama apdetnya, aku terlalu sibuq wkwk.
Happy reading!