KARA |Serendipity|

By iliostsan_

12.3K 4K 13.6K

Tentang Kara dan semua orang di dekatnya. Bukan hanya kisah cinta antara gadis dan pria, tetapi juga tentang... More

Prolog + Perkenalan tokoh
KS - 01
KS - 02
KS - 03
KS - 04
KS - 05
KS - 06
KS - 07
KS - 08
KS - 09
KS - 10
KS - 11
KS - 12
KS - 13
KS - 14
KS - 15
KS - 16
KS - 17
KS - 18
KS - 19
KS - 20
KS - 21
KS - 22
KS - 23
KS - 25
KS - 26
KS - 27
KS - 28
KS - 29
KS - 30
KS - 31
KS - 32
KS - 33
KS - 34
KS - 35
KS - 36
KS - 37
KS - 38
KS - 39
KS- 40

KS - 24

198 88 183
By iliostsan_

'hayo, di vote dulu. Caranya? Ya tinggal klik icon bintang di bawah pojok kiri dan setelah itu, komen sebanyak mungkin. Mudah kok, gratis lagi. Jangan jadi SIDER atuh! Terimakasih ya ^^'

••

Arsa yang ada di atas sepeda motor itu memandang Kara dari balik helm full face miliknya. Kara, yang sedang merapikan rambutnya setelah melepas helmnya, menemui tatapan Arsa dengan senyuman tipis.

"Makasih traktiran lo." Arsa mengangguk.

"Gue nggak bisa mampir, kasih salam aja sama orang rumah." Kara mengangguk, dan berdada ria sembari berjalan masuk ke rumah miliknya.

Arsa pun mulai menyalakan dan menjalankan motor menuju rumah sakit, ia ingin mengunjungi seseorang-dengan kecepatan sedang membelah keramaian kota.

Sesampainya di rumah sakit, ia turun dari motor membuka helm dan menenteng sebungkus nasi.

Arsa menuju ke lantai dua, ruangan 111, tempat seseorang yang ingin ditemui.

Membuka secara perlahan gagang pintu besi itu melirik ke dalam. Terlihat gadis berambut panjang sepunggung sedang memandang langit malam tanpa suara, tidak ada selain gadis itu di dalam sana.

"Hai Eleena," seru Arsa dari pintu membuat gadis yang sedang melamun di jendela menoleh dan tersenyum tipis.

Ia menghampiri Arsa yang sedang berdiri di dekat ranjang. "Hai, kamu kesini Arsa? Aku kangen banget sama kamu." Arsa tersenyum, tubuhnya terhuyung ke belakang karena pelukan gadis di depannya secara mendadak.

"Aku kira kamu bakal lupain aku." Arsa menggeleng. Matanya memandang makanan yang disediakan oleh rumah sakit yang berada di atas nakas dalam keadaan masih utuh tak tersentuh.

"Kenapa nggak dimakan makanannya? Nanti kamu tambah sakit." Gadis di depannya memasang wajah yang cemberut.

"Aku nggak selera sama makanan rumah sakit, hambar tau nggak? Aku pengin makan yang lain, aku bosan di sini, Arsa!" Arsa tersenyum maklum, ia menarik lengan kurus gadis itu dengan lembut menuju sofa yang ada, mendudukinya.

Arsa mengambil piring yang tersedia, membuka sebungkus nasi itu dan memberikannya kepada Eleena. Gadis tersebut tampak menggeleng.

"Makan," titah Arsa sambil menyodorkan piring itu.

"Nggak, aku nggak mau makan," tolaknya dengan cepat.

"Eleena, makan sekarang, katanya kepengin sembuh kok makan aja nggak mau?"

Gadis bernama lengkap Eleena Feshikha itu memanyunkan bibir. "Suapin tapi ...." Arsa menghela napas panjang, kemudian ia mengambil sendok dan menyuapkan Eleena dengan sabar.

Seusai makan, mereka berdua tampak terdiam dengan pikiran masing-masing.

Eleena memandang Arsa keseluruhan dengan heran. "Kamu baru pulang sekolah?" Arsa mengangguk.

"Aku jadi kangen sekolah, kenapa, sih, penyakit sialan ini bikin aku tersiksa? Aku pengin sekolah, pengin ketemu sama temen-temen yang lainnya, kenapa nasib aku kayak gini Arsa?" Eleena menitihkan air mata sendu, ia sangat terpukul dengan takdir yang sangat menyedihkan. Ia sangat iri dengan teman-teman yang bisa kesana kemari tanpa ada beban.

"Kenapa tuhan bikin aku kayak gini, kenapa tubuh aku lemah banget? Kalau aku ditakdirkan hanya untuk berbaring di tempat tidur, kenapa aku hidup? Kenapa?!" Eleena menggila, ia berteriak histeris, kenangan demi kenangan yang selalu terlintas ketika melihat Arsa.

Arsa dengan cekatan memeluk gadis itu agar sedikit tenang. "Udah, jangan sedih. Gue akan selalu ada buat lo. Jangan beranggapan kalau lo sendiri." Aksi berontak dari Eleena mereda setelah mendengar perkataan Arsa, ia juga lelah memberontak namun tidak ada hasilnya.

"Arsa kamu janji, ya, selalu ada di samping aku? Nggak bakal ninggalin aku sendirian?" ucap Eleena dengan nada menuntut. Arsa terdiam dan kemudian tersenyum.

"Ya, gue janji."

••

Kara berbaring di kasur dengan kepala di ujung kasur memandang gelang yang diberikan Arsa di pergelangan tangan kanannya sembari tersenyum tipis. Kemudian ia menelungkup dan menyembunyikan wajahnya dan berteriak.

"Tau aja dia gue ngincer ini gelang. Tuh, kan, gelang, lo emang udah ditakdirkan untuk gue! Awas aja lo hilang." Ia tampak seperti orang gila berbicara kepada gelang yang notabene barang yang tidak bisa berbicara sedikitpun.

Cklek... Brak...

"Dek, pinjem laptop lo-eh ngapain lo senyum-senyum sendiri? Kesambet?" Zoya berjalan menuju meja belajar milik Kara mengambil laptop milik adiknya, sebenarnya Zoya memiliki laptop. Namun, di dalam laptop Kara banyak film-film disuka oleh mereka berdua ter-download di sana.

Kara menggerutu sembari memandang Zoya geram. "Masuk itu ngetok dulu napa sih!"

"Maaf, ini laptop gue pinjem."

Kara beranjak dari kasurnya menarik lengan Zoya yang ingin berlalu pergi. "Eh enak aja, gue mau marathon drakor ntar." Tanpa sengaja mata Zoya menangkap benda mengkilap yang ada di pergelangan tangan Kara.

"Widih banyak duit lo?"

"Nggak usah ngalihin pembicaraan, ya!"

"Di mana lo beli? Cakep banget."

"Siniin nggak laptopnya?" Kara ingin merebut kembali laptop yang ada di genggaman Zoya.

Zoya tampak terdiam, kemudian ia tersenyum membuat Kara tampak bergidik ngeri.

"Ya udah, tapi besok gue pinjem, ya, gelang lo?" Pinta Zoya bernegosiasi dengan adiknya.

"Enak aja! Beli lah, lo udah bisa nyari kerja juga."

"Sekali-kali dek, lo mah pelit banget."

"Udah cukup gue yang selalu jadi tempat buangan dari lo. Gue nggak mau pake bekas-an lagi, ya. Jadi, lebih baik lo beli buat lo, gue nggak mau kongsi-an."

"Tck! Pelit lo."

"Bodo, sini balikkin laptop gue."

"Eitss, nggak semudah itu ferguso!" Dengan cepat Zoya berlari dan memasuki kamar menutup cepat pintu kamarnya, membuat Kara geram menendang-nendang pintu kakaknya dengan kesal.

"Zoyaaaa!" teriak Kara di depan kamar Zoya.

"Astaga Kara, kamu ini demen banget teriak-teriak, kamu kira ini rumah hutan apa?!" bentak Intan yang sedang berjalan mendekatinya.

"Ehehe, mama. Itu mah, si Zoya enak banget minjem-minjem laptop Kara, padahal dia udah punya laptop sendiri." Intan mengangguk kecil setelahnya ia mengetok pintu kamar milik anak pertamanya dengan ritme cepat.

"Zoya! Keluar kamu!" Terdengar Zoya teriak dari dalam menyahuti.

Cklek..

"Kenapa ma?"

"Balikkin laptop adik kamu, kamu, kan, udah punya laptop sendiri. Kenapa minjem punya adik kamu, lagi, hm? Atau laptop kamu mau mama jual aja di pasar loak?" Zoya tampak misuh-misuh dengan apa yang dibicarakan mamanya, setelahnya ia melirik adiknya tajam. Sedangkan empu yang dilirik, sibuk memainkan kuku jarinya dengan tampak songong.

"Ma! Yaya sama Dede udah sepakat buat kongsian sebelum aku benar-benar kerja tetap. Lagian laptop aku nggak muat buat download drakor lagi, Yaya bosan lihat laptop sendiri, isinya cuma file tugas dari dosen, mumet Yaya tuh mah."

"Udah tau banyak tugas sempet-sempetnya kakak nonton drakor? Ya ampun kak! Tuh, kan, ma, karena drakor kakak nunda-nunda tugas dari dosennya, kalau sampe nggak lulus gimana? Jadi aib keluarga itu." Jangan lupakan Kara selalu menyelinapkan kalimat kurang mengenakkan, hanya untuk memanaskan suasana.

"Dede lo, ya!"

"Bener kata adik kamu itu, fokus belajar. Kamu kira dunia perkuliahan segampang dunia sma kamu dulu? Jangan ditunda-tunda, kalau nggak lulus, mama biarin kamu jadi gelandangan."

"Ya Allah mimpi apa aku semalam punya mama sama adik mulutnya kek silet. Ya udah iya, Yaya bakal belajar yang rajin."

"Jangan lupa bahagiakan mama papa juga, paling tidak kawin cepat, mama udah nggak sabar gendong cucu pertama. Jangan kayak sekarang punya cowok kok nggak ada yang ngasih kepastian, cinta apa pajangan?" sindir Intan membuat Zoya lagi-lagi melongo dibuatnya.

"Inget apa kata mama, cepet-cepet nikah biar nggak jadi perawan tua." Intan berlalu meninggalkan keduanya.

Zoya be like :

Zoya masuk ke dalam kamarnya mengambil laptop milik Kara dan memberikannya dengan hati yang sedikit tergores. Mendengar perkataan yang menusuk buat Zoya, apalagi mamanya berpatisipasi dalam ajang membuatnya terdiam dan hati terkoyak habis, ingin rasanya mengubur kedua insan itu. Tak sanggup dengan cobaan seperti ini. Cukup adiknya saja membuatnya terinjak-injak jangan sampai mama dan papanya ikut serta.

"Nih, ambil dan tolong balik ke kamar lo. Jangan nyinyir lagi, sudahi perkataan yang nyakitin buat gue." Zoya menatap Kara menuntut meminta agar berhenti, ia tau seharusnya tidak mengusik adiknya kalau tidak mau kena semprotan rohani yang membuat batinnya kejang-kejang.

Kara memandang Zoya dengan alis yang menukik ke atas. "Drama banget lo!" Kara berlalu meninggalkan Zoya dengan ekspresi menyedihkan.

Aku sabar, aku tabah 😭✊

Kalau suka sama cerita ini, jangan lupa dimasukkan ke library kalian. Bila perlu di reading list!


···
보라해💜

Saturday, Nov 14th 2020

|Telah di revisi|
|28.12.20|

Continue Reading

You'll Also Like

274K 21.7K 23
Hanya Aira Aletta yang mampu menghadapi keras kepala, keegoisan dan kegalakkan Mahesa Cassius Mogens. "Enak banget kayanya sampai gak mau bagi ke gu...
769K 28K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
2.9M 168K 41
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...
RAYDEN By onel

Teen Fiction

3.6M 225K 68
[Follow dulu, agar chapter terbaru muncul] "If not with u, then not with anyone." Alora tidak menyangka jika kedatangan Alora di rumah temannya akan...