"Gak."
Dara cengo seketika. Belum lagi dirinya menyampaikan niatnya, Alfa sudah memotong dengan sorot mata yang tajam dan mutlak. Kalau seperti ini, Dara 'kan jadi takut.
"Emangnya lo tau---"
"Tau," potong Alfa sembari bersandar di dinding.
Tadi, Dara memutuskan untuk berbicara empat mata dengan Alfa. Ia langsung menarik cowok itu ke samping kafe. Walaupun sempat menarik perhatian yang lainnya, beruntung Jena bisa paham dan membantu.
"Kalo lo lama-lama begini, masa depan lo gimana?"
Alfa terkekeh sinis kemudian melipat kedua tangan di dada. Raut wajah songong melekat di wajah gantengnya. "Masa depan gue?"
"Iyaaa, masa depan lo. Gimana lo mau sukses kalo lo jadi berandal terus?"
"Lo gak usah cemasin masa depan gue. Gue orang yang nganggap skill itu hal yang penting daripada pengetahuan atau apalah itu. Siapa yang tau, mungkin aja gue ntar jadi petinju internasional, kan?"
Dara benar-benar tidak bisa membantah. Memang ada beberapa orang yang menganut lo-ada-skill-masa-depan-lo-aman seperti Alfa ini. Tapi bukan itu yang dia mau. Karena ketika orang sukses hanya berbekal skill, orang-orang akan masih menganggapnya rendah karena tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup. Tetap saja ia akan dicap sebagai orang yang miskin pengetahuan. Atau bahasa kasarnya, otaknya kosong.
Dan Dara tidak mau hal itu terjadi pada Alfa.
"Gue gak bakal minta lo buat berhenti, tapi gue minta lo buat kontrol diri lo sendiri, bisa?"
"Kontrol apa?" alis Alfa nyaris menyatu karena bingung.
"Lo udah gak kekontrol, Al. Apalagi pas berantem, gak ada yang bisa hentiin lo. Gue gak bakal minta lo berhenti buat berantem, tapi gue minta tolong ke lo buat kontrol diri lo. Di mana lo berantem, siapa lawan lo, apa penyebabnya, gue minta lo kontrol diri lo. Gak semua masalah bisa diselesaiin dengan kekerasan, kan?" jelas Dara panjang lebar.
Alfa tersenyum miris. "Tapi gue gak diajarin gitu, Ra," ucapnya pelan.
"Apa, Al?"
"Enggak," dengan cepat Alfa menggelengkan kepalanya.
"Jadi gimana? Lo bisa?"
Helaan napas pelan keluar dari belah bibirnya. "Gue coba."
***
"ALPA MULAI SAAT INI KITA BERSAING SECARA SEHAT."
Alfa dan Dara yang baru saja masuk langsung dikejutkan oleh suara Andra yang menggelegar membuat tawa kembali menguar.
"Bersaing apaan, bego?" tanya Alfa heran.
Andra menatap sinis berlebihan Alfa mulai dari pintu masuk sampi duduk di kursinya. Tatapannya yang dibuat-buat itu tidak lepas dari sosok tubuh Alfa.
"Ngapain, nyet?"
"Lo ya, kalo mau bersaing secara sehat tuh kagak usah begini. Diem-diem nyuri start," balas Andra sengit tapi malah terkesan lucu.
Ardi menggeleng dramatis kemudian mengelus kepala Andra. "Kasian, mana udah tua."
"Setan."
"Ra, lo udah bilang sama adek lo?" tanya Asep tiba-tiba membuat Dara menepuk jidatnya. Ia lupa soal adiknya itu. Dengan segera ia mengambil ponsel di saku roknya. Menghela napasnya pelan, beberapa panggilan serta pesan dari Kio bermunculan.
Lil' Bro
P
P
P
Kak
P
Kak
Astaga
Woi
Uddh jam brp
Kak
Kak araa
Kak gw cemas ni
Udh jam brp
Kakkkkk
Iyaaa
Ini udah dibales Ki
KMN AJA SI
Santai dulu ya santai
Ini otw balik, tadi ada urusan bentar
CPTAN AH
BIKIN CEMAS AJ
UTG ENGGA SMPE KI SUSULIN KE SKLHN
Galak amat sih..
Iya ini otw kok
CEPETAN
Santai Ki TT
"Gue balik duluan ya, Kio udah ngamuk," ucap Dara sembari mengambil tasnya dengan terburu-buru.
"Lah ngapa tuh bocah ngamuk?" tanya Farzan heran.
"Tadi gue kan gak jadi balik," Dara menggendong tasnya dipunggung kemudian menatap mereka. "Adek gue protektif."
"Yaudah, kita sekalian balik aja. Nanti juga kita ngumpul di sini buat les, kan?" usul Asep yang disetujui oleh semuanya.
"Sya, lo bisa bawa motor?"
"Eh, iya," Dara tiba-tiba teringat sesuatu, "motor lo masih di sekolah bukan?"
"Iya, udah gak bakal dimaling soalnya gue naronya di parkiran guru, gerbang juga kan udah dikunci," sahut Ersya kemudian sembari memakai jaketnya.
"Yaudah, cabut."
***
"Loh, Sya? Emangnya lo udah baikan?" tanya Dara heran saat mendapati Ersya yang sudah duduk manis di samping Asep.
Ersya tersenyum kemudian mengangguk cepat. "Gue kan gak lemah, Ra."
"Tapi letoy."
"Jen, kalo ini kursi gue lempar ke Ardi boleh gak?"
"Ersya galak ih, PMS ya?"
Ersya langsung bergerak mengangkat kursinya seakan-akan hendak dilempar pada Ardi. Reflek, cowok tengil itu berlari ke belakang Alfa.
"Santai, Sya, santai. Jangan tegang kek pas ngebokep."
"Astagfirullah, Bapak Ardi Jubaedin," sahut Andra langsung sembari menggeleng kepalanya pelan sembari mengelus dadanya.
"Aduh keceplosan."
"Berantem mulu anjir gak bosen apa," sungut Revan yang sedari tadi diam.
"Lo juga gak bosen ngebo -mmphh!" sebelum Ardi semakin melunjak, Farzan bergerak langsung menutup mulut cowok itu. Tatapannya kemudian beralih pada Dara yang sedari tadi terbengong-bengong tak paham apa yang baru saja terjadi.
"Ra, mulai aja yok daripada ini orang utan makin menjadi."
Dara tersenyum menahan tawa kemudian mengangguk mengiyakan. Ia pun bergerak menuju kursinya, hendak mengeluarkan peralatannya, namun Jena tiba-tiba datang menghadang.
"Kayaknya kafe bakal sibuk soalnya ada yang nyewa pengen rayain ultah anaknya. Kayaknya lu pada kagak bisa belajar di sini," ujarnya membuat semuanya mengernyitkan alis bingung.
"Terus di mana?" tanya Dio kemudian.
"Belakang kafe aja, kan ada lapangan luas tuh sama gazebonya. Lu pada ke sono aje, tar gua anter makanan ma minuman dah."
Dara menatap semuanya, seolah meminta persetujuan. Ia tidak mau mengambil keputusan sendiri. Toh, yang ingin belajar bukan dirinya sendiri.
"Yaudah gas aja."
"Anter ye Jen, awas kagak."
"Gapapa sih daripada di sini, riweuh euy."
"Ada janda kembang kagak, Jen?"
"ASTAGFIRULLAH FARZAN," reflek Ersya berseru.
"Ada."
"SERIUSAN? SIAPA?"
"Kambeng betina yang rumahnya di seberang gazebo baru cerai."
"MAMPUS," sontak saja tawa langsung menyembur setelah mendengar jawaban Jena yang membuat wajah sumringah Farzan seketika menjadi masam. Harusnya ia sadar bahwa dirinya sedang dipermainkan oleh sepupu Ersya itu.
"Sialan lo, ya."
Jena hanya mengangkat bahu tak peduli. Lagipula ia tidak tahu letak salahnya di mana. Memang benar kambing tersebut berpisah dengan pasangannya ketika sudah mengandung. Jadi, kambing tersebut janda bukan?
Memang pemikiran Jena aneh.
"Udah bego tar keburu udah pada datang yang mau nyewa," ucap Alfa meredakan tawa. Kemudian kedua matanya beralih pada Dara yang masih berusaha menghentikan tawanya. "Ayok, Ra."
Dara mengangguk paham kemudian memasukkan barang-barang yang sempat ia keluarkan tadi. Ia menggendong tas ranselnya kemudian bangkit berdiri.
"Yaudah, ayok."
"Gue tiba-tiba pengen belajar bahasa Minion," celetuk Farzan tiba-tiba seraya berjalan menuju gazebo di lapangan belakang.
"Gue pen belajar bahasa kelinci bwa-bwa."
"Bwa-bwa? Bwa-bwa-bwa-bwa?" menirukan suara kartun kelinci putih nakal yang tayang setiap pagi, siang, dan sore, Ardi terlihat memulai dramanya.
Tak ingin kalah, Andra membalas, "Bwa! Bwa-bwa-bwa!"
"Bwa --- "
"Hai manusia tolol, mau berenti atau gue tarik bibir lo pada?"
"Ersya PMS nih."
"Beliin Kirante."
Farzan menggeplak kepala Andra lalu menyahut, "Kiranti goblok, kirante minuman haram apaan."
"Suka-suka gue dong, congor congor sape?"
"Congor setan."
"Astagfirullah Farzan kamu berdosa banget," sahut Ardi tiba-tiba.
"Oh iya maap mulut gue typo," balas Farzan dengan ekspresi berlebihan sembari menutup mulutnya.
"Mulutnya aktif yah, Bun."
"Iya, Om. Apalagi kalo pake lidah beuhhh keabisan napas tar Om sama aku."
"Dongo tolol."
***
yamaap late update sama rada garing ehe 👉👈