Dosen Bucin (Sudah Terbit)

By Vezellia

16.6M 1.4M 146K

CERITA MASIH LENGKAP✅ ❤️YUK FOLLOW DULU SEBELUM BACA❤️ ----- Berjumpa dengan Sarah Annara, mahasiswi semester... More

1 - Acc
2 - Meet Again
3 - Mata-mata
4 - Jadi Asisten
5 - Diary
6 - Berdua
7 - Terciduk
8 - Pasrah
9 - Hotel
11 - Gagal Fokus
12 - Bang Rafael
13 - Deal
14 - Dijodohin
15 - Diabaikan
16 - Oma Nat
17 - Video Call
18 - Supermarket
19 - Malam Minggu
20 - Penyelamat
21 - Gadisku
22 - Suka
23 - Something New
24 - New Normal
25 - Mau Kabur
26 - Gara-gara Perkedel
27 - Begadang
28 - Day 1
29 - Skripsweet
30 - Pindahan
31 - Emosional
32 - Serius
33 - Interogasi 1
34 - Interogasi 2
35 - Mantan & Kiss
36 - Denita
37 - Rumah Sakit
38 - Terguncang
39 - Kecewa
40 - LDR
41 - Prioritas
42 - Tanggung Jawab
43 - Selesai
Ngobrol yuk!
44 - Break
45 - Kamar
46 - Abangable & Papaable
Chat!
47 - Wisuda
48 - Bandara
49 - Berubah
50 - Kapal Pesiar
51 - Liar
52 - Empat
53 - Bridal Shower & Rumah
54 - Marry Your Daughter
55 - Stimulus-respons
56 - Family Trip
57 - Menyambut Tahun Baru
58 - Bahasa Mandarin
59 - Pingsan
60 - Dosen Bucin
Terima Kasih^^
What's Next?
Extra Chapter 1
Extra Chapter 2
1st Wedding Anniversary
Last Extra Chapter
SEQUEL DOSEN BUCIN‼️
✨Special Part✨

10 - Keluarga Mahastama

275K 28.3K 2.6K
By Vezellia

Hai hai semuanya....
Welcome back
Klik BINTANG yg di kiri bawah dulu yaaa... 🥰🥰🥰

*****

"Emmm, Pak Gian masih lama nggak, Dek?" tanyaku pada Feli karena jam sudah menunjukkan angka lima. Setelah kami berbincang banyak, aku putuskan untuk memanggilnya Dek Feli. Kami juga sempat bertukar nomor ponsel.

Udah kayak menang lotre aja. Tiga anggota keluarga dari pemilik kampus sudah kumiliki nomor ponselnya. Besok-besok siapa lagi ya?

"Kak Nara kok manggilnya Pak Gian sih, aneh tahu," sewotnya padaku.

"Loh, kan namanya memang---"

"Mas lebih suka dipanggil Ares."

"Oh gitu ya..."

"Kak. Aku mau nanya sesuatu. Tapi harus jawab jujur ya Kak."

"Iya, nanya apa Dek?"

"Emmm Mas Ares ganteng nggak Kak?"

"Serius itu pertanyaannya?" Feli hanya mengangguk. "Pak Gian ganteng kok, ganteng banget malah," jawabku jujur.

"Tuh kan bener, tebakanku bener." Aku menatap Feli yang menyipitkan matanya padaku. "Kakak suka ya sama Mas ku?"

Astaganaga. "Ya ampun Dek, Kakak bilang ganteng itu belum tentu Kakak suka," ucapku sambil tertawa.

"Ye... Kak Nara. Jangan-jangan Kakak punya pacar ya?" ucapnya kepo.

"Nggak Dek, masih jomblo nih dari lahir," sahutku yang mengundang tawa Feli.

"Nggak percaya aku Kak."

Tok tok tok.

"Eh siapa ya?" tanya Feli padaku. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Kemudian ia mengangkatnya.

"Ya. Bentar," jawabnya kepada si penelepon.

"Bentar ya Kak, Mas ku yang satu lagi datang."

"Ohh, iya," jawabku. Saat ini kami berada di kamar yang mewah, masih satu lantai dengan kamar yang dimasuki Pak Gian beberapa jam yang lalu.

Untunglah aku diajak makan siang oleh Feli, kalau tidak, bisa-bisa aku mengamuk kepada Pak Gian karena menelantarkan aku di hotel mewah ini.

"Siapa, Dek?"

"Kak Nara, kenalin ini Mas Kiano, Kakak keduaku," jelasnya padaku tanpa menjawab pertanyaan laki-laki ini.

"Ohh, saya Sarah. Sarah Annara. Mahasiswi Pak Gian." Aku langsung berdiri saat melihat Feli dan seorang laki-laki datang kehadapanku.

"Ganteng banget," batinku.

"Saya Kiano Alvaro," balasnya tersenyum sambil membalas salam tanganku.

"Sudah makan, Dek?" tanyanya pada Feli. Pak Kiano duduk santai di sofa sebrangku sambil memainkan ponselnya.

"Sudah kok," jawab Feli asal.

"Diajak Mas Ares?" tanya Pak Kiano sambil menatapku yang kujawab hanya dengan anggukan.

Pak Kiano ini benar-benar jiplakan Ibu Ana. Mirip banget. Udah ganteng, manis pula, sopan lagi. Beda jauh sama Pak Gian.

"Eh eh eh, kok Pak Gian sih. Ganti-ganti," ucapku dalam hati.

"Fel, kamu berapa bersaudara sih?" tanyaku mulai kepo tentang keluarga Pak Gian, selagi Pak Kiano nggak ada disini. Sekalian nanti mau tanya tentang perempuan yang pernah kulihat di rumah sakit bersama Pak Gian.

"Kami empat bersaudara Kak. Mas Ares anak pertama, terus Mas Kiano, Kak Neta, baru aku deh," jawabnya.

"Neta? Neta yang mana?"

"Hooh, Kak Neta. Kakak kan belum ketemu sama Kak Neta. Nanti deh aku kenalin."

"Wait. Kenapa Feli bilang nanti aku kenalin. Memang sampai kapan aku ada disini?" tanyaku dalam hati.

Buru-buru aku mengetikkan pesan kepada Pak Gian.

Dosen Pak Gian Alvares

Pak, masih lama nggak?

Kamu bosan?

Bukan pak, saya nggak enak aja.

Sudah makan?

Sudah pak, tadi bareng Feli

Tunggu saya ya.

Aku menggeram kesal. Apa yang Pak Gian lakukan padaku saat ini. Menahanku bersama adiknya disini?

"Umm Dek Feli, boleh tanya nggak?"

"Silahkan Kak," sahutnya yang masih fokus pada layar ponselnya.

"Pak Gian kemana ya tadi? Kalau boleh tahu, hehehe."

"Loh, Kakak nggak dikasih tahu ya. Kita lagi kumpul mau rayain ulang tahun Mama hari ini," jelas Feli yang membuatku syok.

"Ulang tahun? Maksudnya, Ibu Ana lagi ulang tahun?" tanyaku sambil mencerna. Feli hanya mengangguk saja.

"Pantes Pak Gian rapi banget tadi, Feli juga pakai dress, Pak Kiano juga tadi. Bentar, kalau Ibu Ana lagi rayain ulang tahun, suaminya pasti ada kan, Gilaaa. Pasti keluarganya hadir semua," teriakku dalam hati.

"Nara mikir. Let's think Sarah Annara," sorakku lagi dalam hatiku.

Got it.

"Dek Feli, Kakak pamit bentar ya ke bawah."

"Ngapain Kak?"

"Itu...disuruh sama Pak Gian."

"Oh, oke Kak."

Setelah keluar dari kamar mewah itu, aku menghela napas. Aku tidak tahu apa yang kulakukan disini. Aku bukan siapa-siapa. Lebih baik mencegah daripada nanti kena amukan keluarga Pak Gian karena membawa mahasiswinya ke acara inti keluarga mereka.

Untung Feli tidak curiga saat aku juga membawa tas kecilku. Sehingga dengan lancar aku bisa melarikan diri dari hotel megah ini. Ini benar-benar bukan tempat untuk orang sepertiku yang hanya mahasiwi perantauan.

Dengan langkah cepat, aku menuju lift yang ada di ujung lorong. Cepat-cepat kutekan angka satu agar Pak Gian tidak melihatku.

Dosen Pak Gian Alvares is calling...

"Nara, jangan angkat, lo nggak usah angkat," batinku berucap.

"Kenapa lift nya lama sekali," seruku karena takut ketahuan kabur dari Pak Gian.

Ting.

Pintu lift pun terbuka. Dan...

"Bapak ngapain disini?" tanyaku syok saat melihat Pak Gian berdiri tegap di depan pintu lift di lantai satu ini.

"Seharusnya saya yang tanya kamu ngapain disini?"

"Saya mau pulang Pak, boleh kan?" pintaku.

"Eh eh apaan nih Pak, tangan saya-" sahutku terkejut karena Pak Gian menggenggam tanganku dan membawaku.

"Sssttt... diam."

*****

"Pak," rengekku karena Pak Gian memintaku memakai gaun beserta antek-anteknya untuk perayaan ulang tahun Ibu Ana, Mamanya.

"Please, bantu saya ya...."

"Jangan saya dong Pak, saya nggak ada hak untuk ikut."

"Saya yang minta kamu kesini. Jadi, kamu nggak perlu merasa terbebani," sahut Pak Gian dengan mata memelasnya.

Kugigit jariku karena kegugupan dan ketakutanku. "Ya udah, saya mau. Tapi Bapak jangan tinggalin saya kayak tadi," ujarku setuju untuk ikut.

"Oke, nggak bakal saya lepasin kamu hari ini," ucapnya lalu mengacak pelan rambutku.

Aku pun mulai dirias. Dari wajah sampai rambut. Semua dilakukan oleh MUA suruhan Pak Gian.

Sembari mereka merias, lebih baik aku memberitahu Tante Renata. Aku pun menelepon Tante Renata.

"Halo Tante sayang," sapaku saat panggilannya diangkat.

"Kenapose?" tanya Tante Renata dari sebrang telpon.

"Aku pulangnya agak malam yaah Tanteku sayang..."

"Biasanya juga malam kok," sahut Tante Renata. Aku pun geli sendiri mendengarnya. Ada benarnya sih. Keseringan aku pulang malam hahaha.

"Hehehehe, mungkin malam ini agak larut."

"Seperti biasa, jangan lewat jam 00 ya sayang."

"Siapp Ibu komandan," ucapku lalu mengakhiri panggilan.

"Wahh, kamu cantik banget," puji MUA yang meriasku.

"Thank you, Kak." Aku sudah siap dengan dress warna gold yang diberikan Pak Gian. Tidak lupa heels dan tas kecil yang juga diberikan Pak Gian padaku. Dan tas yang kubawa kesini akan dititipin di kamar Pak Gian.

*****

"Penampilan saya jelek ya Pak?" tanyaku karena sedari tadi Pak Gian tidak berhenti menatapku. Kami sedang berada di lift menuju aula tempat perayaan ulang tahun Ibu Ana.

"Kamu cantik banget," ujarnya pelan yang membuatku agak tersipu. Dibilang cantik, terus ditatap dalam seperti itu. Astaga. Nggak kuat aku tuh.

"Pipimu merah."

"Haa? Nggak kok nggak-" sangkalku.

"Saya suka."

"Haa? Apa? Suka gimana?" tanyaku bingung dalam hati.

Ting.

"Ayo," ajak Pak Gian untuk memasuki aula.

"Pak, ini beneran ya? Hari ini ulang tahun Ibu Ana?"

"Iya, Mama ulang tahun hari ini."

"Saya nggak ada bawa kado pak, apa kita nggak bisa cari dulu?"

"Nggak perlu. Kamu kadonya."

"Hah? Saya? Kok bisa?" tanyaku heran yang dijawab Pak Gian dengan tersenyum.

Setelah berjalan sedikit dari lift, kami pun tiba di aula yang sudah dirias sedemikian rupa.

"Rame banget ya, Pak?" tanyaku karena banyak orang berlalu lalang.

"Ini ulang tahun Mama ke-50. Undangannya ya teman-teman Mama, rekan bisnis Papa juga." Aku hanya manggut-manggut saja mendengar perkataan Pak Gian.

"Ayo, saya antar ke Mama. Sekalian kenalan dengan keluarga saya."

"Loh, kamu..kamu yang sama Ares kemarin kan ya, aduh Tante lupa namanya Nak."

"Sarah Tante. Sarah Annara. Panggil Nara saja."

"Ahh iyaa. Makasih ya udah datang. Tante minta maaf banget lupa kabarin kamu."

"Eh, nggak papa Tante. Selamat ulang tahun ya Tante. Maap juga tidak persiapan bawa kado ke Tante."

"Aduh, nggak papa Nara. Kamu datang aja, Tante udah seneng banget. Kamu juga cantik banget malam ini."

"Terimakasih Tante."

"Ares, Mama pinjam bentar ya Nara nya."

"Mama tolon---"

"Ayok Nara, ikut Tante," ajak Tante Ana sembari memegang tanganku dan menghiraukan panggilan Pak Gian. Aku semakin gugup tak karuan saat tahu Tante Ana membawaku ke lingkaran sofa yang kutebak keluarganya.

"Loh loh, Kak Nara cantik banget. Tadi abis dari mana hayo Kak," jahil Feli yang langsung kicep saat Pak Gian berada di sampingku.

"Siapa Ma?" tanya Pak Tama sang pemilik kampus.

"Ini loh Pa, yang kemarin Mama ceritain. Waktu Ares terkurung di gedung kampus."

"Papanya Ares. Saya kira kamu pasti kenal saya," ujar Pak Tama dengan sedikit bercanda.

"Ah iya Pak, nggak mungkin saya nggak kenal orang nomor satu di kampus. Saya Sarah Annara Pak," jawabku sambil menyalam Pak Tama.

Sungguh suatu kehormatan besar bisa berbicara langsung dengan beliau.

Aku pun mulai berkenalan dengan keluarga Pak Gian, tidak lupa juga Kak Neta dan suaminya. Pak Gian benar. Kalau perempuan yang kulihat di rumah sakit adalah adiknya.

"So...welcome to Mahastama's family Kak Nara," ujar Feli dengan semangat yang langsung ditanggapi cepat oleh keluarga Pak Gian dengan tepuk tangan.

*****

SPAM NEXT

KASIH KOMENTARMU TENTANG PART INI

KAMU TIM SIAPA??

GIAN ALVARES M.

SARAH ANNARA

TIM AUTHOR

Jangan lupa share cerita ini yaaa
Salam sayang,💜💜
VZ

Continue Reading

You'll Also Like

4.3M 64.4K 43
Karena ayah yang jatuh sakit di desa dan adik yang ingin menyambung sekolah menengah atas, membuat Desi mengambil jalan pintas untuk mendapatkan uang...
255K 21.9K 72
Gadis Sekarwangi, tidak pernah menyangka jika rumahtangga yang ia bangun bersama suaminya, Pradipta harus berakhir ditengah jalan karena sang suami k...
3.7M 413K 61
Arashya Derya Rayyanka. Nama itu tercantum pada kartu rencana studi milikku. Ia adalah dosen yang dikagumi karena parasnya yang rupawan, tapi tidak...
6.3M 624K 56
Sebuah cerita tentang Allea putri widjaya, seorang remaja yang sudah menyandang gelar sebagai janda muda satu anak. Lantas bagaimana nasibnya ketik...