Retrouvailles

By Yupitawdr

7.5M 679K 137K

Samuel itu banyak lukanya. Papanya selingkuh, mamanya meninggal bunuh diri, pas dewasa malah dijodohin dan di... More

Prolog
Bab 1. Kilas Balik 2015
Bab 2. Kilas Balik 2017
Bab 3. Titik Awal
Bab 4. Penilaian Basket
Bab 5. Cewek Murahan?
Bab 6. Memories Bring Back You
Bab 7. Satu Hal di Masa Lalu
Bab 8. Pluviophile
Bab 9. Please, Kill Me
Bab 11. Tidak Ada Senja Hari Ini
Bab 12. Sepatu Air Jordan dan Latar Rooftop
Bab 13. Tiga Cerita
Bab 14. Gloomy Saturday
Bab 15. Rumpang
Bab 16. Semesta untuk Tiara
Bab 17. Tidak Ada yang Pergi
Bab 18. Baby Breath dan Bunga Matahari
Bab 19. River Flows in You (Talitha dan Violette)
Bab 20. Kemarahan Nuca
Bab 21. Menunda Luka
Bab 22. Kita Sama, Sam.
Bab 23. Mirip Alta?
Bab 24. Tak Sanggup Melupa
Bab 25. Mengapa Kita?
Bab 26. Sementara Dengan Jarak
Bab 27. Satu Hal Tentang Lyodra
Bab 28. Calla Lily Putih
Bab 29. Landing on You
Bab 30. Catastrophe
Bab 31. Bekal Untuk Sam
Bab 32. Janji Yang Ditepati
Bab 33. Ribut Berkualitas
Bab 34. Waktu Berdua
Bab 35. Untuk Saling Meninggalkan
Bab 36. Kekacauan
Bab 37. Sedikit Berbeda
Bab 38. Episode Malam Minggu
Bab 39. Dari Ketinggian 30 Meter
Bab 40. Wahana Terakhir
Bab 41. Panggilan Untuk Lyodra
Bab 42. Pengakuan
Bab 43. Rencana Mama
Bab 44. Mereka Ada di Dunia Nyata
Bab 45. Pamit
Bab 46. Bertemu Kalka
Bab 47. Jangan Sakit Lagi
Bab 48. Ulang Tahun Keisha
Bab 49. Kambuh
Bab 50. Before You Go
Bab 51. Surat Dari Samuel
Bab 52. Beberapa Hal Yang Perlu Diceritakan
Bab 53. Sebuah Kebenaran
Bab 54. Teman Baru untuk Lyodra
Bab 55. Jejak di Langit Setelah Hujan
Bab 56. Waktu Bahagia yang Rumpang
Bab 57. Menghilang dan Menjauh
Bab 58. Terbongkar
Bab 59. Lo Putus Sama Lyodra, Sam?
Bab 60. Tentang Foto dan Video
Bab 61. Untuk Samuel
Bab 62. Sama-Sama Butuh Sayap
Bab 63. Titik Masalah
Bab 64. Ditikung Liam
Bab 65. Lyodra Sama Gue Aja
Bab 66. Pergi
Bab 67. Pertengkaran
Bab 68. Dia yang Pergi
Bab 69. Bulan Desember di Batavia
Bab 70. Mencoba Bertanggungjawab
Bab 71. Perkara Anjing
Bab 72. Titik Balik
Bab 73. Alasan Aurbee
Bab 74. Hujan dan Sebuah Keputusan
Bab 75. Menghabiskan Waktu
Bab 76. Selepas Hujan

Bab 10. Sudut Kantin

85.5K 8.8K 1.5K
By Yupitawdr

Hai, kalian masih nungguin nggak?

Siap untuk bacaa? Nih gue kasih bonus foto gebetan.

Jangan jadi haters dan protes soal gebetan gue. Oke.

Jadi.. selamat membaca.

Selamat mencintai dia yang tidak mencintai kamu. Eh. Enggak bermaksud ngejek.

Yok baca aja yok!

Bab 10. Sudut Kantin

Ada yang lebih menyakitkan daripada cemburu, ditinggal pergi, ataupun saling menyakiti dalam suatu hubungan. Yaitu, mau marah, mau cemburu, mau pergi, mau menyakiti, tapi nggak bisa. Karena kita bukan siapa-siapa.

***

"MAKAN dulu nasinya, lo pasti belum makan dari pagi, makanya sakit perut," ujar Keisha. Gadis itu me ndorong sterofoam berisi nasi kuning -yang dibelinya di kantin tadi- ke dekat Lyodra.

Lyodra yang sejak tadi menangkupkan kepalanya di atas meja mendongak, ia memandang Keisha dan Ziva bergantian lalu beralih ke nasi kuning di depannya. Ia tersenyum. "Makasih, ya."

Keisha hanya bergumam sebagai jawaban. Sejak pagi hingga jam istirahat berlangsung, Lyodra memang mengeluh pusing dan sakit perut. Disuruh ke UKS tidak mau karena keadaannya bertepatan dengan ulangan fisika barusan, ia berkilah dengan alasan tidak ingin ikut ulangan susulan makanya meskipun sakit ia memilih untuk tetap di kelas.

"Lo bisa makan sendiri kan?" tanya Ziva sangsi melihat tangan Lyodra bergetar saat memegang sendok.

Keisha memutar matanya jengah. "Dia cuma sakit perut kali, Ziv, bukan lumpuh."

Ziva merengut. "Kali aja, tangan dia tremor gitu. Ngeri gue."

Dengusan kasar dari Keisha terdengar jelas. Mengabaikan Ziva yang mulai ngoceh banyak hal. Gadis itu segera membuka cup mienya lalu makan. Ia memang sengaja tidak makan di kantin, selain karena hari ini kantin ramai sekali dan ia tidak kebagian kursi. Lyodra juga sendirian di kelas.

Mereka makan dalam diam. Kecuali Ziva. Keisha sampai meringis, ia jadi kasihan ke Lyodra, sudah sakit perut, kepala tambah pusing mendengar cerita nggak jelas Ziva.

"Beliin gue makan sana!"

Mereka sontak menghentikan makannya lalu mendongak, menatap Samuel yang sekarang sudah berdiri di samping mejanya. Lelaki itu, dengan wajah songongnya menatap Lyodra.

"Seenaknya banget sih lo nyuruh-nyuruh," protes Ziva kesal. Siapa coba yang nggak kesal saat sedang enak-enaknya makan dan cerita, seseorang datang mengganggu dengan cara menyebalkan.

"Gue nggak ngomong sama lo. Nggak usah ikut campur," kata Samuel. Ia kembali memandang ke arah Lyodra. "Lo denger nggak gue nyuruh apa tadi?!" sentaknya.

Tidak mau ribut dan masalah semakin panjang. Lyodra menjauhkan makanannya lalu berdiri. "Mau beli makan apa?" tanyanya.

Hah?

Keisha dan Ziva jelas melongo dibuatnya. Lyodra yang biasanya keras kepala dan nggak mau kalah sekarang malah mau-mau saja disuruh Samuel? Nggak salah?

"Pesenin gue bakso sayur di kantin. Gue males antre," ucap Samuel sambil menyodorkan uang lima puluh ribuan ke Lyodra.

"Lo mau makan dimana? Kelas apa kantin?"

"Kantin."

Lyodra mengangguk. Ia membiarkan Samuel berjalan mendahuluinya. Sebelum menyusul, ia tersenyum ke arah kedua temannya, menunjukkan gesture bahwa ia baik-baik saja.

"Lo kenapa sih? Tiba-tiba nurut dan mau-mau aja disuruh Samuel? Lo diancam apa gimana?" tanya Keisha curiga.

Lyodra tersenyum. Ia menggeleng. "Benar kata lo. Sekali-kali gue harus nurut. Biar nggak nambah masalah."

"Tapi nggak gini juga kali, Ly," celetuk Ziva tidak terima. "Tuh anak bakal ngelunjak kalau dibiarin."

"Nggak apa-apa. Kalian mau nitip-nitip sekalian?" tawar Lyodra.

Keisha menggeleng. "Sini, biar gue aja yang pesenin. Lo lanjutin makan aja."

"Nggak ap--"

"Buruan! Lelet banget sih lo!" teriak Samuel dari arah pintu. Lyodra langsung menahan ketika Keisha sudah berdiri, bermaksud memaki lelaki itu.

"Biarin. Daripada tambah ribet masalahnya. Gue nggak apa-apa. Kalian tunggu disini aja.

***

"KADANG aku ngerasa nggak enak ke mama kamu," kata Tiara. Ia baru saja keluar dari kelas. Jam pelajaran Matematika menguras habis kapasitas otaknya. Makanya, yang ia bahas sekarang random banget.

Nuca, yang berjalan di sampingnya menoleh. Ia menaiikan sebelah alisnya bingung. "Nggak enak gimana?"

"Mama kamu tahunya kita pacaran. Padahal enggak," katanya.

Mereka sedang menuju kantin. Jangan tanya dimana Brisiana yang biasanya bersama dengan Tiara. Gadis itu sudah ngibrit bersama yang lainnya karena tahu pasti Tiara akan dijemput Nuca. Mana mau ia jadi obat nyamuk diantara keduanya. Apalagi, kalau endingnya akan sama seperti kemarin-kemarin. Ogah.

"Biarin aja. Kenapa emangnya? Kamu risih? Kalau iya, biar aku bilang ke mama."

Tiara menghebuskan napas pelan. Hampir tiga tahun bersama, ternyata Nuca masih saja sama. Sulit sekali untuk mengerti dan peka bahwa ia.. tidak mau digantung. Kebanyakan orang mengira bahwa ia dan Nuca adalah sepasang kekasih yang sangat cocok dan bahagia. Padahal, sebenarnya tidak seperti itu.

"Gimana ulangan kamu tadi?" tanya Tiara mengalihkan pembicaraan karena tidak mau terusan larut dalam pembicaraan yang lumayan menguras emosi itu.

"Lancar."

Selesai. Setelah itu tidak ada lagi pembicaraan diantara mereka. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. Jika Tiara sibuk memikirkan hubungan mereka serta perasaannya. Kepala Nuca penuh dengan banyak pertanyaan. Soal alasan Lyodra yang tiba-tiba menghilang, tentang bagaimana keadaan Lyodra sekaeang, soal telfonnya yang dimatikan sepihak oleh gadis itu kemaein, lalu soal.. Tiara yang tiba-tiba aneh. Ini bukan kali pertama, sejak dulu, gadis itu memang sering kode atas kejelasan hubungan mereka. Ia bukannya tidak peka, hanya saja.. belum siap untuk memulai.

Tiara bagi Nuca adalah anugrah. Gadis itu datang di saat ia benar-benar mau melupakan Lyodra dulu. Gadis itu selalu menemani dan berdiri di sampingnya dalam keadaan apapun. Mendukungnya untuk melakukan hal-hal baik yang ia suka. Seringkali kalau ia sedang manggung, Tiara datang menemani. Rela menunggu lama di backstage sendirian. Apapun itu, Tiara selalu ada untuknya.

Bagaimana bisa ia tidak mencintai gadis itu setelah mereka lama bersama? Nuca jelas mencintainya. Hanya saja ia belum siap.

Ia belum siap ditinggal pergi lagi.

Apalagi, Lyodra datang dan membuat hatinya kembali berantakan. Padahal, ia sudah begitu yakin kalau ia mencintai Tiara. Tapi, begitu gadis kecil di masa lalunya itu datang.. sedikit perasaannya kembali terbang. Kembali pada gadis itu.

"Nuc.. Ya Allah. Lyodra!!"

Nuca tersentak dari lamunannya. Ia menoleh dan langsung mengikuti arah pandang Tiara. Ia terbelalak kaget melihat keadaan di depannya. Kantin mendadak ricuh, tapi fokusnya hanya pada seseorang di tengah kerumunan itu.

Lyodra.

***

LYODRA terusan memegangi perutnya yang sakit sejak kemarin. Ia berusaha sekuat tenaga untuk antre membeli bakso. Jangan kalian pikir antrenya lurus ke belakang, bukan. Ini lebih mengerikan. Murid-murid berkerumun, berdesak-desakan sambil menyodorkan mangkok agar dapat duluan. Tidak peduli siapa yang lebih dulu datang, yang jelas, yang lebih cerdik menyelinap ke depan, ia yang dapat duluan.

Panas, pengap, dan pusing. Kipas angin di kantin berasa tidak berfungsi. Andai saja Samuel memesan makanan yang lain, mungkin antrenya tidak akan seekstrim ini. Ia berpegangan pada tembok di dekatnya karena rasa pusing dan sakit di perutnya semakin menjadi. Setelah sepuluh menit lebih menunggu, akhirnya ia kebagian juga.

"Nggak pakai bawang goreng ya, mang," katanya sesuai permintaan Samuel.

Sebenarnya ia ingin pesan dan makan juga agar perutnya terisi, tapi jika maagnya kambuh begini dan sudah terlanjur telat makan, ia jadi tidak nafsu. Bahkan, nasi kuning tadi hanya tersentuh sedikit karena ia memang tidak mau makan. Hanya saja yang mau menolak ia tidak enak sendiri karena temanya sudah berbaik hati membelikannya makan.

"Ini kembaliannya, neng. Selamat makan ya. Semoga pelajarannya lancar sebentar lagi," ucap Mang Bakso sambil mengulurkan mangkok berisi bakso penuh dan uang kembalian pada Lyodra. Lyodra hanya berterimakasih dan tersenyum menanggapi.

Ya. Selain baksonya enak, penjualnya juga ramah dan asik. Setiap menyerahkan pesanan, lelaki payuh baya itu pasti tidak akan lupa menyelipkan ucapan dan do'a-do'a yang akan diaamiini pembelinya. Makanya, anak BHS hobi banget dan rela-relain antre di lapak Mang Bakso daripada yang lain.

Sambil terus berjalan, Lyodra mengedarkan pandangannya ke seantero kantin untuk mencari keberadaan Samuel. Ia sudah akan berbelok ke sudut kantin sebelah kanan ketika seseorang menyorakinya dari arah belakang.

"Heh lelet!! Gue disini!!"

Suara Samuel. Lyodra sergera berbalik. Gerakannya sangat cepat dan tiba-tiba. Membuat seseorang yang berjalan di belakangnya kaget dan memekik keras saat bakso panas yang dipegang Lyodra tadi tumpah mengenai seragamnya.

"Sial*n, anj*r!! Panasss, aduuh, tolong ambilin tissue dong!!" teriaknya membuat salah-satu temannya yang sudah duduk bergegegas mengambil tissue dan menghampirinya. Orang itu langsung mengambil alih tissuenya dan mengelapnya dengan wajah memerah.

"Maaf," kata Lyodra merasa bersalah.

"Lo tuh kalau jalan hati-hati, seenaknya banget sih jadi orang!" bentak gadis bermata hazel yang tadi mengambilkan tissue. Gadis dengan name tag Alda Wiyekedela itu jelas emosi karena ia kecipratan juga.

Jantung Lyodra berdegup cepat saat korban kecerobohannya itu mendongak lalu menatapnya penuh kebencian. Ia masih ingat orang itu. Orang yang mempermalukannya di kantin dulu. Saat ia menghampiri Nuca. "Lo lagi lo lagi, biang masalah emang!" katanya tajam. Gadis itu, Mahalini, mengambil mangkok berisi penuh soto miliknya di meja lalu mengguyurnya ke tubuh Lyodra.

Beberapa murid memekik kaget. Mereka mulai bergerombol mendekat dan membantu Lyodra menjauh dari Mahalini.

Lyodra berteriak antara kaget dan kepanasan. Ia terus mengaduh karena perih sambil menangis. Tangannya merah dan bergetar hebat. Satu masalah belum kelar, sekarang masalah lagi.

"Lo tuh kalau cuma mau nyari masalah, jangan di sekolah. Muka tembok!!" bentaknya.

"Lo kenapa sih? Gue kan nggak sengaja. Gue ngaku salah dan minta maaf tapi balasan lo kayak gini." Lyodra mengusap kasar air matanya. Sebenarnya ia tidak mau menangis, tapi serius, kuah soto yang disiramkan Mahalini itu panas banget. Apalagi, ia cukup malu dihina di depan banyak orang.

"Lo tanya gue kenapa? Gue jijik sama lo! Malu gue sebagai cewek karena ada spesies yang seperti lo!" teriak Mahalini yang kemudian disambut cekikikan teman-temannya.

Pandangan Lyodra mendadak buram. Suara orang-orang terdengar sayup-sayup. Ia dapat merasakan ketika seseorang mendudukkannya di kursi, mencoba menenangkannya dari amukan Mahalini.

"Bawa jauh-jauh tuh anak. Jijik banget gue, bikin sensasi terus!" ucap Mahalini pada orang yang di dekar Lyodra.

"Gue ada seragam di loker, lo ganti baju dulu ya," katanya.

Lyodra menoleh. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya. Tiara, dengan senyuman tulusnya memenuhi matanya. Kepalanya semakin pusing, ia sudah mencengkram lengan Tiara ketika gadis itu membawanya berdiri.

"Kamu bisa gendong Lyodra ke UKS kan, Nuc?" tanya Tiara pada Nuca yang diam saja sejak tadi. Sejak mendapati Lyodra dibully habis-habisan, ia hanya bungkam. Tidak tahu harus bagaimana dan berbuat apa. Ingin sekali ia memeluk gadis itu, menenangkannya, tapi.. meskipun menolak untuk peka, tetap saja ada hati yang harus ia jaga.

Ia sudah akan membantu Tiara untuk memapah Lyodra ketika seseorang menerobos dan mengambil alih Lyodra.

"Biar gue aja."

***

LYODRA menoleh ke arah samping. Ziva dan Keisha berada di sana. Kedua temannya itu duduk lesehan di bawah dengan santainya sambil ngobrol banyak hal. Entah karena jam kosong atau memang guru yang mengajar tidak begitu peduli kehadiran murid, jadi mereka bisa bebas disini.

Tadi, ia memang langsung dibawa ke UKS. Samuel yang menggendongnya. Bukan Nuca. Lelaki itu masih sempat mengumpatinya dengan kata-kata kasar saat perjalanan menuju UKS tapi ia tidak peduli karena rasa sakit mengalahkan semuanya saat itu. Sebenarnya, ia ingin sekali menabok mulut Samuel nggak berisik dan tambah pusing, tapi ia urungkan. Bisa-bisa lelaki itu melepasnya begitu saja dari gendongan.

Sedangkan Nuca, lelaki itu tidak bicara apapun. Ia hanya mengusap kepalanya sebentar sebelum keluar ruangan ketika Tiara membantunya ganti baju. Setelah itu, mereka berdua pergi ketika Ziva dan Keisha datang karena bel masuk berbunyi.

Tidak ada Samuel dimanapun. Jika kalian harap semuanya akan berakhir seperti di novel-novel, Samuel menggendongnya ke UKS lalu menemaninya sampai dirasa mendingan, kalian salah. Karena lelaki itu langsung pergi begitusaja setelah meletakkannya dengan kasar di tempat tidur. Untung saja kasurnya sedikit empuk. Kalau tidak, sudah pasti pinggangnya akan sakit.

Suara pintu terbuka membuat ia menoleh. Ingatannya langsung buyar begitu Nuca masuk sambil menenteng kresek kecil di tangannya.

"Kalian masuk kelas aja. Biar gue yang jagain Lyodra, kayaknya kelas kalian udah ada gurunya tadi," katanya pada Keisha dan Ziva yang saat ini sudah berdiri.

"Eh, nggak apa-apa kak, gue lebih enak disini aja daripada di kelas," ucap Ziva sambil nyengir lebar tanpa dosa.

Keisha mendengus mendengar itu. "Nanti kalau misalnya Kak Nuca ada pelajara, Lyodra ditinggal aja biar istirahata. Biar nanti kita yang jenguk lahi," kata Keisha menengahi. Seakan memberi ruang untuk Nuca dan Lyodra, dengan ekspresi datar Keisha memberi kode untuk Ziva menyetujui.

Nuca bergumam. Ia membiarkan dua orang itu menghampiri Lyodra untuk pamit dan mengatakan pesan-pesan pada Lyodra. Mereka keluar ruangan setelah itu.

Sekarang hanya tinggal mereka berdua.

Nuca mendekat dan duduk di pinggiran tempat tidur. Ia membuka kresek yang dibawanya dan mengeluarkan kotak sterofoam dari sana. Dari bau yang keluar, dapat ditebak itu pasti bubur ayam.

"Sini makan."

Lyodra jelas terharu. Ia bangun dan bersandar pada sisi tempat tidur dibantu Nuca. Dengan hati-hati Nuca menata beberapa bantal untuk dijadikan sandaran.

Jika saja waktu bisa berhenti, ia akan meminta semesta untuk berhenti sebentar saja sekarang. Biar ia lebih jelas dan fokus merekam semuanya dalam ingatan.

"Kenapa Kak Nuca tiba-tiba baik?"

Nuca menaikkan sebelah alisnya. Ia menyodorkan satu sendok bubur ke mulut Lyodra. "Apa selama ini gue udah jahat ke lo?" tanyanya usai Lyodra menanggapi suapannya.

Ah, Lyodra ingin menangis rasanya. Bukan karena pertanyaan Nuca, tapi karena makanan yang dikunyahnya. Bubur yang ia makan itu mengingatkannya pada seseorang.

Dulu, kalau maagnya kambuh, mamanya pasti akan terus menemaninya. Menyuapinya makan bubur, mengompres perutnya, lalu menemaninya nonton film di netflix untuk mengalihkan rasa sakit.

Sekarang, semuanya jelas berbeda. Tiba-tiba saja ia jadi rindu mamanya. Memang benar ya, semuanya terasa lebih mellow dan menyedihkan kalau kita sedang berada di bawah, seperti ketika sakit seperti ini misalnya. Biasanya, ada orangtua yang meraeat tapi sekarang..

"Kok nangis?"

Lyodra menggeleng. Ia menangkup wajahnya dengan kedua tangan. Akhir-akhir ini ia memang jadi cengeng sekali. Sedikit-sedikit mellow dan nangis. Mungkin karena semakin banyak masalah yang menerpanya. Lalu, tidak ada satu pun orang yang bisa menjadi tempat ia mengadu jadi ia dituntut untuk kuat menghadapi semuanya sendiri.

Nuca meletakkan buburnya, ia mendekat dan membawa Lyodra ke pelukan. Tangis gadis itu semakin kencang. Ia mengusap pelan bahunya, seakan menenangkan.

"Kenapa nangis, hm?"

Lyodra menggeleng. Lama sekali ia tidak merasakan pelukan ini. Begitu hangat, begitu mendebarkan. Ia jadi tidak bisa membayangkan hari-harinya setelah ini jika jauh dengan Nuca. Seperti ini saja membuatnya merasa cukup. Lalu, kenapa harus dikurangi lagi dengan ia menjauh dari Nuca?

Ia sudah kehilangan banyak hal. Mamanya, ayahnya jauh, kakaknya sering tidak tersentuh karena sibuk, lalu sekarang, Nuca??

Apa ia bisa?

Lyodra melepas pelukannya lalu menatap Nuca. "Ini pasti kak Tiara yang nyuruh kak Nuca nyamperin aku terus bawa bubur," tebaknya.

Nuca bungkam.

Lyodra benar.

Gadis itu tersenyum. Tanpa Nuca menjawab, ia sudah tahu jawabannya. Ia mengusap pipi Nuca pelan, membuat lelaki itu memejamkan mata.

"Kak Nuca sayang banget ya sama kak Tiara sampai nurut dan ngelakuin apapun yang kak Tiara mau?"

Nuca sedikit menjauh dan menatap Lyodra tidak suka. "Dia nggak seperti itu."

Lyodra tersenyum lagi. Tidak seperti biasanya gadis itu tersenyum selembut ini.

"Mulai besok, aku mau seperti yang kak Nuca ingin. Jadi orang yang nggak suka gangguin kak Nuca lagi dan ngejauh lalu biarin kak Nuca hidup tenang. Jadi, hari ini aku boleh ya peluk Kak Nuca. Anggap aja ini pelukan perpisahan," kata Lyodra dengan nada tenang. Gadis itu mendekat. Menatap lekat mata Nuca lalu kembali memeluknya. Gadis itu memejamkan mata. Membiarkan air matanya jatuh begitu saja. Tidak ada isakan, tanpa suara ia menangis dalam diam.

Suatu saat, jika semuanya kembali membaik. Lyodra mau bersama Nuca selamanya. Lyodra mau lelaki itu tahu bahwa ia..

sangat mencintainya.

***

Kenalin, suami

Abis bangun tidur siang, gerah body guys

Pas nyuruh deketan mau peluk

Q n A

Bebas nanya apapun!!

Aku

Raja Giannuca

Samuel Cipta

Lyodra M Ginting

Tiara Anugrah

Keisha Levronka

Ziva Magnolya

Mirabeth Sonya

Brisiana Annerica

Mahalini Raharja

Alda Wiyekedela/Dela

***

Bonus aku ngambek

Mau marah liat doi sama yang lain, tapi sadar gue bukan siapa-siapa

Continue Reading

You'll Also Like

47.9K 4.9K 48
Best of cerita cinta segitiga.
EXPECT By Fnyxn_

Teen Fiction

2K 215 15
Argi Naufal, kapten tim basket, punya geng namanya MOIRA. Jika ditanya soal patah hati mungkin kebanyakan orang akan bilang bahwa tak mungkin seorang...
VANYA By Rosi

Teen Fiction

3.1K 184 19
Reyhan Adrian Prasetya, nama laki-laki itu. Nama laki-laki yang selalu tersimpan dihati seorang Vanya. Vanya hanya gadis biasa, bukan gadis bak model...
I'm Here By rin

Fanfiction

1.3M 126K 53
[SUDAH DITERBITKAN] Park Seo Yeon dan Jeon Jungkook sudah bersahabat sejak kecil sampai Jungkook berubah menjadi si populer di kampusnya. Diam-diam S...