Your Dream [Re-publish]

By NamikazeRashyda

37.3K 3.1K 1K

Dibikin tahun 2019-2020, harap maklum ini ceritanya agak-agak gila dikit :) (*) Aku benci bunuh diri. Aku ben... More

About You
Bagian Tak Berjudul
--Ni--
--San--
--Yon--
--Go--
--Roku--
--Nana--
--Hachi--
--Kyuu--
--Juu--
--Juu Ichi--
--Juu Ni--
--Juu San--
--Juu Yon--
--Juu Go--
--Juu Roku--
--Juu Nana--
--Juu Hachi--
--Juu Kyuu--

--Ichi--

1.6K 205 40
By NamikazeRashyda

Kantor Agensi terisi hening, hanya detak jam yang sesekali mengisinya. Semua orang ada di kafe di lantai bawah, makan siang. Sedang aku memilih memakan sandwich dan onigiri dari di supermarket, bersama sebotol jus buah.

Di tangan kiri ada sebuah novel bersampul biru yang tengah kubaca serius, sebenarnya ceritanya cukup menyentuh, hingga beberapa kali aku tertawa dan menjerit kecil. Tanpa sadar, potongan roti isi itu tandas, menyisakan satu onigiri.

Mungkin itu untuk nanti.

Kubalikkan halaman novel--tunggu! Ada orang lain di sini?

Aku cepat-cepat melongok ke ruang tamu Agensi hanya untuk mendapati pria hazel itu, Dazai Osamu.

"Yo, [Name]-chan~!" Dia melambai santai.

"Sejak kapan kau masuk, Dazai-san?!" kagetku. Kukira sejak tadi, tidak ada orang di sini ....

"A ... beberapa menit yang lalu," jawab Dazai, lalu menyeringai nakal ke arahku. "Saat kau membuat wajah lucu itu!"

"Kau?!" Pipiku pasti memerah karena menahan malu.

"Kau sangat manis saat bertingkah seperti itu, [Name]-chan~! Aku mau melihatnya lagi!" Entah kapan, ia sudah berjalan mendekat, dengan senyum menawan di wajahnya.

Pria sialan ini ....

"J-jangan beritahu siapa pun!" Aku sudah menutup novel tanpa menandai halamannya, menatap serius pria berlensa cokelat kemerahan itu.

Aku terkekeh sendiri di sini? Mereka bisa menganggapku gila!

Itu salah adegan bagus di novel itu yang membuatku ingin tertawa!

"Hm? Memberitahu tentang apa?"

Yah, walau yang harus lebih dikhawatirkan adalah pria aneh di depanku ini ....

"Apa tentang ... hal ini?" Dia berlutut dan mengecup punggung tanganku, lalu mendongakkan kepala dengan dengan senyum tipis di bibirnya.

"Sudah kukatakan padamu, kau harus menyerah, Dazai-san." Kembali kutarik paksa tangan kananku.

Tentu aku tidak ingin menjadi wanita yang akan memenuhi impiannya--bunuh diri ganda.

Impian yang aneh.

Aku yakin semua orang punya impian indah yang berusaha keras mereka wujudkan. Namun, impian orang ini, haruskah kubilang terlalu gila?

Mengharapkan kematian ... berusaha mendapatkannya dengan berbagai cara ... dan selalu gagal. Apa dia termasuk pria menyedihkan yang selalu gagal mewujudkan impiannya?

Namun, kurasa kata 'iba' pun tidak cocok untuknya. Dia bukan orang yang pantas dikasihani.

❄️

"Ne, Dazai-san," panggilku, ah, ternyata dia masih menatapku.

"Ada apa, [Name]-chan?"

"Pernahkah kau ... sekali saja, merasa ...." Aku ragu dengan pertanyaan ini, tetapi pria itu dengan setia menunggu dengan tatapannya agak menyebalkan.

"Hm?" Ia menaikkan alis.

"Yeah, merasa seperti, kau ingin tetap hidup?" tanyaku ragu.

"Tetap hidup?" Dia bertanya dengan nada kekanakan nan polos sambil memiringkan kepala, berkedip dua-tiga kali. Bisa-bisanya dia terlihat sebingung itu--?!

"Aku kurang mengerti apa maksudmu--" Dazai memotong ucapannya sendiri, "... ah! Tapi aku pernah melawan saat seseorang ingin membunuhku. Apa itu termasuk?" Dia bertanya dengan santai. Mungkin mengingat sesuatu--suatu momen dan wajah itu sedikit berubah.

Momen menjengkelkan, kah?

"Maa, lupakan soal itu! Yang lebih penting, [Name]-chan, aku menemukan teknik bunuh diri baru, loh! Maukah kau ikut denganku dan mencobanya?" Kali ini ia hanya tersenyum memohon. Aku menggeleng.

"Itu yang membuatku menolakmu, Dazai-san.

Dazai berkedip dua-tiga kali, lalu berkata dengan polos, "Kalau kuajak makan malam, berarti kau tak akan menolakku?"

"Lupakan juga soal itu!" aku juga tidak mau membuat daftar hutangmu bertambah, "kita masih punya pekerjaan." Benar, kan?

"Hee~h ... [Name]-chan hidoi~!" Dia merengut, lalu duduk di sofa dan mulai bermalas-malasan. Menggumam tidak jelas.

Aku menghela napas, apa ada yang salah dengan otaknya? Sungguh disayangkan jika iya.

Kembali kulirik novel yang tergeletak di dekat laptop, sampul biru buku berjudul 'Reason' itu menggambarkan dua anak burung yang saling tersenyum, di balik lindungan sayap sang induk.

Dua anak kembar ... yang terpisah sekian lama ....

Ah, bagus. Aku kehilangan minat bacaku.

Alasan ...

Benar juga, apa alasannya? Kenapa ... pria itu sangat suka membunuh dirinya? Apa memang hal seperti itu bisa dijadikan hobi? Bunuh diri, saat bosan ....

Aku refleks menutupi wajahku saat terkekeh geli sendiri. Entah kenapa itu lucu. Juga menyakitkan.

"Ne, [Name]-chan!" Dazai memanggil, aku menoleh, dia sedang mengangkat sebuah pena ke depan matanya. "Kenapa kau datang ke Yokohama?"

Aku berkedip dua kali, akhirnya dia menanyakan hal yang logis.

"Entahlah ...." Aku menerawang ke jendela, "mungkin, kembali ke tanah kelahiran?"

"Eeh? [Name]-chan, lahir di sini?"

Aku mengangguk.

"Heeh~ lalu, apa kau menikmatinya?" tanya Dazai lagi.

"Menikmati?" Aku memiringkan kepala.

"Em, menikmati." Dazai tersenyum tipis, "kota ini."

"Kota ini indah. Aku menyukainya." Aku menatap keluar jendela, ke langit Yokohama berwarna biru pucat dengan awan putih yang berarak pelan, lalu tersenyum dengan mataku yang membentuk dua bulan sabit terbalik.

"Jaa, apa kau mau jalan-jalan melihat kota ini? Kau belum lama sampai di sini, kan?"

Memang, aku tiba dua minggu yang lalu dan masuk Agensi ini seminggu lalu. Belum sempat melihat-lihat dengan benar.

"Aku tahu semua tempat bagus di Yokohama!" Dazai tersenyum meyakinkan, tampaknya dia sedang serius.

"Maaf, tapi, seperti yang kubilang kita punya pekerjaan," tolakku halus.

"Ah, setelah pekerjaan ini selesai?"

"Setelah kau menemukan kekasihnya Hiromi-san, aku akan ikut," gumamku, lalu meraih onigiri.

"Sungguh?" Sekilas mata Dazai tampak berbinar, lalu ia kembali terlihat tak nyaman seperti waktu itu, "Tapi, Yuuka-chan itu, jika saja dia melepas kacamatanya, itu akan lebih indah~"

'Yuuka-chan'!?

"Yosh! Baiklah, [Name]-chan~! Demi dirimu, aku akan membantu Kunikida-kun untuk menemukannya!" Dia berujar dengan api yang menyala di matanya.

Tunggu, bukankah itu memang tugasnya?

"Baiklah, Dazai-san. Lakukan tugasmu dengan baik." Aku mulai kasihan pada Kunikida-san, harus ber-partner dengannya.

"Aah~ terima kasih sudah menyemangatiku, [Name]-chan~!" Dazai tersipu, memegangi dua pipinya.

"Ah." Mencoba mengabaikan eksistensi aneh itu, aku menyalakan laptop, mencari hal yang kurang berguna di browser sambil menghabiskan onigiri.

Dia juga berhenti bicara, entah melakukan apa dengan laptopnya.

Istirahat makan siang segera berakhir, sebagian besar anggota Agensi yang tadi makan di kafe mulai kembali.

Mengabaikan beberapa keributan yang tercipta, aku mulai mengetik di laptop, dengan mulut yang kembali tertutup rapat. Hanya mengangguk atau menggeleng singkat pada beberapa pertanyaan yang mereka ajukan.

Aku memang begitu. Kadang malas bicara dan hanya diam, mengabaikan sekitar seakan punya dunia sendiri.

Namun, kenapa aku tidak bisa mengabaikan Dazai-san sejak tadi?

__________________🌨️
Bersambung
.
.
.
.
.

Diharapkan vote, komen, atau kritik juga gak papa.

See ya

Continue Reading

You'll Also Like

375K 30.4K 62
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"
38.5K 3.7K 23
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
1.1M 60.9K 65
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...
201K 16.7K 86
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...