LEADER OF THE MAFIA ; AARON C...

queenaars द्वारा

136K 7.6K 784

#TheMafiaSeries1 [PART BELUM DI HAPUS SELURUHNYA] _________________________________________ "Aku tidak terpe... अधिक

prolog
CAST.
The Mafia 1 - The First Meet (Pertemuan pertama)
The Mafia 2 - The Mansion
The Mafia 3 - Aaron's game (Permainan Aaron)
The Mafia 5 - About Meeting (Tentang pertemuan)
The Mafia 6 - A Request (Sebuah Permintaan)
The Mafia 7 - About The Past ( Tentang Masa Lalu)
The Mafia 8 - The Feeling (Perasaan)
The Mafia 9 - Dark Bloods
The Mafia 10 - Desire (Hasrat)
The Mafia 11 - Aaron's Company
The Mafia 12 - Pursuit (Pengejaran)
The Mafia 13 - The Day With Aaron 1 (Hari Bersama Aaron)
The Mafia 14 - The Day With Aaron 2 (Hari Bersama Aaron)
The Mafia 16 - Disappointed (Kecewa)
The Mafia 17 - Something Hapened (Sesuatu telah terjadi)
The Mafia 18 - The Truth ( Kebenaran )
The Mafia 19 - Another Mafia ( Mafia Lain )
The Mafia 20 - Fight ( pertarungan )
The Mafia 21 - Apology (Permintaan Maaf)
The Mafia 22 - Hospital ( Rumah Sakit )
The Mafia 23 - Sorry and Thank You ( Maaf dan Terima Kasih )
The Mafia 24 - Discus (Diskusi)
The Mafia 26 - Gift ( hadiah )
The Mafia 27 - Bryan and Reline
The Mafia 28 - Confession of Love 1 ( Pengakuan Cinta )
The Mafia 29 - Confession of Love 2 ( Pengakuan Cinta )
The Mafia 30 - He said .... Bucin!
The Mafia 31 - Aaron's Past ( Masa Lalu Aaron )
The Mafia 32 - Aaron's Past 2 ( Masa Lalu Aaron )
The Mafia 33 - Inner Wound (Luka Batin)
The Mafia 34 - Collins Family ( Keluarga Collins )
The Mafia 35 - Her Sister (Saudara Perempuannya)
The Mafia 36 - Fiance ( Tunangan )
The Mafia 37 - A Quarrel (Pertengkaran)
Pre Order Gelombang Pertama!
PO ke 2
Cerita Baru
PO cetakan ke 2!

The Mafia 4 - Heartbeat (Detak Jantung)

3.6K 232 16
queenaars द्वारा

LEADER OF THE MAFIA

Happy Reading !

Alice menatap makanan yang ada di depannya dengan tidak selera. Meskipun di depannya ini adalah makanan kesukaannya, Spaghetti. Ia bahkan heran darimana Mafia itu tahu makanan kesukaannya.

Alice terkekeh kecil. Harusnya Alice tahu, Mafia itu pasti sudah menyelidiki informasi pribadinya. Sungguh mengerikan. Alice bergidik ngeri. Kira- kira apa saja yang mereka tahu?

"Nona. Kau harus memakan makananmu"
Tegur Camelia, sang pelayan.

Alice menghela nafas. Bahkan pelayan itu terus mengikuti dirinya saat di luar kamar. Apakah ia fikir aku akan kabur? Ayolah...

"Aku tidak berselera" kata Alice jujur.

Alice begitu khawatir akan seperti apa nasibnya kedepannya. Mafia itu bahkan belum mengatakan apapun keinginannya pada Alice.

Alice beserta pelayan di sampingnya sedang berada di ruang makan. Dihitung dari jumlah kursi disini, bisa di pastikan bahwa meja makan ini sering di isi banyak orang. Entah siapa mereka.

"Nona harus memakannya, kalau tidak, tuan akan ..."

Alice segera memasukkan satu suapan spaghetti ke dalam mulutnya. Hal itu membuat sang pelayan tersenyum geli melihat tingkah majikannya itu.

Tak lama, Alice mendengar suara langkahan kaki seseorang yang hendak turun dari tangga. Alice tidak begitu peduli dan sibuk mengunyah.

"Siapa kau?!" Teriak orang itu.

Alice tersedak makanannya sendiri karena terkejut. Camelia pun segera memberikan air pada Alice.

"Terimakasih, cam"

Nah kan , bahkan untuk makan di mansion ini ia tidak tenang. Bagaimana ia bisa menjalani hari harinya disini?!

"Kau tidak dengar? Kau siapa?!"
Orang itu kini berteriak lebih dekat pada Alice.

Alice menoleh dan melihat seorang perempuan yang menatapnya marah.

Alice berdiri dengan berani, dan mencoba tersenyum.
"Aku Alice. Dan kau?"

"Apa yang kau lakukan disini?"

"Aku .. aku akan tinggal disini" Jawab Alice ragu. Lagipula, siapa perempuan yang ada di depannya ini?

Perempuan dengan lipstik merah menyala, namun cantik. Entah mengapa, meski terlihat anggun, perempuan itu membuat Alice tidak betah menatapnya.

"Apa? Jangan bercanda"
perempuan itu melangkah maju dan menatap Alice dengan sorot merendahkan.

Alice dengan berani ikut menatapnya dingin. Toh, ia tak merasa melakukan kesalahan apapun.

"Maaf. Tapi aku tidak mengenalmu"
Alice berusaha senetral mungkin. Ia tidak ingin terpancing.

"Aku kekasih dari pemilik mansion ini" jawab perempuan itu dengan penuh penekanan.

Alice berdecih. Ohh, jadi ... Mafia itu mempunyai kekasih?

Alice terkekeh kecil,
"Oh, senang bertemu denganmu"

Perempuan itu menatap Alice tajam,
"Dan kau? Berani-beraninya kau ingin tinggal di mansion ini"

"Maaf , nona, tuan yang membawanya kemari" Camelia berusaha menengahi mereka.

Perempuan itu menatap Camelia dengan tajam lalu kembali menatap Alice.

"Aku tidak peduli. Pergi dari sini!"

"Maaf, nona, anda tidak bisa berbuat seenaknya disini" Camelia kembali mengingatkan.

"Kenapa? Aku berhak mengusirnya kan?"

Perempuan itu kemudian menarik tangan Alice dengan kasar dan menyeretnya untuk keluar. Alice tidak tinggal diam. Ia melepaskan cengkeraman perempuan itu dengan kasar juga.

"aku akan pergi dari sini tanpa kau menyeretku!"

Dasar wanita gila, batin Alice.

Alice menghentikan langkahnya yang akan keluar dari Mansion saat melihat Aaron beserta Albert, Axel, dan Marcell baru saja memasuki Mansion.

Perempuan yang mengaku sebagai kekasih Aaron pun segera menghampiri Aaron dan bergelayut manja, seakan menunjukkan pada Alice bahwa Aaron itu miliknya.

Sesungguhnya ... Alice malah merasa geli melihatnya.

Aaron melepaskan tangan perempuan itu dari lengannya,
"Kau? Bukankah aku sudah mengusirmu?"

Wajah perempuan itu memerah, ia merasa malu dan marah.

"Aku sangat mencintaimu! Kau tidak bisa melakukan ini padaku!" Perempuan itu berteriak histeris.

"Tapi aku tidak" Aaron tersenyum sinis.

"Aku tidak ingin berpisah darimu! Lagipula aku yang terlama kan? Itu karena kau mencintaiku juga!"

Perempuan itu masih saja berteriak histeris, membuat Alice menatapnya iba.

"Mimpi"
Aaron mengibaskan tangannya menyuruh Axel, Albert, dan Marcell untuk membawanya keluar.

"Apa karena wanita jalang itu? Aku tidak rela! Aku akan--"

"DIAM!"

Bentakan Aaron membuat Alice terkejut setengah mati. Tak terkecuali mereka yang ada di tempat ini.

Kesabaran Aaron telah habis. Ia paling benci seseorang yang berteriak padanya. Sejak tadi, ia berusaha tenang karena menahan amarahnya. Meskipun ia tak tahu mengapa ia melakukan itu. Tidak biasanya.

Mungkin karena .. Aaron melihat Alice yang terus menatapnya dengan mata coklatnya itu, membuat Aaron berfikir tenang.

Aaron menatap Perempuan itu dengan sorot yang amat sangat dingin,

Lalu, Aaron berkata dengan suara rendah yang membuat siapapun yang mendengarnya merinding,
"Dengar, em. Jangan main-main denganku. Atau aku .. akan menghabisimu"

Perempuan itu menelan ludahnya dan menatap Aaron takut. Seharusnya ... ia tidak jatuh cinta pada laki laki kejam yang ada di depannya.

"Bawa dia keluar" perintah Aaron yamg segera dilakukan oleh Albert, Axel , dan Marcell.

Kini, Aaron menatap Alice dengan tatapan yang datar. Ia menghampiri Alice.

"Mau kemana kau?"
Tanya Aaron masih dengan suara rendahnya.

"Ah .. hahah itu .. aku, aku akan kembali ke kamar. Selamat malam"

Alice cengengesan. Sejujurnya, ia begitu takut dan ingin menghilang saja. Namun, apa boleh buat, kabur adalah pilihannya saat ini.

Alice pun berbalik dan berjalan cepat meninggalkan Aaron. Namun, Aaron berhasil meraih lengannya. Hal itu membuat Alice terkejut dan menoleh.

"Aku peringatkan padamu. Jangan coba coba lari dariku"
Aaron menatap mata Alice seakan menguncinya hingga Alice tak bisa memalingkan pandangannya dari Aaron.

Alice segera tersadar,
"Mansion ini berada di tengah hutan,aku tidak sebodoh itu untuk kabur disaat malam hari" jawabnya tersenyum menyebalkan.

"Kabur di siang hari juga bukan ide yang bagus. Kau tau itu" Aaron tersenyum kecil.

"Ya, aku mengerti"

Alice menghela nafas dalam. Mungkin, sampai mati ia akan terus terjebak dalam mansion mewah ini.

"Pelayan. Bawa dia ke kamarnya"
Aaron melepaskan lengan Alice.

"Baik, tuan."

○○○

Aaron menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Tak bisa ia pungkiri, ia sangat lelah hari ini. Bekerja sebagai Mafia tidaklah mudah, apalagi sekarang Aaron adalah pemimpinnya.

Disaat-saat ia lelah seperti ini, ia biasanya membutuhkan pelampiasan. Ya .. apalagi kalau bukan wanita?

Tapi .. entahlah, Aaron sedang tidak tertarik melakukannya. Ia hanya ingin berbaring santai saja.

Jika difikir-fikir, telah banyak sekali wanita yang menemani Aaron, namun tidak ada yang membuatnya terkesan. Mereka justru membosankan bagi Aaron.

Aaron mendengus kesal saat ia tiba-tiba teringat wanita yang pernah mengisi hari-harinya. Dia adalah Allura, kakak Alice. Bukan, bukan Aaron masih mencintainya. Rasa cintanya pada wanita itu meluap begitu saja dan menghilang. Yang tersisa hanyalah rasa benci saja.

Aaron tak bisa menyangkal bahwa ia menginginkan seseorang disisinya, yang akan terus mencintainya, yang akan setia padanya.

Lalu fikiran Aaron tertuju pada Alice. Gadis cantik yang menurut Aaron menarik. Sejak pertama kali ia bertemu Alice, Aaron tidak bisa menghilangkan wajah Alice di benaknya, khususnya tatapan mata gadis itu.

Tatapan itu.. membuat perasaannya tidak karuan.

Aaron mencoba menghilangkan wajah gadis itu di benaknya dengan mencoba tidur. Ia memejamkan matanya.

Namun, tak lama kemudian, ia membuka kedua matanya dan mengacak rambutnya frustasi.

"Ada apa denganmu, Aaron? Jangan lupakan rencanamu!"

Aaron memutuskan untuk mandi saja. Ia ingin merilekskan fikirannya. Gadis itu benar benar mengganggu.

Aaron meraih handuknya dan bergegas ke kamar mandi. Ia menyalakan shower, dan berdiri di bawahnya. Membiarkan butir butir air membasahi seluruh tubuhnya.

Untuk sejenak, Aaron merasa rileks.

Tak lama, Aaron mendengar suara ketukan pintu di kamarnya. Aarom berdecak kesal.

Aaron mematikan shower, meraih handuk, dan segera keluar untuk membuka pintu kamarnya.

"Hai. Aku ingin-- Astaga!"
Alice terkejut dan segera membalikkan badannya, malu. Apa itu tadi?

Ia melihat Aaron yang hanya terlilit handuk di bagian bawahnya, bertelanjang dada, dan memamerkan perut kotak-kotaknya. Alice merasa wajahnya panas.

Aaron tersenyum miring melihat Alice yang terkejut dan membelakanginya. Sebenarnya, ia sama terkejutnya dengan Alice. Ia tak menyangka gadis itu berani mendatangi kamarnya.

"Ada apa?" Tanya Aaron pada akhirnya.

"Itu ... ah, tidak ada. Aku akan kembali ke kamar"

Melihat Alice yang akan segera pergi, Aaron pun menahan lengan gadis itu. Muncul ide jahil di kepala Aaron.

Aaron menarik lengan Alice untuk masuk ke dalam kamarnya lalu menyandarkan Alice pada dinding. Tak lupa, ia menutup pintu tersebut.

Hal itu membuat Alice terkejut dan merasa gugup. Apalagi, jarak antara wajahnya dan Aaron sangat dekat saat ini. Alice menelan ludahnya.

"Jadi, apa yang kau inginkan, hm?"
Aaron sengaja menggodanya dengan mengelus pipi Alice.

Alice tidak fokus. Laki-laki ini pasti mempermainkannya sekarang.

"Tidak ... aku hanya lewat"

Alice mengalihkan pandangannya dari lelaki yang ada di hadapannya ini. Tak bisa ia pungkiri, Alice merasa jantungnya ikut berdebar. Alice yakin itu karena gugup.

"Begitu, ya?"

Sejujurnya, sejak tadi Aaron juga berusaha fokus pada niatnya ingin menjahili Alice. Namun, ia gagal fokus saat menatap bibir Alice yang begitu ranum.

Kini, ia malah mendekatkan wajahnya pada Alice. Sedangkan Alice bergerak gelisah.

Aaron tersenyum kecil saat Alice berusaha melepaskan diri.

"Kau menolakku, hm?"

Aaron cukup terkejut menerima penolakan dari Alice. Pasalnya, baru kali ini mendapatkan penolakan dari seorang perempuan. Biasanya, justru ia lah yang menolak. Hal itu membuat Aaron tersenyum kecil. menarik.

Sementara Alice menatapnya gugup. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia takut dan juga gugup, jantungnya pun berdegub kencang. Hal itu membuatnya bergerak gerak gelisah.

"Kau yang datang padaku, kan?"

Aaron semakin menyudutkan Alice, entah kenapa, Aaron sangat senang melihat ekspresi polos dan gugup perempuan yang ada di depannya ini.

"A-aku--"

Aaron semakin mendekatkan wajahnya pada Alice hingga menyisakan beberapa centi lagi untuk bibir mereka bertemu.

"Aaron! kau di da .... lam?" Sahut Axel tiba-tiba dan membuka kamar Aaron begitu saja.

Aaron terperanjat kaget dan mengumpat. Ia kemudian menoleh dan menemukan Albert dan Axel, serta Marcell yang baru saja datang. Aaron menatap mereka kesal.

Axel menelan ludahnya. Yang lainnya menganga.

Sementara Alice? Dia memanfaatkan momen tersebut untuk kabur. Ia segera mendorong Aaron dan bergegas berlari meninggalkan kamar Aaron.

Axel, Albert, dan Marcell saling bertatapan, mungkin ... sebaiknya mereka kabur juga?

Bersambung ....




Jangan lupa vote + comment :*

-queenaars-

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

3.4M 51.1K 32
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...
7.2M 351K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
3.6M 38.5K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
338K 26.5K 57
Elviro, sering di sapa dengan sebutan El oleh teman-temannya, merupakan pemuda pecicilan yang sama sekali tak tahu aturan, bahkan kedua orang tuanya...