Retrouvailles

By Yupitawdr

7.5M 677K 137K

Samuel itu banyak lukanya. Papanya selingkuh, mamanya meninggal bunuh diri, pas dewasa malah dijodohin dan di... More

Prolog
Bab 1. Kilas Balik 2015
Bab 2. Kilas Balik 2017
Bab 3. Titik Awal
Bab 4. Penilaian Basket
Bab 5. Cewek Murahan?
Bab 6. Memories Bring Back You
Bab 8. Pluviophile
Bab 9. Please, Kill Me
Bab 10. Sudut Kantin
Bab 11. Tidak Ada Senja Hari Ini
Bab 12. Sepatu Air Jordan dan Latar Rooftop
Bab 13. Tiga Cerita
Bab 14. Gloomy Saturday
Bab 15. Rumpang
Bab 16. Semesta untuk Tiara
Bab 17. Tidak Ada yang Pergi
Bab 18. Baby Breath dan Bunga Matahari
Bab 19. River Flows in You (Talitha dan Violette)
Bab 20. Kemarahan Nuca
Bab 21. Menunda Luka
Bab 22. Kita Sama, Sam.
Bab 23. Mirip Alta?
Bab 24. Tak Sanggup Melupa
Bab 25. Mengapa Kita?
Bab 26. Sementara Dengan Jarak
Bab 27. Satu Hal Tentang Lyodra
Bab 28. Calla Lily Putih
Bab 29. Landing on You
Bab 30. Catastrophe
Bab 31. Bekal Untuk Sam
Bab 32. Janji Yang Ditepati
Bab 33. Ribut Berkualitas
Bab 34. Waktu Berdua
Bab 35. Untuk Saling Meninggalkan
Bab 36. Kekacauan
Bab 37. Sedikit Berbeda
Bab 38. Episode Malam Minggu
Bab 39. Dari Ketinggian 30 Meter
Bab 40. Wahana Terakhir
Bab 41. Panggilan Untuk Lyodra
Bab 42. Pengakuan
Bab 43. Rencana Mama
Bab 44. Mereka Ada di Dunia Nyata
Bab 45. Pamit
Bab 46. Bertemu Kalka
Bab 47. Jangan Sakit Lagi
Bab 48. Ulang Tahun Keisha
Bab 49. Kambuh
Bab 50. Before You Go
Bab 51. Surat Dari Samuel
Bab 52. Beberapa Hal Yang Perlu Diceritakan
Bab 53. Sebuah Kebenaran
Bab 54. Teman Baru untuk Lyodra
Bab 55. Jejak di Langit Setelah Hujan
Bab 56. Waktu Bahagia yang Rumpang
Bab 57. Menghilang dan Menjauh
Bab 58. Terbongkar
Bab 59. Lo Putus Sama Lyodra, Sam?
Bab 60. Tentang Foto dan Video
Bab 61. Untuk Samuel
Bab 62. Sama-Sama Butuh Sayap
Bab 63. Titik Masalah
Bab 64. Ditikung Liam
Bab 65. Lyodra Sama Gue Aja
Bab 66. Pergi
Bab 67. Pertengkaran
Bab 68. Dia yang Pergi
Bab 69. Bulan Desember di Batavia
Bab 70. Mencoba Bertanggungjawab
Bab 71. Perkara Anjing
Bab 72. Titik Balik
Bab 73. Alasan Aurbee
Bab 74. Hujan dan Sebuah Keputusan
Bab 75. Menghabiskan Waktu
Bab 76. Selepas Hujan

Bab 7. Satu Hal di Masa Lalu

82.2K 8.9K 758
By Yupitawdr

Bab 7. Satu Hal di Masa Lalu

Hujan, tolong jangan kurang ajar dengan membawa banyak kenangan. Otak aku mungkin siap, tapi hati aku belum. Barusaja sembuh. Nanti dulu ya turunnya, biar nggak patah lagi.

***

"KAMU pulangnya sama Nuca aja, sekalian nanti nganterin Tiara," kata Nara pada Lyodra.

Lyodra yang mendengarnya jadi urung menyuapkan nasi ke mulut. Ia menoleh dan tersenyum kecil ke arah Nara. "Nggak usah tante. Aku naik grab aja, kalau enggak minta jemput Kak Abe," tolaknya halus. Kalau ia menerima tawaran Nara, Nuca pasti akan keberatan dan tidak suka.

Nara menggeleng. "Di luar hujan deras. Kamu nggak kasian sama kakak kamu jauh-jauh kesini. Apalagi dia pasti cape pulang kuliah masih kerja dan sekarang jemput kamu. Kalau naik grab, ini udah malem. Bahaya. Nggak ada jaminan kamu aman sampai tujuan."

Hampir saja ia lupa, dibalik kelembutannya sebagai seorang ibu, Nara adalah sosok perempuan yang tegas dan tidak bisa dibantah.

Lyodra tidak menjawab lagi. Ia melirik ke arah Nuca. Lelaki itu sangat kentara memperlihatkan raut keberatan. Ia bahkan cepat-cepat menyudahi makannya.

"Arah rumah Tiara dan apartement kak Abe berlawanan, ma. Nanti malah ribet kalau aku masih muter sana sini," protes Nuca.

"Terus Lyodra kamu suruh pulang naik apa? Mobil satunya kan dibawa Richard sama Papa, satunya dibawa kamu. Masa iya mama yang mau anter Lyodra pakai motor?"

"Lyodra bukan anak kecil lagi. Tadi aja dia bisa kesini  dengan selamat. Kenapa pulangnya enggak?" jawab Nuca tidak mau kalah. Bukannya ia membangkang. Hanya saja rute yang harus dilewatinya nanti memang akan jauh dan ribet karena arah tempat yang berlawanan. Apalagi di luar hujan turun sangat deras. Coba saja Lyodra tidak kesini dan ngerepotin, sudah pasti keadaannya tidak seperti ini.

Nara melotot. "Kamu ini dibilangin ngeyel. Yaudah kalau gitu kamu di rumah aja. Biar mama yang anterin Tiara sama Lyodra pulang."

Nuca tidak menanggapi. Ia menjauhkan piringnya kemudian menoleh ke arah Tiara yang sudah selesai juga. "Minum terus ambil tas kamu, siap-siap pulang," perintah Nuca pada Tiara. Melihat sikon yang tidak memungkinkan, Tiara menurut. Ia meminum airnya hingga tandas. Kemudian pamit untuk ambil tasnya yang berada di ruang tamu. Sebelum benar-benar berbelok ke arah ruang tamu, ia masih dapat mendengar ucapan mama Nuca yang masih berlanjut.

"Ambil kunci mobil kamu. Selesai makan biar langsung," kata Nara.

Nuca mengusap wajahnya. Meskipun enggan, akhirnya ia mengalah. "Nuca aja yang nganterin. Mama nggak bisa fokus nyetir kalau hujan."

"Enak aja. Kamu ngeremehin mama?"

Nuca menghembuskan napas lelah. Kan. Jadinya debat. "Bukan gitu, ma. Maksudnya tuh.. ah pokoknya Nuca yang anterin mereka. Udah."

Mendengar perdebatan tersebut, Lyodra jadi tidak enak. Nafsu makannya mendadak menguap. Padahal ia belum makan sejak tadi siang.

Seharusnya ia memang tidak kesini tadi siang. Ia mengira semua keberaniannya terkumpul tapi nyatanya tidak. Menjadi pemberani dan tokoh antagonis tidak semudah yang ia bayangkan. Apalagi ketika berhadapan dengan Nuca langsung seperti sekarang ini.

Jika di awal ia bisa senekat kemarin-kemarin. Semakin kesini, ia sadar bahwa Nuca memang merasa terganggu oleh keberadaannya. Bahkan secara terang-terangan lelaki itu menunjukkan ketidaksukaannya. Dan itu cukup membuatnya sadar bahwa.. Nuca tidak lagi membutuhkannya.

***

JALANAN Jakarta masih saja ketika hujan. Padat lalu lalang kendaraan dan bunyi klakson semakin sering terdengar. Lyodra seperti dapat merasakan hawa dingin di luar padahal jendela mobil tertutup rapat dan AC menyala dengan suhu yang lumayan tinggi. Tampias air hujan membuat kaca berembun. Ia mengguratnya dengan telunjuk. Membentuk pola abstrak. Lalu menghapusnya lagi. Membentuknya lagi. Begitupun seterusnya.

Nyatanya, ada banyak hal yang terlintas ketika hujan begini. Memori lama seolah terobrak-abrik dan muncul ke permukaan. Membuat isi kepala jadi penuh, pengap, dan berdesak-desakan keluar untuk kembali diingat. Kadang, hujan tidak mengerti, kepala tidak mau peduli bahwa hati belum siap menanggung imbasnya.

Lyodra menghentikan guratannya. Ia memejamkan mata, membuat air mata yang menggenang sejak tadi turun. Tiba-tiba saja bayangan sosok perempuan yang sudah lama tidak dilihatnya terlintas di pikiran. Ia sudah mencoba menyingkirkan bayangan itu, tapi satu persatu kilasan balik ketika mereka bersama menyusul kemudian. Saat berbincang di ruang makan, saat berjemur di rooftop rumah, saat perempuan itu memotong poninya, semuanya memaksa untuk diingat. Entah kapan terakhir kali mereka bertemu, yang jelas..

ia rindu mamanya.

Bukan tanpa alasan ia pergi dan pindah ke Medan tiga tahun lalu. Memutus kontak dengan orang-orang terdekatnya disini dan menghilang begitu saja. Semua ada alasannya. Di usinya yang baru menginjak tiga belas tahun, ia sudah dituntut untuk memikirkan banyak hal dan bisa memutuskan untuk memilih. Semuanya terlalu tiba-tiba.Padahal, sebelumnya, hidupnya baik-baik saja. Tapi, satu kesalahan besar di masa lalunya membuat hidupnya berantakan. Makanya, jika saja waktu bisa diulang, ia mau menjadi kurang ajar dan memilih untuk tidak dilahirkan saja.

"Lo mau mampir dulu nggak, Ly? Gue ada adek cowok gan--"

"Nggak usah, dia tunggu disini aja. Lagian aku nggak lama. Cuma nyamperin mama sama papa kamu habis itu pulang. Udah malem soalnya," potong Nuca sebelum Tiara melanjutkan tawarannya.

Lyodra tidak menggubris keduanya. Toh, sejak tadi mereka berbicara tentang banyak hal tanpa melibatkannya. Seoalah-olah ia tidak ada.

Ya, Lyodra memang pulang diantar Nuca. Ia duduk di kursi belakang sedangkan Tiara di samping Nuca. Ia sudah mirip obat nyamuk sejak tadi. Kedua orang di depannya itu asik berbincang soal dunianya sendiri. Kadang membahas politik, lagu yang baru rilis, pelajaran, dan banyak hal lain yang tidak ia mengerti.

Seperti itu saja cukup. Cukup menunjukkan bahwa posisinya memang sudah tidak penting lagi bagi Nuca.

Lyodra mengusap kaca mobil dengan telapak tangannya. Mereka sudah sampai di depan rumah Tiara. Dari dalam sini ia bisa melihat Nuca dan Tiara berjalan berisisian dalam naungan satu payung. Meksipun berat mengakui, tapi benar seperti yang teman-temannya katakan, Nuca dan Tiara itu cocok dan nampak serasi sekali.

Mengalihkan rasa bosannya menunggu Nuca kembali, ia membuka ponselnya dan mulai main game Candy Crush. Banyak detik dan menit yang telah ia lewati. Bahkan, ia sudah membuka sekitar sebelas kuncian level dan Nuca belum kembali. Kalau diperkirakan, sudah hampir setengah jam berlalu.

Kesal dan merasa tidak dihargai. Lyodra menutup gamenya dan memasukkan poselnya ke dalam saku kemeja. Ia menoleh ke jok depan dan mengambil payung yang berada di bawah dashboard. Mengabaikan semua kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi, Lyodra membuka pintu mobil dan membentangkan payungnya.

Ia tidak mau menunggu Nuca lebih lama lagi.

Sialnya, rumah Tiara begitu jauh dari jalan raya utama. Ia sudah berjalan sekitar dua ratus meter lebih, tapi gerbang kompek yang dilewatinya tadi masih belum terlihat.

Sudah hampir jam sembilan tapi mobil Nuca belum juga terlihat melewatinya. Lelaki itu benar-benar keterlaluan. Ia tidak habis pikir bagaimana bisa ia terlupakan begitu saja. Padahal bisa saja Tiara mengingatkan lelaki itu bahwa ada orang lain yang masih menunggunya di dalam mobil sendirian.

Ia memainkan payungnya sambil memperhatikan  layar ponselnya. Ia sedang membuka aplikasi grab tapi ia tidak bisa search karena jaringannya jelek. Lyodra menghela napas sambil terus berjalan. Memutar-mutar payungnya sambil melihat kembali layar ponselnya. Ia menekan tombol back, bermaksud me-restart ponselnya agar signal kembali lebih baik. Tapi, belum sempat mematikan ponsel, sebuah panggilan dari nomor tidak dikenal mengurungkan niatnya. Ia mengerutkan dahinya bingung, ia sudah akan mereject panggilan tersebut tapi ia urungkan niatnya, takutnya penting.

"Halo? Ada yang bisa dibantu?" tanya Lyodra berusaha sesopan mungkin.

"Halo, babe. Sendirian aja nih jalannya. Mau gue anterin nggak?"

Deg.

Lyodra langsung waspada. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar. Jalanan komplek sepi, mungkin karena hujan jadi tidak ada yang keluar. Hanya ada beberapa mobil yang melintas melewatinya. Ya. Tidak ada siapa-siapa lagi kecuali mobil hitam yang terparkir sedikit jauh di belakangnya. Tepat di bawah tiang listrik, membuat lampu jalanan itu menyoroti mobil

"Nggak usah ketakutan gitu dong, gue samperin ya,"  kata orang itu lagi

Kalimat itu berhasil membuat Lyodra panik. "Jangan macem-macem lo, Sam. Gue bisa teriak!"

"Uh nggak takut," ejek seseorang -yang ternyata Samuel- seolah meremehkan.

Lyodra semakin ketakutan. Ia tahu bagaimana nekatnya Samuel. Demi apapun ia menyesal pernah berurusan dengan lelaki satu itu. Melihat lampu mobil mulai menyala, ia semakin kalut. Mau tidak mau, ia harus cepat sampai di jalan raya utama dan minta tolong satpam disana.

Mengabaikan hujan yang tidak menunjukkan tanda-tanda akan reda, Lyodra berlari. Ia membuang payungnya agar leluasa berlari dari kejaran Samuel. Jantungnya berdegup kencang, ia tidak berani menoleh ke belakang. Yang harus ia lakukan sekarang adalah berlari sekencang mungkin. Napasnya mulai ngos-ngosan. Bagaikan sprint di awal, sekarang ia sudah tidak kuat berlari lagi.

Mobil Samuel berhasil menghadang jalannya. Hal itu membuatnya otomatis berhenti. Samuel keluar dengan jaket membungkus tubuhnya.

"Mau lari kemana hm?" tanya Samuel yang sudah berada di depan Lyodra.

"Berhenti gangguin gue brengs*k!! Gue nggak punya masalah apapun sama lo lagi!!"

"Oh ya? Gimana kalau misalnya masih ada masalah antara lo dan gue?"

"Maksud lo apa?!"

"Santai dong jangan ngegas. Harusnya gue yang marah bukan lo," kata Samuel dengan santainya.

"Brengs*k lo emang!! Orangtua lo nggak ngedidik lo ya?! Kasian ba--"

Plak

Lyodra terpental. Ponsel dan rantang yang dipegangnya sampai jatuh. Dengan kurang ajarnya, Samuel malah menendang rantang berisi sop yang dibawakan mama Nuca usai menampar gadis itu.

"Yang brengs*k itu nyokap lo, sial*n!" bentak Samuel dengan napas memburu.

"Berani banget lo ngatain nyokap gue!!" balas Lyodra kesal.

"Kenapa? Nyokap lo itu emang brengs*k, pec*n sial*n!! Gara-gara dia nyokap gue meninggal!!"

Melihat Lyodra tidak lagi berkutik, Samuel menunduk. Ia mencengkram kasar dagu Lyodra. "Nyokap lo itu pelac*r," desisnya kemudian menghempaskan Lyodra begitu saja.

Sedangkan Lyodra masih bungkam. Antara tidak terima dan shock. Ia meraih ponselnya yang sudah mati lalu berdiri. Ia memandang nyalang ke arah Samuel. "Berheti jelek-jelekin nyokap gue. Lo nggak tahu apapun!!"

Samuel berdecih. "Gimana bisa gue nggak tahu kalau nyokap lo melac*urin dirinya ke bokap gue?!" tanya Samuel sambil menyentak. Ia tersenyum sinis. Pandangannya tidak lepas dari Lyodra. "Nyokap lo itu simpenannya bokap gue!" lanjutnya tajam. Plot twist dan membuat Lyodra tercekat. Ia tidak bisa mengatakan apapun lagi.

Tuhan, tolong panggil Lyodra malam ini.

Mau double update nggak?

Bab selanjutnya lebih greget!! Gue nangis sambil ngetik wkwk.

Jangan lupa vote dan komentar ya..

Terimakasih sudah membaca sejauh ini.

Say something bt :

1. Sam

2. Lyo

3. Nuc

4. Tir


(Udah dipeluk, rendahin diri, eh nggak dipeluk balik.)

Tau itu siapa?

Continue Reading

You'll Also Like

2.7M 15.2K 1
Ketika seseorang yang kamu cintai hanya memberi luka
31K 5.3K 9
" Kamu adalah hal sederhana dan sangat berkesan hingga terasa sulit untuk dilupakan sekalipun kamu meminta ku untuk melupakanmu selamanya, Raynal Sak...
4.3K 295 23
Love Story Cast NCT WISH 💚 Oh Sion 🌷 Maeda Riku 🐿 Tokuno Yushi 🐈 Kim Jaehee 🌳 Hirose Ryo 🦭 Fujinaga Sakuya 🥐 Pokoknya ini NCT WISH X OC SILAH...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

4.6M 267K 32
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...