KARA |Serendipity|

By iliostsan_

12.3K 4K 13.6K

Tentang Kara dan semua orang di dekatnya. Bukan hanya kisah cinta antara gadis dan pria, tetapi juga tentang... More

Prolog + Perkenalan tokoh
KS - 01
KS - 02
KS - 03
KS - 04
KS - 05
KS - 06
KS - 07
KS - 08
KS - 09
KS - 10
KS - 11
KS - 12
KS - 13
KS - 14
KS - 15
KS - 16
KS - 17
KS - 18
KS - 19
KS - 20
KS - 21
KS - 22
KS - 23
KS - 24
KS - 25
KS - 26
KS - 27
KS - 28
KS - 29
KS - 31
KS - 32
KS - 33
KS - 34
KS - 35
KS - 36
KS - 37
KS - 38
KS - 39
KS- 40

KS - 30

187 60 201
By iliostsan_

Jangan lupa vote ya teman-teman !🤗

Happy Reading >~<
••

Kara, Daryna, Arsa dan Ahsan berada di salah satu kursi kantin. Arsa mempertanyakan kebenaran di balik video tersebut. Arsa tak ingin membuat tuduhan yang salah. Dia memiliki insting yang kuat ketika Kara mencoba dijebak oleh seseorang dengan cara seperti postingan beberapa hari lalu.

"Jadi, lo sama kak Damian cuma ngobrol biasa aja? Terus, kenapa lo nggak sadar sama sekali, ada yang merhatiin lo dari jauh, Kar?" ucap Daryna usai mendengarkan segala hal yang berhubungan dengan masalah tadi dari mulut Kara.

"Gue mana bisa sadar kalau keadaan gue tadi kehausan. Gue sempet sadar, sih. Tapi, gue coba ngusir pikiran buruk itu," ucap Kara mampu membuat wajah Daryna sedikit memerah menahan emosi.

"Seharusnya lo lihat sekitaran lo dulu. Jaman sekarang, mereka lebih mudah menelan mentah-mentah apa yang mereka lihat tanpa mendengar penjelasan dibaliknya. Gue gak mau, ya, hidup lo terancam karena lo ngelakuin hal ceroboh kayak gini, lagi." Wajah Daryna terlihat cemas dengan keadaan teman seperjuangan yang satu ini.

"Gue tau, pikiran negatif terhadap orang lain itu nggak baik, tapi, sesekali lo coba ikutin kata hati lo sama firasat buruk itu, setidaknya demi kebaikan diri lo, Kar," kata Daryna. Tersirat ketidakadilan implisit atas apa yang Kara alami.

Kara tidak mengatakan apa-apa. Sudah terlanjur, apa yang perlu dilakukan? Mengubah segalanya menjadi seperti semula? Maaf, Kara bukan Doraemon. Bisa kembali ke masa lalu dengan pintu ke mana saja.

"Lo nggak bisa merubah situasi, karena masalahnya udah terjadi. Lo marah sama situasi pun yang lo dapat cuma emosi belaka yang nggak ada habisnya. Tapi, lo bisa merancang strategi yang valid untuk menjaga reputasi lo dari kecaman orang lain," kata Arsa yang selama ini mendengarkan. Kara, Daryna dan Ahsan menatap Arsa dengan tanda tanya.

"Karena semuanya udah terlanjur. Dan lo, Kar, udah kesal karena nama baik lo, orang tua lo disinggung sama yang lainnya. Lo perlu ngelakuin hal yang sama yang dilakukan orang yang jebak lo."

"Caranya?" ujar Kara dengan kerutan pada dahi yang terlihat jelas.

"Jadi gini, gue, Daryna sama Ahsan bakal pantau lo dari jauh. Si dalang ini pasti akan dekati lo dengan berbagai alasan. Yang perlu lo perhatikan gerak-gerik ditambah dengan ekspresi si dalang yang datang ke lo nanti." Arsa memandang satu-persatu wajah temannya yang menuntut kejelasan yang dimaksud olehnya.

"Kenapa gue bisa menebak kalau si dalang ini datang menemui lo? Ya, logika deh, mana ada orang yang mau dekati lo di saat nama baik lo tercemar. Oke, dia sahabat lo, temen deket lo. Tapi, kalau sampai orang lain yang baru aja lo kenal, datang-datang menemui lo aneh banget, 'kan? Orang lain lebih memilih menghindar dari lo, ketimbang mengakrabkan diri sama lo." Tanpa sadar Kara menganggukkan kepala, membenarkan perkataan Arsa.

"Dan satu lagi, lo perlu berakting semenyedihkan nya hidup lo, karena temen-temen lo nggak mau dekat lagi sama lo. Lo pancing aja terus, sampai 'dalang' itu tanpa sadar mengakui kalau dia yang bikin nama baik lo tercemar."

"Tapi, kalau seandainya hari ini nggak ada tanda-tanda si dalang itu dekati lo, ya, lo harus sabar tunggu besok, karena gue ragu sih, pasti si dalang itu nggak sebodoh yang kita kira." Kara hanya bisa mengangguk mendengarkan arahan Arsa.

Daryna Arsa dan Ahsan beranjak pergi. Sebelum itu, Daryna hanya ingin berpartisipasi dalam aksi yang akan Kara lakukan. "Gue, gue nggak nyangka, Kar. Lo sampai berbuat aneh-aneh di sekolah ini, lo ... Kara yang asing, Kara yang nggak bisa gue kenalin lagi, gue ...." ucap Daryna sedikit menggelegar menggeleng kecil sembari berjalan mundur dengan pandangan ke arah Kara dengan raut tak percaya.

Setelah jauh Daryna mengedipkan mata ke arah Kara membuat Kara tersenyum tipis. Banyak yang melihat kejadian itu, ada yang prihatin ada juga yang bahagia, termasuk seseorang yang sedang menyeringai, berdiri tak jauh dari tempat Kara berada.

Mereka bertiga duduk di kursi yang tak jauh dari tempat Kara, memantau Kara dengan saksama. Kara kembali menghadap mejanya dan berakting dengan cepat.

Tak lama kemudian, seorang gadis dengan rambut sepunggung datang ke kursi yang diduduki Kara. Gadis itu membawa nampan dan ponsel yang dia pegang di bawah nampan. Kara segera menelepon Daryna dan meletakkan ponselnya di atas meja dalam keadaan telungkup. Menyelipkan satu airpod di telinganya.

Kara hanya sendiri. Daryna, Ahsan, dan Arsa memantaunya dari meja tak jauh dari lokasi Kara.

"Kara, lo akting sekarang." Suara Arsa samar-samar bergema di telinga Kara melalui airpod yang terpasang di salah satu telinganya.

"Gue duduk di sini, ya? Soalnya, nggak ada bangku kosong yang lain," kata gadis itu. Kara melirik nama yang tertera di bajunya. Yassika.

Kara melirik sekeliling memakai ujung mata. Masih ada beberapa kursi kosong. Gadis ini tidak mampu berbohong atau akting belaka?

Kara memandang gadis itu dengan tatapan lembut. "Lo, pasti tau, 'kan, rumor tentang gue? Kenapa lo mau duduk sama gue?"

Gadis itu tersenyum. Kara tahu, gadis itu sedang memasang senyum palsu. "Ooh, rumor tentang lo berbuat mesum sama cowok di sekolah, ya? Ya gue udah tau sih. Tapi, karena gue nggak kenal lo dan gue nggak terlibat sama masalah lo, Jadi, gue biasa aja deh." Suaranya terdengar meremehkan. Kara merasakannya. Kara menunduk, di bawah meja tangannya mengepal menahan emosi yang bisa meledak kapan saja.

Kara mendongak, menatap gadis itu dengan senyum paksa setelah mendengar suara gadis itu menyapa gendang telinganya, lagi.

"Oiya, biasanya lo selalu sama temen cewek lo ke kantin. Tumben nggak bareng?" Kara merasa bangga, ternyata apa yang dilakukan dan bersama siapa dirinya bepergian, diperhatikan se-intens itu.

"Temen gue nggak ada yang percaya sama apa yang gue omongin. Temen gue nggak mau kecipratan masalah yang harus gue hadapi saat ini." Sekilas, gadis itu tersenyum penuh kemenangan. Kara menyadari. Namun, berpura-pura tidak melihat.

"Berarti dia nggak setia dong sama lo? Gue sarani, kalau lo nggak mau kena masalah kayak gini, lagi, lebih baik jauh-jauh deh dari cowok-cowok populer dari sekolah kita. Gue takut aja masalah lo makin rumit kedepannya."

Daryna yang tak jauh dari tempat Kara berada, berdecak sebal dengan perkataan gamblang gadis itu. Jika ini bukan salah satu rencana Arsa, Daryna pasti mendatangi dan mencaci maki gadis itu. Tidak tahu saja, sekalinya merasa murka, wajah gadis itu habis dicakar olehnya.

"Gue harus apa? Nama baik gue udah kotor sekarang. Gue nggak akan diam aja, kalau nama gue dikait-kaitkan sama masalah kayak gini, lagi. Gue akan buat hidupnya menderita." Kara memandang ke atas meja dengan dahi mengkerut, menahan gejolak emosional yang sedari tadi ditimbun.

Kembali lagi memandang gadis di depannya. "Lo mau, 'kan, bantuin gue basmi hama itu? Cuma lo temen gue sekarang. Yang lain, udah ninggalin gue gitu aja." Terlihat, wajah gadis itu sedikit pucat tak berkutik dengan apa yang dikatakan Kara barusan.

"Ekhem ... gue mau sih, tapi, kalau lo nyuruh gue buat nyari orang itu, sorry, gue nggak bisa."

"Bantuin gue please, cuma lo temen gue."

"Em ... ya, ya, gue nggak mau terjerat sama kasus yang lo alami. Secara, gue anak baik-baik, nanti kecipratan masalah, gue nggak mau dong."

"Padahal, gue kira lo datangi gue buat bantuin gue membersihkan nama baik gue. Gue takut, masalah ini berlanjut, gue malah dikeluarkan dari sekolah." Kara menunduk dengan memasang wajah sedih yang dibuat-buat.

"Ya, bagus. Em ... maksud gue, gue nggak bisa."

Kara memandangi gadis itu samar penuh selidik. "Bagus? Lo mau gue dikeluarkan dari sekolah?"

"Eh ... Enggak kok, lo salah denger kali."

"Salah denger ya?" Kara, Come on. Lo harus cari ide biar waktu nggak terbuang sia-sia.

Kara mengambil ponselnya. Berpura-pura memeriksa keadaan ponselnya. "Yas, pinjem dong hp lo. Gue cuma mau nelpon orang tua gue, hp gue low. Gue takut orang tua gue tahu dan gue takut banget dikeluarkan dari sekolah. Tolongin gue," Kata Kara dengan nada gemetar, jelas itu dibuat olehnya. Senyuman kemenangan terlihat di bibir Yassika.

Daryna takjub melihat akting Kara yang sudah bisa dipastikan akan lolos casting, menoleh ke kanan dan kiri melirik Ahsan dan arsa yang ada di sampingnya yang sedang memandang Kara yang sibuk berinteraksi dengan gadis itu. "Gue kira jebakan yang kita buat tanpa pikir panjang ini bakal gagal karena si dalang bakal tau rencana kita, tapi, lihat, dia aja ngak sadar kalau dia lagi dipermainkan," kekeh Daryna membuat Arsa dan Ahsan mengangguk dan tertawa kecil.

Sebelum Yassika memberikan ponselnya ke Kara, Sagara entah darimana muncul, menarik lengan gadis itu dari kantin. Membuat Kara, Daryna, Arsa dan Ahsan melongo. Apa maksudnya ini?

Di tempat lain.

"Lepasin! Shh ... tangan gue sakit." Sagara berhenti tepat di belakang gedung kantin.

Yassika memandang sengit pria di hadapannya. Dengan seenak jidat menariknya menuju gedung belakang kantin dengan tidak manusiawi.

"Buat apa lo nyebarin video itu ke sosmed?" Yassika kaget. Kedoknya terendus oleh pria yang ditabraknya pagi ini. Dia mengutuk kecerobohannya.

"Dan lo juga, 'kan, yang buat rumor abal-abal gue berantem sama Arsa di kantin waktu itu?" tuduhnya, Sagara memandang Yassika dengan tatapan tajam penuh selidik.

"Kenapa? Lo butuh perhatian dari semua orang? Lo kira, lo hebat caper pake cara kotor kayak gini? Jawab!" Sagara mencengkram erat pada pergelangan tangan Yassika. Membuat gadis itu meringis dan berusaha lepas dari jeratan Sagara.

"Oke-oke! Gue ngaku, emang gue yang nyebarin gosip sampah itu di sosmed!" Air mata mulai terkumpul di pelupuk gadis itu. Yassika menatap tanpa ragu netra coklat terang milik Sagara.

"Kenapa lo lakuin hal itu?"

"Karena gue nggak suka perhatian semua orang ke gue teralihkan cuma gara-gara Kara si caper!

"Udah cukup gue mendapatkan penderitaan dari keluarga gue yang nggak suka kalau gue lahir di dunia ini. Gue ... gue nggak pernah dapat perhatian lebih dari ibu gue. Gue cuma butuh perhatian!" katanya, "ya, gue bodoh, gue tolol nggak pernah memikirkan akibat yang gue dapati karena pandangan gue menghitam, gue dikuasai rasa haus perhatian."

Cengkraman tangan Sagara pada pergelangan tangan Yassika perlahan mengendur, melepaskan tangan kecil itu. Entah kenapa, rasa 'kemanusiaan' hadir di tengah-tengah kondisi yang sedang memanas antara dirinya dan Yassika. Seperti sedang tersihir dan turut merasakan kepedihan yang dialami gadis itu.

Sagara tak bereaksi. Membuat Yassika geram. "Percuma gue ngomong kayak gini, lo nggak bakal ngerti apa yang gue rasakan saat ini! LO GAK BAKAL TAU APA YANG GUE RASAIN!"

Nada yang meninggi berganti nada yang melemah dan penuh keputusasaan. "Karena lo tau siapa dalang dibalik rumor palsu yang beredar tentang Kara itu gue. Silakan, bilang sama semua orang kalau gue dalang dari semua ini, biar gue di-bully, terus keluar, dan menderita, lagi. Itu, 'kan, yang lo mau?!" Melihat Sagara ingin membuka suara, dengan cepat gadis itu memotongnya.

"Berhenti mengurusi kehidupan orang lain, kalau hidup lo, belum tertata sempurna!" ucap Yassika menunjuk wajah Sagara dengan raut murka. Yassika menyeka air matanya dan meninggalkan Sagara yang terpana dengan apa yang didengarnya.

Di tempat lain.

Kara asik mengumpat dalam hati, rencana yang telah dipikirkan oleh Arsa untuk menjebak dalang, kandas karena kehadiran Sagara tiba-tiba membawa gadis itu pergi entah kemana.

"Sial! Padahal gue udah mau buka kedok dia, biar dia tahu apa yang gue rasakan! Dikira enak difitnah terus-terusan apa ya? Ih bikin kesel aja, asli!" Kara dikuasai amarah, ia marah dengan dalang dari semua masalahnya, ia marah Sagara datang membawa gadis itu entah kemana. Menghancurkan semua rencana yang sudah dipikirkan matang-matang.

Daryna memegang pundak Kara, mengelusnya memberikan energi positif. "Sabar, Kar. Jangan sampai lo dikuasai amarah. Gue nggak mau, ya, lo ngelakuin hal yang ceroboh, lagi." Kara masih mengeratkan urat pipi dan mengepalkan tangannya.

"Gue juga nggak mau, rambut gue rontok secara sia-sia gara-gara mikirin cara buat nuntasin masalah yang lo hadapi. Lo tau? Mikirin cara nuntasin masalah ini aja, bisa bikin gue stress, apalagi masalah ini bercabang gegara tindakan ceroboh lo yang dari dulu nggak pernah hilang?" Kara menoleh, memandang ke arah Daryna yang duduk bersebelahan dengannya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Daryna yang ditatap begitu, gelagapan dibuatnya. Kemudian Kara kembali memandang ke depan. Ia tak ingin menambah masalah gara-gara persoalan yang diucapkan oleh Daryna. Lagi pula, apa yang dikatakan Daryna tentangnya tidak ada yang salah.

Kara mulai menyingkirkan sikap emosionalnya. Dan kembali memandang ke depan dengan ekspresi datar. Daryna yang tadinya gelagapan, merasa tak enak hati pada Kara, perkataannya seakan menghunuskan pedang pada hati yang sedang terluka. Seperti, menuangkan minyak di atas api.

Arsa menempelkan plastik es teh yang ia beli tadi di atas kepala Kara, membuat Kara melotot, memandang Arsa garang. "Arsa! Lo apa-apain sih?! Gue lagi kesel, lo malah nempelin plastik es teh lo di kepala gue? Rambut gue jadi kotor, ih!" Ya, sebelumnya plastik itu sempat jatuh, untunglah air yang ada di dalamnya tidak terkontaminasi oleh bakteri.

"Makanya sabar. Sekarang, bukan waktu yang tepat buat kita bongkar kedok dalang di balik masalah lo." Ahsan dan Daryna menyahuti dengan menganggukkan kepala.

"Tapi, gue sarani buat lo, Kar. Lo hati-hati, dan jangan ceroboh, lagi. Lo harus waspada, dalang belum ditemukan dan kita perlu bukti buat menjeratnya. Jadi, kita harus tetap waspada, kita akan mencari cara lain buat jebak tuh dalang." ujar Ahsan menengahi. Mereka bertiga mengangguk mengiyakan perkataan Ahsan.

"Tapi, walaupun hari ini kita gagal buat mendapatkan pengakuan si dalang, kita jadi tau si dalang ini ternyata orang jahat yang masih amatiran, terbukti dia hampir ngasih ponselnya ke Kara kalau si cowok tengik itu gak datang merusak rencana kita," balas Arsa dengan nada lega, membuat Kara mengangguk.

"Karena ini masalah gue, gue harus gerak cepat. Gue nggak mau mereka bertiga terlibat ke dalam masalah gue terlalu dalam," pikirnya, memandang lurus ke depan dengan ekspresi tenang.

Aku membuat cerita ini, diam-diam memunculkan rasa emosional. Semoga kalian dapat meresapi 'ke-emosional-an' ku di bagian cerita ini, ya.

Aku penasaran, nih. Soal pendapat kalian pada bagian cerita ini. Apa seru? Menantang? Atau ... biasa saja?

Fyi, aku lagi dimabuk cinta dengan suara V di lagu yang berjudul 'Life Goes On'. Lagunya juga enak dan memiliki makna yang begitu dalam. Memotivasi banget buat kalian yang lagi dalam masa-masa sulit dan merasa capek dengan itu semua. Tetap semangat, karena dibalik duka, kebahagiaan muncul setelahnya.

Nantikan kelanjutan ceritanya ya!
보라 해!❤️💛💚💙💜

Thursday, Des 03th, 2020

Continue Reading

You'll Also Like

692K 54.8K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
3.2M 265K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
3.8M 302K 50
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY •••••••••••• "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...
847K 84.3K 47
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...