Father For Addo -g.c (Addo Se...

بواسطة frantastickris

139K 14.7K 1.3K

# Book 1 in Addo Chance Series # Addo Grey Chance adalah anak yatim. Dia sudah tidak memiliki ayah sedari k... المزيد

Prolog
Satu: 10 tahun kemudian
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
[A/N] Lil Explanation
Sebelas
Dua Belas
Tiga Belas
Empat Belas
Author Note-DONT IGNORE THIS
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
PS
Sembilan Belas
[A/N - break chapter] "This Is My Letter (-Addo)"
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
[A/N] Soundtrack? OFC!
Dua Puluh Tiga
Dua Puluh Empat
Dua Puluh Lima
Dua Puluh Enam
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga Puluh Dua
Tiga Puluh Tiga
Tiga Puluh Empat
Tiga Puluh Lima
Tiga Puluh Enam
Tiga Puluh Tujuh
Tiga Puluh Delapan
Tiga Puluh Sembilan
Empat Puluh
Empat Puluh Satu
Empat Puluh Dua
Empat Puluh Tiga
Empat Puluh Empat
Empat Puluh Lima
Empat Puluh Enam
Empat Puluh Tujuh
Empat Puluh Delapan
Empat Puluh Sembilan
[A/N] Real Sekuel VS FFA versi lain? VOTE [CLOSED]
Lima Puluh
Lima Puluh Satu
Lima Puluh Dua
Lima Puluh Tiga: FLASHBACK
Lima Puluh Empat
Lima Puluh Lima
Lima Puluh Enam
Lima Puluh Tujuh
Epilog
BONUS CHAPTER : " Backward 1"
BONUS CHAPTER - " Backward Pt. 2"
BACKWARD CHAPTER PT. 3
Hola! ● Father For Addo ↔ Home Sweet Home
Welcome! Home Sweet Home

Dua Puluh Sembilan

1.5K 222 14
بواسطة frantastickris

Author's POV

Pagi.

Aktivitas di rumah keluarga Chance kembali berlangsung seperti biasa. Setelah menyiapkan sarapan, Pat sibuk menyiapkan perlengkapannya untuk bekerja. Sementara Addo menghabiskan sarapannya sendirian di meja makan. Tidak ada perasaan curiga. Tidak ada pertanyaan meskipun semalam anak itu mendapat sebuah mimpi aneh.

Semuanya berjalan seperti biasa. Hanya jam belajar menjemukkan yang akan dia temui nanti di sekolah nanti yang terpikirkan oleh Addo.

Sedangkan pikiran Pat kacau... kacau sekacau-kacaunya. Selain karena kejadian semalam membuatnya menangis, gelisah hingga tidak bisa tidur, dia memang sedang dipusingkan oleh urusan pekerjaannya. Pat meneruskan pekerjaan ayahnya yakni sebagai pemilik sekaligus kepala sekolah Cheyenne Middle School. Ayah Pat sudah meninggal dunia akibat serangan jantung ditempat setelah mendengar berita terburuk yang dialami putrinya.

Pat sempat tinggal bersama ibunya tapi tidak lama. Addo baru berumur setahun saat ia membawanya pindah ke rumah yang mereka tempati sekarang. Sementara ibu Pat menetap di rumah lama mereka, seorang diri.

Ngomong-ngomong soal rumah, diluar rumahnya Greyson mondar-mandir gelisah. Dia bingung bagaimana harus kembali pada Pat. Dia yang kemarin bilang akan tetap pergi darisana, lalu sekarang dia juga yang memutuskan untuk kembali?

Seandainya aku tidak lupa dengan janjiku waktu kelahiran Addo, setidaknya aku akan berpikir dua kali, rutuknya pada diri sendiri.

Greyson menendang kerikil yang ada dihadapannya tapi kakinya justru menembusnya. Dan hal itu membuatnya bertambah kesal.

Perhatiannya lantas teralihkan oleh kedatangan seorang wanita dari ujung jalan. Wanita itu berjalan dengan menyeret sebuah koper dibelakangnya. Penampilannya bahkan sangat lengkap: baju jaket panjang, celana jeans, syal dan sepatu. Awalnya Greyson cuma bengong memandanginya, namun dia langsung gelagapan minggir karena wanita tak dikenal itu lewat di tempatnya berdiri.

Senyum sumringah wanita itu mengembang ketika dia berdiri didepan pintu rumah Pat. Tangannya yang sudah keriput mengetuk daun pintu tiga kali. Greyson memerhatikan dari jalan, agak was-was kalau Pat yang akan membukakan pintu...

Pintu terbuka dan yang keluar adalah Addo.

"Ya Tuhan, kau sudah besar!" seru wanita itu setelah melihat Addo. Greyson masih bertanya-tanya siapa wanita itu dan kenapa dia bisa kenal dengan keluarganya?

Addo berpikir sejenak sebelum raut wajahnya berubah gembira. "Grandma, I miss you!" Kemudian dia berseru ke dalam, "Mama, ada nenek!"

Seruan Addo menjawab semua pertanyaan di kepala Greyson. Orang itu adalah ibu Pat. Greyson mengulas senyum—sekarang dia punya alasan untuk tidak masuk ke rumah. Dia tidak mau mengganggu kebahagiaan yang sedang berlangsung.

Hantu 'remaja' itu memutuskan duduk di trotoar, disaat yang bersamaan orang-orang mulai berhamburan keluar dari rumah dan beraktivitas. Ada yang menggunakan seragam ke kantor, ada juga anak-anak seusia Addo yang pergi ke sekolah. Tidak ada yang akan melihatnya, karena orang-orang itu tidak indigo seperti seorang tetangga bernama Hugo yang rumahnya hanya berselang tiga rumah ke barat. Dan Greyson juga tidak sedang membuang tenaganya untuk memperlihatkan diri, seperti yang selalu dia lakukan didepan Pat.

Matahari belum bersinar terlalu tinggi, satu-satunya alasan kenapa Greyson masih bisa berada diluar ruangan. Tapi berbicara soal matahari mengingatkan Greyson akan liburan musim panas yang telah lewat. Satu hal yang dipikirkannya hanyalah Addonya. Anak itu sudah lima belas tahun. Momen libur musim panas seharusnya bisa menjadi momen yang pas baginya dan Addo untuk meluangkan waktu bersama sebagai ayah dan anak.

Greyson menggeleng dan cepat-cepat menepis pikiran itu. Dia sadar tidak akan pernah bisa melakukannya.

Sesaat kemudian dia membiarkan pikirannya membawa dirinya kembali dengan janjinya lima belas tahun yang lalu, di rumah sakit bersalin, persis sejam setelah buah cintanya lahir. Dia akan menjaga anak itu hingga usianya delapan belas tahun, lalu pergi ke alam dimana seharusnya dia berada.

Bayang-bayang neraka membuat Greyson bergidik. Kesalahan fatal yang dia lakukan semasa hidupnya adalah membuat Addo lahir ke dunia, yang kemudian membuat banyak masalah baru bagi keluarganya, Addo sendiri, namun yang paling utama adalah Pat.

Aku pria yang tidak bertanggung jawab, pikirnya lagi penuh kefrustasian bersamaan dengan setangkai daun yang sudah menguning jatuh dari rantingnya dan mendarat persis didepan kakinya. Namun masalah tersebut sebenarnya tidak terlalu mengusiknya lagi sekarang, sebab ada keinginan lain yang lebih mengganggunya. Itu adalah keinginan paling menyebalkan untuk bisa menjadi seorang ayah yang memang benar ayah. Ayah yang bisa menggendong anaknya, bermain dengan anaknya, atau mengajaknya ke kebun binatang...

"Melamun di trotoar?"

Kepala Greyson langsung tertoleh ke samping, ke arah sumber suara yang menginterupsi lamunannya. Hugo berdiri disamping Greyson, kedua tangan dimasukkan ke dalam kantong jaket yang diresleting penuh. Sekarang Greyson benar-benar percaya dengan apa yang dikatakan lelaki itu semalam. Orang-orang berseliweran disekitar mereka saat ini, dan hampir semuanya menatap Hugo penuh tanda tanya. Tapi pria asal Perancis itu tidak peduli sama sekali. Dia tetap tenang, seolah-olah Greyson bukanlah hantu yang transparan.

"Pagi," sapa Greyson. Tanpa diberi isyarat atau diminta, Hugo mengambil tempat duduk disampingnya.

"Aku tidak menyangka Patricia sekejam itu," katanya, sukses memancing keterkejutan dari Greyson.

"Dia sungguhan memanggil pastur?" Hugo melanjutkan, kali ini dengan satu alis terangkat. Greyson terkekeh. "Tidak. Aku memang belum masuk ke rumah."

"Oh, sungguh? Maaf aku salah kira."

"Tidak apa. Apa yang kau lakukan disini?"

"Hanya mencari udara segar. Kata orang-orang sinar matahari pagi bagus untuk tulang."

Greyson tersenyum. Hanya tersenyum.

"Apalagi yang kau pikirkan, ngomong-ngomong? Pasti ada yang membuatmu ragu sehingga tidak jadi masuk ke dalam rumah, iya kan?" tanya Hugo lagi. Greyson menunggu sebentar sebelum bicara. Seorang wanita lanjut usia berjalan didepan mereka. Hugo tersenyum ramah kepada wanita tersebut, dan mendapat balasan yang sama. Tidak ada perasaan curiga. Untunglah, batin Greyson. Entah kenapa dia prihatin kalau orang-orang sampai menduga lelaki disampingnya ini agak tidak waras karena 'berbicara sendiri'.

"Tidak ada," hantu remaja itu berbohong. "Ibu Pat baru saja datang. Aku tidak ingin mengganggu."

"Ayolah, kenapa kau jadi begitu dungu, Greyson Chance? Dia mertuamu. Kau bagian dari mereka."

Namun dalam benaknya, Greyson menginginkan pertemuan yang wajar. Dia menimbang-nimbang lagi, sebelum menyadari kalau dia baru sekali bertemu dengan ibu Pat. Lalu kalau dia muncul sekarang, hanya Pat yang kemungkinan bisa dengan cepat melihatnya, bukan? Dan mereka masih terjebak dalam masalah yang belum tuntas. Bisa-bisa keadaan justru bertambah rumit.

Greyson menoleh ke Hugo lagi. Tiba-tiba ada ide cemerlang muncul dalam benaknya.

"Hei."

"Ya?"

"Boleh aku minta tolong?"

Hugo memberinya tatapan bingung.

Greyson tidak yakin darimana dia bisa mendapat pemikiran macam ini, tapi dia merasa cukup mantap untuk bertanya, "Boleh aku pinjam tubuhmu?"

***

Bingung, terkejut, senang, tiga perasaan itu bercampur jadi satu ketika Pat melihat kedatangan ibunya. Mereka berpelukan dan sebentar-sebentar ia merasa ingin menangis. Terlepas dari semua masalah, Pat merindukan ibunya, Cheryl Gilbson, dan baru kali ini menyadari seberapa besar dia sesungguhnya merindukannya.

"Astaga, Ibu, kenapa tiba-tiba datang?" tanyanya setelah mereka melepaskan pelukan. "Dan tanpa memberitahuku lebih dulu?"

"Kau sendiri yang kenapa tidak pernah datang berkunjung? Terakhir kali kau dan Addo datang ke rumah itu ketika natal sepuluh tahun yang lalu! Aku masih ingat dengan persis." Cheryl membalas tak kalah sewot. Wanita berusia lima puluh tahun itu kemudian melepaskan jaket, syal dan sepatunya lalu menyimpan ketiganya di gantungan serta lemari sepatu dekat pintu masuk. Tak jauh darisana, Pat melihat ada koper berwarna merah terang. "Nenek mau tinggal disini?" tanya Addo kemudian, persis seperti apa yang ingin Pat tanyakan.

"Ya," jawab Cheryl pendek. "Jika kau tidak keberatan."

"Sungguh? Berapa lama? Dan kenapa Nenek bertanya kalau aku tidak keberatan?"

"Tapi kenapa mendadak?" Pat menyela mereka, terutama karena ia ingin menghindari ibunya menjawab pertanyaan terakhir Addo. Cheryl hanya tersenyum. Entah sudah berapa lama Pat tidak melihatnya tersenyum. "Ah tidak kenapa-napa, aku hanya bosan menjalani hari tua sendirian. Tanpa suami, tanpa anak... tanpa cucu." cara Cheryl melirik Addo membuat perasaan Pat bergejolak tidak enak, namun dia tidak mengatakan apa-apa. Cheryl tersenyum lagi padanya, sebelum berpaling ke putrinya dan melanjutkan, "Kau kan anak tunggal, Pat. Dan Addo juga cucuku satu-satunya. Paling tidak, ibumu ini ingin menghabiskan beberapa hari dengan cucunya sebelum..."

"Oke Bu, aku mengerti maksudmu. Tidak perlu dijelaskan lagi."

"Baguslah kau mengerti."

Pat tidak bisa mengenyahkan perasaan gelisahnya, namun ia menutupinya dengan mengajak Cheryl ke meja makan, memberinya sarapan berupa roti panggang dengan mentega serta segelas teh manis hangat. Waktu berlalu dengan cepat selagi keduanya mengobrol dan Addo akhirnya pamit berangkat ke sekolah. Seringkali Pat akan berangkat dengan Addo, mengingat tujuan mereka sama-sama pergi ke Cheyenne Middle School. Tapi hari ini Pat membiarkannya berangkat sendiri karena ia masih ingin mengobrol dengan ibunya.

Dia tak memungkiri bahwa Cheryl tampak jauh lebih tua dari saat terakhir Pat melihatnya. Dan Cheryl juga benar bahwa saat terakhir itu sudah sepuluh tahun yang lalu. Addo saja sekarang sudah remaja, suaranya yang nyaring sudah berubah berat. Cheryl pun tidak pernah tampak seletih dari yang Pat lihat sekarang, tapi feeling-nya mash bilang bahwa ia letih bukan karena perjalanannya kemari.

"Kau tidak akan mengutukku kan, Bu?" Pat membuka obrolan setelah Addo berangkat. Mereka masih duduk berhadapan di meja makan. "Maksudku, mengutuk karena telah melupakanmu."

"Well, kuharap kau tidak terkejut jika aku memang bilang iya," sahut Cheryl santai lalu menyeruput isi gelasnya. Jawaban itu membuat mata Pat terbelalak dan erangan lolos dari bibirnya. "Yah, aku memang pantas mendapatkannya..."

Tapi Cheryl justru tertawa setelah itu.

"Aku hanya bergurau, astaga Patricia putriku! Mana mungkin aku mengutuk anakku satu-satunya? Bagaimanapun aku menyayangimu lebih dari apapun."

Pat tertawa. "Ibu, ya ampun! Kukira kau sungguh-sungguh!" Cheryl pun ikut terkekeh.

"Tapi," Pat melanjutkan, membuat ibunya kembali menyimak. "Bukannya kau memang seharusnya mengutukku sejak dulu kan?"

"Apa maksudmu?"

Pat sempat bingung sejenak karena bukan dua kata itu yang ia kira akan dikatakan oleh ibunya. Dia hendak menjawab saat seseorang membunyikan bel depan. Ibu dan anak itu serempak menoleh ke arah pintu. "Ada tamu."

"Ya, tunggu sebentar." Pat bangkit dari kursi dan berjalan ke pintu depan. Siapa yang bertamu pagi-pagi begini? Dia membuka pintu dan oh, ternyata Hugo.

"Hei, Hugo. Wah, senang kau berkunjung."

"Hai juga Pat, pagi. Kau tidak keberatan aku datang?"

Entah ini perasaannya saja atau aksen bicaranya seketika berubah menjadi lebih Amerika?

Pat menggeleng. "Tentu saja tidak. Aku senang kau berkunjung. Kebetulan ada ibuku disini jadi ayo masuk! Kita minum beberapa cangkir teh."

Hugo hanya mengangguk lalu dia melepas sepatunya sebelum ikut Pat masuk. []

A/N: "The Daily Greyson", buku baru gue udah di postedddd :D buat yang mau baca bisa stalk my profileee \m/

Btw banyak ya yg minta update Psychopath hmmm tapi Greyson minta korban nih –ada yang mau jadi sukarelawan? wkwk

Vote + Comment on this chapter, yg silent reader nanti gue (maksudnya, Greyson) bunuh di next chap Psychopath.

dih serem amat gue -_- gak kok guys, gue bercanda.

-kiki x

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

153K 456 42
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
109K 16.4K 44
hanya fiksi! baca aja kalo mau
122K 7.8K 23
"Hestama berhak tahu kalau ada bagian dari dia yang hidup di dalam rahim lo, Run." Cinta mereka tidak setara. Pernikahan mereka diambang perceraian...
613K 58.3K 46
Demi menghindari sebuah aib, Gus Afkar terpaksa dinikahkan dengan ustadzah Fiza, perempuan yang lebih dewasa darinya. Gus Afkar tidak menyukai Fiza...