GADIS DESA

By TitisariPrabawati

441K 15.2K 855

This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( UU Hak Cipta Indonesia Republi... More

PROMO UNNAMED SHADOW NOVEL
Village Girl
~Prologue ~
~ Part 1 - Blak ° Jarak Tanam~
~ Part 2 - Ngluku° Membajak~
~ Part 3 - Nggaru ° Menyisir Tanah~
~ Part 4 - Korokan ° Liang Panjang~
~ Part 5 - Paret ° Melepas Bulir~
~ Part 6 - Pacul ° Menggali~
~ Part 7 - Nyebar ° Menebar~
~ Part 8 - Winih ° Benih ~
~ Part 9 - Damen ° Jerami ~
~ Part 10 - Tandur ° Tanam ~
PO UNNAMED SHADOW SERIES
~ Part 11- Nguruk ° Menutup ~
~ Part 12 - Derep °Memanen~
~ Part 13 - Matun ° Menyiangi ~
~ Part 14 - Gampung ° Memungut ~
~ Part 15 - Nggejok ° Merontokkan~
~ Part 16 - Lajo ° Buruh Panen~
~ Part 17 - Mbaron ° Berladang ~
~ Part 19 - Legok ° Cekung ~
~ Part 20 - Galeng ° Pematang~
~ Epilog ~
Pengumuman Giveaway US Series

~ Part 18 - Bawon° Upah~

4.4K 226 4
By TitisariPrabawati


And I've been thinking about my life a lot these days

As I'm stumbling through the paths that I have made

Wondering where did I put my time and energy

'Cause what I wanted, girl, means nothing now to me

---

Kania terbangun karena sentuhan seseorang, saat membuka mata, dilihatnya mata teduh Adree terlihat cemas.

"Are you okey?" Adree membelai pipi Kania yang masih hangat.

"Baik, hanya flu, mungkin..." Kania tersenyum dan meraih tangan Adree ke genggaman mungilnya. "Nggak usah khawatir..."

Adree menoleh ke belakang dan menyuruh bu Rindu mendekat. "Minum ramuan herbal ini dulu....semacam jamu untuk menghangatkan tubuh..."

Kania mengernyit, biasanya dia tahan minum jamu, tapi kenapa terasa aroma yang menyengat begitu? Tapi karena bu Rindu sudah susah payah membuat, Kania meminumnya dengan hati-hati dan berjuang tidak memuntahkannya.

"Sudah oke?" tanya Adree. Kania mengangguk.

"Tidurlah lagi..." Adree menyelimuti tubuh Kania dan meninggalkan kamar bersama bu Rindu, setelah tidak mendengar suara mereka, Kania diam diam bangun dan menuju wastafel, memuntahkan cairan dalam tubuhnya.

Kayaknya flu yang dideritanya benar-benar berat!

---

Siangnya Kania merasa lebih mendingan setelah memakan bubur ayam bu Rindu, Adree menemaninya seharian di kamar Ivory sambil bekerja, meletakkan laptop peraknya di meja belajar Kania yang bernuansa Hello Kitty, sungguh paduan yang aneh.

Kania tersenyum memandangi wajah serius suaminya, mengingat tulisan Mario, Kania menjadi bertanya-tanya, dari pemuda yang urakan dan santai, bagaimana Adree bisa berubah menjadi pria yang serius dan kaku jika berhadapan dengan pekerjaan, sesekali pria itu memakai headsetnya dan menelfon staf atau koleganya saat memanyakan beberapa masalah perusahaan dan email yang masuk. Adree benar-benar teliti dalam pekerjaannya. Setiap masalah yang dihadapi perusahaan, lelaki itu bisa dengan mudah memberikan solusinya.

"Aku belum bisa kembali ke Jakarta Zayn, istriku sakit, mungkin besok pagi aku diantar Zihan pulang, dia sedang dalam perjalanan ke Bogor, kami akan membawakan beberapa sample untuk presentasi. Sementara Roy yang akan menggantikanku presentasi hari ini. Untuk pengiriman sayur ke Hypermarket tidak bisa kita tunda, carilah perusahaan yang menyewakan freezer, segera kirimkan barangnya, jangan sampai karena masalah sepele kita menunda pengiriman barang.

Oh ya kerjasama dengan TPA gimana? Kita butuh pasokan kaca dan plastik, untuk pembibitan kita sudah bisa memproduksi wadah dari kaca dan plastik daur ulang, pastikan rancangannya sampai padaku terlebih dulu sebelum disetujui ayah, ada beberapa ahli yang sudah mengeceknya tapi kami tetap harus memahami kinerjanya, aku tidak mau ada kesalahan di sini..."

Kania dari tempat tidurnya memperhatikan dengan kagum efektifitas cara Adree bekerja, ponsel, laptop dan internet menjadi berfungsi maksimal. Lelaki itu begitu memahami teknologi, tapi bisa beradaptasi di kehidupan yang tanpa teknologi. Tapi, betapapun sempurnanya Adree, dia punya kelemahan dan Kania kadang merasakan kesepian yang dirasakan Adree. Dia seperti sulit berlari dari masa lalunya. Sedikit demi sedikit Kania bisa menguak apa yang terjadi di masa lalu Adree, tapi apapun itu, sekarang dia tahu, dia bisa mempercayai lelaki itu sepenuhnya. Tapi bagaimana cara menjauhkan Adree dari Thalita? Kania merasa di posisi yang sama dengan Mario. Salah-salah Adree akan mengiranya sebagai istri yang cemburu buta terhadap sahabat yang disayanginya, tapi Kania tidak mau bersikap kejam dengan memperlihatkan diary Mario. Bisakah Adree menyadarinya sendiri?

"Apa yang kau pikirkan hingga dahimu berkerut seperti itu?" jemari Adree menyentuh kening Kania.

"Nggak, hari ini Kania nggak bisa masuk, walaupun tinggal melihat nilai di kampus, siapa tahu ada remidi?"

"Nggak bisa dilihat dari web?"

"Belum diupload, yang bisa dilihat printout di papan pengumuman.."

"Ya sudah, minta tolong kawanmu melihatkannya saja, mas nggak ijinin kamu ke kampus dengan kondisi seperti ini..."

"Oh iya bisa tanya Neni, kan kost nya deket kampus..."

"Boleh tuh, setelah ini kamu istirahat dulu, besok kita pulang Jakarta ya?"

"Eh?"

"Kan sudah liburan semester?"

"Belum mas, masih seminggu lagi, minggu ini ada remidi, kalau misalkan terlalu parah, bisa-bisa ikutan SP... tapi katanya SP bisa ditempuh untuk mata kuliah baru ya?"

Adree menghela nafas. "Jangan memforsir! Lagipula SP hanya untuk mata kuliah yang sudah ditempuh saja...kamu butuh liburan, Kania...kitapun belum sempat honeymoon, lagipula ada beberapa yang harus kita urus untuk pesta pernikahan kita di Jakarta, walau mami sudah mengurus sebagian besarnya..."

Kania tertawa. "Wah, kirain yang di pondok kemarin itu itungannya honeymoon....tapi yang kemarin benar-benar menyenangkan..."

Adree mengernyit. "Dasar Inem! Pikiranmu itu benar-benar aneh, apa kamu nggak mau ke London, Maldives .... "

"Kalau ada uang untuk seperti itu, gimana kalau kita umroh saja mas? Itu lebih bermanfaat..."

Adree berfikir-fikir. "Boleh juga, sekalian daftar haji, untuk antrean beberapa tahun kedepan....tapi kita tetap butuh liburan...gimana kalau ke Bali?"

Kania mengerdikkan bahu, "Terserah saja sih..."

"Kok kamu nggak antusias?" tanya Adree.

"Mungkin karena kurang enak badan saja...tapi Kania lebih senang diajak ke pondok daripada ke Bali...hehe..di pondok dunia terasa milik berdua banget,"

Adree memutar bola mata, "Ya Tuhan, Kania. Oh ya gimana keputusannya, jadi besok kamu nggak papa kalau mas tinggal lagi ke Jakarta?"

"Iya mas, gakpapa, nanti kalau sudah kelar baru Kania ikut ke Jakarta..."

"Baiklah, sambil kamu juga istirahat. Sekarang tidurlah, nanti mas bangunkan kalau makan siang sudah siap..."

"Ya mas..."

---

Menjelang liburan, Kania tiba-tiba disibukkan oleh bisnis kecil-kecilan, Ilham dan Fatima memberi kabar kalau mereka akan menikah dan menanyakan ke Kania apa mengetahui tempat yang menjual souvenir pernikahan yang unik? Fatima ingin souvenirnya berupa tanaman dalam pot hias kecil, bisa berupa tumbuhan atau kaktus, karena tema pernikahannya tentang reboisasi dan penghijauan, pernikahan yang anak IPB banget, Kania sampai tertawa mendengar konsepnya. "Bagus banget mbak, jadi pengen tema yang kayak gitu..."

Kania jadi teringat pembicaraan Adree dan Zayn lalu meminta izin pada Adree melihat contoh wadah mungil bibit tanaman yang terbuat dari kaca, ternyata selain unik dan indah, Mirza Group pernah mendapat pesanan tanaman mungil untuk penghias meja-meja restoran, tanaman itu tidak ditanam dengan media tanah yang terkesan kotor, tapi bisa dengan media air, bahkan bubuk batok kelapa yang diproduksi sendiri oleh MG, Kania memperlihatkan tanaman-tanaman mungil dalam pot kaca yang indah-indah pada Fatima.

"Ini kak, Kania juga sudah mencantumkan harganya, kalau mau lebih murah lagi kami juga ada yang memakai wadah plastik, nggak kalah indah kok..."

Fatima melihat gambarnya lewat BBM dan langsung menelfon Kania dengan antusias.

"Aku pesan yang di wadah kaca tigaratus dan yang wadah plastik limaratus buah, untuk sebulan lagi, bisa menyiapkannya?"

"Saya telfon mas Zayn dulu ya mbak?"

"Oke Kania, saya tunggu kabar baiknya..."

Sejak itu, Kania punya bisnis baru yang dikembangkannya bekerjasama dengan Mirza, Kania juga melibatkan Neni dan Tricia untuk membantunya menghias wadah kaca mungil dengan pita.

Kreasi Kania menjadi viral baik di Instagram ataupun Twitter. Pesanan mulai banyak, bu Rindu dan pak Jamal sampai ikut membantu. Beberapa minggu ini hari berlalu begitu cepat. Apalagi Adree mendadak sebulan harus training keluar negeri, ada sebuah universitas yang mengundangnya mengikuti beberapa pelatihan yang sangat bermanfaat sebagai CEO Mirza yang sebagian besar bisnisnya bergerak di bidang pertanian.

Kania dan mang Jamal sedang asyik mengawasi rumah kaca baru yang dibangun Adree untuk Kania sebagai tempat mengembangkan bisnis sambilannya karena satu rumah kaca yang dipinjam Kania untuk persemaian sudah tidak bisa menampung pesanan yang semakin banyak, sekarang bahkan mang Jamal sudah rutin mengambil botol-botol kaca ke MG.

Beberapa hari lalu, Aisha menengok Kania ke Bogor dan memberikan contoh gaun-gaun pengantin cantik untuk Kania, melihat ibu mertuanya tampak cantik memakai hijab, Kania bertanya apakah dia boleh memakai gaun yang ada hijabnya, Aisha langsung terpekik senang menyetujui.

"Nanti kalau Kania sudah mantap, Kania mau berhijab seperti mami..." Aisha langsung memekuk Kania dengan sayang dan mengecup dahi menantunya, "Baralakallahu, Kania...mami seneng dengernya. Oh ya, katanya bisnis kamu makin maju ya?"

"Iya mi, Alhamdulillah, lumayan banget, tiba-tiba aja Allah ngasih rizki dari pintu yang nggak Kania duga dan kebetulan, mengurus tanaman adalah hobby Kania juga, karena itu Kania harus pandai bersyukur..."

Aisha mengangguk. "Mami makin mantap kamu jadi mantu mami..."

"Makasih mi..."

"Oh ya, mami nggak bisa lama-lama ninggal butik, nanti kamu japri aja ya gaun mana yang cocok, mami udah punya ukuran kamu, kita komunikasi lewat sosmed ya sayang?"

"Iya mi....makasih banyak ya mi..."

"Sama-sama sayang..." Aisha berpamitan dan Kania merasa harinya semakin sempurna.

---

"Non..." Bu Rindu tampak tergopoh gopoh dengan wajah panik menghampiri Kania dan mang Jamal.

"Ada apa bu?"

"Tadi...tadi ibu lihat ada ambulance....di vila non Lita, katanya non Lita bunuh diri..."

"A...apa bu? Mbak Lita?" Kania segera berlari menuju ke vila Thalita.

Bu Rima terlihat menangis tersedu-sedu ditemani seorang dokter.

"Gimana mbak Lita bu?" Kania menghampiri bu Rima dan memeluknya.

"Untungnya..untungnya ibu segera menemukannya...kalau tidak..."

Dari dokter dan perawat yang datang menangani Lita, Kania mengetahu kalau tadi pagi Lita mengiris nadinya di bathtub dan membiarkan air hangat dalam keadaan menyala, sehingga aliran darahnya deras mengalir keluar karena suhu yang panas. Untung bu Rima segera menemukannya dan memanggil ambulance.

"Sekarang gimana keadaanya dok?" tanya Kania.

"Sudah stabil, kami juga sudah mentransfusikan darahnya..."

"Apa golongan darahnya..."

"O mbak, untung golongan darah yang mudah..." dokter itu memberikan beberapa resep obat.

"Ini obat dan vitamin tambahan supaya anak ibu cepat pulih..." kata dokter Adam. Kania mengambilnya dan memandang bu Rima.

"Ibu di sini saja jagain mbak Lita, saya dan mang Jamal nanti yang akan menebus obatnya..."

"Terimakasih nak Kania..."

"Kalau begitu, kami juga akan berpamitan bu..." dokter Adam melirik ke seorang perawat pria. "Ayo Hasan, kita pergi...maaf bu Rima kami harus segera pamit karena ada penyuluhan kesehatan di desa sebelah..."

Bu Rima mengangguk. "Untung dokter Adam kebetulan sedang bawa perlengkapan di ambulance dan kebetulan lewat daerah sini, ibu nggak bisa bayangkan kalau..."

"Shh, sudah bu, yang penting sekarang mbak Lita sudah baik-baik saja..." Kania mengelus punggung bu Rima prihatin.

"Saya pamit ke apotik dulu....nanti saya suruh bu Rindu menemani ibu di sini..."

"Maaf nak Kania, jadi merepotkan..."

"Nggak bu, sesama tetangga kita memang harus saling menolong..."

---

Lita membuka mata dan mengerang, kenapa wajah orang yang begitu dibencinya malah yang dia lihat pertama kali?"

"Mbak Lita..." Kania tersenyum prihatin. "Syukurlah mbak sudah siuman..."

"Ngapain kamu kesini? Dimana ibu saya?"

"Bu Rima sedang istirahat mbak....sejak tadi beliau yang jaga mbak Lita, sekarang saya yang gantian jagain mbak....nah....mbak makan bubur ini dulu ya, sebelum minum obatnya?"

Lita memalingkan wajah.

"Nggak usah sok baik deh kamu, mending kamu pergi saja! Padahal kamu seneng kan kalau aku kayak gini?"

Kania tercengang. "Mbak, saya...saya sedih kalau mbak sakit seperti ini, saya ingin sekali menjadi sahabat mbak, karena mbak adalah sahabat suami saya, saya tidak mengerti kenapa mbak tidak bisa menerima saya?"

Lita berdecak, "Kamu itu polos, atau hanya pura-pura polos. Jangan munafik! Kalau kamu bisa baca sikapku, aku memang benci kamu, kamu sudah merebut Adree dariku..."

Kania menghela nafas, "Maaf mbak, saat perkenalan kami yang saya tahu mas Adree sedang dalam masa perkenalan dengan Mbak Carrisa. Akan tetapi karena sesuatu hal, mas Adree membatalkan pertunangannya dan kami menikah. Saya tidak pernah berniat menyakiti siapapun mbak, kalau waktu itu saya tahu mas Adree sedang mencintai seseorang, tentu saya tidak akan masuk dalam kehidupannya, saat menerima lamaran mas Adree pun, saya benar-benar memastikan calon suami saya tidak sedang mencintai mbak Risa. Mas Adree meyakinkan saya dan pernikahan kami terjadi, ibarat rumah, pernikahan membutuhkan dasar yang kokoh sebagai pondasi dan saya tidak mau mendirikan rumah tersebut di lahan milik orang lain. Jika pemahaman saya salah, Kania minta maaf mbak, saya tidak pernah bermaksud menyakiti siapapun. Tapi karena kami sudah menikah, kewajiban saya menjaga rumah tangga yang kami bina..."

Thalita memandang Kania geram, "Asal kamu tahu, aku kenal Adree jauh lebih dulu dari kamu, kami kenal sejak usia SMA! Dia mencintaiku, sebenarnya kami slaing mencintai, aku sudah begitu banyak berkorban untuk hubungan ini..." Lita mengelus perutnya. "Kau tahu! Di sini pernah tumbuh anak Adree....aku pernah hamil anaknya! Kecelakaan itu membuatku keguguran, aku tidak bisa mengatakan itu padanya dan ini sangat menyiksaku! Sudah cukup waktu untukmu Kania, sebaiknya kalian bercerai dan kembalikan Adree padaku....!"

Kania menggigit bibirnya. "Mbak, Kania mohon....seandainya memang benar kalian saling mencintai, tentu Kania mundur mbak, tapi bukan itu masalahnya..."

"Diam Kania! Diam! Bahkan setelah kamu tahu suamimu pernah menghamili wanita lain dan hampir memiliki anak dengannya, apakah kamu tidak merasa aku juga punya hak atas diri Adree?"

Kania memejamkan mata. Bagaimana dia akan bilang pada Thalita? Itu anak Rio! Tapi pasti Thalita akan semakin kalap.

"Kania anggap, kalaupun memang seperti itu, itu adalah masa lalu mbak, sekarang yang harus dihadapi adalah masa depan. Lupakan masa lalu, harapan mbak untuk bahagia masih banyak, tidak tergantung pada mas Adree. Mbak masih muda, cantik, cerdas, seharusnya mbak berusaha untuk melihat dunia luar... banyak kesempatan yang ditawarkan di luar sana..."

"Kamu tidak cacat Kania, kamu bisa cari lelaki manapun yang kamu mau. Hanya Adree yang kupunya, hanya dia harapanku...hanya dia lelaki yang bisa mencintaiku..."

Kania bingung hendak berkata-kata. Lita sudah keras kepala.

"Kita bisa bicarakan nanti, mbak sebaiknya makan dulu...lalu minum obat..." Kania mengangsurkan mangkuk bubur tapi tiba-tiba tangan Thalita berontak mendorong mangkuk itu keras hingga jatuh berkeping-keping ke lantai.

"Keluar! Jangan sok baik, brengsek! Keluar!!" Lita memandang Kania marah.

"Sebaiknya nak Kania keluar dulu..." bu Rima tiba-tiba berada di belakang Kania.

"Tapi bu, sebaiknya ibu istirahat..."

"Keluar Kania!" Thalita meraih gelas di nakas dan melemparnya pada Kania, hampir mengenai bu Rima tapi Kania melindungi bu Rima hingga gelas itu mengenai sikunya.

"Astaga, Lita, kendalikan dirimu! Nak Kania..."

"Nggak papa bu, baiklah saya keluar dulu, kalau ibu butuh bantuan, jangan sungkan telpon saya..."

Kania meringis sembari keluar dari kamar Lita.

Di depan mang Jamal sudah menunggu Kania dan terkejut melihat Kania terluka, sikunya berdarah.

"Itu...kenapa non?"

"Nggak papa mang, tergores aja.."

"Non...apa itu karena non Lita? Tadi mamang denger non Lita teriak..."

"Nggak mang, sudahlah, nggak usah dibahas....kita pulang yuk, nanti kita minta bu Rindu kirim makanan kemari, bu Rima pasti lagi nggak bisa masak karena harus menjaga mbak Lita..."

"Ayuk non...sekalian kita mampir polindes. Siku non harus diobati, darahnya cukup banyak..." mang Jamal mengawal Kania bertemu seorang bidan yang bertugas di pos kesehatan desa sebelum kembali ke vila, siku gadis itu ternyata harus mengalami beberapa jahitan.

---

"Mbak Kania akhir-akhir ini kok pucat, flunya belum sembuh ya?" tanya bu Rindu.

"Nggak papa bu, mungkin karena udah masuk musim hujan. Biasanya kalau matahari udah muncul, badan hangat, flunya ikutan pergi deh, tapi Kania enggak flu kok, cuman demam aja..." Kania meminum susu hangat dan membuka-buka buku pelajaran untuk semester depan. Liburan panjang, nggak banyak yang bisa dilakukannya. Adree tidak mengijinkannya pulang ke Sidomulyo, disuruh menunggu kepulangan Adree, bahkan dengan menyebalkan, Adree menggoda lewat telfon. "Kangen mas Bas ya?"

"Iiihhh...mas Adree tuh yang kangen kali, nyebut namanya mulu..."

"Kangen mantan nggak ada di kamusku, Kania, yang lalu biarkan berlalu, tapi mungkin karena Mas Bas itu sejenis makhluk eksotis jadi..."

"Stop....stop, jangan SARA dong...mas ini kalau nggak ada objek yang bisa dicemburui, jangan mengorbankan mas Baskoro dong..."

"Ciyeee, yang panggilannya masih mesra, Mas Bas..."

Kania dengan kesal menutup telponnya.

---

Beberapa hari kemudian Adree pulang ke Bogor dan wajahnya terlihat panik. "Thalita bunuh diri?" tanyanya pada Kania.

"I..iya mas..."

"Kok hal sepenting ini terjadi, kamu nggak kasih kabar sama mas..."

Kania menggigit bibir, Adree terlihat marah sekali.

"Kania pikir mbak Lita udah telfon mas sendiri..."

Adree berdecak kesal, "Lita itu pemalu, Kania, dia nggak suka merepotkan orang, seharusnya kamu lebih care dong. Katanya kamu janji bakal jadi teman dia? Tapi apa? Bahkan kamu tidak menemaninya di saat yang sulit seperti ini..."

"Maaf mas....Kania udah berusaha tapi..."

"Sudahlah, mas capek, mau istirahat....nanti biar mas aja yang ketemu Lita!" Adree menaiki tangga dan langsung menuju kamarnya. Kania hanya bisa menghela nafas, hatinya sedih melihat perilaku Adree yang jauh dari ramah kepadanya hanya karena Thalita.

Bu Rindu yang mendengar pertengkaran itu menatap Kania prihatin.

"Nanti biar ibu yang jelaskan ke tuan muda ya non..."

"Nggak usah bu, biarkan saja dulu, mungkin mas Adree sedang capek karena baru pulang dari luar negeri..."

"Yaudah, sekarang non makan dulu ya?"

Kania menatap nanar makanan di meja, sejak kemarin dia memang tidak nafsu makan karena sakitnya.

"Nanti saja bu..."

"Non, nanti sakitnya tambah parah lho, harus dipaksa makan ya?"

Kania mengangguk. "Ya bu...nanti Kania makan..."

---

Kania sedang memandangi pohon mangga di depan rumah. Kayaknya enak nih, buat rujakan, asem-asem gimana gitu. Kania berdecak bingung, nasi soto yang dimasakkan bu Rindu, dimuntahkannya, rasa pusing di kepalanya membuatnya tidak nafsu memakan apapun, tapi kalau rujak sore-sore gini, kayaknya asyik...

Saat dilihatnya Adree yang sudah berpakaian rapi melintas, Kania tersenyum riang.

"Mas...mas ...tolongin dong, petikin mangga..." Kania menggelayut di lengan Adree.

"Mangga?" Adree menengadah. "Itu kan masih mentah, Kania..."

"Enak tuh buat rujak..."

"Besok aja, beli yang sudah matang di pasar nitip bu Rindu, mas mau nengokin Lita dulu..."

"Tapi mas, bentar aja...tolong....Kania mau itu...ke mbak Litanya nanti aja!"

Adree menghela nafas kesal. "Kania! Jangan manja! Mas kan udah bilang mau nengokin Lita! Heran, kenapa sih kamu jadi seperti Carrisa aja, egois, manja! Benar kata Lita, kamu nggak tulus mau bersahabat dengannya!" Adree melepaskan pegangan Kania di lengannya dan beranjak pergi.

Kania shock melihat reaksi Adree.

"Mas Adree?" mata Kania mengerjap dan airmatanya luruh. Ya ampun, kenapa dia tiba-tiba jadi cengeng seperti ini?.

---

Beberapa jam kemudian, Adree membawa Thalita bersamanya. Mereka terlihat sangat akrab membicarakan sesuatu.

"Mbak udah baikan?" Kania mendekat dan meletakkan piring berisi pudding. Lita langsung membuang muka melihat Kania.

Adree merasa kecanggungan diantara kedua wanita itu.

"Kalian ngobrol dulu aja, mas mau keatas sebentar ambil ponsel..."

Kania memandang Thalita prihatin.

"Mbak, Kania tahu mbak benci sama Kania, tapi itu nggak akan menyelesaikan masalah... mas Adree sudah menikah mbak....mbak Lita harus bisa mengikhlaskannya...masa depan mbak masih panjang dan Kania nggak mau mbak Lita terus terjebak dalam perasaan yang tidak menentu seperti ini..."

Thalita menggerung marah.

"Tidak jelas? Kamu yang buta nggak bisa melihat cinta diantara kami, seharusnya kamulah yang pergi!"

"Tolong mbak....nggak baik terus seperti ini..." Kania memegang lengan Thalita.

Lita tersenyum sinis. "Adree nggak cinta sama kamu, tapi aku, kamu mau bukti?" Thalita memandang Kania dan tiba-tiba wanita itu berdiri dari kursi rodanya.

"Mbak....bisa berdiri?" Kania terbelalak heran.

"Aku sudah lama nggak cacat, bodoh! Dan kecacatan yang kubuat ini yang akan mengikat Adree selamanya bersamaku!" Thalita mendorong tubuh Kania hingga jatuh dan menginjak jemari Kania. "Jangan pernah mengganggu kami lagi, kamulah yang harusnya pergi!"

Kania menjerit kesakitan. Tapi tiba-tiba Thalita menjatuhkan diri di depannya.

Terdengar suara langkah berlari mendekat.

"Kania? Thalita...ada apa ini?" Adree menghampiri mereka.

Thalita menangis terisak-isak. "Istri kamu Dre...dia dorong aku sampai jatuh...dia bilang ke aku supaya jauhin kamu. Aku memang cacat Dre, tapi aku bukan sampah yang bisa diperlakukan seenaknya....wanita seperti dia mana bisa ngerti penderitaan aku, yang dia tahu hanya mengejek dan membuatku tidak berarti lagi di mata dunia, perkataan orang-orang sepertinyalah yang membuatku ingin mengakhiri hidup!" teriak Thalita.

Kania meringis, tubuhnya terasa sakit, kepalanya pusing dan dorongan Thalita tadi menyebabkan rasa sakit yang aneh di perutnya, Kania merasa mual.

"Benar begitu Kania? Mas nggak nyangka kamu setega itu sama Lita!" Adree memapah tubuh Lita dan mendudukannya di kursi roda.

"Tapi mas...Kania nggak..." Kania mengerjap, matanya berkunang-kunang.

"Mas antar Lita pulang dulu!" Adree mendorong kursi roda Thalita menjauh dan meninggalkan Kania.

"Mas Adree...mas..." Kania merasa seluruh tubuhnya kram dan sakit. Apalagi sejak pagi dia tidak bisa makan apapun, tubuhnya lemah dan pandangan matanya mulai berkabut, Kania melihat sosok Adree yang main jauh dan punggung Adree ... Adree membelakanginya dan terus menjauh. Kania merasakan sengatan rasa sakit sebelum benar-benar tidak sadarkan diri.

Bu Rindu yang mendengar seseorang berteriak di taman belakang, melongok dari jendela dapur. Dia melihat Adree membawa kursi roda Thalita menuju ke jalan setapak.

"Lho, tuan kok malah pergi, katanya tadi minta dibikinkan teh buat Non Lita?" bu Rindu menyeduh tehnya dan meletakkan di baki.

"Buat non Kania ajalah, tumben terang sore, pasti enak dinikmati di taman belakang..."

Bu Rindu membawa nampan itu dan meletakkan di meja kayu taman lalu menyadari ada sesuatu yang aneh.

"Masya Allah, non Kania? Kenapa disitu?" bu Rindu menghampiri tubuh Kania dan melihat wajah Kania yang pucat.

"Mang...mang Jamal!! Cepat kemari!!!" bu Rindu menggosok tangan Kania yang dingin dan mencoba menyadarkannya. "Non, bangun non, non Kania kenapa?"

Bu Rindu tercekat saat melihat darah mengalir di kaki Kania. "Ya Tuhan, non Kania kenapa?"

Dengan panik dipanggilnya mang Jamal.

"Kita bawa non Kania ke rumah sakit, sekarang!"

"Tapi tuan Adree, kemana?"

"Kita kabari tuan nanti saja, pokoknya ini gawat, kita harus segera ke rumah sakit atau non Kania bisa keguguran?"

"Hah? Keguguran? Emangnya non Kania sedang hamil?"

"Nggak tahu juga, tapi gejalanya mirip waktu ibu kehilangan adiknya Yudhis dulu. Ayo bopong non Kania ke mobil mang...cepetan..."

---

Continue Reading

You'll Also Like

160K 18.7K 4
Holla!! Anak baru menetas nih :) lagi-lagi tak jauh dari age-gap dan kehidupan di desa. Semoga kalian suka 🤗 -shejasmine- oOo Baru menikah langs...
57.5K 2.2K 53
Cerita Gay. Yang tidak suka segera menyingkir. Bahasa: mengandung vulgar. Khusus: dewasa Cerita Fiktif hanya untuk berfantasi. Anton ; kalem dan tida...
215K 28.3K 48
[Historical Fiction - Mystery] The Secret in His Eyes Scarlett Selina Green baru saja berusia tujuh belas tahun saat seorang anak laki-laki bernama E...
3.5M 82.1K 16
"Bapak ngapain lihatin saya seperti itu ?" "Dek dokter mau jadi Bu Lurah?" "Maksudnya ????" #2 Love (3 Juli 2022) #1 Dokter (3 Juli 2022) #5 Roman...