Falling in Your Lies • why do...

By raaifa

5.7K 860 279

"Nice to meet you, I'm Sacharissa Rylance." "Corbyn Besson." "So, you're..." [ w r i t t e n i n b a h a s... More

before...
p r o l o g u e
chapter 1 : cinematographer's project
chapter 2 : a little tour
chapter 3 : actress
chapter 4 : magic word
chapter 5 : airplanes
chapter 6 : too fast
chapter 7 : the first
chapter 8 : you, again
chapter 9 : jealousy
chapter 10 : sweet weekend, at least
chapter 11 : classic you
chapter 12 : you've always got my back
chapter 13 : the first book
chapter 14 : hi from her
chapter 15 : circle
chapter 16 : in a rush
chapter 17 : weekend
chapter 18 : beautiful star
chapter 19 : from the bottom of heart
chapter 20 : the party gone wrong
chapter 21 : break up
chapter 22 : (almost) midnight driving
chapter 23 : goodbye, Princeton
chapter 24 : keep sneaking inside my mind
chapter 25 : the truth
chapter 26 : sorry
chapter 27 : leave the cellphone
chapter 28 : liar
chapter 30 : under the moonlight confession
e p i l o g u e
something special called bonus chapter
...after

chapter 29 : carissa's final decision

106 18 11
By raaifa

-Carissa POV-

"Apa kau meminta Daniel memberitahukan sesuatu padaku?"

Daniel menelepon ibuku?

Aku menggeleng, bingung. "Tidak," aku berhasil mengatakan sesuatu. "Memangnya kapan Daniel menghubungi Mum?"

"Jangan berbohong, Carissa."

"Mum, aku benar-benar tidak tahu," kataku jujur. "Aku tidak mengerti, bisa tolong jelaskan padaku apa yang sebenarnya terjadi?"

Mum hanya menatapku seolah meminta ketegasan atas apa yang kukatakan.

"Aku berkata jujur, Mum," aku memberanikan diri.

"Daniel menelepon dan memintaku jntuk mengizinkanmu pergi ke New Jersey."

Sudah kuduga. Apa saja yang ia katakan?

"Kapan tepatnya ia menghubungi mum?"

"Baru saja," jawab mum membuatku gemetar.

"Apa... mum marah padaku karena hal itu?"

Aku mendengar mum menghela napas. "Tidak, Carissa, mum bukannya marah karena itu," balasnya. "Maksud mum, begini, kau bisa pergi kemanapun kau mau, kau sudah besar. Mum tidak perlu lagi memberitahumu apa yang harus kau lakukan dan apa yang tidak boleh kau lakukan."

Aku hanya mengangguk.

"Dari dulu mum tidak pernah melarangmu melakukan apapun. Mum hanya memintamu untuk selalu jujur."

"T-tapi, Mum—"

"Sekarang katakan apa yang kau sembunyikan dari mum."

"Aku minta maaf, Mum," kataku. "Tapi selama ini, mum selalu melarangku menjadi aktris dan aku hanya ingin membuktikan kalau aku bisa melakukannya."

"Tapi mum tidak suka kalau kau berbohong, Carissa. Kenapa kau melakukan itu?"

Aku kehilangan alasanku. Alih-alih menjawab pertanyaannya, aku beralih memeluk ibuku dan membisikkan permintaan maaf.

Mum mengusap kepalaku. "Mum dan dad hanya tidak ingin kau menjadi seorang public figure, kami tidak pernah melarangmu berakting," ujar mum sambil menenangkanku. "Mum hanya khawatir dengan masa depanmu jika kau memutuskan menjadi seorang public figure. Hidup di tengah-tengah sorotan media tidaklah mudah. Mum pernah menyaksikan hal-hal semacam itu terjadi tepat di depan mata."

Jadi, alih-alih membanggakan mereka, aku malah membuat mereka semakin khawatir?

"Kupikir, aku akan—"

"Ssttt..." mum berusaha menenangkanku. "Mum bisa mengerti maksudmu, lagipula Daniel sudah mengatakan semuanya. Akan lebih baik kalau kau membicarakan ini baik-baik, mum hanya tidak mau kau jadi seorang pembohong."

"Aku minta maaf."

Aku merasakan mun menganggukkan kepalanya kemudian melepaskan pelukan dan memegangi kedua sisi bahuku. "Dengar, Carissa," katanya lembut. "Kalau kau mengatakan satu kebohongan, kau akan terus mengatakan kebohongan-kebohongan lain untuk menutupi satu kebohongan itu dan kau akan terus hidup dalam kebohongan. Itulah alasannya kenapa mum tidak mau kau berbohong."

Lagi-lagi, aku mengangguk paham dan mengatakan permintaan maaf.

"Jangan lakukan itu lagi, oke?"

Meskipun aku merasa seperti seorang anak kecil, aku tetap mengangguk, membuat ibuku tersenyum. Kemudian menepuk bahuku sambil menuju ke arah kulkas di sudut dapur sementara aku membawa tehku dan menuju ke kamar tidurku.

"Eh, Carissa?" mum kembali berbalik setelah membuka pintu kulkas, sepertinya teringat sesuatu. "Soal kembali ke New Jersey... aku mengizinkanmu. Tapi, mun tidak bisa membiarkanmu pergi sampai kau juga mendapat izin ayahmu."

"Baiklah", aku mengangguk dan tepat saat aku hendak melanjutkan langkahku menuju kamar tidur, langkahku terhenti karena pertanyaan tentang bagaimana aku akan mengatakan semuanya pada ayahku ikut terbesit di kepalaku. "Mum?" panggilku. "Bisakah mum mengatakan semua hal yang terjadi barusan pada dad?"

"Mengatakan apa, huh?" suara ayahku terdengar menyusul suara pintu terbuka.

Aku langsung menggigit bibir bawahku sambil menatap ibuku, memintanya menjawab pertanyaan dad untukku.

Ibuku tersenyum, kuharap ia mengerti.

"Carissa meminta izinmu untuk kembali ke New Jersey, ia harus menyelesaikan sesuatu bersama Daniel di sana."

"Ya, tentu saja," ujar ayahku. "Kenapa tidak?"

Semudah inikah?

Aku menatap ibuku lagi. "Katakan soal film pendeknya juga, Mum," ujarku tanpa suara.

Ibuku mengagguk. "Sebentar," balasnya, sama-sama tanpa suara.

Jantungku mulai berdebar.

"Kupikir kau sudah menunggu-nunggu ayahmu memberikan izin," kekeh ibuku. "Tapi kenapa aku tidak melihat raut bahagia di wajahmu?"

Pergilah-ke-kamarmu, aku membaca raut wajah ibuku.

"Ah, yeah," kataku semangat. "I just too surprised. I have to tell Daniel now. Bye, Dad, thank you!"

Dengan sebuah mug berisi teh yang sudah tidak lagi panas, aku buru-buru menuju kamar tidurku. Bukan untuk memberitahu Daniel, melainkan karena aku tidak memiliki keberanian untuk melihat reaksi ayahku ketika ibuku memberitahu semua yang kulakukan di Princeton.

Sesampainya di kamar tidur, aku hanya duduk di pinggir jendela sambil menyesap tehku. Memikirkan apa yang akan dikatakan ayahku ketika ia tahu kalau aku telah melawan keinginannya. Seharusnya aku menyadari ini dari awal, kalau tujuan orang tuaku melarangku bermain film pasti untuk kebaikanku. Aku tidak seharusnya melakukan ini.

Aku menatap ke luar jendela, mempertimbangkan kembali keputusanku untuk kembali ke Princeton. Mungkin setelah ayahku mengetahui apa yang sudah kulakukan dan apa yang akan kulakukan jika kembali ke New Jersey, ia akan mengubah keputusannya. Aku tahu ada bagian kecil dalam hatiku yang mengharapkan hal itu terjadi.

Ibuku benar, seharusnya aku senang ketika ayahku memberikanku izin, karena selama ini aku hanya terlalu takut untuk membicarakan soal izin pergi ke Princeton dengan kedua orang tuaku. Tetapi entah mengapa, berat hati rasanya untuk pergi ke sana, seperti ada sesuatu yang menahanku. Kuharap semuanya hilang setelah aku mengetahui ayahku baik-baik saja dengan semua yang kulakukan.

Ponselku bergetar dan layarnya menyala, membuatku menaruh teh di meja dan berjalan ke tempat tidur untuk mengambil ponselku.

From: Momma
Mission success, your dad is fine with that. Give your mom a gift asap.

Aku menunggu perasaan senang muncul dalam diriku. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, aku merasa kecewa.

To: Momma
thank ya, i love you soooooo much!

Setelah membalas pesan teks dari ibuku, aku tidak sengaja membuat menu text message bergulir ke bawah saat hendak kembali ke layar utama. Sebuah pesan di urutan paling bawah dengan sebuah emoticon love menarik perhatianku.

Pesan lama yang tidak pernah kubalas. Dari seseorang yang sudah membawaku ke tempat paling tinggi dan mendorongku tepat dari sana, Corbyn.

Yang terjadi selanjutnya, aku menyadari jari-jariku sibuk bergerak mencari kontak Daniel dan segera menghubunginya. Aku tidak ingin pergi ke Princeton. Aku tidak bisa.

"Kau mendapat izin orang tuamu, Carissa?" ia bahkan tidak menyapaku.

"Ya."

"Kau tahu, tadi pagi aku menghubungi ibumu dan mengatakan semuanya. Pasti itulah alasannya kenapa mereka memberimu izin."

Aku ingin mengatakan padanya bahwa akibat dari teleponnya pada ibuku, aku jadi dimarahi. Aku juga ingin memberitahunya kalau seharusnya ia tidak menelepon ibuku dan mengatakan semuanya, karena aku belum mengatakan apapun soal film pendeknya pada orang tuaku. Aku ingin berteriak padanya kalau dirinya berhasil membuatku terkena serangan jantung—seandainya aku bisa.

Tetapi semangatku sudah hilang.

"Carissa, kenapa kau diam?" ujarnya. "Apa ada masalah?"

Banyak.

"Carissa, kau mendengarku?"

Ya.

"Daniel, dengar, aku tidak bisa pergi ke Princeton."

"Apa?" suaranya membuatku menjauhkan ponsel dari telingaku. "Kenapa? Apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"

"Ya, aku baik."

"Lalu kenapa kau tidak bisa pergi ke Princeton sementara orang tuamu sudah mengizinkanmu? Apa lagi yang kau tunggu?"

"Aku baru ingat aku harus melakukan sesuatu yang penting."

"Tapi, kau—"

Kau akan terus hidup dalam kebohongan. Itulah alasannya kenapa mum tidak mau kau berbohong, ucapan ibuku tengiang.

"Tidak," ralatku menyela kalimat Daniel. "Sebenarnya aku..."

"Carissa..."

Aku menghela napas. "Aku menghindari Corbyn, kau puas?"

Setelah mengatakan itu, aku tidak mengatakan apapun, hanya berusaha mengatur napasku yang mulai memburu. Sementara di sini aku menunggu Daniel mengatakan sesuatu, ia juga sama-sama terdiam.

"Daniel?"

"Aku di sini," sahutnya. "Aku tahu masih ada yang ingin kau katakan. Aku menunggumu."

"A-aku..."

"Just go ahead," ia meyakinkanku. "Aku mendengarkan."

Aku menghela napas dan merebahkan diriku ke tempat tidur. "Aku benar-benar tidak tahu harus mengatakan ini dari mana," kataku jujur. "Aku hanya... kau tahu—aku bahkan tidak tahu apa yang sebenarnya kurasakan. Terkadang aku benci setiap kali aku mengingatnya, tetapi di sisi lain, aku juga merindukannya. Aku ingin berbicara padanya, tetapi aku marah. Sosoknya tidak bisa kuenyahkan dari pikiranku. Aku—"

"Apa kau menghubunginya?"

"Apa? Tidak. Untuk apa aku repot-repot menghubunginya," jawabku.

"Repot-repot katamu?" ulang Daniel.

Aku mengiyakan. "Kau tahu, suatu malam ia memberitahuku kalau ia mencintaiku, kemudian keesokan harinya, ia bilang padaku kalau ia berharap dirinya tidak pernah mengatakan hal itu padaku," karena terlampau kesal, aku menceritakan semuanya pada Daniel. "Jika ia bahkan berharap kejadiannya tidak seperti itu, untuk apa aku mengharapkannya?"

"Carissa?"

"Tidak, Daniel, kau dengarkan aku dulu," ujarku. "Aku sudah menceritakan ini padamu. Sekarang, tolong jangan bicarakan dirinya lagi. Aku tahu kau selalu berusaha memberitahukan kabarnya di sela-sela pembicaraan kita. Tapi kumohon, bantu saja aku untuk melupakannya sekarang. Biarkan ia bahagia dengan kekasihnya. Bukankah ia rela melakukan apapapun demi kekasihnya itu?"

Daniel tersedak dan terbatuk-batuk di seberang sana.

"Daniel, are you okay?"

"Ya, aku baik-baik saja," balasnya setelah berhenti terbatuk-batuk. "Cara bicaramu begitu dramatis, aku ingin tertawa tapi aku tidak tega. Jadi, aku lebih memilih tersedak ludahku sendiri."

"Terserah."

"Tapi, Carissa—"

"Hmm."

"Menurutku, tidak ada salahnya kau datang ke Princeton," ia memberitahuku. "Apalagi, kau sudah mendapat izin kedua orang tuamu."

"Daniel, sudah kubilang, aku—"

"Dengar dulu, Carissa. Kali ini biarkan aku bicara," selanya dan aku menurut. "Begini, sekarang aku bertanya padamu. Sampai kapan kau akan lari dan bersembunyi dari masalahmu? Kau harus menghadapinya. Setidaknya, kalian harus menyelesaikan semua kesalahpahaman yang mungkin saja terjadi. Apapun itu."

Daniel benar, aku tidak bisa membuatnya menjadi musuhku hanya karena masalah seperti ini.

"Aku percaya kau bisa menyelesaikan semuanya," Daniel menambahkan. "Carissa, kau mendengarku?"

"Ya, aku akan pergi ke New Jersey."

"Kau?"

"Jangan buat diriku berubah pikiran."

"Tidak, tentu saja, tidak akan," katanya cepat-cepat. "Beritahu aku ketika kau berangkat. See ya, boo!"

"Ya, cepat pergi kencan sana!"

"Sialan."

"Aku mendengarmu."

"I hate you."

"Miss ya too."

***

[a/n]: mau spoiler. 1 lagi tamat sksksk

Continue Reading

You'll Also Like

13.8M 1.1M 81
♠ 𝘼 𝙈𝘼𝙁𝙄𝘼 𝙍𝙊𝙈𝘼𝙉𝘾𝙀 ♠ "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...
13.8M 1M 74
Dijodohkan dengan Most Wanted yang notabenenya ketua geng motor disekolah? - Jadilah pembaca yang bijak. Hargai karya penulis dengan Follow semua sos...
1.7M 65.5K 96
Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Literasi (14 Februari 2024) #3 Artis (14 Fe...
6.7M 496K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...