Istri Muda

By Ninda_rayanti

23.7K 1.2K 7

Siapapun tak tahu bagaimana putaran takdir berlaku untuk kisah ini. Tak tahu pula apakah takdir menjadi peme... More

I. Beginning
II. Sudden Marriage
III. Still Like Before
IV. Because We're Married
V. About Zeka
VI. Baba
VII. More Sorrow
VIII. Start Loving
IX. Real Wife
X. Your World, My World Too
XI. Knowing Your Heart
XII. Destiny, My Wife
XIII. More I Handsome or Korean Artist?
XIV. The Past is Back
XV. You're A Beautiful Lady
XVI. First Contention
XVII. Him and Her
XVIII. The Scary Proposals
XIX. Proposal Baby (Zeka's Junior or Cashya's Junior)
XX. Afraid to Lose You
XXI. Trying Forgiven
XXII. My Mother's Twin
XXIII. I Miss You
XXIV. Amarra's Mission
XXV. Who is Amarra?
XXVI. Surprize for You, Amarra.
XXVII. I'm Lucky to Have You
XXVIII. Small Reunion
XXIX. Relationship Best Friends
XXX. Surprize Preparing
XXXI. Dating Day
XXXIII. Sweet Conflic
XXXIV. Troublemaker Past
XXXV. The Conspiration
XXXVI. Handsman Beneviva
XXXVII. The Karma
XXXVIII. Born Surprize
XXXIX. Baby Nona and Baby Basta
XL. Happy Ever After
Announcement
Announcement (Bukan updatean cerita)

XXXII. Sweet Surprize

304 21 0
By Ninda_rayanti

Happy reading guys. Salam cinta dari penulis

Ninda_Rayanti

***

Cashya dan Zeka benar-benar puas mengelilingi Museum Seni Rupa dan Keramik, kini mereka sudah duduk di Fatahillah Square. Sembari beristirahat, pandangan Cashya tertuju pada pemilik sepeda ontel yang menyewakan sepeda miliknya. "Aku pengen naik ontel."

"Hmm, kamu lagi hamil. Shya." Zeka membalas.

"Kalau gitu boncengin?"

"Nggak mau, berat."

Cashya memukul bahu Zeka, diiringi tawa renyah Zeka. Tak lama Zeka berdiri, mengulurkan tangan pada Cashya untuk ikut berdiri. "Ayo, katanya mau ngontel?"

Tentu saja senyum Cashya langsung merekah bahagia. Selama dua puluh menit, Cashya dan Zeka berkeliling Fatahillah Square dengan sepeda tersebut dengan Cashya yang membonceng dan memegang erat pinggang Zeka.

Waktu telah menunjukkan pukul setengah lima sore, lebih dari rencana yang sudah di susun pada pukul empat. Zeka dan Cashya segera menuju mobil untuk ke Ancol, mengejar waktu untuk sunset.

Saat berada di mobil, Zeka teresenyum. "Terima kasih, Cashya. Aku sangat bahagia hari ini."

Cashya senang mendengar Zeka berucap seperti itu, walaupun Cashya tahu kebahagiaan Zeka sekarang belum cukup untuk menggantikan rasa sakit yang Serafina lakukan.

***

Pantai Ancol terlihat lengang, sebab hari ini bukanlah hari libur. Sangat cukup untuk mereka berdua.

Saat mereka sampai, jam telah menunjukkan pukul setengah enam sore. Pas dengan waktu matahari yang sudah mulai memunculkan sulur jingganya, saat proses itu terjadi kepala Cashya setia berada di pundak Zeka. Tidak hanya Zeka yang begitu bahagia hari ini, Cashya pun begitu.

Sesuai jadwal, Zeka bada di pantai tersebut hingg langit berubah menjadi benar-benar gelap. Sudah tidak ada orang lagi di sana selain mereka, sehingga Zeka tersenyum lalu berdiri.

Tak lama seperti biasa, Zeka mengulurkan tangan untuk Cashya. Cashya menerimanya dengan senyuman. "Baik Nyonya Auriga, setelah ini kita ke mana lagi?"

Cashya melirik arlojinya. "Pukul setengah tujuh. Kalau di jadwal harusnya kita masih di sini, tapi karena kemungkinan jalanan macet dipenuhin sama para pekerja kantoran yang balik ke rumah, di majuin aja deh. Snacking time-nya anak kamu udah laper."

Cashya menyentuh perut bersarnya dengan sedikit manyun, Zeka mengacak-acak rambut Cashya sebentar. "Lagian kenapa kamu ngatur buat makan malamnya pukul sebelas? Kita sampai mall langsung cari makanan berat aja ya?"

Tatapan Cashya begitu mengintimidasi. "Nggak, paling diganjel makanan kecil sedikit bisa kok. Lagian nanti juga makan popcorn, kalau maksain makanan besar pas candle light dinner jadinya nggak makan apapun."

Zeka mengalah pada Cashya, mereka akhirnya sepakat melaju ke sebuah pusat perbelanjaan dibilangan kota Jakarta yang cukup dekat jaraknya dari rumah dan hotel yang Cashya sediakan kejutan di sana yang terdapat sebuah gedung bioskop.

Sesampainya di pusat perbelanjaan tersebut Zeka dan Cashya terlebih dahulu memesan tiket nonton untuk waktu pukul delapan malam, saat ini arloji mereka telah menunjukkan pukul setengah delapan.

Usai membeli tiket, buru-buru Cashya dan Zeka berburu camilan foodstreet yang ada di pusat perbelanjaan ini seperti telur gulung, sosis, tempura, ayam tepung, corndog dan masih banyak lagi. Sampai mereka kembali ke gedung bioskop untuk membeli popcorn dan menanti film tersebut tayang.

Film yang mereka tonton ber-genre komedi romantis, mampu menggelakkan tawa Zeka dan Cashya saat menontonnya. Mereka begitu menikmati saat-saat berdua begini. Seperti biasa, kepala Cashya pada akhirnya berakhir pada bahu Zeka dan kepala Zeka yang kemudian menumpuk kepalanya.

***

Waktu telah menunjukkan pukul sebelas malam tepat, Cashya dan Zeka telah berada di lobi sebuah hotel bernama Beneviva Coorperation. Sebuah hotel bintang enam yang eksklusif dan mahal.

"Ada yang bisa kami bantu Mbak, Bapak?" Resepsionis menyapa mereka ramah.

Cashya tersenyum. "Reservasi restoran atas nama Zeeshan Kamayel Auriga?"

Sang Resepsionis mengatakan tunggu sebentar, beberapa saat kemudian setelah mengecek pada data komputernya ia mengangguk dan meminta seorang bellboy mengantarkan Cashya dan Zeka.

Saat menaiki akan lift, sang Bellboy memberikan sebuah penutup mata pada Cashya. Yang Cashya terima dengan senang hati.

"Kamu harus pakai ini dulu, Mas." Cashya berujar lembut.

Zeka menggeleng. "Harus? Nggak usahlah ya."

Cashya akhirnya memanyunkan bibirnya, yang membuat Zeka akhirnya menghela napas dan mau memakai penutup mata itu.

Suara dentingan lift sedikit mengejutkan mereka, meminta mereka untuk segera masuk dan naik ke lantai enam. Lantai di mana restoran berada.

Mereka sampai di restoran hotel yang telah disiapkan eksklusif untuk Zeka dan Cashya seorang. Sang bellboy kemudian mengantarkan mereka pada sebuah rooftop restoran yang sudah dipenuhi lilin-lilin kecil membentuk tulisan.

Happy birthday, suamiku.

Banyak terdapat lampu-lampu berwarna senada dengan cahaya lilin yang menyala, di sudut sana ada pula life accoustic yang telah Xochiquetzal dan dirinya siapkan.

Cashya menyentuh bahu suaminya. "Saat aku melepas penutup mata, berjanjilah untuk setelahnya membuka dengan perlahan."

Zeka mengiyakan ucapan Cashya, sehingga dengan pelan Cashya membuka ikatan penutup mata Zeka. "Dalam hitungan ketiga, kamu buka mata kamu pelan-pelan, ya?"

"Iya, Sayang." Zeka kembali menjawab dengan sabar.

"Satu ... dua ... tiga ...." Cashya mulai menghitung.

Zeka perlahan mulai membuka matanya, air matanya mengalir haru saat menatap semua ini. Ia ganti menatap Cashya tak menyangka. "Ini kamu yang nyiapin semuanya?"

Cashya menggeleng. "Sayangnya kalau aku bisa, aku akan menyiapkannya sendiri, Mas. Tapi lebih banyak orang decor yang menghias, aku cuma ngasih konsepnya aja. Selanjutnya Oza yang ngatur semuanya, aku nggak mau di marahin sama kamu karena nekat ngurusin semuanya disaat aku lagi dalam kondisi hamil."

Zeka tersenyum, ia memeluk istrinya. Apapun itu ini semua tetaplah rencana istrinya, ia menghargsi itu. "Apapun itu, semuanya kamu yang udah rencanain. Terima kasih, Cashya. Aku sangat mencintai kamu, kamu adalah hadiah spesial yang Tuhan berika di usiaku yang sudah tidak lagi muda."

Cashya ikut dalam suasana haru biru itu, ia ikut terhanyut dan menangis bahagia. Sesaat kemudian mereka disadarkan oleh permainan musik yang berada di ujung sana, memainkan musik klasik berjudul Romance de Amor dan setelahnya memainkan sebuah instrumen lagu dari Ed Sheeran yang berjudul Perfect.

Zeka dan Cashyapun akhirnya makan malam, tentu saja seperti biasa Zeka akan memotong daging steiknya untuk Cashya. Senyum terus menghiasi wajah mereka, hingga makan malam mereka berakhir.

Sebuah hidangan penutup diberikan oleh pramusaji dalam sebuah tudung saji logam khas layanan hotel. Namun hanya satu, itupun di letakkan di hadapan Zeka.

"Ini apa lagi?" Zeka bertanya.

Cashya mengangkat bahu. "Buka aja."

Zeka menurut, ia membuka tudung saji tersebut. Menemukan sebuah kotak arloji di sana, Zeka kembali membuka kotak arloji itu dan menemukan sebuah arloji berwarna cokelat klasik di sana. Arlojinya yang selama ini menghilang.

"Ini ...."  Zeka tak dapat berkata-kata.

Cashya mengangguk. "Arloji kamukan, Mas? Arloji yang terakhir kali kamu pakai ketika menidurkanku dulu sebelum kamu pergi ke Barcelona. Hadiahku bukan hadiah spesial, Mas. Hanya mengembalikan arlojimu yang selama ini ada sama aku. Yang aku harap, kehadiranku dapat menyembuhkan sedikit luka kamu yang Aai torehkan."

"Cashya." Zeka memanggil nama Cashya dengan dalam. Cashya menoleh dengan ekor matanya.

Zeka menggenggam tangan istrinya erat. "Jauh sebelum aku menikahimu, luka dalam hatiku telah mengering. Sayang. Lalu ketika aku memutuskan untuk menikahimu, putri dari perempuan yang pernah aku cintai. Aku sudah berikrar untuk membahagiakan kamu, sekarang kamu tahu apa?"

Cashya menggeleng, Zeka mengecup punggung tangan Cashya. "Luka itu sudah sembuh Cashya, itu karenamu. Kamu yang mengembalikan percaya diriku jika aku juga pantas dicintai. Aku sangat mencintaimu Cashya."

Air mata Cashya mengalir, ia mengangguk. Suaminya juga yang telah mengembalikan kepercayaan diri Cashya yang telah ternodai oleh seorang Amar.

Ucapan Zeka tadi tepat sekali pada saat para pemain akustik memainkan melodi  dari Anji yang berjudul Dia, yang makin meromantiskan suasana diantara mereka.

Kini waktu telah menunjukkan pukul dua belas malam, Zeka dan Cashya berucap bersamaan.

"Selamat ulang tahun, suamiku."

"Selamat ulang tahun, istriku."

***

Sekarang waktu telah menunjukkan pukul setengah satu dini hari, tubuh Cashya begitu lelah apalagi ia membawa buah hati mereka seharian penuh. Cashya telah berikrar akan segera tidur setelah sampai rumah, kini mereka berdua telah berada di pelataran rumah dengan keadan pengamanan yang kosong. Cashya sampai bertanya-tanya di mana para satpam rumahnya yang menghilang bagai di telan bumi.

Zeka sendiri tak banyak bicara, entahlah. Semenjak mereka pulang dari hotel, Zeka lebih banyak terdiam. "Sudah sampai."

Cashya menoleh, yang ia lihat hanya wajah dingin Zeka. "Mas, kamu kenapa sih? Kamu marah sama aku?"

"Nggak, aku cuma capek aja." Zeka menjawab sekenanya saja.

Cashya hanya menghela napas, ia hanya takut ada perilakunya yang salah. Semenjak mereka keluar dari hotel, sikap Zeka berubah drastis. Cashya takut, Zeka meninggalkannya dan ia membuat kesalahan yang membuat Zeka bisa meninggalkannya. Entah kenapa Cashya begitu sensitif dengan perubahan sekecil apapun dalam yang Zeka lakukan padanya.

Saat sampai di depan pintu utama, Zeka hanya mengekorinya. Membiarkan Cashya masuk rumah terlebih dahulu yang tidak di kunci. "Kok nggak dikunci? Gimana kalau ada maling? Mana satpam nggak ada lagi."

"Buktinya nggak adakan. Udahlah nggak usah ribet, masuk aja kenapa." Zeka berbicara sedikit ketus, tentu saja membuat Cashya ingin menangis.

Cashya masuk, dengan air mata yang sudah akan tumpah. Begitu ia menyalakan sakelar lampu. Teriakkan menyertai dirinya.

"Surprize .... happy birthday, Cashya. Nyonya Auriga."

Semua orang yang ia cari ada di sana. Ada Bibi, Pak Joko dan para satpam. Bahkan ada keenam sahabatnya beserta Gera.

Cashya tersenyum, ia tak menyangka akan diberi kejutan seperti ini. Lalu ia berbalik, menatap Zeka yang masih menatap datar dirinya tanpa seulas pun senyum.

Tak lama, senyum itu perlahan muncul kembali serta pandangan penuh cinta dari Zeka. "Sekali lagi, selamat ulang tahun istriku. Aku mencintaimu."

Cashya berlari kecil memeluk Zeka, tangisnya pecah karena merasa lega jika Zeka bersikap dingin hanya untuk memberi Cashya kejutan. Zeka kaget mendapat reaksi tangisan hebat dari Cashya.

"Hey-hey. Kenapa, hm? Jangan nangis, aku cuma bercanda kok." Zeka berucap.

Cashya menggeleng. "Aku takut, aku takut melakukan kesalahan dan bikin kamu pergi, Mas. Aku benci ketika kamu bersikap dingin sama aku, aku takut kamu marah sama aku. Aku nggak bisa, Mas."

"Atas dasar apa aku marah sama kamu, Shya? Kamu adalah istri dan calon ibu yang luar biasa. Seharian ini kita bahagia karena dating list yang sudah kamu buatkan? Itu adalah hal yang luarbiasa untukku, Cashya. Maaf ya, kalau aku sempat membuatmu terkejut." Zeka tersenyum lembut dan mengecup bibir Cashya lembut.

Bora berdeham keras. "Mohon maaf nih, Bapak, Ibu. Tangan saya pegal pegangin kue dari tadi, mana panas lagi ada lilinnya. Bisa nggak mesra-mesraannya dilanjut nanti di kamar?"

Zeka dan Cashya tersenyum, kemudian mereka mendekat ke arah Bora. "Iya, Bora."

Zeka dan Cashya membuat permohonan, kemudian keduanya sama-sama meniup lilin tersebut.

Dan sempurnalah hari ini untuk Zeka dan Cashya.

***

Jangan lupa taburan kalimat dan bintangnya 🌟

Continue Reading

You'll Also Like

25.3K 1.2K 19
"Ada yang datang, ada yang pergi. Kehilangan yang paling menyakitkan adalah berpisah karena kematian." Ini adalah ceritaku dengan akun pena TheQueeny...
1.8M 86.5K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
185K 11.6K 33
Cerita ini merupakan spin off dari suddenly married. Hal yang tidak pernah terbayangkan olehnya niatnya hanya menghadiri resepsi pernikahan teman Pa...
2.6M 36.7K 29
Mature Content || 21+ Varo sudah berhenti memikirkan pernikahan saat usianya memasuki kepala 4, karena ia selalu merasa cintanya sudah habis oleh per...