KARA |Serendipity|

By iliostsan_

12.3K 4K 13.6K

Tentang Kara dan semua orang di dekatnya. Bukan hanya kisah cinta antara gadis dan pria, tetapi juga tentang... More

Prolog + Perkenalan tokoh
KS - 01
KS - 02
KS - 03
KS - 04
KS - 05
KS - 06
KS - 07
KS - 08
KS - 10
KS - 11
KS - 12
KS - 13
KS - 14
KS - 15
KS - 16
KS - 17
KS - 18
KS - 19
KS - 20
KS - 21
KS - 22
KS - 23
KS - 24
KS - 25
KS - 26
KS - 27
KS - 28
KS - 29
KS - 30
KS - 31
KS - 32
KS - 33
KS - 34
KS - 35
KS - 36
KS - 37
KS - 38
KS - 39
KS- 40

KS - 09

306 142 432
By iliostsan_

Sejak pagi ini Kara tidak enak badan. Kepalanya pusing dan perutnya juga sakit. Dia ingin istirahat sejenak untuk menghilangkan rasa sakitnya, dengan cepat Kara berjalan ke kursi di sudut.

"Fa, tukeran tempat duduk." Tanpa bertanya Rafa pun mulai berjalan kearah tempat duduk Kara dan sebaliknya Kara duduk di belakang dekat pojokan kiri kelas. Tempat duduk Kara di deretan kedua dari kiri di barisan ke dua dari belakang.

"Good morning everyone!" Guru itu datang dengan menenteng tas dan buku yang ia peluk.

"Good morning too ma'am!"

"Sebelum belajar kita berdoa dulu. Ketua kelas help me, please!"

"Yes ma'am, attention please! Before learning let us pray first. Pray start!"

Semuanya hening untuk beberapa saat.

"Finish, greeting!"

"Assalamualaikum ma'am!"

"Waalaikumsalam. Siapa yang tidak datang? Ketua kelas," ucap Bu Susan menoleh kearah Bagas.

"Hadir semua, Ma'am," seru Bagas dari tempat duduknya.

"Baiklah kita lanjutkan dengan materi ...."

Namanya Ma'am Susan, berjalan berkeliling sambil menjelaskan pelajaran yang dia ajarkan sebelum memberikan tugas kepada siswa kelas ini. Namun, ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Gadis dengan wajah yang tertutup rambut itu sedang menyimpan kepalanya di lipatan tangan. Ia juga tidak bergeming.

"Itu yang di belakang, kamu gak mau belajar pelajaran saya? Atau ngantuk? Masa iya masih pagi udah ngantuk. Semangat dong!" seru Ma'am Susan dengan lantang dari depan kelas.

kara sama sekali tidak menghiraukan teguran dari guru bahasa Inggris itu. sekarang, yang dia lakukan hanyalah memijat pelipisnya yang berdenyut. ia sangat pusing, bahkan ingin memuntahkan isi perutnya. nyatanya, kara belum mengisi perutnya sejak pagi.

Ma'am Susan berjalan kearah Kara.

"Kara bangun! Kamu ini ke sekolah buat apa? Numpang tidur?" Ma'am Susan menepuk buku yang dipegang kearah meja yang Kara tempati beberapa kali.

Kara bergerak dengan gelisah, terganggu, setelah mengangkat kepalanya. Wajah Kara pucat pasi dengan mata yang terlihat lelah, pelipisnya mulai berkeringat.

"Kamu sakit? Lebih baik ke uks sekarang," seru guru tersebut dengan nada khawatir. Jarang gadis pembuat onar ini menjadi sakit pada jam-jam yang diajarkannya.

Kara menggeleng.

"Iya, Kar. Daripada tambah parah," celetuk Pasha, teman sebangkunya.

"Siapa dari kelas ini yang mau anter Kara ke uks?"

Kara menggeleng pelan. "Gak perlu ma'am, Kara bisa sendiri kok."

"Yakin kamu bisa jalan sendiri ke uks?" Ma'am Susan sepertinya tidak yakin Kara bisa pergi ke uks yang jaraknya cukup jauh dengan kondisi seperti ini, apalagi tubuh Kara terasa hangat saat Bu Susan memeriksa kondisinya.

Kara mengangguk lemah. Ia ingin segera berbaring karena tidak bisa lagi menahan rasa sakit dan nyeri di sekujur tubuhnya. Kara berdiri seketika penglihatan nya kunang-kunang, mengedipkan matanya untuk meminimalkan denyutan seolah ingin memecahkan kepalanya secara perlahan. Pasal Daryna, gadis itu terlambat dan dihukum membersihkan selokan.

Dia mati-matian berjalan menuju uks yang terasa jauh untuk dijangkau. Ingin menangis karena tidak tahan dengan semuanya. Namun, untungnya ada pria baik yang membantu membawa Kara sampai akhir. Chandra, pria yang terlahir sebagai penyelamat di saat-saat seperti ini.

"Lo kok bisa pucet begini? Belum sarapan?"

Mereka sudah berada di uks. Kara sudah duduk di kasur uks sedangkan Chandra berdiri di hadapannya.

"Nggak sempet, kesiangan jadi telat dateng."

"Ya ampun, bentar, ya."

Tidak lama dari itu. Chandra datang dengan sebotol minyak kayu putih di tangannya dan secangkir air pereda sakit kepala. Ia menawarkan minyak kayu putih untuk menghilangkan rasa pusing yang Kara alami.

Kara mengambilnya dan tidak perlu bertanya lagi, dia mengoleskan minyak kayu putih di area pelipis dan pangkal hidung sesekali memijatnya. Dia meminum pereda nyeri yang diberikan Chandra dalam satu tegukan.

"Lo nggak kelas, kak?"

"Lo tunggu di sini biar gue beliin nasi goreng buat mengganjal perut lo." Chandra yang ingin berlalu pergi dicegah oleh Kara, Kara memegang pergelangan tangan Chandra dengan cepat, Chandra menoleh.

"Ehh ... nggak usah kak. Ntar aja gue bisa sendiri kok. Lo gak perlu khawatir," titah Kara dengan cepat.

"Beneran nggak pa-pa? Sebelum gue pergi nih?"

"Iya beneran," ucapnya dengan senyum tipis. "Oiya lo nggak belajar apa? Udah kelas dua belas juga, masih keluyuran sana-sini."

"Gue tadi permisi ke toilet."

"Yaudah balik gih ke kelas lo. Lama-lama di sini nanti guru yang ngajar di kelas ngira kalau lo mau bolos, lagi."

"Oh ya udah. Kalau perlu apa-apa, chat gue atau siapapun jangan sendiri, gue takut lo kenapa-napa."

"Iya kak, aman tuh."

"Yaudah gue pergi dulu, ya."

Kara mengangguk. Kara segera membaringkan tubuh di atas ranjang putih dan menarik selimut yang ada sampai batas leher. Entah kenapa rasanya pagi ini sangat dingin.

Dari kamar sebelah, ada seorang pria yang menguping pembicaraan Kara dan Chandra. Menguping tidak sengaja, tapi dia telah berada di sana selama ini dengan tangan yang diletakkan di dahinya.

Setelah suara pria lain menghilang dari gendang telinganya dan gadis di kamar sebelah juga tidak bersuara selain derit tempat tidur yang dilirik pria itu, apa yang gadis itu lakukan sekarang? Dan kenapa gadis itu sakit seperti ini? Atau sekadar bertindak agar Anda bisa keluar dari belitan pelajaran?

Dengan cepat pria itu menarik kain pembatas. Kara yang merasa terusik menoleh ke sumber suara, takut ada 'sesuatu' yang mengawasinya.

"Lho bisa sakit juga lo." Pria itu memandang nya remeh.

Kara menoleh. "Ya iyalah, lo kira gue apa? Malaikat gitu, yang nggak bisa ngerasain sakit dan lelah?" Kara menyahuti.

"Setan kali," ucap Arsa ngasal.

"Sialan. Terus, kenapa lo di sini? Bolos, ya, lo?"

"Tau aja lo."

"Udah keliatan dari wajah lo."

"Ganteng ya?"

"Pede abis."

"Emang kenyataannya begitu. Jangan gengsi mengakui ketampanan gue. Ntar di belakang gue lo malah muji ketampanan gue. Jangan munafik lo, Kar."

"Pas pembagian akhlak lo pasti datengnya telat, kan?"

"Kenapa gitu?"

"Nggak ada akhlak lo. Sini gue taburi akhlak biar pede lo berkurang di depan gue."

"Serah apa kata setan aja."

"Cantik gini cem bidadari dibilang setan? Helow mata lo katarak atau apa sih?"

"Bidadari jatuh dari genteng maksudnya?"

"Sialan."

"Kalau pun lo bidadari setidaknya feminim, ramah, sayang sama orang tua terus sabar. enggak kayak gini, suka teriak sana-sini, rambut awut-awutan terus nggak feminim, lagi. Udah mirip kayak tarsan lo."

"Enak aja. Lo kira gue gak sayang orang tua gue gitu? Helow! Gue ini penyabar, ramah juga sayang orang tua gue keleus."

"Nggak yakin gue."

"Yakin gak yakin juga gak ngaruh sama gue, Kipli!"

Hening, dua insan tersebut terdiam untuk beberapa saat.

"Kar, gue minta maaf soal semalam," ucap Arsa tiba-tiba, membuat Kara menoleh dengan spontan.

"Semalem?"

"Ya, tentang gue yang sok ikut campur sama cara lo berpakaian," kata Arsa, "Gue cuma khawatir lo dimacem-macemin sama mereka. Soalnya pikiran cowok kadang suka kurang ajar."

"Ahh, tentang itu," gumam Kara sembari meringis malu. "Justru gue yang minta maaf, gue yang nggak menghargai usaha lo yang mau lindungi gue. Lagian lo sih, datang tiba-tiba terus ngatain gue. Gimana gue nggak marah coba?"

"Makanya gue minta maaf sekarang. Dimaafin nggak nih?"

"Jujur, gue nggak masalah lagi sih sama yang kemarin, yang gue permasalahkan sekarang tuh baju ini. Lo yang ngasih, kan?" Arsa melihat baju yang Kara kenakan. Kemudian tersenyum tipis.

"Iya. Bagus deh kalau lo pakai."

"Bagus apanya! Bajunya tuh kegedean bikin gue keliatan gendut, Arsa! Sumpah rasanya aneh banget, bikin gue nggak nyaman," dumel Kara tak ada henti-hentinya.

"Makanya dibiasain, Kar. lagian baju gede tuh enak, lebih lapang. Jadi lo bisa bergerak dengan bebas tanpa takut diliatin sama orang mesum."

"iya bener juga sih kata lo, tapi ..." gumam Kara.

"Udah nggak perlu tapi-tapi. Ntar lo juga nyaman kok pakainya." Kara mendengus.

Tak lama kemudian Kara merasakan sakit di perutnya semakin meradang, kalau begini biasanya Kara selalu memberikan air hangat untuk menghilangkan rasa sakitnya, dengan hentakan selimut yang dikenakannya, ingin berdiri tapi terasa canggung. Kara menoleh ke Arsa yang sedang asyik menutupi wajahnya sambil memandang kasur yang ditempati Kara lewat sela-sela jarinya.

"Kenapa lo?"

"Anu lo!"

"Kenapa?"

"Kenapa Arsa? Lo gak usah sok misterius gitu deh! Bikin gue kepo setengah mampus nih."

"Berdarah!"

"Ha?"

Arsa menunjuk ke bawah. Lebih tepatnya kearah sprei yang terlihat bercak merah di sana.

"Astaga!" Kara melupakan tamu bulanan yang mampu membuatnya tersiksa siang malam. Ia telah menandai tanggal dan kapan tamu itu datang menghampiri, namun sepertinya tamu itu tidak sabaran ingin cepat-cepat bersilaturahmi dengannya.

"Bantuin gue ke wc!"

"Dih ogah! Ntar gue dikatain mesum lagi."

"Bacot lo, cepetan!"

"Maksa banget lo!"

"Temen lagi kesusahan tuh harus di ..."

"Di sleding."

"Eh!?"

"Iya-iya, gue bantu deh. Berdiri lo!"

"Ih bantuin!"

"Sumpah kayak bocah lo kayak gitu, Kar."

"Bodo! Cepetan!"

"Iya-iya bawel. Ngeribetin aja!" Arsa memapah Kara, di perjalanan mereka heboh sendiri.

"Nggak perlu dipapah juga kali guenya. Lo kira gue lumpuh?" protes Kara.

"Tapi lo minta bantuin tadi. Lagian kalau lo jatuh, ntar gue yang lo salahin lagi," elak Arsa tak ingin kalah. Kara terdiam. Mereka berjalan dengan hati-hati.

"Kenapa lo nggak bawa hoodie lo ke sini? Ambil ke kelas sana!" Kara sedikit berbisik takut guru-guru melihat bahkan anak kelas lain. Kara menarik bajunya untuk menutupi roknya yang terkena noda.

"Ogah! Ntar gue kena hukum, lagi. Tapi, kok lo bisa tau sih gue sering pake hoodie? Lo sering merhatiin gue ya?" ucap Arsa memandang Kara dengan menaik-turunkan kedua alis.

"Keliatan, lah, orang lo sering mondar-mandir kelas gue pake hoodie. Padahal cuaca lagi panas-panasnya, lo malah asik pake hoodie, aneh banget!"

"Itu style namanya, biar ganteng gue bertambah. Buktinya, banyak cewek yang histeris liat gue pake hoodie ke mana-mana, lo aja tuh yang gak tau style yang nge-trend jaman sekarang."

"Dih lo kira gue kudet apa?" ucap Kara dengan nada yang meninggi, sembari menahan emosi karena langkah kaki mereka yang terbilang pelan.

"Cepetan jalannya. Sumpah ini nggak enak banget," lanjut Kara. Ia merengek karena perutnya sakit sekali.

"Siapa bilang itu enak?"

"Yaudah cepetan! Lelet banget jadi cowok!"

"Iya-iya!"

|Telah di revisi|
|25.12.20|

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.1M 242K 30
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
884K 75.8K 47
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
738K 76K 44
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
2.9M 165K 40
DILARANG PLAGIAT, IDE ITU MAHAL!!! "gue transmigrasi karena jatuh dari tangga!!?" Nora Karalyn , Gadis SMA yang memiliki sifat yang berubah ubah, kad...