#5 A Drama (END)

By happyfantasi

1.3M 46.4K 2.5K

Adult Story. Be Wise. More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
EXTRA PART

Bagian 12

43.9K 1.7K 116
By happyfantasi

"Byan, hari Jumat, entah siang atau malam aku keluar kota. Ada masalah kepegawaian disana. Kamu pulang sendiri ya?" Ujar Angga saat berangkat ke kantor.

"Berapa lama?"

"Sehari aja, tapi kayaknya aku ga bisa datang di nikahnya Adila."

"Mas pulang jam berapa?"

"Sabtu sore mungkin uda disini. Moga bisa ikut resepsi Adila."

***********

Kamis malam, di rumah Angga.

"Mana lagi yang mau dimasukin, mas?" Tanya Nara saat mengemasi barang Angga.

"Masukin kamu boleh ga?" Angga menggoda Nara yang duduk disampingnya.

"MAS MESUM!"

"Mesum apa, By? Mas mau masukkan kamu di koper. Hayooooo kamu yang mesum kan?!" Angga menggoda Nara.

"Mas nyebelin! Aku mau makan aja!" Ucap Nara, gadis itu melarikan diri karena malu, dan meninggalkan Angga duduk sendiri. Angga membuntuti dari belakang dan tersenyum.

"Mas juga mau makan, By. Minta tolong sekalian ya!" Pinta Angga sambil melingkarkan sebelah lengannya di pinggang Nara.

Dan mereka makan malam bersama. Usai makan malam Angga mengantar Nara ke kosnya.

Jumat pagi mereka masih berangkat ke kantor bersama. Angga keluar kota usai makan siang. Dan Nara pulang ke kos dengan ojek online.

Sabtu pagi Nara menghadiri akad nikah Adila. Usai acara Nara tak langsung pulang, ratu kecil Nesa masih menahannya.

"Ra, nanti berangkat sama kita aja ya! Ntar dijemput sama pak Im. Angga belum pulang kan?" Ucap Isti.

"Belum mbak, katanya kemungkinan nyampek sini jam 6-7 an." Jawab Nara sambil menyuapi Nesa.

Pukul 6 petang, seluruh keluarga Adila sudah berkumpul di gedung resepsi, termasuk Nara.  Dan tepat pukul 7 malam, acara sudah dimulai dengan di awali kirab pengantin atau yang biasa disebut cucuk lampah. Setelah prosesi tersebut, keluarga dipersilahkan duduk di ruang VIP,  dimana ada meja bundar yang di kelilingi oleh kursi.

Tamu telah berdatangan, mereka memberi ucapan kepada mempelai. Nara sedang duduk memangku Nesa, ratu kecil itu seolah tak ingin jauh dari Nara. Setiap beberapa menit, Nara melihat ponselnya. Karena hingga 7.30 Angga belum memperlihatkan batang hidungnya. 

"Tante, aku mau puding." ucap Nesa. 

"OK! Ayo kita ambil." Nara menggandeng Nesa untuk mengambilkan puding. 

"Aku juga mau!" ucap seorang pria yang tiba-tiba berdiri disisi yang lain sebelah Nara lalu mencium pundaknya.

Nara sedikit terkejut lalu tersenyum. Tanpa menoleh pun dia tahu siapa pemilik suara itu.

Angga menggendong Nesa dan menciumnya beberapa kali di pipi Nesa. Sambil berdiri Nara memberi suapan puding ke mulut Nesa.

"Aku juga mau di suapin!"pinta Angga.

"Manja!" 

"Nesa turun ya?" Angga menawarkan, dan Nesa menggelengkan kepalanya.

"Lihat kan?!" tambah Angga.

"Kalian bersekutu?!"

"Aku ga minta apa-apa lho By, aku cuma minta di suapin, susah amat!" ucap Angga dengan berpura-pura agak sewot.

"Iya-iya, aku suapin! Gitu aja ngambek!" ucap Nara memberikan satu suapan ke mulut Angga.

Pria itu menikmati puding dari suapan kekasihnya sambil tersenyum merasa menang.

Mereka duduk bersebelahan, Nesa masih dalam pangkuan Angga

"Kamu ga pengen kayak mereka?" tanya Angga dengan menunjukkan dagunya ke arah Adila dan Feri.

"Kan uda deal, tahun depan, lagian sepupu mas baru ngadain kawinan, kata orang dulu ga boleh tahun yang sama."

"Emang kenapa?"

"Ga tau!" jawab Nara singkat dengan menaikkan dua bahunya.

"Bun, kalo ada sodara nikah taon ini, terus kita nikah juga, ga boleh? Nikah di tahun yang sama ga boleh?!" Tanya Angga menoleh ke arah Bunda.

"Kalo dulu ga boleh, nunggu setahun dari gawe. Soalnya capek masak, siapin ini itu sendiri. Lha kalo sekarang, kamu nikah bulan depan ya ga papa. Pokoknya ada duitnya, kan ada WO. Jadi kita ga capek." jawab Bunda.

"tuh kan boleh...kita 2 bulan lagi ya?"tanya Angga lagi.

"Belum dapat cuti!"

"Kita nikah pagi, siang resepsi. Senin ijin ga masuk,  ngurus bank kek atau apa....Di November ada Selasa hari libur. Gitu aja gimana? Mau ya?"

"Terserah bapak HRD aja lah!" ucap Nara lalu meninggalkan Angga yang masih duduk dengan keluarga yang lain.

Nara duduk di area tamu, dimana kursi di atur berbaris rapi, dia duduk di deret kedua, dia berkumpul bersama Akmal, Aksa, dan Aksa. Tampak deretan depan terlihat beberapa wanita.

"Feri itu teman kantor aku....Ada sodara Dila, yang namanya Angga, yang cakep itu, dulu kita satu kampus. Dia ada kan?" ucap seorang wanita.

"Tadi keliatan, dia datang sendiri. Makin cakep aja. "balas wanita yang lain.

"Dulu waktu Dila tunangan, dia ngajak cewek. Tapi aku liat tadi, waktu dia datang, dia emang sendiri." sahut wanita yang lain lagi.

"Angga biasa seperti itu, sebentar sama ini, besok ada acara lain, ya ngajak cewek lain juga."

"Aku tadi liat sekilas, ada cewek yang di ajak Angga waktu Dila tunangan. Tapi emang ga barengan sich."

"Emang gimana sich ceweknya?"

"Alaaaah...biasa! Ga cantik-cantik amat. Kayaknya masih kecil. " ucap seorang wanita dengan tangan ikut bergerak sebagai bahasa tubuh.

"Pasti ya cuma temen biasa aja."

Nara mendengar semua pembicaraan mereka, dan membuatnya dongkol. 

"Kemana Ra?" tanya Amar ketika Nara berdiri.

"Panas ya?!" goda Aksa dengan senyuman mengejek.

"Pengen mandi air es." jawab Nara asal, 3 cowok jomblo itu tertawa dan ikut berdiri membuntuti Nara.

"Dia kenapa?" tanya Angga kepada Akmal yang duduk tak jauh darinya, pria itu melihat wajah cemberut Nara.

"Biasa anak labil, hatinya gampang panas." jawab Akmal.

Akhirnya mereka menceritakan tentang percakapan para wanita itu yang didengar oleh Nara. Angga merespon hanya dengan senyuman, lalu dia berdiri dan meninggalkan meja yang berisi saudaranya.

Nara kembali duduk di dekat Bunda dan memangku Nesa.

Nesa memainkan jepit yang menghiasi rambut Nara, melepas jepitnya lalu memasangnya lagi.

"Nes, ntar rambut Tante Nara berantakan." ucap Isti selaku ibunya, namun Nesa seolah tak peduli dengan ucapan ibunya.

"Biarin mbak, supaya diem. Dari pada liat Nesa lari-lari, capek liatnya." balas Nara yang rambutnya sudah tidak rapi lagi.

"Mas Angga kemana ya?" tanya Nara.

"Tadi ditinggal, sekarang nyariin kan?!" canda Lisa.

"Abis ngomongnya ngawur terus kak."

"Emang dia bilang apa?" celetuk Linda.

"Minta nikah 2 bulan lagi. Gila kan?!" jawab Nara.

"Kalo kamu mau ya ga papa Ra. Kita pasti bantu kok!" ujar Amira.

Tak lama mereka mendengar suara yang dikenal Nara menyanyikan lagu 'Akhirnya ku menemukanmu by Naff'.

Para wanita yang melingkari meja itu sontak berdiri dan mata mereka menuju ke area dibawah panggung pelaminan. Dan terlihat Angga berdiri sambil bernyanyi. Nara memperhatikan dari tempat dia berdiri, tak lama mata mereka bertabrakan dan saling melempar senyum.

Saat Interlude, suara musik terdengar lebih lirih.

"Wow!" ucap Angga dan terdengar dia menghembuskan nafas dengan kasar.

"dia ngapain?!" tanya Amira.

"lupa lirik kayaknya." bisik Isti.

"Byanara Pramesti........" suara  Angga terdengar jelas melalui mikrophone memanggil nama lengkap Nara. Angga menatap hangat wajah Nara dengan mimik terkejut.

"Bertemu denganmu adalah hal yang terindah sepanjang hidupku.

Saat bersamamu membuat hidupku lebih berwarna dan sempurna.

Hari-hariku terasa hampa tanpa kehadiranmu.

Aku bisa berkata seperti itu, karena aku pernah mengalaminya.

Bertemu denganmu LA-GI adalah suatu anugrah, dan aku ingin melewati sisa hidupku bersamamu.

Kata cinta tidak akan pernah cukup untuk membuktikan seberapa besar keinginanku untuk menikahimu.

Dan kali ini aku tidak ingin kehilanganmu lagi. 

Byanara, maukah kamu menikah denganku 2 bulan lagi? tepatnya di bulan November?" Angga mengakhiri kalimat. Wajah Angga cukup tegang, matanya tak lepas menatap gadis itu. Tamoak Angga menghela napas.

Tepuk tangan menggema, gedung terdengar lebih riuh dari sebelumnya.

Nara terkejut tak percaya Angga melamarnya didepan banyak orang.

Sekejap anggota keluarga melihat Nara yang masih terbengong.

"nyalinya cukup gede, aku aja ga berani" celetuk Aji lirih.

"jangan di tolak Ra, kasian!"bisik Lisa

"jangan permalukan sodara kita ya Ra" suara Aline.

"Ra, itu ponakanku yang paling ganteng" Bunda ikut bersuara, membuat yang ada dimeja sedikit tersenyum yang semula tegang.

Suasana cukup hening, hanya terdengar bisikan dan alunan musik yang lirih.

MC  menghampiri Nara.

"Jangan lama-lama mbak jawabannya, digantung itu ga enak lho!" bisik MC itu saat menggandeng Nara mengajak ke tempat Angga berdiri. Dibalik wajah tegangnya, Angga berusaha tersenyum melihat Nara berjalan sambil menunduk malu.

Gadis itu masih belum percaya momen ini. Mereka menjadi pusat perhatian tamu yang ada di gedung. 

"Gimana?" tanya Angga , Nara melihat wajah Angga yang sedikit kaku, lalu dia menunduk lagi. Nara memainkan jarinya menutupi rasa gugup. Gadis itu menarik nafas dalam-dalam, dan menghembuskan kasar.

"Mas ga bercanda kan?" Nara memberanikan menatap Angga.

"Serius Byan.... jadi gimana?"

"Aku ga ..." Nara menggantungkan kalimat sedangkan Angga menaikkan kedua alisnya menunggu jawaban.

"Aku ga sabar bersanding denganmu." ucap Nara menatap hangat wajah Angga dan menahan senyum.

"jadi kamu mau kan kita nikah 2 bulan lagi?" Angga meyakinkan lagi, seakan tak percaya ucapan Nara.

"Iya, mau mas!" Nara menjawab lirih. Tepuk tangan dan sorak sorai kembali terdengar.

Angga langsung memeluk tubuh Nara. Tapi Nara malah memukul pundak Angga dan berusaha lepas dari pelukan kekasihnya. 

"Mas maluuuuuu." rengek Nara. Dan Angga mengurai pelukan, dia menyempatkan mencuri satu kecupan di bibir Nara. Dan lagi-lagi dia menerima pukulan. Tingkah laku mereka cukup menghibur dan menimbulkan tawa.

Dengat tetap tersenyum Nara melirik ke arah wanita yang membicarakan dirinya tadi. Mereka berkumpul, berbisik dan menatap sinis ke arah Nara.

Sambil memeluk pinggang Nara, Angga melanjutkan bernyanyi, menuntaskan lagu yang sempat terhenti , gadis itu hanya menunduk dan sesekali melihat Angga. Usai menyelesaikan lagu, Angga mencium pelipis Nara.

"Yeay! welcome my sistah" Aline memberi pelukan saat Nara dan Angga kembali ke meja mereka yang berisi seluruh saudara Angga.

Seluruh sepupu wania memberi pelukan kepada Nara, sedangkan para lelaki memberikan selamat kepada Angga.

"Mas, laper.." bisik Nara tak lama mereka duduk.

"Yuk! Mas juga laper." Angga mengulurkan tangannya dan disambut Nara.

"Baju nya sapa yang pilih?" Bisik Angga yang berdiri di belakang Nara. Nara memakai dress v-neck dengan belahan dada yang cukup rendah, hingga payudara yang padat terlihat sedikit menyembul.

"Aline"

"I knew it." Angga melepaskan jas nya dan memakaikan ke tubuh Nara.

"Kenapa?"

"payudaramu bukan milik umum!" sahut Angga.

"terus milik sapa?!" Nara menggoda kekasihnya.

"Jangan coba-coba godain mas!" bisik Angga dan mencium belakang kepala Nara.

Gadis itu tertawa mengikik.

Sekitar pukul 9 lebih, mereka meninggalkan gedung resepsi.

Seperti biasa Angga mengantar Nara ke kos.

"Mas beneran lamar Nara?" tanya Nara masih tak percaya.

"Kita beneran nikah di November kan By?" Angga bertanya balik sambil mengemudi.

"God! Can't believe it!" Ucap Nara.

"Married on November. November, Byan!"

"2 bulan lagi, mas!" ucap Nara seakan belum percaya.

"ya, dan kita harus prepare mulai sekarang." ucap Angga dengan senyuman yang mempesona.

Mereka kini berada di kamar kos Nara.

"Uda bilang mas Dito?" tanya Nara

"uda, awalnya dia terkejut, tapi malah mendukung, kalo bisa malah lebih cepat." jawab Angga dengan merebahkan tubuhnya di ranjang Nara. Mereka terbaring bersebelahan.

"Mas, Nara tanya boleh? tapi jangan marah ya..." tanya Nara sedikit menoleh ke arah Angga.

"Hm" balas Angga yang memejamkan matanya.

"Mas Angga ga ada sedikit rasa apapun dengan kak Lisa? Soalnya_"

"Ga ada!" potong Angga tegas.

"Akmal cerita di Villa mas godain kak Lisa"

Angga memiringkan badannya dan melihat wajah kekasihnya.

"Aku hanya menjahili saja. Tidak mungkin aku mengganggu kebahagiaan Arya adikku. Arya sembuh karena Lisa, dan aku sangat berterima kasih ke Lisa. Mulai sekarang, Byanara Pramesti yang menjadi prioritas Angga Laksono." ucap Angga lalu mencium pipi Nara.

"Terima kasih" balas Nara bangkit dari rebahannya.

"kamu resign kapan?" tanya Angga.

"jangan resign donk mas, uda enak di situ. uda akrab."

"kalo ga mau resign, kita ga boleh publish hubungan kita, By. Dan entar kalo resepsi, kita juga ga boleh undang orang kantor."

"Ya ga papa. Pokoknya Nara ga mau resign!"

"Ok, terserah istriku aja"

"CALON ISTRI!" Nara mengoreksi.

"Iya-iya." Angga bangkit dari rebahannya, dan mendekatkan wajahnya ke wajah Nara, menatap hangat.

"Mas punya kesempatan selama 2 bulan untuk meyakinkan diri. kalo_" 

"Jangan pernah punya pikiran macam-macam! Kamu jadi istriku 2 bulan lagi." ucap Angga, pria itu mengecup bibir Nara sekilas lalu berdiri dan berpamitan.

Setelah menerima lamaran Angga, hari-hari Nara disibukkan dengan persiapan pernikahannya.

Dan kali ini mereka berkumpul di rumah Bunda, bersilahturahmi dan tentunya juga membahas pernikahan mereka.

"Uda sejauh mana persiapannya?" tanya Bunda.

"Gedung uda, Bun. Baju belum ada yang sreg." jawab Nara yang duduk di sebelah Angga.

"Kak Angga, kapan kita cari seragam?" tanya Amira dengan antusias.

"Nanti." sahut Isti.

Setelah berbincang panjang lebar, Nara berpamitan.

"Mas, aku sama yang lain mau beli seragam dulu. Sekalian liat baju pengantinnya."

Angga mengeluarkan dompetnya dan memberikan sebuah kartu ke Nara.

"Bayar pakai ini! Baju pengantinnya jangan yang aneh-aneh!" Angga berpesan dan tak lupa mencium pelipis Nara.

"Aneh gimana?" tanya Nara.

"Pokoknya jangan Aline yang pilih!" Angga mengingatkan.

"Emang kenapa kalo aku yang pilih?!" Tanya Aline mendengar namanya dikaitkan.

"Begitu liat Nara ga jadi resepsi! Langsung buat anak!" celetuk Abimana.

"Kamunya aja yang terlalu bernafsu, kak!" balas Aline sambil melangkah keluar rumah menyusul yang lain.

******************

Seminggu sebelum pernikahan, Dito meminta Nara untuk tinggal di rumahnya. Adat pingitan masih di anut oleh keluarga Nara. Dan sejak di rumah Dito, Angga tidak boleh menemui Nara. Miske rela mengantar dan menjemput Nara ke kantor. 

Nara, Dito dan Miske sedang duduk di sofa ruang keluarga. Dito diapit oleh kedua wanita kesayangannya.

"Mas, Nara kangen sama mas Angga." Nara merengek menempelkan kepalanya di lengan atas Dito.

"Ra, cuma tinggal 3 hari. Kamu fokus ama kerjaan kamu. Kalo kangen bisa kirim pesan." balas Dito.

"Ga enak."

"Kamu jadi cewek agresif banget ya, Ra. Jual mahal dikit donk." Ucap Dito.

"Kalo jual mahal Nara ga bakal laku, ini aja uda obral baru satu yang mau, Duda Tua pula!"

"Jadi kamu terpaksa nikah ama Angga yang Duda Tua?"

"Ya ga lah mas! Nara cinta ama dia, sejak Nara bermain drama menemani dia, Nara uda suka." Nara mencubit-cubit kecil lengan Dito secara acak. Dito mengelengkan kepala merasakan kemanjaan Nara.

"Ra, kalo uda nikah ga boleh manja. Mas ga mau dengar kalian bertengkar. Kalo ada masalah, diselesaikan di rumah, sebisa mungkin harus dipertahankan ikatan suci kalian. Jangan curhat ke sembarang orang. Jangan jelek-jelekkan suami." Dito memberikan wejangan.

"Mas Dito harusnya kasih pesan dia juga, dia jangan jelek-jelekkan Nara, sebelum dijelekkan Nara uda jelek."

Dito tertawa mendengar ucapan Nara.

"Mungkin itu yang Angga suka dari kamu. Kamu itu ...ya gitu..." Dito tidak bisa mendeskripsikan sifat Nara.

"Ra, kok kamu ga ngundang semua teman kamu?" tanya Miske.

"Enggak, cuma yang dekat aja. Sebenarnya pengen ngundang semua, Nara mau pamer suami ganteng, tampan. Tapi Nara takut, ntar muncul bibit pelakor. Kak Miske tau kondisi Nara ga cantik."

"Tapi kamu charming, sayang." sahut Dito.

"Nara, kamu manis.  Angga memilih kamu karena dia yakin kamu bisa membuat dia bahagia. Beberapa kali ketemu kalian, saat aku liat Angga menatap kamu itu beda, ada binar di matanya. Jangan merendahkan dirimu sendiri!" ucap Miske dengan kelembutan.

Esok harinya, seperti biasa Miske mengantar Nara ke kantor sambil mengajak anaknya melihat sekeliling kota.

Sekitar pukul 14.00 Nara menerima telepon dari pihak CS.

CS : Ra, katanya kemarin ada orang regional nitip surat ke kamu, tapi ga kamu kasih.

Nara : surat regional tujuan ke sapa? tanggal berapa?

CS : Kemarin, tujuan ke CS, tentang keluhan nasabah beberapa bulan terakhir.

Nara : kemarin ga ada kurir regional ke sini kak...

CS : Kamu temui dech orangnya...jelasin, soalnya dia ngeyel, yang terima kamu.

Nara : Dimana?

CS : Ruang meeting kecil

Nara : Ok...

Nara mempersiapkan seluruh tanda bukti surat masuk dan surat keluar.  Baru kali ini ada keluhan tentang pekerjaannya.

Tak lama, telepon Nara berdering lagi dari line CS

Nara : iya kak

CS : Ra, buruan! Ngamuk orangnya...

Nara : ini lagi siapin bukti kak

CS : Buruan!

Nara : iya kak

'Ya ampun, sabar napa! kalo ngomong harus ada bukti semua.' batin Nara dengan jengkel sambil menumpuk beberapa kertas. Nara melambaikan tangan ke arah security pertanda butuh pertolongan.

"Pak, saya nitip meja. Mau ke dalam." ucap Nara dengan sopan. Gadis itu langsung melangkah tanpa mendengar jawaban.

Nara mengetuk pintu, dan tidak ada sahutan. Dia memberanikan diri untuk membuka pintu ruangan itu

Dilihatnya Angga bersedekap tangan, berdiri sambil bersandar pinggir meja menghadap pintu. Pria itu mengumbar senyum menatap ke arahnya.

"Mas Angga?! Mas ngapain ke sini?" tanya Nara masih berdiri beberapa langkah

"Kamu ngapain ke sini?" tanya Angga balik tanpa menjawab pertanyaan Nara.

Nara pun menceritakan kronologisnya sambil tetap berdiri.

Angga hanya mengangguk sambil melihat Nara bercerita.

"Emang ga ada." ucap Angga enteng dengan melangkahkan kakinya menuju ke arah pintu, dia menguncinya. Dia berjalan lagi ke tempat semula.

"Maksud mas?" tanya Nara heran menatap Angga.

"Memang surat itu ga ada, Byan." sahut Angga 

"Jadi?" 

"Aku hanya mengarang supaya kamu ke ruangan ini, aku kangen." Angga menarik berkas yang ada didekapan Nara dan melempar asal di meja. Dia menarik pergelangan tangan Nara.

"Jadi mas ngerjain aku?" tanya Nara sedikit tidak percaya melihat Angga yang ada di depannya.

"Kalo ga gitu, kamu ga kesini kan?" ucap Angga sambil memainkan jemari Nara.

"Ya ampun Mas! Aku dari tadi deg-degan, takut ngilangin dokumen, ternyata......." Nara menggelengkan kepala.

Angga menarik tubuh Nara dan melingkarkan lengannya di pinggang kekasihnya, dia merebahkan kepalanya di dada Nara. Gadis itu mencium kening Angga.

"Kita beberapa hari ga ketemu, kamu ga kangen?" Angga mengeratkan pelukannya.

"Ya kangen." jawab Nara.

"Kok ga ada usaha temui aku?" Angga merenggangkan pelukannya dan menatap wajah Nara dengan hangat.

"Aku di antar jemput kak Miske, ketemunya gimana?" Nara mengecup hidung Angga sekilas, lalu menghapus jejak lipstick yang tertinggal di hidung Angga.

"Kamu ijin donk ke regional ...."

"Ya ga bakal percaya, aku ga ada urusan dengan orang regional. Mas ke sini jam berapa? kok ga liat datangnya!"

"Abis makan siang, aku datang, kamu ga ada di meja. Aku tadi ke HRD dulu, ada urusan." Angga melepaskan pelukannya dan berdiri.

"Jadi sekarang uda selesai?" tanya Nara, ada rasa kecewa di hatinya.

"Sudah." jawab Angga dan mencium kening Nara.

"Mas balik sekarang?" tanya Nara dengan nada memelas. Nara menatap wajah Angga dengan sedikit mendongak.

"Kenapa?" tanya Angga tanpa menjawab pertanyaan Nara.

"Urusan yang lain di sini uda kelar semua?" tanya Nara memperlihatkan wajah melasnya.

"Yang hubungan sama aku, cuma HRD aja, sayang. Dan uda selesai sejam yang lalu."

'katanya kangen, kok cuma gitu aja?' batin Nara kesal dengan mematung dan cemberut. 

Angga merapikan meja yang tadi dibuatnya meeting sesaat dengan HRD. 

Gadis itu hanya mengawasi gerak gerik kekasihnya.

Angga berjalan menuju pintu, dan "ADUH!" pekik Angga sambil mengusap tengkuknya.

'Untung sayang...' batin Angga.

Ternyata Nara melempar pulpen yang selalu menggantung dilehernya dan mengenai tengkuk Angga.

Gadis itu menatap wajah Angga dengan cemberut, Angga tersenyum dan menghampiri kekasihnya.

"Kenapa?" tanya Angga melihat Nara yang terlihat kesal.

Gadis itu tak menjawab.

"BYAN!" Angga memekik saat tangan Nara meremas rambutnya. 

Nara meluapkan kekesalannya dengan menjambak rambut Angga, dan menggoyangkan kepalanya.

Pria itu hanya meringis dan berusaha menghentikan dengan menggenggam paksa tangan kekasihnya yang sudah mengacak-acak rambutnya.

"Mas ga pengertian banget sich! Ga peka!" ucap Nara sambil menghentikan kebrutalannya dan melepaskan remasannya, wajahnya masih cemberut.

Angga menghela nafas, merapikan rambutnya asal dengan tangannya.

'Astaga, dia bar-bar sekali!' batin Angga lagi.

Lalu dia menangkup kedua pipi Nara, menatap hangat wajah gadis yang tak jauh dari wajahnya.

"Sayang, mas juga kangen. Sejak kita dekat. setiap hari mas memelukmu dan mencium keningmu. Dan beberapa hari ini mas ga merasakan itu semua, lalu liat kamu sekarang, itu rasanya......(Angga menggelengkan kepalanya, 'ingin menelanjangimu' batin Angga. )

(Angga mengusap lembut bibir Nara dengan jempolnya) Beberapa kali mas menikmati bibir ini, mas sangat tersiksa saat hanya bisa melihat dan membayangkan.

(Bola mata Angga turun ke arah dada Nara) Apalagi dada kamu yang selalu menggoda, beberapa kali mas hampir kehilangan kontrol ingin meremasnya, walaupun mas belum liat, tapi mas pernah menyentuhnya.(Nara menahan senyum malu)

(Angga menatap bola mata Nara) Seandainya kamu tahu seberapa besar mas menahan semua ini.

Percayalah! Mas ingin sekali menerkammu, menindihmu, menikmati tiap inci tubuhmu dan entah apa lagi.

Kita simpan ini semua untuk 2 hari lagi ya?!

Kamu makan yang banyak, siapkan tenaga buat mas, dan mas suka keliaranmu yang tadi. 

Kita tuntaskan setelah halal.

Tuh kan, celana mas uda sempit!" Angga melihat ke arah miliknya, dan Nara pun mengikuti arah pandang kekasihnya.

"Mas Angga ih!" ucap Nara tersenyum malu, Angga ikut tersenyum.

"Uda ya....kamu fokus kerja, mas ke toilet dulu, terus balik." Angga memberi kecupan ringan beberapa kali di bibir kekasihnya.

Lalu pria itu meninggalkan dirinya yang masih berdiri.

Nara merasa tenang mendengar penuturan Angga, yang ternyata pria itu juga menyimpan rindu dan merasa tersiksa.

Gadis itu kembali ke mejanya, dia menunggu Angga melewatinya, walaupun Nara hanya melihat bagian belakang tubuhnya saja.

Setelah beberap menit Angga berjalan melewatinya tanpa sapa, pria itu hanya melihat dengan tatapan mesra dan tersenyum. Nara pun melihat dan membalas dengan senyuman. Gadis itu terus menatap tubuh belakang Angga hingga menghilang dari pandangannya.

********************

Sabtu Pagi.

Hari ini adalah hari bersejarah untuk Nara dan Angga.

Ijab Qobul dilakukan di rumah Dito.

"Kak, dia uda datang?" tanya Nara ke Miske yang sedang berbadan dua.

"Ga tau! Kan dari tadi kakak disini, jagain kamu. Tenang aja, dia pasti datang." Miske menenangkan Nara yang gelisah. 

Ijab Qobul seharusnya di gelar pukul 08.00, tapi hingga 07.50 rombongan Angga belum tampak, pihak KUA sudah hadir.

Tak lama, terdengar ketukan dan pintu kamar terbuka.

Bunda dan Linda memasuki kamar, Nara dan Miske menoleh lalu tersenyum dengan raut wajah lega.

Dari kamar Nara terdengar proses ijab qobul, Nara terus menunduk dan berdoa supaya berjalan lancar.

Samar terdengar Angga mengucapkan ijab dengan satu tarikan nafas, disusul dengan kata 'sah'. Isti dan Amira membuka kamar Nara, dan meminta Nara keluar.

Dengan gugup Nara berjalan keluar dengan menggandeng Miske.

"Ngapain gugup? kan uda sah!" bisik Miske saat merasakan tangan Nara yang dingin.

"Ga tau kak, kok masih deg degan!"

"Gugup ketemu suami ya?" Miske menggoda lagi.

Nara tak membalas, dia hanya meremas tangan Miske dan menahan senyum. Nara berjalan dan sesekali menunduk, dia mengampiri Dito selaku orang terdekatnya. Nara mencium punggung tangan Dito lalu memeluknya.

"Doain Nara ya mas, Nara minta maaf kalo sering buat mas kecewa dan marah. Nara tetap sayang mas Dito." 

"Kamu sekarang milik Angga. Mas tetap sayang Nara. Nara sayangnya mas. Nara manisnya mas. Nara gadis kecilnya mas." tak terasa Dito menitikkan air mata, begitu juga dengan Nara. Dito mengusap kasar lelehan airmatanya.

Dito melepaskan pelukannya dan melihat wajah Nara, dia menghapus lembut jejak airmata Nara.

Beberapa orang ikut menangis haru melihat Dito dan Nara.

Dito menuntun Nara ke arah dimana Angga berdiri. Dito meraih tangan kanan Angga, dan menumpukkan dengan tangan kanan Nara. 

"Dia milikmu, jadikan dia satu-satunya ratu dalam istanamu. Kalo kamu menyakitinya, aku tidak peduli dengan urusan hukum." Dito memberikan pesan dengan menatap Angga, lalu dia melepaskan tangannya dan melangkah mundur.

Nara mencium punggung tangan Angga, dan tak lama Angga juga mencium punggung tangan Nara. Tanpa melepaskan genggaman, pria itu mencium kening istrinya. Mereka saling menatap hangat, dan saling memuja. Angga mengarahkan tangan kanan Nara ke sebelah pipi Angga, tangan Nara yang masih dingin menangkup pipi suaminya dan pria itu mencium telapak tangan Nara.

"Terima kasih istriku" ucap Angga lirih, Nara tersenyum mendapat panggilan baru untuknya.

Usai ijab qobul, mereka persiapan perayaan resepsi. Selama resepsi Angga tak bosan menatap Nara.

"Kenapa sich mas? ada yang salah." ucap Nara menoleh sekilas lalu menatap kedepan. 

"Bukan! Aku masih belum percaya kamu disampingku. Dan kita uda suami-istri." Angga mencium pelipis Nara.

"Mas! Jangan dicium! Ntar luntur! Nara cantik gini cuma sehari! Mahal pula!" Ucap Nara lalu memukul paha Angga. Pria itu menghentikan pukulan istrinya dengan menggenggam tangan Nara.

"Ga usah cantik-cantik. Kamu gini aja dapetinnya susah amat."

Nara menunduk, tertawa sambil menutup mulutnya.










































Continue Reading

You'll Also Like

718K 96.4K 35
Sebagai putra sulung, Harun diberi warisan politik yang membingungkan. Alih-alih bahagia, ia justru menderita sakit kepala tiada habisnya. Partai ya...
3.1M 173K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...
943K 46.4K 47
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
2.3M 253K 45
Bertunangan karena hutang nyawa. Athena terjerat perjanjian dengan keluarga pesohor sebab kesalahan sang Ibu. Han Jean Atmaja, lelaki minim ekspresi...