utopia (segera terbit)

By tinvthinks

5.7M 966K 181K

"Tunggu, jadi gue satu-satunya cewek di kelas ini?" Singkatnya, Dara si anak emas sekolah akan menduduki kela... More

START
01 || Perkenalan
02 || Bu Puspa
03 || Ketua Kelas
04 || Tanggung Jawab
05 || Kasus Alfa
06 || Alasan Dara
07 || Kasus Alfa (2)
08 || Kebiasaan
09 || Pembenci Topeng
10 || Tiny Cafe
11 || Kelas Unggulan
12 || Fake Friend
13 || Pak Rizky (Fucek)
14 || Hukuman (1)
15 || Hukuman (2)
16 || Hukuman (3)
17 || Kekesalan Kio
19 || Pasangan Kelima?
20 || Foto Polaroid
21 || Ikutan Bolos
22 || Good Day
23 || Haje Demen Sempak Kakak?
24 || Pengurus Kelas
25 || Asep dan Alerginya
26 || Tawuran
27 || Penyelesaian Masalah
28 || Percobaan Mengontrol Diri
29 || Petasan Bom Farzan
30 || Ketahuan, deh
31 || Diskriminasi Nilai
32 || Alfa, Cowok dengan Luka
33 || Perihal Plester
34 || Confess
35 || Si Tengil
36 || Kata Kio
37 || Kemeja Dio
38 || Jadi ini Mahardika
39 || Asep Anak Polos Rupanya
40 || Misi Dara
41 || FesGa
42 || Perkelahian yang Terulang Kembali
43 || Lagi-lagi IPA 2
44 || Di Luar Ekspektasi
45 || Kenyataan yang Menyakitkan
46 || Cerita di TPU
47 || Akhirnya Jalan Keluar
48 || Lega dan Bebas
49 || Ada Apa Sebenarnya?
50 || Konsep IPS 5
51 || Penampilan IPS 5
52 || Sebenarnya, Ini Ersya
53 || Siapa itu Kevin?
54 || Family Problem
55 || Tolong, ya?
56 || "Secepatnya."
57 || Kejutan Tak Terduga
58 || Keputusan Akhir Pak Tegar
59 || Obrolan dengan Kevin
60 || Akhirnya
61 || Terungkap Sudah

18 || Mabar, Kuy!

87.1K 15.4K 2.1K
By tinvthinks

"Ini Ardi," telunjuk Dara mengarah pada Ardi yang menopang dagu. Kaki kanannya ditekuk di sofa, sedangkan yang lain naik ke meja. Posenya lantas membuat Kio geram.

"Yang itu Farzan," sosok yang tadi berseru masih menatap tajam Kio yang duduk di sofa depannya.

"Ini Asep." Dara menunjuk Asep yang di sampingnya. Cowok itu hanya melambaikan tangan sejenak lalu sibuk dengan ponselnya.

"Itu Revan, sebelahnya Alfa, sebelahnya lagi Andra."

"Oh, yang sebelah Asep itu Ersya namanya."

"Kio gak nanya nama-nama mereka. Kio nanyanya, kenapa mereka ada di sini? Kakak yang bawa mereka?" Kio sedikit menaikkan suaranya karena memang dirinya tengah kesal. Setelah tadi akhirnya ia dipaksa kakaknya agar duduk di sofa bersama mereka, kekesalannya bertambah setelah melihat sikap mereka padanya.

"Kio, gak usah ajak bicara kakak lo dulu. Maag-nya belum sembuh," Dio yang melihat Dara masih kesakitan langsung menyela dan mengambil obat yang sempat ia taruh di meja.

Mata Kio seketika membelalak mendengar kakaknya sakit. Walaupun ia terkesan cuek, perasaan hangatnya akan muncul bila terjadi sesuatu pada kakaknya. "Tapi obat maag habis."

Dio mengangkat botol obat maag yang tadi ia beli sebagai balasan akan perkataan Kio.

"G-gue ke kamar dulu deh, minum obatnya di sana aja sekalian mau tidur. Rasanya makin s-sakit."

Kio bergegas bangkit berdiri dan memapah sang kakak yang tengah berusaha bangkit berdiri.

"Lo bawa kakak lo ke kamar, kasih obatnya juga."

Kio mengangguk patuh lalu memapah kakaknya untuk menuju kamar. Ia berusaha untuk terus hati-hati dan bersabar barangkali Dara mengeluh sakit di tangga dan berhenti sejenak.

"Itu bocah adeknya Dara? Jutek amat," ujar Andra saat melihat kedua kakak-beradik itu menghilang di balik pintu.

"Emang gitu anaknya," balas Dio seraya bersandar. "Jutek, cuek, sarkas, dingin."

Ersya kembali bertanya, "Trus kenapa dia marah banget sama kita?"

Dio mendengkus pelan. Sebenarnya ia malas membuang tenaga untuk sekadar mengeluarkan kata-kata. Salah satu alasan kenapa mulutnya mengeluarkan kata-kata yang irit adalah karena ia malas mengeluarkan tenaga barangkali secuil. Tetapi, dirinya merasa bahwa ini adalah hal yang penting, jadi ia turut menjelaskan, "Kio itu gak suka sama orang yang kacauin rumahnya. Dia itu gila rapi. Liat tuh sekeliling kalian, berantakan semua. Makanya dia marah."

Mereka serentak mengangguk paham sambil mengeluarkan suara 'o' yang panjang. Kepala mereka sontak menoleh ke sekitar. Dan ternyata benar, semuanya kacau dan tidak pada tempatnya. Heran, bagaimana bisa ruangan yang tidak bersih dan rapi sekarang bisa sangat berantakan seperti ada sepuluh anak kecil penasaran yang dibiarkan berkeliaran di sekitar? Mereka memang berbakat untuk mengacau.

"Ini rumah kek abis diserang babon."

"Lah elo babon-nya, Di," sahut Ersya membuat yang lain tertawa.

"Enak aja lo, Lekong."

"Kalian baliknya masih lama?"

Suara anak laki-laki itu membuat semua serentak menggerakkan kepala ke arah tangga. Kio menatap mereka semua seraya bersandar di pegangan tangga.

"Lo ngusir?" Farzan mendengkus tak percaya tatkala bocah SMP itu mengangguk tiga kali secara lambat dan penuh penekanan. "Gini ya bocah, kita ini temennya kakak lo. Kakak lo yang ngundang kita ke sini, jadi dia juga yang harus ngusir kita. Emangnya lo siapa?"

"Gue Kio, salah satu pemilik rumah ini dan gue juga berhak buat ngusir kalian, termasuk lo, Bang Farzan," balas Kio tak kalah sengit dengan menekankan dua kata terakhir.

"Bentar lagi, mending lo ke sini," sela Dio menenangkan keadaan. "Ini bakal kita beresin, lo tenang aja."

Kio berdecak sebal lalu kembali melangkah menuruni tangga. Ia merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Tak lama kemudian, terdengarlah suara yang tak asing membuat Farzan terdiam sejenak.

"Woh, Bocah!" panggil Farzan membuat Kio berhenti melangkah dan menatapnya kesal.

"Nama gue Kio!"

"Bodoamat gue gak peduli." Farzan mengambil ponselnya yang tergeletak di meja dengan ponsel yang lainnya, karena aturannya adalah tidak boleh ada yang menyentuh ponsel bila tidak penting. Tapi untuk hari ini, mungkin ia harus melanggarnya sebentar.

Farzan membuka aplikasi kesukaannya dan kebetulan sama dengan punya Kio. Ia menunjukkan layar ponselnya pada adik Dara itu. Dengan senyum yang terkesan menantang, Farzan mengajak, "Mabar?"

Untuk pertama kalinya Kio tersenyum sangat lebar.

***

Dara mengerjap pelan saat cahaya matahari tepat mengenai wajahnya. Dengan sedikit kesulitan sebab perutnya masih agak nyeri, ia berusaha untuk bangkit berdiri. Kepalanya menoleh sebentar untuk melihat jam dinding yang tergantung di sana. Mengembuskan napas pelan, dengan langkah terseok-seok ia berusaha untuk keluar kamar dan menyusuri tangga.

Baru saja sampai di tengah jalan, Dara mengernyit ketika melihat tidak ada lagi keributan di ruang tamu. Beralih ke ruang keluarga, ia hanya melihat Kio yang asik bermain game seraya berbaring di sofa.

"Loh? Temen-temen Kakak udah pada balik? Kamu usir, Ki?" tanya Dara kelewat panik. Ia bersumpah akan mengabaikan adik juteknya itu berminggu-minggu kalau saja hal itu terjadi.

"Ya kali," Kio memutar kedua bola matanya dengan jengah. "BTW, Kak. Kok Kakak gak cerita sih Bang Farzan suka main FF?"

Alis Dara nyaris menyatu mendengar pertanyaan si bungsu. "Kakak gak tau."

"Ternyata mereka baik, sering-sering ajak ke sini ya. Apalagi Bang Farzan, biar bisa mabar lagi. Bosen mabar sama Bang Dio mulu," pinta Kio sekaligus menggerutu.

"Iya, iya." Dara tersenyum lega, namun itu tidak terjadi lama karena ia menyadari sesuatu. "Kamu udah bilang makasih belom sama Dio dan Revan?"

Kio menggeleng polos.

Dara menepuk jidatnya pelan. Raut wajahnya menjadi panik. Ia tidak bisa tenang bila dirinya tidak mengucapkan apa yang harusnya ia ucapkan. Kata-kata itu sudah menjadi hal wajib, itu yang selalu diajarkan oleh kedua orang tuanya. Jadi, Dara memilih untuk segera mengambil jaket untuk menutupi kaos oblongnya lalu ke dapur saat mengingat ada sesuatu.

Dara mengambil beberapa mangga dari pohon mangga keluarganya. Biasanya, Mama-nya Dio suka meminta beberapa buah mangga bila sudah panen. Keluarganya suka, katanya. Maka dari itu Dara memilih mengambil sekitar sepuluh buah mangga yang sudah matang.

Tok-tok-tok!

"Tanteee!" panggil Dara setelah mengetuk pintu. Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita yang selalu segar setiap harinya. Tidak pernah terlihat letih ataupun lesu. Senyum ceria itu selalu ada di wajah cantik yang agak keriput itu.

"Kenapa, Ra?"

"Ada Dio-nya?"

"Kenapa?"

Erna dan Dara sama-sama tersentak kaget saat mendengar suara tiba-tiba itu dan melihat presensi seseorang yang sudah berdiri tepat di belakang Erna.

"Kamu ini ngagetin aja!"

Dio tak menggubris keluhan sang ibu. Ia masih menatap tetangga yang kini di depannya.

"Yaudah, Tante masuk dulu ya, Ra."

Dara tersenyum sebagai balasan. Setelah Erna tidak lagi terlihat, tangannya segera menyodorkan kantung plastik yang berisi beberapa buah mangga.

Dio menatapnya heran. "Apa?"

"Makasih, atas semuanya." Sial, tiba-tiba rasanya canggung.

Satu alis Dio terangkat. "Hah?"

Dara menatapnya kesal. Dengan tak sabaran ia mengambil tangan kanan cowok itu dan menggantungkan kantung plastik itu di pergelangan tangan.

"Apaan, sih?"

"Ya itu sebagai ucapan terima kasih!" sahut Dara tiba-tiba kikuk. "Makasih, udah antar balik dan beliin obat. Tadi gue gak sempat ngucapinnya."

Dio menatap benda yang menggantung di pergelangan tangannya. Kedua ujung bibirnya terangkat samar saat menunduk, namun ketika mendongak semuanya kembali normal. "Ya udah."

Dara meneguk ludahnya kaku. "Y-ya udah, g-gue balik."

Dara segera berbalik, dalam hati ia merutuki dirinya sendiri karena kikuk seketika. Harusnya tidak seperti ini, tetangganya yang menyebalkan itu sengaja.

Namun, belum dua langkah kakinya melangkah, tangannya langsung ditarik dari belakang, membuat tubuhnya dengan paksa ikut berbalik.

Dara menatap Dio yang tepat di depannya dengan bingung.

"Temenin gue."

Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 129K 50
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
640K 25K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.8M 84.7K 38
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
4.2M 319K 52
AGASKAR-ZEYA AFTER MARRIED [[teen romance rate 18+] ASKARAZEY ā€¢ā€¢ā€¢ā€¢ā€¢ā€¢ā€¢ā€¢ā€¢ā€¢ā€¢ā€¢ "Walaupun status kita nggak diungkap secara terang-terangan, tetep aja gue...