Larisa and The Ice Boys

By IndriyaniTasya

134K 6.6K 1.5K

Larisa, gadis cantik yang menerjuni dunia permodelan diusianya yang terbilang muda, kesibukan pemotretan nya... More

01. start
2. cewek gak punya hati
3. day two
4. Tak disangka
5. Apa pedulimu
6. pemotretan sama dia lagi
7. Telat lagi
8. malu
9. masa yang indah
10. cemburu
11. insiden
12. aku akan menemanimu
13. Terungkap
14.Night
15. Jam Bebas
16. Pulang
17. ke mall bareng
18. Harusnya lebih lama
19. Razia
20. kamu baik
21. Bersamamu
22. Sunday
23. ungkapan dalam mobil
24. Naik motor
25. pemotretan sama pacar
26. Hukuman
27. Berteduh
28. Dia sakit
29. Mencoba Berbaikan
30. Baikan
31. Pertandingan
32. Weekend
33. Murid Baru
34. Aksi Nesya
35. Ketakutan Larisa
36. Kotak Teror
37. Kekesalan
38. First Day
39. pangeranku sakit
40. Last Day
41. Full Time
42. Tanpa Dia
43. Tuduhan Palsu
45. Jakarta
46. Ketulusan
47. Penyidikan
48. Taman RS
49. Mencari Bukti
50. Back to home
51. Sedikit terkuak
52. Tuan Puteri
53. Pria Misterius
54. Tamu sialan
55. sad night
56. Sedikit Lagi
57. Akhirnya
58. Happy Birthday Larisa (End)
Info

44. Tabrakan

1.4K 74 20
By IndriyaniTasya

Tangannya memutar stir mobilnya, jalan yang sedikit curam membuat mobil melaju dengan cepat meskipun ia tidak menginjak gasnya.
Ia hanya berdoa semoga Tuhan menyelamatkan hidupnya, gadis itu mulai memejamkan matanya.

Braaak,,,,,

Sebuah tabrakan terjadi, mobil berbenturan dengan pembatas jalan yang berada di sebelah kanan, Larisa memilih menabrakkan mobilnya daripada harus melayangkan nyawa seseorang, beruntungnya pembatas besi itu mampu menahan mobil Larisa agar tidak jatuh ke dalam jurang.
Benturan yang sangat keras membuat pintu mobil otomatis terbuka, Larisa yang tak menggunakan sabuk pengamannya membuat gadis itu terpental keluar dari mobilnya.

Tubuh ringannya terlempar begitu saja, terjadi benturan keras antara tubuh bagian belakangnya dengan jalan hitam itu.

Sungguh apa yang dilakukan gadis itu mempunyai risiko yang tinggi akan keselamatan nyawanya, jalanan cukup lenggang, tak banyak orang yang melintas di daerah itu, jalan yang curam dengan penuh pohon rindang lengkap dengan jurang di sebelah kanannya, siapa yang akan melintasi jika tidak benar-benar ada keperluan?

Larisa tergeletak begitu saja, cairan berwarna merah mulai keluar dari dahinya, wanita renta berteriak histeris menatap tubuh lemah Larisa.
Wajah cantiknya terlihat pucat, pipi putihnya memperlihatkan jelas bekas tamparan Papanya yang kini mulai membiru, tangan gadis itu dingin, sangat dingin.

°°°
Widyah menatap tidak percaya kondisi putri tunggalnya saat ini, wanita paruh baya itu sempat tak sadarkan diri ketika tahu kondisi putrinya, ia benar-benar merasa bersalah pada Larisa.
Hasil pemeriksaan menunjukkan jika gadis itu negatif akan barang terlarang itu. Namun, bukti itu belum cukup menjawab semua pertanyaan publik yang kini tengah ramai akan kejadian tadi siang, mereka justru beranggapan bahwa Larisa adalah pengedar barang haram itu, berbagai artikel negatif tentang Larisa sudah mulai beredar, padahal belum ada bukti yang kuat.
Dunia Maya memang mampu memporak-porandakan semuanya dan melakukan apa saja sesuai keinginan penggunaannya.

Mr. Atmaja dan Widyah tak percaya akan hal itu, putrinya sudah memiliki kehidupan yang cukup, tak mungkin jika Larisa menjadi pengedar, tapi mereka tak mampu menyangkal tuduhan palsu itu, selagi belum ada bukti yang nyata, apa mereka akan percaya?
Sudah cukup kejadian fatal siang tadi terjadi sekali saja, mereka ingin mempercayai putri tunggalnya, gadis yang kini sedang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dan sejak tadi belum sadarkan diri.

Widyah hanya mampu menggenggam jemari putrinya, ia tak sanggup menatap wajah penuh luka gadisnya.
Mr. Atmaja yang sejak tadi duduk di kursi pojok ruangan masih tak percaya dengan perlakuan kasarnya tadi siang, begitu juga kecelakaan yang menimpa Larisa, sungguh lelaki itu tak sanggup menatap kesedihan putrinya ketika sudah sadar nanti.

Jemari itu bergerak pelan, diikuti kelopak mata yang mulai mengerjap, rentinanya mulai menyesuaikan cahaya yang masuk, tubuhnya terasa remuk tak bertenaga, rasa sakit begitu terasa di sekujur tubuhnya.

Pandangan matanya menatap dua orang yang berada di dalam ruangan itu, pikirannya mulai mengingat kejadian yang baru saja menimpanya.

"MA, LARISA GAK PERNAH NYENTUH BARANG ITU, PAPA JANGAN TAMPAR LARISA LAGI, LARISA UDAH JUJUR PA, LARISA TAKUT SAMA KALIAN." Gadis itu kembali berteriak, air matanya mulai berjatuhan, isakannya kembali keluar, tubuhnya bergetar ketakutan, rasa sakit di tubuhnya terkalahkan dengan rasa sakit di hatinya.

Widyah semakin merasa bersalah, wanita itu mendekap erat putrinya.

"Hei, Mama percaya sama kamu, maafin Mama sama Papa." Tangan Widyah mengelus punggung putrinya.

Mr. Atmaja mendekat, ikut memeluk putrinya, mengecup pelan rambut Larisa yang kini terbalut perban.

"Maafin Papa, harusnya Papa percaya sama kamu."

Larisa sedikit merasa lega ketika orang tuanya sudah percaya dirinya, gadis itu juga bersyukur karena Tuhan sudah menyelamatkan nyawanya dari kecelakaan itu.

Larisa mulai begerak, menyenderkan punggungnya pada kepala ranjang, ada satu kejanggalan dalam dirinya, mengapa saat ia bergerak kakinya terasa aneh, terasa sangat kaku.
Setelah kedua orangtuanya kini tak memeluknya dan mereka hanya berdiri di samping ranjang, Larisa mencoba menggerakkan kakinya.

Tangannya mulai menyibak selimut putih yang menutupi kedua kakinya, kakinya terlihat baik-baik saja, hanya goresan-goresan kecil yang ada di sana, gadis itu kembali mencoba menggerakkan kakinya, bahkan matanya sampai terpejam, tanganya terkepal erat, berusaha sekeras mungkin. Tapi, mengapa kakinya tak mau bergerak sedikitpun, bahkan keduanya, gadis itu mulai ketakutan.

"Ma, kaki Larisa kenapa?" tatapan gadis itu kembali pedih menatap manik Widyah.

Widyah hanya terdiam, air matanya kembali bercucuran, isakan nya mulai tak bisa ditahan lagi, bahkan tubuhnya ikut bergetar menahan isakan nya.

"MA, JAWAB! KAKI LARISA KENAPA MA?" Larisa berteriak melihat orang tuanya yang hanya diam saja, tangan gadis itu memukul-mukul kedua kakinya.

"PA, KAKI LARISA GAK MAU GERAK PA!! KENAPA!" tangannya semakin keras memukul kakinya dan sontak Mr. Atmaja menahan lengan putrinya, menarik gadis itu kedalam pelukannya.

Mr. Atmaja tak sanggup menatap kepedihan putrinya, perasaan bersalah itu kembali hadir.

"MA, PA, JANGAN DIEM AJA! JAWAB PERTANYAAN LARISAA! KENAPA KAKI LARISA GAK MAU GERAK?" tubuhnya benar-benar lemas, ia tak sanggup mendengar kabar buruk lagi mengenai dirinya.

"Kalau kalian gak mau jawab, Larisa akan tanya sendiri pada dokter!" gadis itu hendak memencet tombol merah yang tak jauh dari jangkauannya.
Widyah segera menahan lengan putrinya, menggenggam erat jemari Larisa.

Widyah memberanikan menatap mata putrinya, mata bengkak dan merah, isakan putrinya terdengar bagai benda tajam yang menusuk hatinya, pedih, sangat pedih mendengarnya.
Perlahan Widyah menenangkan dirinya, ia harus menjelaskan pada Larisa.

"kaki kamu,," isakan Widyah membuat wanita itu sulit untuk melanjutkan ucapannya.

"Kenapa Ma?" tanya gadis itu dengan sabar menunggu kelanjutan Mama nya.

"Kaki kamu,, lumpuh Ris," ucap Widyah akhirnya, tangannya tetap menggenggam erat jemari putrinya.

Ucapan yang mampu membuat Larisa terdiam, gadis itu mencoba mencerna apa yang baru saja dikatakan Mama nya.

"Apa Ma? Larisa salah denger kan Ma? Larisa gak lumpuh kan Ma? Panggilin dokter Ma, suruh periksa pendengaran Larisa."

"Pa, kaki Larisa kenapa? Mama suaranya kurang jelas." Larisa kini berganti menatap Papanya, meminta kejelasan.

Mr. Atmaja menghembuskan nafasnya pelan, tangannya terulur mengelus surai hitam putrinya.

"Kamu gak salah denger Ris,"

"Waktu kamu kecelakaan, tulang belakang kamu mengalami benturan yang sangat keras Ris, dan efeknya ke kaki kamu."

Mr. Atmaja hanya menjelaskan sedikit saja apa yang dikatakan dokter pada Larisa, ia tak ingin membuat kondisi putrinya semakin memburuk.

Larisa seolah membeku dengan kenyataan yang baru saja didengarnya, hatinya seperti tersayat pisau, dadanya terasa sesak.
Tuhan, apalagi ini, rasanya ia tak sanggup menghadapi kenyataan ini, luka yang belum sembuh akan tuduhan palsu, kini luka itu kembali terbuka lebar dengan kondisi pahit yang diterimanya saat ini, tangan gadis itu bergetar, isakan itu kembali terdengar, ingin sekali ia berteriak dengan kondisinya saat ini.

Larisa mulai bertanya-tanya dengan dirinya sendiri, bertanya apa ia mampu menjalani hidup seperti biasanya? Apa ia sanggup tetap tersenyum seperti hari-hari sebelumnya ? Karir modelingnya, apa harus berhenti sampai disini? Sekali lagi gadis itu bertanya pada dirinya, apa ia tangguh menghadapi semua ini?
Sepertinya ia tak setangguh itu, air matanya mulai berdesakan turun dari pelupuk matanya, telapak tangan yang lemas itu mulai menutupi permukaan wajahnya.
Mengapa begitu banyak luka yang didapatkannya hari ini.

Gadis itu dengan ragu menatap Papanya, mulut yang seolah tertutup rapat ia paksa untuk terbuka dan bertanya.

"Pa, Larisa,, bi,,sa sem,,buh kan Pa? Larisa bisa jalan lagi kan Pa?"

"Bisa, kamu bisa sembuh sayang," sahut Widyah mendahului suaminya.

"Berapa persen kemungkinannya Ma?" air matanya terus berjatuhan membasahi wajah pucatnya.

"Tidak penting berapa persen kemungkinan kamu sembuh Ris, Mama sama Papa percaya kamu bisa sembuh dan kamu juga harus percaya itu."

Larisa masih tidak percaya dengan situasi ini, tangannya kembali memukul-mukul kakinya dan sontak dihentikan Mr. Atmaja.

"Stop sakitin diri kamu sendiri Ris," Mr. Atmaja berkata lirih.

"Pa, Ma, Larisa gak mau lumpuh,,,Larisa gak sanggup dengan semua ini Ma,,Larisa takut gabisa jalan lagi,,Larisa takut,,"

"Hei,, Mama sama Papa ada untuk kamu Ris, Mama yakin kamu akan sembuh, kita akan lakukan apapun, Mama percaya kamu bakalan bisa jalan lagi." Widyah menahan isakan nya yang akan keluar.

"TAPI KEMUNGKINAN ITU KECIL KAN MA! LARISA TAU MAMA CUMA MAU NENANGIN LARISA, CUMA MAU NGUATIN PUTRI MAMA YANG LUMPUH INI,,," tangis gadis itu pecah.

Tak ada yang bersuara, hanya isakan yang terdengar di dalam ruangan bernuansa putih itu, sang Mama tak bisa mengeluarkan kata-katanya, begitupun Mr. Atmaja yang kini hanya bisa merangkul dua perempuan yang sangat berarti dalam hidupnya.

Rasa bersalah itu selalu hadir dalam benaknya, semua yang terjadi seolah karena tindakannya.

°°°
Seorang lelaki baru saja keluar dari kamar mandi, tetesan air dari rambutnya di biarkan turun membasahi kaos putihnya.

Farel sudah 3 hari berada di Semarang, dan pertandingannya berjalan dengan sangat baik, hingga tim mereka masih bisa bertahan sampai hari ini.

"Eh ada hot news, gue bacain pada dengerin!" ucap Kevin yang seketika menghentikan pergerakan dua temannya.

Farel kini memilih berdiri di sudut ruangan, meletakkan tangannya di depan dada, sorot matanya menatap Kevin yang ingin mengatakan sesuatu.

"Larisa Natasya Atmaja, model remaja yang dikabarkan pengedar narkoba telah mengalami kecelakaan di jalan Lintang."

'Deg'
Jantung Farel seolah berhenti berdegup, hatinya berkecamuk mendengar berita itu.

***
Thanks for reading ♡

Terimakasih juga buat yang masih setia nungguin Larisa.

Suka banget sama komentar kalian di part sebelumnya.

Menurut kalian judulnya bagusan mana sih, Larisa apa Larisa and Ice boy?
Covernya kurang menarik huhu, pengen buat yang ada anime tanpa muka gitu tapi gabisa huhu, barangkali author curhat ada yang suka hati buatin 😂🤞🏻

Komen yang seru biar author semangat up :)

See you next part

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.5M 28.6K 12
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
512K 19K 33
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
3M 151K 22
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
262K 11.9K 17
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...