REMENTANG

By scrtwrt7_

4K 389 131

[ Akan direvisi ] REMENTANG ( Rembulan, Mentari, & Bintang ) Dan dia adalah Mentari yang memberikan sinarnya... More

Bintang yang Hilang
Cahaya
Remang
Lentera Lama
Lentera Lama (1)
Lentera Lama (2)
Fajar
Fajar (1)
Fajar (2)
Bintang itu Kembali
Mentari
Mentari (1)
Aldebara(n)
Aftab
Aftab (1)
Awan Putih
Menghitam
Menghitam (1)
Menghitam (2)
Senja
Senja (1)
Malam
Malam (1)
Malam (2)
Menjelang
Menjelang (1)
Terik
Terik (1)
Terik (2)
Langit
Langit (1)
Terbit
Terbit (1)
Terbit (2)
Q & A
Pekat
Pekat (1)
Pekat (2)
Lentera Hilang
Lentera Hilang (1)
Langit Keruh
Langit Keruh (1)
Langit Keruh (2)
Langit Keruh (3)
Badai Malam
Badai Malam (1)

Jawaban Atas Bintang

30 3 0
By scrtwrt7_

~☆~

Kau masih ingat tanyaku saat Bintang itu kembali? Ku harap jawabannya adalah tidak. Tapi, tak bisa dielak, dia segera pulang ke tempatnya, di masa lalu.

~☆~

Langit sudah meredupkan teriknya. Selain hari yang mulai petang, awan hitam juga ikut menyelimuti di atas sana. Seolah ikut berduka dengan suasana yang Kelina hadapi saat ini. Dia masih menatap nisan kayu dan gundukkan tanah yang masih segar di sana. Nama Tari sudah tertera di nisan tersebut. Bertanggal wafat hari ini.

Di seberang sana bertepatan dengan makam Ghani. Sesekali Kelina juga melirik ke makam tersebut. Kelina masih tidak menyangka, orang-orang yang Kelina sayangi secepat ini pergi meninggalkannya. Rasanya Kelina ingin memutar waktu ketika Ghani dan Tari masih berada di sisinya. Jika bisa memilih, Kelina tidak ingin merasakan masa ini.

Alde menghela napas pelan. Pasalnya, ia sudah menunggu Kelina selama tiga jam di makam. Orang-orang yang mengikuti sesi pemakaman juga sudah berpulang sejak tadi. Hanya tinggal mereka berdua di sana.

"Mau sampai kapan di sini?" tanya Alde.

Kelina masih diam.

"Kasihan Bude Nami. Pasti dia nungguin lo pulang."

Kelina menoleh sekilas. Raut wajahnya pasrah. Pernyataan itu berhasil buat Kelina menyerah, lalu beranjak dari tempat tanpa mengucapkan apa pun.

Alde menggeleng samar lihatnya. Ia langsung menyusul Kelina. Mereka keluar dari komplek pemakaman tersebut. Berjalan seiringan di trotoar menuju rumah lama Kelina. Jaraknya tidak begitu jauh, jadi masih bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Alde menatap Kelina di sampingnya sekilas. Raut wajah gadis itu tampak murung. Alde sangat paham apa yang dirasakan Kelina saat ini, tapi Alde juga tidak ingin melihat Kelina seperti ini.

"Gue tahu lo sedih. Tapi, lo juga gak bisa terus-terusan larut sama kesedihan lo ini. Ibu lo juga pasti maunya lihat lo tegar," ucap Alde.

Satu menit, perkataan Alde belum berefek apa pun pada Kelina. Alde mendengus jengah. Ia menarik pergelangan Kelina tanpa izin. Hal itu berhasil buat Kelina menatap Alde, mengerutkan dahinya bingung.

"Mau ke mana?"

Alde tidak menjawab. Ia terus menggiring Kelina berbelok arah. Tiada pemberontakan dari Kelina, dia hanya pasrah membuntuti.

Mereka memasuki sebuah taman. Kelina tahu taman itu. Taman yang sudah lama sekali Kelina tidak kunjungi meskipun berdekatan dengan rumah lamanya. Di taman itu dulu senang sekali menjadi tempat bermain Kelina, Ghani dan Alde semasa kecil.

Alde menuntunnya ke ayunan di sisi taman. Ayunan rantai itu sudah tampak kusam.

"Duduk," perintah Alde saat sampai di hadapan ayunan tersebut. Kelina sebenarnya belum mengerti, namun dia menuruti.

Kelina menduduki ayunan itu. Alde mengambil tempat di ayunan satunya lagi, tepat di sebelah Kelina. Kedua ayunan tersebut berdecit saat Kelina dan Alde gerakkan.

"Dari dulu lo tuh udah cengeng. Lo ingat, kan? Lo ngerengek minta main ayunan mulu, padahal gue sama Ghani paling bosan main ayunan."

Alde benar. Dahulu Kelina sangat menyukai ayunan ini. Kelina ingat. Dia selalu merengek pada kedua anak laki-laki itu. Masa kecilnya yang lucu.

"Sampai sekarang lo masih cengeng. Dikit-dikit nangis. Gue gak suka lihat lo nangis, tau gak? Lihat orang nangis mulu tuh menyebalkan."

Kelina menatap Alde dengan lekat sejenak. Kelina tahu Alde pasti tengah berusaha menghiburnya. Kelina salah sedari tadi tidak mengacuhkan pemuda itu. Seharusnya, Kelina menghargai usaha Alde.

Kelina mencoba tersenyum tipis di sana. "Makasih, Kak."

Sudut bibir Alde ikut tertarik tanpa disadari. "Gue berubah pikiran. Kita pulang kalau muka lo yang kusut itu sudah hilang."

Kelina mengangguk samar. Kesedihan Kelina sedikit berkurang. Setidaknya, Kelina masih memiliki Alde di sisinya. O iya, hampir saja Kelina lupa. "Kok lo bisa ke sini, Kak? Bukannya lo ujian?"

Sedari tadi Kelina sempat bingung kenapa Alde bisa tiba di kota lama ini. Kelina tahu. Pasti Bude Nami yang memberitahukan kepada Alde soal Mamanya itu.

Alde menyeringai. "Soal-soalnya gak kreatif. Masih bisa gue jawab cepat."

"Iya, deh, Taurus." Kelina mendengus pelan mendengar pernyataan tersebut. "Tinggal prom night minggu depan ya? Lo datang sama siapa?"

Seketika Alde tidak menjawab. Ekspresi di antara mereka seperti lesap di sana. Kelina mengerutkan dahi, kembali tidak mengerti.

"Lo gak ikut?" tanya Kelina.

Alde mengambil napasnya sejenak. Sekarang ia tidak berani menatap Kelina. Sebenarnya sejak kemarin ada suatu hal yang mengganjal dalam benaknya. Alde sulit untuk mengatakan itu.

"Besok gue harus berangkat, mengurus daftar ulang studi gue di luar."

Kelina terdiam.

"Maaf."

Raut wajah Kelina yang tadi seketika terpaku, berubah menyeringai renyah. "Maaf kenapa? Kan lo gak salah, Kak."

Kelina tidak mengerti lagi dengan perasaannya. Kenapa juga dia seperti merasa kecewa dan kembali sedih. Kelina tidak suka perasaan itu. "Iya mungkin kita jadi impas, dulu gue ninggalin lo saat berduka atas Kak Ghani, dan sekarang sebaliknya."

Kelina menatap Alde yang bungkam di sana. Dia meraih punggung tangan Alde. Mencoba tersenyum walau berkesan miris.

"Lo tenang aja, Kak. Gue senang kok, impian lo tercapai. Oh, gue janji, gue usaha biar gue gak cengeng lagi, gimana?"

"Lina---"

"Gue mau pulang sekarang, Kak."

~~~

Langit sudah sepenuhnya gelap. Hitam keabu-abuan, bukan kebiruan yang indah seperti biasanya. Itu karena awan pembawa hujan masih hinggap di atas sana. Rintikkan sudah mulai terasa, tapi hanya sedikit. Kelina melangkahkan kakinya memasuki pekarangan rumah.

Alde sudah Kelina suruh pulang terlebih dahulu tadi. Ia tidak perlu mengantarkan Kelina hingga ke rumah. Kelina perlu waktu untuk sendiri.

Berjarak beberapa meter, mata Kelina menangkap sosok pria paruh baya tengah berhadapan sama Bude Nami di teras rumah sana. Mereka berdua seperti tidak bersahabat. Kelina langsung menghampirinya.

"Ayah?"

Ya. Itu Arsen. Kelina juga baru menyadari mobil Arsen berada di sisi perkarangan rumah. Arsen dan Bude Nami menoleh setibanya Kelina di antara mereka. Kelina menatap Ayahnya itu dengan kecewa.

Kelina mengingat Arsen tidak hadir dalam sesi kedukaan sepanjang hari ini. Sedangkan, Kelina tahu, Mamanya selama tinggal bersama, selalu saja menyayangi beliau sebagaimana cinta kepada suaminya. Tapi, mengapa Arsen malah menyikapi Tari seperti ini?

"Ayah kenapa gak datang pas pemakaman tadi? Kenapa baru datang sekarang, Yah? Kalau Ayah ada urusan lain, harusnya Ayah kabari ke Bude Nami atau aku dulu, Yah! Seharusnya Ayah juga prioritasin Mama! Gak kayak gini!"

Arsen menatap tajam Kelina, penuh emosi. Kelina sudah berani membentaknya. Tangan kekar lelaki itu mengepal, melayang hendak mendarat di pipi Kelina.

Kelina terpejam ngeri. Tapi, itu tidak sakit sama sekali. Ketika dia membuka mata, Bude Nami berhasil menahan pergelangan tangan Arsen di sana.

"Jadi, seperti ini perlakuan kamu ke anakmu sendiri, Arsen?" Bude Nami menatap Arsen tidak kalah tajam. "Sekali lagi kamu menyakiti Lina, saya enggak akan tinggal diam!"

Tangan Arsen terhempas. Pria itu mendengus kasar. Membalikkan badannya, berjalan kembali ke mobil, pergi meninggalkan perkarangan rumah.

Bude Nami merengkuh Kelina di sana. Memastikan Kelina baik-baik saja. Kelina sendiri tidak tahu, perasaannya kacau. Rasanya dia ingin terisak lagi. Tapi, dirinya sudah berjanji tidak akan cengeng lagi. Kelina tidak tahu, terlalu banyak cobaan rasanya yang kini tengah dia hadapi. Setelah ini, apa lagi?





------------------------------

A.n :

Aku enggak tahu mau ngomong apa :)

Jangan lupa Vote + Comment ^^
See u next chapter!

Continue Reading

You'll Also Like

9.6K 76 6
Semua cerita rekomendasi disini murni dari kemauan saya, karena saya sudah baca ceritanya atau bahkan sedang menyelesaikannya. Setiap orang punya sel...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 36.5K 16
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
6.8M 286K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
317K 41.7K 47
Dihapus untuk kepentingan penerbitan 🙏 Tersedia versi e-book "Nadine... Saya cuma pria bersepeda ontel. Bukan anak Raja."-Bagaskoro Setiawan "Nadin...