KARA |Serendipity|

By iliostsan_

12.3K 4K 13.6K

Tentang Kara dan semua orang di dekatnya. Bukan hanya kisah cinta antara gadis dan pria, tetapi juga tentang... More

Prolog + Perkenalan tokoh
KS - 01
KS - 02
KS - 03
KS - 04
KS - 05
KS - 06
KS - 07
KS - 08
KS - 09
KS - 10
KS - 11
KS - 12
KS - 13
KS - 14
KS - 15
KS - 16
KS - 17
KS - 18
KS - 20
KS - 21
KS - 22
KS - 23
KS - 24
KS - 25
KS - 26
KS - 27
KS - 28
KS - 29
KS - 30
KS - 31
KS - 32
KS - 33
KS - 34
KS - 35
KS - 36
KS - 37
KS - 38
KS - 39
KS- 40

KS - 19

224 85 178
By iliostsan_

Jangan lupa vote-nya dong ~! Terimakasih

••

Kara berjalan menyusuri koridor demi koridor, melihat sekeliling, dan bertanya pada beberapa orang yang ada di sana.

Ia mencari keberadaan sosok Arsa yang sudah pergi ke suatu tempat, ia ingin bertanya dan menyelesaikan masalah yang muncul di kantin.

"Arsa lo di mana?" gumamnya frustasi, dia mulai berpikir tempat lain mana yang belum dia kunjungi?

Sebentar, sepertinya ada yang luput dari atap, dia belum mengecek keberadaan Arsa hingga atap atas.

Kakinya yang panjang mulai menaiki lantai dengan cepat, dia mulai berlari di tangga yang menghubungkan atap dan berharap Arsa ada di sana.

Dia membuka pintu dengan napas terengah-engah, tidak ayal matanya mulai menyapu bersih seluruh atap. Dan, netra miliknya menangkap sosok Arsa yang sedang tidur telentang dengan tangan yang ia tumpuk di keningnya.

Kara menghampiri Arsa, dia tampak berpikir sebentar, lalu menepuk pundak Arsa dengan ringan. Arsa yang tadinya terpejam terpaksa membuka lebar matanya, kaget sekaligus terganggu.

Saat pandangannya tertuju pada Kara yang berada di sampingnya, dia duduk dengan pandangan mengarah ke depan menghadap gedung pencakar langit.

"Ngapain ke sini? Nggak mau nemenin dia, lagi?" Kara mendesah kesal. Dia benar-benar tidak mengerti situasi saat ini. Lalu, Kara duduk di samping Arsa, memandang Arsa dari samping dengan tatapan serius dan rasa bersalah.

"Sa, lo kenapa?" Arsa cepat menoleh, menatap wajah Kara dengan cermat, setelah itu dia mengalihkan perhatiannya ke hiruk pikuk kota.

"Kenapa apanya? Gue nggak papa kali." Kara menggeleng kecil, bukan itu yang ingin ia pertanyakan.

"Bukan, gue mau nanya kenapa lo mukul si Saga tadi? Pasti ada alasan, 'kan, lo mukul dia gitu? Alasannya apa? Kasih tau gue."

"Kenapa? Lo nggak rela gue pukul tuh cowok? Atau lo nggak terima cowok itu memar gegara bogeman gue?"

"Kenapa sih, lo sensi banget. Gue udah nanya baik-baik," ucap Kara dengan menahan kekesalannya. "... dan lagipula, gue, kan, penasaran kenapa lo tiba-tiba pukul si Saga, padahal lo baru liat dia ada di sini," lanjutnya.

"Gue biasa aja kali, lo nggak usah lebay. Dan, kenapa lo nanya-nanya, kenapa lo nggak nemenin tuh cowok dan bantu obatin wajah buluknya dari bogeman gue tadi. Udah buluk tambah buluk dah tuh orang sekalian."

"Sa, gue serius."

"Berharap banget gue seriusin."

"Sa, gue mohon sama lo, tolong kasih tau gue alasan dibalik lo mukul tuh cowok."

Arsa terdiam cukup lama membuat Kara gregetan.

"Gue merasa ...." Kara menoleh setelah seperkian detik diabaikan oleh Arsa dan memandang Arsa minat. "Tuh cowok, nggak baik buat lo," lanjut Arsa memandang Kara.

Kara mengernyitkan dahi heran. "Nggak baik? Maksud lo? Yang jelas kek, gue kurang paham."

"Emang dasarnya otak lo tri G, pasti ram penyimpanan otak lo kepenuhan. Hati-hati kalau dipaksa otak lo bakal meledak."

"Ih Arsa, yang bener dong!" Reflek tangan Kara mencubit lengan kekar Arsa, membuat pemilik lengan itu meringis kesakitan dan dia tidak bisa menahan tawa melihat wajah Kara yang kesal tapi itu terlihat lebih manis di mata Arsa.

Setelah beberapa menit, Arsa tertawa melihat ekspresi kesal Kara dan geraman Kara terhenti. Dan kemudian tiba-tiba menjadi serius.

"Pokoknya lo jauhin tuh cowok, feeling gue mengatakan tuh cowok nggak baik buat lo. Yang ada otak tri G lo itu tersebar virus sok kekaleman, padahal aslinya tuh ganas melebihi buaya darat." Lagi lagi Kara mengernyitkan dahi heran, ia sama sekali tidak mengerti dengan maksud yang Arsa katakan barusan, membuat Arsa lagi lagi tertawa melihat wajahnya.

"Arsa! Ihh emang dasarnya lo itu nyebelin ya, padahal lagi serius-seriusnya juga, lo malah ngajak gue bercanda?"

"Beneran, gue nggak bohong sama lo kalau itu cowok nggak baik buat lo. Percaya deh sama gue, karena gue sama dia, kan, sama-sama cowok, gue pasti bakal tau lah gerak-gerik dia yang mau manfaatin atau mau pelet lo."

"Nggak usah mengada-ada deh lo. Dan gue tanya deh, kenapa lo bisa berpikiran kayak gitu? Kalau asal nuduh yang ada dosa lo nambah sekarung tau gak?!" Arsa memutarkan bola matanya malas.

"Kalau lo nggak percaya ya udah. Jangan salahkan gue kalau lo beneran dipelet sama dia."

"Amit-amit Arsa!"

"Kabur ah!" Kara terdiam, mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

Sebelum benar-benar menghilang dari pintu, Arsa berbalik badan memandang punggung Kara yang maish terdiam di sana.

"Hati-hati, di sini ada penunggunya, mana galak banget, nanti lo malah digangguin sama dia, lagi." Pikiran Kara yang mengembara sedang mengolah otaknya kembali ke tubuhnya, mencerna perkataan Arsa dengan hati-hati, lalu dia berdiri memandangi berbagai sisi rooftop, sedikit ngeri kalau dilihat-lihat kemudian dia berjalan mundur dengan wajah tegas. Setelah itu ia berlari cukup cepat menuju pintu tempat Arsa berada di belakangnya.

••

Sepanjang jalan, Arsa tersenyum lebar, sesekali berjalan bersiul melihat junior, sebayanya dan senior.

Dalam perjalanannya, Arsa juga menjadi bahan tontonan para penggemar 'cogan'. Arsa jarang tersenyum lebar.

Bukan tanpa alasan. Tertawanya disebabkan oleh orang yang dia juluki tri G oon, yang terlihat manis ketika dia tidak mengerti sesuatu.

Dia berjalan menuju kantin, mendekati teman-temannya yang sibuk nongkrong di pojok kantin.

Arsa high five ala anak muda jaman sekarang dan duduk dengan senyum yang belum pudar dari bibirnya. Membuat Ahsan dan beberapa teman Arsa yang melihatnya, terkesima.

"Kenapa, lo, bro?" Arsa mengabaikan kata-kata itu-sibuk dengan delusi.

"Ni orang udah gila gue rasa," kata Kahfi, teman satu kelompok Arsa. Diangguki oleh beberapa orang lainnya, dan kembali sibuk dengan dunia mereka.

"Biar gue tebak, pasti tentang Kara, 'kan?" Arsa menoleh, lalu Arsa mengambil ponselnya dan sibuk memainkan jarinya di atas layar ponsel.

"Bisa nggak bisa iya," ucap Arsa terkesan enteng dan ngasal.

"Apa karena Kara, otak lo korslet kek gini?" Ahsan melirik tatapan Arsa, pria itu sangat cuek tanpa memperhatikan Ahsan.

"Lo jadi penguntit dadakan, sekarang, Sa?" tanya Ahsan, namun, tidak dijawab oleh Arsa. "Hati-hati, kalau Kara tahu, lo malu sendiri." Sekali lagi, dirinya tidak mendapatkan jawaban yang pasti, membuatnya menghela napas singkat.

Arsa masih asik melihat foto-foto yang diunggah Kara dari akun Instagram miliknya. Kebetulan, akun Kara tidak terkunci, memungkinkannya untuk melihat setiap foto wajah Kara tanpa henti, membuat Ahsan menggelengkan kepalanya dan mulai melakukan hal lain. Melayani pria yang sedang jatuh cinta lebih sulit daripada melayani pria saat bertengkar.

••

Kara termenung di tempat duduk. Sekarang dia ada di taman belakang sekolah, di mana tempat yang sejuk dan damai membuat hatinya sedikit tenang. Sesekali memandang langit biru yang dihiasi beberapa awan.

Kara tidak bisa berhenti memikirkan masalah yang dialaminya. Itu secepat cahaya dan membuatnya pusing seperti tes kimia-terutama mendadak.

Jika seperti ini, alangkah baiknya menyendiri dalam keadaan damai dan sepi. Agar lebih mudah menetralkan otak dan pikiran dari masalah.

Dia berdiri, mengambil mawar yang telah ditanam di sana dan mengawasinya.

Cantik dan berduri. Dia tidak akan yakin jika seseorang datang tiba-tiba, membiasakan diri dengannya yang ternyata dapat sewaktu-waktu mengkhianati kepercayaannya.

Dari jarak sepuluh meter dari tempatnya berpijak, terlihat Sagara dengan wajah sedikit memar di bagian tertentu, terengah-engah karena berkeliling mencari Kara. Dia semringah melihat punggung Kara dari kejauhan dan mulai melangkah mendekati.

"Dor!" kejut Sagara. Alih-alih merasa kaget yang teramat, Kara mencoba abai dengan keterkejutannya dan kembali menaruh perhatian pada mawar yang sudah beralih ke tangannya.

"Gue cariin ke mana-mana, ternyata di sini. Sendirian aja nih." Saga—pria itu memandang Kara. Merasa diabaikan, dia menemukan cara untuk mengalihkan perhatian Kara sepenuhnya.

"Bunga di sekolah nggak boleh sembarang dipetik. Kalau ketahuan penjaga kebunnya gimana?" Lagi-lagi Kara mengabaikan Sagara.

Saga yang jengah diabaikan, membalikkan tubuh Kara menghadap padanya. Kara terkejut namun, dengan cepat mengontrol raut wajah seperti semula, datar tanpa ekspresi.

"Lo kenapa? Kenapa lo mendadak diam kayak gini?" tanya Sagara dengan nada yang menuntut dan kedua tangan yang berada di kedua bahu Kara.

"Nggak, cuma perasaan lo aja kali," balas Kara enteng, menepis kedua tangan Sagara dari bahunya secara perlahan. Merunduk menaruh perhatian penuh pada mawar yang ia putar-putar dengan kedua jarinya.

"Setelah lo mengobati luka gue, lo pergi gitu aja. Ke mana lo pergi?" Kara mendongak memandang Sagara dengan raut kesal.

"Harus banget bilang sama lo?" Mendengar jawaban Kara barusan membuat Saga tertegun. Benar, dia siapanya Kara?

"Eung ... Nggak juga, tapi ...."

"Udah deh, kalau nggak ada yang penting yang harus diomongin sekarang, gue mau balik ke kelas," putus Kara melempar asal bunga yang ia petik dan berlalu meninggalkan Sagara di taman.

"Gue ikut." Keduanya berjalan beriringan tanpa ada yang membuka suara. Diam dan datar, kaku juga tidak menyapa.

Entah kenapa sikap Sagara yang terlihat gampang sekali bersentuhan dengannya, apa lagi dengan status pria itu sebagai anak baru membuat Kara merasa tak nyaman. Sudah dia beri kode jika dia tidak nyaman, namun sayangnya Sagara tak peka sama sekali. Juga, pria itu terlihat memiliki sifat mengekang, Kara sungguh tak suka akan hal itu. Benar-benar menyebalkan.

Terimakasih sudah baca! Jangan lupa berikan bintang dan komen setelahnya~!


보라 해!💜

Monday, Oct 26th, 2020

|Telah di revisi|
|27.12.20|

Continue Reading

You'll Also Like

849K 84.4K 47
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
1M 50.7K 67
Mendengar namanya saja sudah membuat Wilona bergidik ngeri, apalagi bertemu dengan sosoknya langsung. Mungkin Lona akan kabur begitu melihat bayangan...
2.4M 140K 42
Kanaya Tabitha, tiba tiba terbangun di tubuh seorang figuran di novel yang pernah ia baca, Kanaya Alandra Calash figuran dingin yang irit bicara dan...
341K 41.6K 32
Cashel, pemuda manis yang tengah duduk di bangku kelas tiga SMA itu seringkali di sebut sebagai jenius gila. dengan ingatan fotografis dan IQ di atas...