GADIS DESA

By TitisariPrabawati

435K 15.2K 855

This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( UU Hak Cipta Indonesia Republi... More

PROMO UNNAMED SHADOW NOVEL
Village Girl
~Prologue ~
~ Part 1 - Blak ° Jarak Tanam~
~ Part 2 - Ngluku° Membajak~
~ Part 3 - Nggaru ° Menyisir Tanah~
~ Part 4 - Korokan ° Liang Panjang~
~ Part 5 - Paret ° Melepas Bulir~
~ Part 6 - Pacul ° Menggali~
~ Part 7 - Nyebar ° Menebar~
~ Part 8 - Winih ° Benih ~
~ Part 9 - Damen ° Jerami ~
~ Part 10 - Tandur ° Tanam ~
PO UNNAMED SHADOW SERIES
~ Part 11- Nguruk ° Menutup ~
~ Part 12 - Derep °Memanen~
~ Part 13 - Matun ° Menyiangi ~
~ Part 14 - Gampung ° Memungut ~
~ Part 16 - Lajo ° Buruh Panen~
~ Part 17 - Mbaron ° Berladang ~
~ Part 18 - Bawon° Upah~
~ Part 19 - Legok ° Cekung ~
~ Part 20 - Galeng ° Pematang~
~ Epilog ~
Pengumuman Giveaway US Series

~ Part 15 - Nggejok ° Merontokkan~

4.7K 217 3
By TitisariPrabawati



I'll never love you less

Don't let your worries second guess

We'll start over fresh, living a life with no regrets

Living a life with no regrets

---

Pagi-pagi sekali, perut Kania terasa lapar hingga membuatnya terbangun, Adree sudah tidak ada di sisinya. Tak lama pria itu masuk sambil membawa buah-buahan segar seperti pisang dan jambu.

"Subuhan gih, habis itu sarapan ala kadarnya..." kata Adree. Ditatanya buah yang di dapatnya di atas meja sambil menaruh pisau belati yang nanti digunakan untuk mengupas.

"Dapet darimana mas?"

"Tuh, kebun depan pondok..." kata Adree. "Mas sengaja nyuruh Pak Amir menanami sekitaran pondok dengan pohon buah-buahan..."

Kania menegakkan tubuhnya dan berjalan menuju area belakang pondok, berwudhu dengan tampungan air dan Adree sudah menunggunya dengan pakaian yang rapi. Kania merasa sejuk di kalbunya, perasaannya begitu damai, alunan suara Adree yang mengimaminya, jauh lebih syahdu saat berada di kesunyian seperti ini, seolah, dunia memang hanya milik mereka berdua. Ini adalah saat-saat yang terasa begitu indah dan damai bagi Kania. Seandainya saja lelaki itu tidak disibukkan dengan kegiatannya di Mirza, pasti Kania dengan senang hati melewatkan beberapa waktu lagi menginap di pondok.

Selesai shalat dan pria itu mengecup keningnya, Kania langsung menyerbu buah di meja.

"Enak banget...Kania udah lapar..." kata gadis itu sambil nyengir, setelah pisang, Kania hampir mengupas Jambu dengan belati Adree tapi dicegah pria itu.

"Stop, makan pisangnya saja, Inem! Jambunya nanti, agak siangan setelah kita makan ikan....ayuk ke sungai, kita cari ikan..."

Adree melepas kemeja panjangnya dan hanya memakai kaos dalam dan celana pendek seperti kemarin, memakai ranselnya dan meraih dua buah joran pancing yang memang tersedia di pondok.

Kania membawakan ember dan menyampirkan jarit di bahunya, bersenandung riang mendahului Adree menuju mata air di bawah pondok, karena sudah tahu jalannya, gadis itu tidak ragu melangkah.

"Hati-hati, jalanan licin karena semalam hujan..."

"Kania udah biasa lewat jalan ginian..." gadis itu berbinar melihat air terjun kecil yang kemarin.

"Sana mandi...kamu bisa ganti pakaian di ceruk itu...aku mau cari umpan dulu untuk memancing..."

"Memang bisa mancing?" Kania terheran-heran. "Bisa cari cacing juga?" gadis itu tambah melongo takjub. Adree, cacing dan memancing? Rasanya seperti menghubungkan beberapa hal yang asing.

"Aku biasa memancing Kania, sejak kecil ayah sering ngajak mas main ke sungai di Sumatera sana, tidak hanya di sungai, mas punya yacht di teluk Jakarta, suatu saat kamu mau kuajak mancing ke pulau-pulau di teluk Jakarta saat liburan nanti, atau ke Labuan Bajo bahkan Raja Ampat....bosan juga hanya ngajak Zayn dan Roy..." Adree pergi ke pinggir sungai mencari tanah gembur yang tertimbun dedaunan, di baliknya dia mencongkel dengan belati dan menempatkan beberapa cacing gemuk di atas daun keladi yang sudah ditebasnya tadi.

"Ternyata bisa juga..." Kania mengernyit heran dan menuju ke kolam alami kemarin, membuka pakaian dan mengganti dengan secarik kain batik. Rasanya sangat segar dan alami, membuatnya berbetah diri duduk di bebatuan dan menggosok tubuhnya sampai bersih.

Adree memasang pancingnya di sebuah lubuk dan kembali ke ranselnya, menerbangkan drone mencari spot bagus, melihat keadaan sekelilingnya untuk waspada, karena dia memiliki kedisiplinan untuk selalu waspada, semua titik dalam radius kilometer terlihat aman, lalu dengan iseng diterbangkannya Drone di sekeliling Kania. Gadis itu masih asyik mandi, tapi saat menyadari ada Drone terbang diatasnya, Kania mengacungkan tangan kesal. Adree tertawa dan menjauhkan Drone nya dari percikan air Kania.

"Seksi juga dia....cukup bodoh juga enggak kapok setelah dikerjain kemarin, apa minta tambahan durasi, hmm?" Adree menurunkan Dronenya dan mematikan wifi di ponselnya, mengemas dengan cekatan ke ransel dan berlari ke arah Kania, melepas semua bajunya dan mengejutkan gadis itu saat melompat turun ke kolam.

"Welcome to paradise!" Adree meraih Kania yang mencoba berenang ke tepi menjauhinya. Terlambat, tangan kekar Adree sudah menangkapnya dan mendorong Kania ke tepi sungai dengan semena-mena, gadis itu terduduk beralaskan pasir sungai yang lembut. "Mau apa sih?" gerutu Kania.

"Aduh, mas...jangan..." gadis itu tersentak kaget saat Adree membalik tubuh Kania berposisi membelakangi Adree. "Mau app...ahhh..." tubuh Kania menggelinjang saat merasakan kedua tangan Adree meremas kedua payudaranya dan bibir Adree menjelajahi lehernya.

Makin ranum saja...pikir Adree gemas, Kania makin menjerit dan Adree melepas lilitan kain Kania, lelaki itu perlahan memasuki gadis itu dari belakang, dengan ritme yang semula lembut menjadi semakin cepat. "Mas...mas...Adreee...ahhh.."

Tangan Kania yang bertumpu di batu depannya, menjadi lemah saat merasakan ritme Adree semakin cepat dan mereka akhirnya mencapai klimaks bersamaan, Adree menghujani punggung Kania yang telanjang dengan ciuman-ciuman panas, membuat jejak disana.

Kania terduduk lemas ketika Adree melepaskan pelukannya, dengan senyum penuh kemenangan, pria itu menutup kembali tubuh istrinya dengan kain jarit yang basah.

"Sebenarnya, aku ini istri mas apa budak seks sih..." gerutu Kania.

Adree menoleh dan mendongakkan dagu Kania. "Hei darimana kau mendapat istilah seperti itu? Lagipula ini adalah hukuman untukmu Kania, siapa yang menantang agar aku hanya memakai tubuhmu saja untuk memuaskan hasratku? Hmm...kecuali aku boleh bersama wanita lain?"

"Oke..oke...demi mencegah suami selingkuh, mas boleh melakukan apapun sama Kania..." gadis itu mengumpulkan sisa-sisa harga dirinya dan berdiri, aduh, kakinya masih gemetaran! Adree tertawa lalu menjauh, terjun lagi ke kolam dan membasahi sekujur tubuhnya, mandi mendinginkan pikirannya, sebelum kembali tergoda bermain dengan tubuh Kania. Setelah selesai dan berpakaian, Adree bengong melihat Kania masih di posisinya tadi.

"Kenapa? Mau tambah ronde?"

"Nggak...nunggu mas selesai mandi dulu..." gadis itu berdiri dan berlari kecil menuju kolam pemandian, Adree terbahak-bahak melihat Kania seperti kelinci yang melihat serigala.

"Cepetan mandinya....nanti masuk angin!" Adree berjalan menuju ke lubuk dan menaikkan joran pancingnya, dua ikan besar menggelepar dan dengan gesit Adree membelah perut ikan dengan belatinya dan mengeluarkan organnya, setelah memastikan ikan itu bersih, Adree menusuk ikan itu dengan batang jagung yang tadi disiapkannya dan menaruhnya di ember. Calon makanan siap!

Saat merapikan peralatannya, dilihatnya Kania sudah berganti pakaian dan berlari kecil ke arahnya.

"Hebat! Ikannya besar-besar..."

Adree mengangguk bangga. "Tentu saja, langsung double strike! Adriyan Al Mirza! Gini-gini mas tahun kemarin dapat juara dua kompetisi mancing di pulau seribu...nah, bawa embernya...mas pinjam sabunnya buat cuci tangan..."

Kania menerima uluran ember Adree dan mendahului pria itu menuju ke pondok, terbirit takut kalau-kalau Adree akan menggodanya lagi dan menyeretnya ke arah sungai untuk memuaskan hasratnya. Lelaki itu meringis geli melihat perilaku istrinya lalu menyampirkan ransel di bahu.

Sesampai di pondok, ternyata Kania sudah menyiapkan piring sederhana dengan dedaunan yang sudah dibersihkannya dan melumuri ikan itu dengan bumbu seadanya.

"Ada serai dan daun salam juga di kebun...wah, ternyata tanpa peralatan modern, kita bisa hidup enak di sini.." Kania tersenyum ke arah Adree, membuat lelaki itu mengernyit heran.

"Kau merasa nyaman di sini?" memang dari kemarin tidak ada keluhan atau rengekan Kania meminta cepat-cepat pulang.

"Iya, kalau saja besok senin tidak ada ujian semester, Kania mau lama-lama berada di sini....menyenangkan, sejuk, damai....eh, tapi kangen juga sama bu Rindu dan mamang sih," gelak tawa gadis itu terdengar merdu di telinga Adree. Sepertinya Kania memang sangat bahagia di tempat dengan fasilitas terbatas ini. Selanjutnya Adree membuat api dengan kayu bakar, yang disediakan pak Amir di sisi barat pondok lalu membakar ikan. Sambil menunggu ikan bakarnya matang, Kania membuka ransel miliknya dan membuat sketsa dan catatan tentang perjalanannya.

"Kurasa, aku nggak salah milih istri, andai kita terpaksa hidup di belantara Kalimantan atau Sumatera, kau ini jenis istri yang cocok untuk membuat koloni baru..." gumam Adree sambil membalik ikannya.

Kania memberenggut. "Itu pujian apa ejekan?"

"Dua-duanya..." kata Adree cuek. "Hampir matang nih, lumuri kecapnya..."

Kania meletakkan bukunya dan melaksanakan tugas dari Adree.

Lelaki itu merasakan tatapan Kania dan senyuman gadis itu tertuju padanya. "Kenapa cengar-cengir seperti itu?" tanya Adree curiga.

"Daripada berpakaian rapi dan formal, mas pun lebih cocok jadi tarzan, Kania suka..." Kania memandang lelaki bersandal jepit, berkaos tanpa lengan dan duduk santai di balok kayu sambil membakar ikan, cambang lembut Adree mulai kelihatan karena lelaki itu tidak bercukur.

"Aku juga lebih suka kau tidak berpakaian dan hanya memakai secarik kain seksi itu..." balas Adree yang langsung dihadiahi cubitan di lengan oleh Kania.

"Mesum!"

"Namanya juga sedang di dunia luar, apalagi lelaki, pikirannya nggak jauh-jauh dari sana...nih, udah matang..." Adree memberikan bagian Kania dan gadis itu mengipasi ikan miliknya. Mencuil sedikit dan mengerjap senang menikmatinya. "Nggak amis kan, tadi Kania lumuri dengan jeruk purut juga sih..hmm...ternyata enak juga ikan bakar pagi-pagi...lain kali kesini bawa panci juga, kalau ditambah sambal dan lalapan pasti enak..tuh, ada daun singkong. Lagian kita nggak perlu tergantung dengan air mineral, kita bisa rebus sendiri airnya, kita bisa bawa kopi atau teh untuk diseduh disini..." Adree hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Lama-lama kau akan jadi peri hutan dan tinggal di sini, wah, peralatan memasak katamu....cuma kamu gadis yang punya pikiran aneh kayak gitu..." Adree menyentil kening Kania. "Eh...kok hangat?"

Adree meraba pipi gadis itu. "Masuk angin kan? Baru beberapa hari aja sudah masuk angin, gimana kalau seminggu?"

"Ini bukan karena tinggal di sini mas, tapi karena terlalu lama berendam di air sungai, salah siapa coba, habis mandi, mandi lagi....dari ujung rambut sampai kaki..."

Adree terkekeh. "Maaf deh...tapi kamu juga suka kan?"

Kania memanyunkan bibirnya tapi tak bisa berkata apa-apa.

Lelaki itu menengadah ke arah langit. "Sudah cukup siang dan cerah, kurasa jalanan sudah bisa kita lewati. Selesai makan, bersiaplah, kita pulang..."

---

Kania membersihkan pondok dengan sapu lidi yang ditemukannya di dalam pondok, merapikan peralatan mereka dan memasukkan pakaiannya ke ranselnya dan ransel Adree, sementara suaminya memanaskan mesin motornya dan raungan mesin yang stabil menandakan motor sudah siap digunakan.

Adree sudah menggunakan jacket, jeans dan sepatu bootnya.

"Sudah siap, Kania?"

"Bentar mas..." Kania hendak meletakkan daun salam di rak kayu yang ada di atas dipan tempat tidur mereka semalam, supaya daun itu kering dan membuang bau apak pondok saat mereka kesini lagi nanti, tiba-tiba tangannya menyenggol sesuatu dan benda itu jatuh ke dipan.

Kania memungut sebuah buku yang cukup tebal dan berdebu itu, saat membuka halaman pertama, sebuah tulisan hias indah yang terbaca seperti , "Mario Eldrich Dewanata" tertulis di sana. Ayah Mario, Herman Eldrich Dewanata memang keturunan Jerman-Bali, ibunya orang Indonesia, saudara dari ibu Adree.

"Buku harian Mario?" Kania hampir membukanya, tapi didengarnya Adree berseru dari luar.

"Ayo Kania...mumpung mendung belum mengepung, kalau nanti hujan, kita tidak bisa melewati jalan tanah..."

"Oh, baik mas...udah siap nih..." setelah Kania menimbang sejenak, akhirnya dia memutuskan untuk memasukkan buku harian Mario ke ranselnya lalu menyusul Adree keluar.

Adree mengunci pondok dan meletakkan di pot tersembunyi dan merekapun berangkat, pulang, menyusuri jalan kemarin, tapi lebih mudah, karena lebih banyak melewati turunan daripada tanjakan. Kania berseru riang dan Adree mengepalkan satu tangannya. "Hampir sampai...lihat di bawah sana, vila kita..." Adree menghentikan motor dan menunjuk ke satu tempat.

Mereka berfoto dan berselfie ria sejenak sebelum meneruskan perjalanan pulang.

"Yah...sampai juga ke rumah..." Kania turun dari motor dan disambut senyum hangat bu Rindu.

"Kok wajah Non merah gitu?" belum selesai bu Rindu bertanya, Kania sudah bersin.

"Agak masuk angin dia....kebanyakan main air..." sindir Adree, Kania menggembungkan pipinya kesal. Salah siapa coba sampai beberapa kali mandi untuk mensucikan tubuh.

"Yaudah, istirahat aja non, kalau keringatnya sudah hilang, mandi air hangat, nanti ibu kasih minyak kayu putih..."

"Iya bu, kayaknya Kania terkena flu..." gadis itu naik ke tangga dan menuju ke kamarnya. Adree menghampiri mang Jamal dan menyuruhnya membersihkan motornya.

"Mesinnya mantap kan tuan? Soalnya tiap hari mamang panasin, mamang rawat walaupun jarang dipakai..."

"Iya mang, makasih ya..."

"Oh ya Tuan muda, tadi ibunya non Lita kesini, tadinya mau meminta tuan mampir ke vilanya jenguk non Lita...tapi karena tuan sedang pergi sama non Kania, Nyonya Rima hanya nitip pesan kalau tuan muda udah ada waktu buat main kesana..."

"Gitu ya...emang Lita sakit?"

"Nggak tahu tuan, Nyonya Rima nggak bilang apa-apa..."

Adree mengangguk-angguk. "Yah, nanti setelah saya istirahat saya kesana, makasih infonya mang..."

"Sama-sama tuan..."

---

Setelah istirahat, membersihkan diri dengan berendam air hangat di bathtub, Adree menuju ke kamar Kania, gadis itu terlihat sudah nyenyak tidur dengan sebuah buku di tangannya. Sakit saja masih memaksa diri belajar...Adree tersenyum dan duduk di samping Kania, meraba dahi gadis itu, masih hangat. Mengambil perlahan buku mata kuliah mikrobiologi dari tangan Kania dan meletakannya di nakas.

Adree mengecup kening Kania dan berdiri mengamati kamar bernuansa Ivory itu. Putih, begitu cocok dengan Kania, apalagi dipadu warna-warna pastel lembut dan bergambar bunga-bunga, vintage. Bu Rindu dan Kania pasti yang memilih warna tirai dan bedcovernya. Benar-benar kamar anak perempuan! Dulu kamar itu hanya ditempati para tamu saja dan terkadang mami Aisha, suasananya monoton. Tapi setelah ditinggali Kania, melihat wall magazine yang dihiasi bunga-bunga dan rumput kering yang sudah diawetkan, berhiaskan foto perjalanan pernikahan mereka. Foto pasca wedding, ada juga beberapa sketsa Kania yang dikenali Adree sebagai wajahnya.

"Lelakiku, yang tidak pernah membiarkanku rindu, tapi aku tetap rindu,"

Lalu dilihatnya beberapa puisi cinta yang ditulis Kania.

"Kamu seperti Biru....di setiap tempat yang menenangkanku, di langit...di sungai...di laut dan sebagian besar duniaku..."

Adree meraba foto wajahnya yang entah siapa yang memotret secara candid, ekspresinya terlihat serius dan menakutkan.

Di kamar Kania memang terdapat printer, mungkin gadis itu mengeprintnya sendiri.

"Dikasih bang Roy.... katanya berjudul Devil Inside, tapi bagiku tetap manis..."

Adree mencibir. "Sialan si Roy!"

Lalu Adree menyadari, wangi alami kamar Kania ternyata berasal dari toples-toples kaca berisi bunga kering potpouri yang dibuat gadis itu. Ada toples mawar, melati dan kenanga. Bunga-bunga itu terlihat rapi karena diletakkan hati-hati di kertas koran sebelum ditumpuk dan ditindih dengan kayu, mungkin Kania membuatnya di loteng dapur, di sana suhunya tepat untuk membuat bunga kering seperti ini, pasti diajari bu Rindu, karena bu Rindu punya hobby seperti ini. Beberapa kerajinan berupa pigura buatan bu Rindu terkadang dijual mamang ke kota kecamatan, hasilnya halus dan rapi. Beberapa foto pernikahan mereka yang tercetak kecil, terpajang rapi di dinding oleh pigura buatan bu Rindu. Adree mengakui keindahannya. Setiap detailnya pasti dibuat penuh perasaan...dan cinta. Kamar itu menjadi hangat dan menyenangkan. Ciri khas yang hanya dimiliki Kania.

Adree menatap keluar jendela dan terlihat vila tetangga dari kamar ini. Oh iya, Thalita, dia hampir lupa! Perlahan Adree melangkah keluar kamar dan menutup pintu dengan hati-hati.

"Istirahatlah princess..." lalu senyum jahil lagi-lagi tersungging di bibirnya. Kania benar-benar candu baginya. Mainan cantik yang begitu sempurna untuk disentuh dan dinikmatinya. Sementara gadis itu sendiri tidak menyadari bahwa setiap ekspresi dan suara manis yang keluar dari bibirnya saat mereka bercinta, membuat Adree semakin berhasrat untuk mencicipi Kania lagi dan lagi. Kepolosannya selalu membuat Adree semakin terjerat hasrat.

"Aku nggak sabar menunggu sampai nanti malam..."

---

Continue Reading

You'll Also Like

69.6K 6.2K 25
Cerita ini hanya fiktif belaka mohon maaf apabila terdapat persamaan nama tokoh tempat dan lainnya #1 Liku (Agustus 2021) #1 Dewasa (Ags 2021) #1 al...
1M 148K 49
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...
3.6M 39K 32
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
THE MONSTER By Dara

Mystery / Thriller

1.2K 117 6
Zacky mencari keadilan untuk dirinya dan juga Mitha. Mereka terjebak dalam kasus pembunuhan yang sama sekali tak dilakukan. Tak hanya itu saja, masal...