Satya and His Daughter

By itsputia

677K 86.9K 6.2K

Satya, single parent yang bercerai 9 tahun yang lalu ketika anaknya baru berusia 9 tahun. Ini cerita tentang... More

Prologue
Morning Routine
Perkara Dasi
Ketika Alika PMS
Kecewa
Cancelled
Strong Dad
Facial Wash
Who's Brian?
Daddy's Dream
Gossip Time
SATYA POV
Ketika Alika berulah
Ketika Alika Jatuh Cinta
Ketika Alika Jatuh Cinta (2)
Jaerend-Calvin
Broken
Scars
Scars (2)
Kelinci
Random Chat With Alika
Mainan Baru Alika
SNMPTN
🤡🤡🤡
Ta'aruf (1)
Ta'aruf (2)
Akhirnya Dari Ta'aruf
Maaf Untuk Alika
Lebaran
She Said Sorry
H-1
SBMPTN
The Result
Selametan?
Hearing Session With Calvin (I)
Hearing Session With Calvin (II)
Mama Suka Riel
Fokus Alika
Goodbye Pili
Sepi (Satya Ver.)
Sepi (Alika Ver.)

Ayah Terbaik Sedunia

11.4K 1.8K 158
By itsputia





Ayah pernah bilang kalau, sekalinya Mama berusaha, Mama bakalan kerahin segala yang dia bisa buat wujudin keinginan dia. Sifat pekerja keras dan ambisinya, sedikit banyak nurun ke aku. Sebenarnya aku juga gak tau aku ini lebih nurun ke Ayah atau Mama, karena menurut cerita Tante Putri, kedua orangtuaku itu hampir mirip dari segi sifat.

Bedanya, Ayah lebih bisa ngontrol ambisi dia. Sementara Mama, kalau ibaratin naik mobil, dia nge-gas melulu tanpa kenal gimana caranya mengendarai mobil dengan santai.

Aku sendiri juga termasuk anak yang bisa dibilang ambisius, ketika aku mau A, aku bakal usaha buat dapetin A. Kalaupun gagal seperti SNMPTN kemarin, aku masih punya tekat kuat buat ikut ujian tertulis dengan tekat yang bisa dibilang lebih berapi-api dari sebelumnya.

Tapi meskipun aku fokus belajar, dengan intensitas yang bisa dibilang kayak orang gila karena bahkan aku belum mau tidur sebelum pukul 1 pagi. Aku juga gak lupa buat seneng-seneng, kadang aku juga main sama Pili kelinciku, kadang juga main kerumah Calvin, atau sekedar chatting dengan temen-temen.

Kata Ayah, gagal itu wajar. Yang gak wajar adalah ketika kita mau banyak hal tapi saat dikasih kegagalan kita langsung nyerah. Padahal kita mau banyak hal dalam hidup kita, masa iya baru gagal sekali langsung nyerah. Apa pantas aku mengingkan banyak hal kalau ketika dikasih gagal langsung nyerah?

Kalau kamu jatuh, bangkit lagi dan semangat lagi. Ada orang yang dalam sekali jalan langsung bisa dapetin yang dia mau, ada juga yang harus ngelewati banyak rintangan dulu.

Dengan gagalnya aku kemarin, aku janji sama Ayah dan diri aku sendiri buat berusaha lagi. Aku optimis bisa, tapi semisal hasilnya tetep gak sesuai sepertinya aku gak bakal kecewa. Karena dibalik usahaku, ada Ayah yang selalu bilang kalau gakpapa kalau aku gagal, toh masih ada pilihan-pilihan lain.

Jadi aku mirip siapa?

"Sayang, udah makan belum?" Ayah membuka pintu kamarku.

Aku menunjukkan bekas piring kue dimejaku tanpa suara kepada Ayah.

"Makan nasi?" tanyanya lagi.

"Belum," jawabku sambil memutar kursi belajarku menghadap Ayah.

"Makan yuk? Makan diluar sekalian jalan-jalan?"

"MAU!"

Aku melirik jam diatas meja belajarku yang menunjukkan pukul 18.30. Baru hendak mengikuti Ayah keluar kamar, bell rumah kami berbunyi.

"Bukain dulu ya Dek," suruh Ayah yang kembali masuk ke kamarnya untuk mengambil dompet dan kunci mobil.

Aku kemudian bergegas menuju ruang tamu dan membukakan pintu untuk tamu tersebut.

"Mama?"

Mama tersenyum lebar saat melihatku membukakan pintu. Kemudian ketika aku membiarkannya masuk, dia bergegas masuk ke dalam rumah dan menungguku di sofa ruang tamu.

Hari ini tepat, 4 hari sejak Mama kemari di Hari Lebaran. Dan kalian harus tahu, selama 4 hari juga dia mulai mengirimiku pesan-pesan yang menurutku aneh.

Iya aneh, karena pertanyaan basic yang dia tanyakan. Kadang males juga balesinnya, tapi ketika aku tidak menjawab dalam kurun waktu dua jam, Mama akan bertanya kepada Ayah. Jadinya aku kena tegur Ayah, kalau ketawan enggak bales chat Mama.

"Mama bawain dimsum, kalian udah makan?" tanyanya.

Aku masih diam didekat pintu, sejujurnya aku masih canggung dengan Mamaku sendiri.

Suara langkah kaki Ayah mendekat, kemudian ekspresinya menunjukkan raut kaget karena melihat Mama yang ada diruang tamu. Mama membalas tatapan Ayah dengan canggung.

"Oh, baru aja kita mau pergi keluar," nada bicara Ayah terlihat biasa saja.

"Kemana? Ini aku bawain dimsum. Kebetulan baru balik dari RS jadi aku mampir kesini dulu sebentar," Mama memberikan penjelasannya.

Ayah mengangguk, "Yaudah dibawa ke meja makan aja."

Eh? Batal keluar dong?

"Dek?" panggil Ayah yang melihatku masih terdiam didekat pintu.

***


Kami masih benar-benar canggung. Sedari tadi Ayah cuma diem, Mama juga cuma diem. Kalau kemarin ada keluarga Om Jaerend yang bisa nyelametin suasana, kali ini kita bener-bener dalam situasi yang enggak nyaman.

"Mas, enggak mudik ke Jogja?"

"Enggak," jawab Ayah singkat yang membuat Mama kembali terdiam mencari topik pembicaraan lainnya.

"Sebentar lagi SBM, Alika ujiannya mau Mama anterin?"

Aku menatap kearah Ayah terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Mama. Tapi Ayah hanya menatapku lurus tanpa memberi kode, jawaban apa yang harus aku berikan pada Mama.

"Enggak..."

Mama kelihatan kecewa. Bahunya kelihatan menurun, padahal tadinya terlihat antusias.

"Kamu berangkat sendiri?"

"Sama Ayah," jawabku.

Mama kembali terdiam, mungkin dia bingung harus bereaksi bagaimana.

"Oh, yaudah. Nanti paginya Mama usahain kesini dulu."

"Kalau repot enggak usah," Ayah akhirnya bersuara kembali.

"Enggak kok Mas, enggak repot."

"Oke, terserah kamu aja enaknya gimana," nada bicara Ayah terdengar datar.

"Nanti rencana kamu mau ambil jurusan apa, Sayang?" tanya Mama.

"Jangan tanyain itu, tanya yang lain aja," sambung Ayah.

"Oh, maaf ya. Aku enggak maksud apa-apa."

"Gakpapa, yang jelas jurusan aku gak mungkin sesuai sama ekspetasi Mama."

Mama tersenyum getir, "Enggak, Mama gak mau nuntut apa-apa lagi Alika. Mama tau, Mama gak punya hak apapun atas pilihan kamu."

"Memang seharusnya begitu, kita sebagai orangtua gak boleh bikin pilihan buat anak. Biarin mereka yang nentuin maunya dimana, tugas kita cuma ngawasin mereka, arahin kalau memang mereka salah. Punya anak, gak berarti kita bisa ngatur mereka semau kita. Mereka juga punya hak buat memilih apa yang mereka suka, mereka juga punya dunia-nya dimana kita gak bisa sesuka hati ikut campur," terang Ayah  panjang lebar.

Tadi itu sindiran juga buat Mama. Meskipun aku diurusin sama Ayah, tapi Mama sering kali rewel masalah pendidikan. Mama suka nyuruh Ayah buat ngelakuin hal-hal yang menurut Mama terbaik buat aku. Kalau Ayah gak mau, Mama pasti tau-tau ngirim guru les, daftarin ini itu, ngirimin ini itu, pokoknya ribet.

Mama cuma peduli sama karir aku di masa di depan, tanpa tau gimana perasaan aku. Mama cuma peduli hal-hal yang sekiranya menguntungkan buat ngegampangin langkah aku kedepannya.

Untung Ayahku, Ayah Satya. He knows how to educate his daughter without pushing me or torturing me.

Gimana jadinya kalau Ayahku bukan dia?

Oh iya, tenang masih ada Om Jaerend yang udah aku anggap Papaku sendiri.

Tapi ya tetep, Ayah Satya yang terbaik sedunia!

Mama cuma dengerin kata-kata Ayah tadi dengan wajah menegang.

"Jadi orangtua itu berat, tapi bukan berarti anak itu beban. Anak itu tanggung jawab yang dikasih Tuhan buat kita. Gak cukup kalau kamu cuma kasih materi ke mereka, mereka butuh kasih sayang, butuh didengerin, butuh dingertiin gimana maunya, gimana perasaannya."

"Mungkin 'miss' kita disini, kita dulu gak pernah bahas gimana cara kita mendidik anak kita depannya, sehingga aku gak tau kalau kamu tipikal orangtua yang bakal lakuin apapun demi nyiapin karier yang terbaik buat Alika. Dan juga salah aku karena sebelum nikah, aku enggak tanya ke kamu gimana dengan karier kamu ketika nanti punya anak. Memang aku akui, dulu kita terlalu naif mengira semua akan mengalir dengan baik-baik aja," lanjut Ayah panjang, dengan nada suara yang halus. Seperti ketika dia sedang menenangkan aku disaat sedih.

"Aku tau kamu mau yang terbaik buat Alika, kamu juga masih peduli sama masa depan dia. Tapi kamu juga masih egois dengan gak mau nurunin ambisi kamu dengan pekerjaan kamu.  Seandainya aku juga kayak kamu, gimana dengan Alika? Mungkin kamu bisa berfikir untuk nitipin dia ke orangtua kamu atau aku. Tapi apa sih gunanya punya banyak uang tapi anak kita sama sekali gak deket sama orangtuanya? Buat aku sakit, ketika ngeliat anak kita lebih dekat dengan orang lain dari pada orangtuanya sendiri. Aku gak mau kayak gitu, dan dengan nurunin sedikit ambisiku buat anakku, semua masih bisa berjalan dengan baik."

Ayah emang terbaik!

"Iya Mas, aku emang dulu egois. Aku enggak punya pembelaan apapun tentang itu."

Ayah mengangguk, "Alika udah besar, tanpa dikasih tau apa yang bikin keluarga ini jadi seperti ini dia udah tau dengan sendirinya. Sejujurnya, aku enggak berharap apapun dari kamu. Sekarang prioritas aku cuma mau bikin anak kita bahagia. Aku udah gak kepikiran buat rujuk lagi asal kamu mau tau. Tapi seandainya memang kamu mau kembali lagi, silakan."

Aku jadi bingung sendiri, jadi Ayah gak mau balikan lagi sama Mama? Atau gimana? Kalimat terakhir bikin aku mikir keras.

"Makasih Mas, karena masih menyebutnya dengan 'anak kita'. Aku seneng."









Continue Reading

You'll Also Like

17K 2.2K 19
"Ya, open BO nggak?" Gila! Alea hampir melempari laki-laki yang barusan berbicara itu dengan buku cetak setebal 350 lembar lebih yang ada di tangan k...
171K 18.7K 41
#Romance-comedy #Make-up series #Food series Bagi Cinnamon, skincare dan make up adalah dua hal yang sangat penting untuk menunjang penampilannya seb...
5.8M 280K 61
[FOLLOW DULU SEBELUM BACA YA MANIEZZZ] Kisah 2 pasangan yang dijodohkan oleh orangtua mereka. Arlando jevin demort, cowok berusia 18 tahun harus men...
815K 30.4K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI đźš«] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...