About Dimas

By textrash

40.9K 4.4K 296

[C o m p l e t e] "Halo nama gue, Dimas. Gue divonis menderita ataxia di parkiran kampus sekitar enam bulan l... More

BAB 1 :. Dimas
BAB 2 :. Kadal
BAB 3 :. Aneh
BAB 4 :. Hujan
BAB 5 :. Jodoh Katanya
BAB 6 :. Akting
BAB 7 :. Pacar
BAB 8 :. Ataxia
BAB 9 :. Tersesat
BAB 10 :. Salsha
BAB 11 :. Keluarga Cemara
BAB 12 :. Pacar Baru Salsha
BAB 13 :. Kiss
BAB 14 :. Menyusahkan
BAB 15 :. Ketika Dimas Mabuk
BAB 16 :. Bimbang
BAB 17 :. Terima
BAB 18 :. Ketika Dimas Marah
BAB 19 :. Keinginan Dimas
BAB 20 :. Makrab
BAB 21 :. Hati Dimas
BAB 22 :. Teman
BAB 23 :. Ada Apa?
BAB 24 :. Awal Semuanya
BAB 25 :. Masa Lalu
BAB 27 :. Kiss Me
BAB 28 :. Murahan
BAB 29 :. Keluarga Dimas
BAB 30 :. Mama
BAB 31 :. Ditinggalkan
BAB 32 :. Ikut Campur
BAB 33 :. Faros
BAB 34 :. Perasaan Asing
BAB 35 :. Sebuah Perjanjian
BAB 36 :. Kenapa Nggak Jadian, Sih?
BAB 37 :. Alasan Sebenarnya
BAB 38 :. Gue sayang sama, lo.
BAB 39 :. Ini Bukan Mimpi
BAB 40 :. Terlalu Manis
BAB 41 :. Bioskop
Bab 42 :. Masalah Alana
BAB 43 :. Ribet
BAB 44 :. Gue-Lo, Aku-Kamu
BAB 45 :. Berpisah atau Bertahan
BAB 46 :. Berakhir
BAB 47 :. About Dimas
Extra Chapter 01

BAB 26 :. Menangis

646 82 5
By textrash

Gia tengah berada di apartemen Dimas bersama Juna dan Marissa, empat orang itu tangah menggarap laporan praktikum yang ditugaskan oleh salah satu dosen mereka. "Gue bingung, ah," kata Juna lalu merebahkan badannya di atas karpet.

"Kalau Net B/C lebih dari satu?" tanya Dimas sambil menatap Marissa dan Gia bergantian.

"Usahanya layak dijalankan."

"Why?"

"Sok inggris kampret," sahut Juna sambil membuka aplikasi instagramnya, memperhatikan postingan teman-teman sosial medianya.

"Ya berarti layak dijalankan secara finansial," jelas Gia. "Kalau Net B/C sama dengan nol berarti usahanya ada di BEP?"

"What the meaning of BEP?" kata Juna.

Marissa berdecak. "Sumpah Jun, gue dari awal kuliah udah denger BEP ratusan kali dan lo masih gak ngerti singkatan dari apa?"

"Masa? Orang pertama kuliah kita pada kenalan, kok."

"Rese nih, orang!" katanya sambil melepar buku ke dada Juna.

Juna tertawa sementara Gia hanya geleng-geleng kepala. "Break Even Poin, Jun. Catet di otak lu, jangan gebetan mulu yang diinget."

"Tau lo!" kata Dimas lalu bergabung dengan Juna.

"Dim, jangan ikutan dong!"

Dimas memegang kepalanya. "Pusing gue, tensi naik nih."

Marissa merengut, dia menutup bukunya kemudian berjalan ke sofa dan bersantai di sana. "Tensi gue turun," katanya saat Juna akan memprotesnya.

Dimas tertawa lalu menatap Gia. "Tutup dulu Gi, istirahat. Kesehatanmu, lho."

"Basi!"

Gia hanya terkekeh pelan. Perempuan itu mengalihkan pandangannya pada ponselnya. Dia melihat beberapa notifikasi salah satunya adalah dari Salsha.

Salshabilla : Gi, kalau gue gak pulang sampai jam 12 malem, lo telponin taksi ya. Ke Victoria.

Gia mengernyit ketika ingat Victoria adalah nama sebuah kelab malam. "Dih, gak tobat-tobat nih, anak," gerutunya kemudian mencoba menghubungi Salsha. Dua kali Gia menelpon, tapi Salsha tidak juga mengangkatnya. "Kenapa, sih nih anak?"

"Kenapa, Gi?" tanya Marissa.

Gia menggeleng. Masih berusaha menghubungi Salsha dia berkata, "enggak, temen gue nih."

"Salsha?" tanya Juna asal.

"Hmm," gumam Gia

Mendengar gumaman Gia membuat Dimas duduk dan menatap perempuan itu penasaran. "Kenapa?"

"Ha?"

"Salsha kenapa?"

Juna menendang pelan punggung Dimas. "Udah kali, punya orang itu."

"Diem lo, ah!" Laki-laki itu mulai tidak santai mungkin benar kata Dimas, tensinya sedang naik. "Salsha kenapa?" ulangnya.

"Gak tahu, makanya ini gue telepon. Dia cuma bilang suruh panggilin taksi kalau belum pulang lebih dari jam dua belas." Gia menjauhkan ponselnya, kali ini perempuan itu mengetik balasan untuk jawaban Salsha.

"Ke mana?"

"Victoria."

Marissa menatap Gia. "Gue kira dia berhenti minum."

Gia menggedikkan bahunya. "Banyak pemicu yang bikin Salsha minum lagi," katanya sambil menatap Dimas sejenak.

Tanpa terasa sudah empat jam mereka ada di apartemen Dimas. Tugas laporan praktikum mereka sudah selesai dari sepuluh menit yang lalu dan kini ketiganya bersiap untuk pulang. Gia memasukkan buku-bukunya kembali ke dalam tas.

"Ca, jadi elo nih yang ngeprint?" tanya Gia.

"Harusnya sih, yang gak banyak kerja yang ngeprint, tapi enggak ah. Daripada nih bocah kelupaan," sindirnya pada Juna. Sementara yang disindir pura-pura tidak dengar.

"Oke deh." Gia memakai tas ransel. "Dim, makasih ya."

Laki-laki itu hanya membalas dengan senyum tipis lalu mengantar tiga temannya menuju parkiran apartemen. Mereka pergi ke apartemen Dimas mengenakan mobil Juna, alasannya karena mereka tahu akan pulang larut dan Juna tidak mau ambil resiko membiarkan dua perempuan pulang sendirian.

"Gi," tahan Dimas ketika Gia akan masuk ke dalam mobil Juna.

"Kenapa?" Ditanya seperti itu, Dimas hanya diam sambil menatap ponsel yang ada digenggaman Gia. "Salsha?"

"Belum dibales?"

Gia menggeleng. "Lo mau nyusulin?"

"Enggak," katanya kemudian menggelengkan kepala. Dia melangkah mundur agar Gia bisa membuka pintu mobil.

"Yakin?"

Dimas menganggukkan kepalanya, tapi dalam hitungan detik jawaban Dimas segera berubah. "Victoria, kan?"

Gia tersenyum tipis. "Iya. Jagain temen gue, ya?"

***

Dimas keluar dari mobilnya, laki-laki itu segera masuk ke dalam kelab. Laki-laki itu segera mengedarkan pandangannya, mencari Salsha di antara para remaja yang tengah menikmati kebebasan mereka.

Beberapa kali dia menghentikan perempuan ketika dia mengira orang itu adalah Salsha. "Sorry, Mbak."

Dimas menyurai rambutnya ke belakang. "Ck! Ke mana sih, tuh anak."

Dia tidak berhenti di sana. Laki-laki itu menuju meja bar dan bertanya pada bartender di sana. "Mas lihat cewek ini, nggak?" tanyanya sambil menunjukkan profil whatsapp Salsha.

Si bartender mengernyitkan kening. "Kayaknya lihat deh, tadi Mas."

"Terus dia ke mana?"

"Hmm ... gue gak yakin sih, Cuma tadi dia beli satu botol vodka terus keluar deh."

"Keluar kelab?"

"Iya, pulang kali."

Dimas mengangguk-anggukan kepalanya. "Yaudah kalau gitu, makasih."

Dimas berjalan keluar kelab tanpa melepas fokusnya untuk melihat kesekitarnya. "Masa iya dia udah pulang?" gumamnya sambil melihat layar ponsel yang ia pegang. "Harusnya, Gia ngabarin gue."

Laki-laki itu terus berjalan tanpa sadar dirinya sudah berada di luar kelab. "Dim?"

Dimas menoleh ke samping, menatap perempuan yang tengah berjongkok dengan satu botol vodka di sampingnya. "Lah, ngapain lo di sini?" tanyanya pura-pura tidak tahu dan berjalan mendekat pada Salsha.

"Minumlah," jawab Salsha kemudian kembali menatap ke depan. Dimas duduk di samping Salsha sambil menghela napas. "Ngapain lo?"

"Duduk."

"Tuh kucing juga tau kalau lo duduk," kata Salsha sewot sambil menunjuk kucing yang baru saja melewati mereka.

Dimas memperhatikan kucing itu. "Kasihan masih kecil, emaknya mana ya? Tanyain Sal."

Salsha terkekeh geli. "Lo kira gue bisa bahasa kucing."

"Tadi lo bilang tuh kucing tahu kalau gue duduk."

"Yah ... canda, sih. Ngeselin deh lo."

Dimas tersenyum tipis. Laki-laki itu kemudian menjentikkan jarinya memanggil kucing berwarna kuning putih itu. "Pus."

'Meong.'

"Sini, Pus," kata Dimas.

"Jangan dipanggil kali, lo gak punya makanan."

Tapi, Dimas tidak mempedulikan laki-laki itu justru mengelus kucing yang sudah duduk di depannya. 'Meong.'

Salsha ikut mengulurkan tangannya untuk mengelus si kucing.

"Lucu kan?"

"Kayak gue."

"Najis," kata Dimas sambil terkekeh geli.

Salsha mencibir. "Lo sendiri ke sini?"

"Sama bayangan gue."

"Terserah lo, Dim. Bodoh amat!"

Mereka terlarut mengelus kucing sambil mengajaknya sesekali bermain. Dimas melirik Salsha, memperhatikan dress yang perempuan itu kenakan serta make up tipis di wajah Salsha. "Lo habis kondangan atau apa sih?"

Salsha menoleh pada Dimas. "Clubbing."

"Pakai dress gini? Gak kurang panjang."

"Kurang ajar emang lo." Salsha mendorong bahu Dimas dengan bahunya pelan. "Kucingnya gimana, nih? Kasihan kalau ditinggal gitu aja."

"Biar gue bawa pulang," kata Dimas lalu berdiri dan menggendong si kucing.

Salsha mendongakkan kepalanya. "Yakin lo?"

"Iya, dulu gue pernah punya kucing kok." Dimas mengulurkan tangannya. "Yuk!"

"Ke mana?"

"Pulanglah."

Salsha menggeleng. "Belum mau pulang."

Dimas berdecak keras. "Udah malem, Sal."

Salsha tertawa pelan. "Sejak kapan lo peduli sama gue?"

"Terserah lo, deh," katanya kemudian meraih botol vodka di samping Salsha. "Gue sita," katanya kemudian melangkah pergi.

"Dih!" Salsha segera berdiri dan berjalan menyusul Dimas. "Dim! Gue gak bawa duit buat beli lagi, elah!"

Dimas terus berjalan tanpa menoleh sedikipun. Salsha mengeram kesal ketika dia merasakan perih di pergelangan kakinya. "Ck! Rese!" Perempuan itu menendang heelsnya hingga terlempar.

Dimas menoleh menatap Salsha yang menunduk. Laki-laki itu mengernyit karena Salsha terlihat menyeramkan dengan rambut menjuntai ke bawah. Dimas berniat meledeknya, tapi ketika dia melihat bahu Salsha berguncang, laki-laki itu segera berlari ke arah Salsha.

"Sal!"

Continue Reading

You'll Also Like

152K 16.9K 22
-END- Jihoon - dom Hyunsuk - sub bxb ⚠️ Jihoon dan Hyunsuk di Masa SMA setelah Pandemi semua kapal berlayar cuman Hoonsuk yang meroket Semoga alurnya...
2.1K 1.5K 71
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA ATAU MENINGGALKAN JEJAK DI SETIAP CHAPTERNYA!] 15+ [Cerita mengandung kata kasar] Bercerita tentang Zeta yang bersekolah di S...
709K 45.2K 32
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...
3.1M 31.5K 29
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...