"GES, SKUYLAH KANTIN SKUY!"
Farzan sontak menggeplak kepala Ardi dengan kesal. "Teriaknya gak usah di telinga gue, dong."
"Ya mau gimana lagi, anjir. Lo yang ada di samping gue."
Secara perlahan Farzan menggeser hingga berada di samping Asep yang berada di depan Ardi.
"Sialan," umpat Ardi membuat Ersya tertawa.
"Ish, ngumpat-ngumpat. Dosa goblok."
"Gak usah sok ngomongin dosa kalo orang bilang bokep aja lo langsung minta link."
"Duh, tau aja Ardi Cwayank."
Ardi menyerngit geli saat Farzan tersenyum lebar dengan ekspresi yang sangat menjijikan. "Muka lo, Jan. Cem om-om pedo."
"Emang," celetuk Andra lantas membuat Ardi tertawa.
"Sialan."
"Ish, ngumpat-ngumpat. Dosa tolol."
"Gak usah sok ngomongin dosa kalo isi daftar pencarian YouTube lo tentang bokep Jepang semua."
"Duh, tau aja Qaqa Farjan Tercintahh."
"Si — "
Revan memotong perkataan Farzan dengan menoyor kepala kedua cowok itu. Wajahnya hanya datar dan itu kembali membuat Ersya dan Andra tertawa.
"Bising bego. Tingkah lo berdua gak ada habis-habisnya, heran," sungut Revan masih dengan wajah datarnya.
Ardi cemberut seketika. Matanya melirik buku bersampul putih yang senantiasa Revan bawa. "Halah, tingkah lo tuh yang gak ada habis-habisnya bawa buku ha-mmppphh...!"
Dengan telapak tangan kanan yang masih menutup mulut ember Ardi, Revan melotot sembari mengancam, "Jangan keras-keras, tolol. Gue sleding juga pala lo."
Farzan tertawa puas. "Mampus lo!"
"Eh, BTW, kita gak nanya Dara gitu tentang yang kemarin? Gue penasaran sama tujuannya," tanya Andra menghentikan tawa.
"Iya, sih. Gue juga," sahut Ersya sambil mengelus tengkuknya.
"Menurut gue sih bagus kalo Dara yang jadi ketua kelas," ungkap Asep membuat yang lainnya mengernyit heran.
"Plin-plan, kemarin lo gak setuju kalo Dara jadi ketua kelas. Sekarang malah dipuji," sahut Andra sinis.
Asep mengangkat alis kanannya. "Emangnya kapan gue gak setuju?"
Andra melongo. "Yang kemarin itu-"
"Gue cuman nyampein pendapat, bukan bilang gak setuju kalo Dara jadi ketua kelas," potong Asep cepat dan datar.
Andra cemberut kesal.
"Gue juga," sambut Revan sambil mengangguk pelan. "Tapi gue gak yakin Dara bakal sanggup."
Asep menghela napas pelan. Dirinya juga merasakan hal yang sama.
"Kalo itu, kita pasrahin aja sama Tuhan."
***
Dara tersenyum saat Bu Ema berlalu pergi. Jam istirahat kedua berbunyi dan Gio baru saja menyelesaikan hukumannya. Ternyata Alfa bisa cepat selesai karena ia menyingkirkan sampahnya ke area Gio, sehingga area miliknya bisa bersih dengan cepat. Licik, namun cerdas. Dan sepertinya Gio tak menyadari hal itu. Cowok itu membersihkan bagiannya-yang ternyata dipenuhi banyak sampah-dengan terkadang bersungut-sungut. Tetapi anehnya, Dara tidak mendengar bahwa Gio mengumpati Alfa. Cowok itu memang tidak menyadarinya.
Dara menarik napas panjang lalu mengeluarkannya perlahan dengan perasaan yang sangat lega. Akhirnya masalah ini selesai. Ia pikir, ini akan menjadi rumit karena kedua pihak yang saling membenci. Namun ternyata berbanding terbalik dengan apa yang ia pikirkan.
Dara bergegas menuju kantin. Perutnya yang kosong sedari tadi berbunyi minta diisi. Memang sedari tadi ia hanya mengawasi Alfa dan Gio tanpa ada niat sekalian mengisi perutnya.
Dara memilih memesan mie ayam karena terlalu lapar. Lalu setelah ia mendapatkannya, kakinya kembali melangkah menuju meja yang kosong. Meja yang berada di ujung sebelah kanan itu tampaknya belum ada yang mendudukinya karena tampak bersih tanpa sisa makanan atau minuman.
Dara tersenyum lega menatap mie ayamnya. Tangannya bergerak mengambil kuah mie ayam dengan sendoknya. Lalu diseruput dengan perlahan dan tenang.
"DOR!"
"Uhuk!"
Sepertinya kata 'tenang' tadi harus ditarik kembali.
Dara langsung bergerak-gerak mencari minuman. Dan ia menggerutu pada dirinya sendiri saat lupa memesan minuman. Akhirnya ia hanya bisa terbatuk-batuk menahan sakit di tenggorokan.
"Nih, nih, nih, minum!"
Saat seseorang mengulurkan air mineral padanya, dengan sigap ia mengambil, membuka tutupnya, dan meminumnya hingga setengah. Sekitar mulutnya basah karena ia minum dengan terburu-buru.
"Lo sih ngapain bego pake ngagetin segala?!"
"Lah 'kan suprais."
"Suprais pala lo jajargenjang."
Dara menarik napas sebentar. Berusaha menetralkan detak jantungnya yang berpacu lebih cepat.
Suasana hening sebentar.
"Ra?" panggil Ardi takut-takut.
Secara tiba-tiba Dara berbalik dan memukuli Ardi dengan brutal. Hal itu mengundang perhatian kantin. Ersya sontak bergerak menarik Dara ke belakang.
"Gue hampir mati, tau!" geram Dara dengan wajah yang memerah.
Ardi yang masih shock hanya bisa melongo bingung melihat tingkah Dara yang brutal. Tangannya masih naik menutupi kepalanya yang menjadi sasaran pukulan cewek itu.
Sontak Andra, Farzan, dan Ersya tertawa keras melihat ekspresi ketakutan Ardi. Sangat menghibur dan memeable.
"Galak bener lo, Ra. Kaget gue," celetuk Ardi masih dengan wajah terkejutnya.
Dara yang sudah tenang langsung mendelik pada Ardi lalu duduk di tempat duduknya. Ia kembali menyantap mie ayam miliknya. Satu persatu mulai duduk di dekat cewek itu.
"Er, pesanin kita dong. Kan sekarang giliran lo," titah Andra seenaknya namun langsung dituruti oleh Ersya.
"Tadi belajar apa?" tanya Dara masih sibuk dengan makanannya. Sebenarnya ia sudah tahu, tapi hanya untuk basa-basi saja. Ia benci keheningan.
"Bahasa Inggris dan untungnya Miss Sela gak datang," jawab Farzan senang.
Dara meletakkan sendoknya lalu mendongak menatap teman-temannya. "Jadi tadi kalian gak belajar?"
Semuanya sontak mengangguk.
Dara merotasikan kedua bola mata. "Lain kali kalo ada gue, gak bakal gue biarin."
Semuanya serentak merasakan aura hitam dari Dara. Cewek itu sepertinya sudah mulai berani. Itu berarti ia sudah bisa beradaptasi. Well, berita yang cukup bagus.
"BTW, Alfa sama Dio mana?"
Farzan mengernyit. "Loh bukannya Alfa dihukum, ya?"
Percakapan terhenti sejenak karena Ersya datang mengantarkan makanan masing-masing. Ia sudah cukup hapal dengan apa yang biasanya dipesan oleh teman-temannya itu. Ersya kemudian duduk di samping Asep, tepat di depan Dara.
"Iya, tapi hukumannya udah selesai. Tadi gue disuruh Bu Ema buat ngawasin mereka."
"Nah, pas banget kita lagi ngomongin hal ini. Jadi, Ra, kita penasaran. Kenapa lo mau jadi ketua kelas padahal jelas-jelas awalnya lo ragu dan bahkan gak mau samsek?" tanya Ersya sambil memainkan sendok di nasi gorengnya.
Dara menghela napas pelan. Ia tahu para cowok ini pasti sangat penasaran.
"Gue cuman ... pengen aja."
Alis kanan Revan terangkat. Wajahnya menunjukkan rasa tidak suka. "Pengen aja?"
Dara menghela napas panjang. "Gue mau bantu kalian. Gue tau kepsek sengaja bikin gue di kelas IPS 5, buat bantu kalian. Gue gak mau kalian terpuruk terus, dianggap sebelah mata," ungkapnya. Bibirnya kemudian melengkung membentuk senyum. "Gue juga pengen rasain jadi ketua kelas. Sosok yang bertanggung jawab besar di kelas. Gue cuman ngerasa, kalo bukan gue, siapa lagi? Gue pikir, ini alasan kenapa gue ada di kelas ini. Dan juga,
"gue pengen banget ngerasain hal yang biasanya dirasain anak SMA biasa."