Melamarmu

By Skyluptor

139K 14.6K 3.6K

Yeri hanya melakukan hukum jual beli sesuai dengan syari'at. Namun ia tak menyangka ijab qabul jual beli yang... More

Starring
1 | Assalamu'alaikum
2 | Pandangan Pertama
3 | Ayah?
4 | Mahram
5 | Mother Vibe
6 | Ijab Qobul
7 | Jangan Jatuh Cinta
8 | Curhat
9 | Lembaran Baru
10 | Pilihan
11 | Izin
12 | Kuliner Malam
13 | Berangkat
14 | Pulang
15 | Celaka
16 | Panda
17 | Pergi
19 | Rumit
20 | Restu
21 | Aku Datang
22 | Melamarmu
23 | Simulasi
24 | Mahramku
25 | Akad
26 | Walimatul 'Urs
27 | Khalwah
28 | Jakarta
VOTE
OPEN PO

18 | Rindu

2.8K 468 131
By Skyluptor

***

Mark benar soal ia tidak kembali ke Bandung dalam waktu dekat. Buktinya, setahun sudah laki-laki itu tak datang berkunjung ke rumah tantenya lagi. Bahkan saat lebaran tiba pun, justru keluarga Mahendra lah yang ke Jakarta.

Perkara rindu jangan ditanya. Bahkan Yeri hampir tidak bisa tidur tanpa boneka pemberian Mark. Ia sudah mengusahakan diri untuk melupakan perasaannya pada laki-laki itu. Beberapa kali ia mengunci boneka itu di dalam lemari, beberapa kali pula ia mengeluarkan lagi boneka itu. Setidaknya, boneka itu bisa ia peluk ketika sedih.

Yang Yeri kira perasaan itu hanya datang sekilas, justru berkembang menjadi cinta seiring mengenal kelebihan sang pujangga. Perasaan asing yang sering mengusik diri itu kini justru tertanam begitu dalam. Jika biasanya jatuh cinta menjatuhkan, namun kali ini Yeri rasa menguatkan.

Semakin sering ia mengingat Mark, semakin sering pula ia mengingat Sang Pencipta. Mempasrahkan diri atas semua fitrah yang tak berkurang meski tanpa hadirnya.

B

aru setahun, belum sewindu. Namun rindu ini begitu menggebu. Dan perasaannya masih diliputi harapan semu.

Selama itu, ia hanya fokus pada bisnisnya. Mencari kesibukan yang bisa membuatnya lupa akan raungan batin. Meski hanya sejenak, setudaknya hari-harinya tidak melulu tentang Mark.

"Bisnis Teteh gimana?" tanya sang abi saat mereka berkumpul di ruang tengah.

"Sekarang lagi sepi, Bi."

Semua orang yang ada di sana menatap Yeri. Dari nada suara abi, terdengar begitu serius. Membuat mereka bungkam tanpa berniat masuk dalam obrolan ayah dan anak itu.

Haikal juga memilih berpura-pura tidak mendengar. Fokus pada layar ponselnya.

"Masih mau nunggu?"

Genggaman Yeri pada toples di pangkuannya mengerat.

"Rezeki gak datang gitu aja kalau tanpa usaha. Begitupula dengan jodoh. Kalau kamu masih suka nutup diri dan cuek kayak gini, mungkin kamu gak bakal nikah-nikah."

Di rasa obrolan ini semakin terdengar pribadi, Rausya memilih masuk ke kamarnya dan Haikal berakting sakit perut. Mereka tau, jika abi tengah serius bukan cuma satu yang di komentari, tapi mereka juga kena imbasnya.

"Abi udah kasih kamu kesempatan buat gak bakal jodoh-jodohin kamu lagi. Abi kasih kamu kesempatan buat cari jodohmu sendiri. Tapi ini udah satu taun, dan Abi liat gak ada perkembangan apapun. Usahamu juga gitu-gitu aja."

Yeri menunduk dalam. Orang tua, terkadang tidak mengerti apa keinginan anaknya. Padahal bagi Yeri, menikah bukanlah jalan keluar dari segala hal yang ada.

Abi menghela napasnya, di sebelahnya umi berusaha menenangkan. "Temen Abi punya anak lulusan Gontor. Lebih tua dua tahun dari kamu sih. Kamu mau, Abi jodohin sama dia?"

Yeri sedikit tersentak namun masih bungkam. Setelah setahun lamanya, kini sang abi sudah memilihkan calon suami lagi untuknya. Dan itu, sedikit asing baginya.

"Tapi dia gak mau ta'aruf, maunya langsung khitbah nikah. Kamu siap, kan?"

Yeri menarik napas dalam. Ia memejamkan mata, mensugestikan diri untuk melupakan semua hal tentang Mark. Tak ada gunanya menunggu, laki-laki itu pun belum tentu akan kembali. Kali ini Yeri akan menguatkan tekadnya untuk mengikhlaskan Mark. Melupakan semua perasaan yang sudah bersarang begitu lama.

"Apa yang menurut Abi baik, Riana ikut Abi aja!" ucapnya lirih kemudian undur diri untuk kembali ke kamarnya.

Di kamarnya, Yeri bersandar pada pintu. Menormalkan rasa sakit yang entah bagaimana bisa menderanya. Selama ini tanpa tahu kabar bahkan melihat Mark, bukankah seharusnya perasaan itu sirna?

Ia duduk di tepi ranjang, menatap boneka panda pemberian Mark sendu. Perasaannya campur aduk. Dia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk menerima lamaran selanjutnya. Dan sekarang, ayahnya sudah merencanan perjodohan dengan anak temannya yang lulusan Gontor itu. Jadi tak ada lagi alasan baginya untuk tak mengikuti alur hidup ini.

"Wassalamu'alaikum, Mark. Mu-mungkin, kita tidak berjodoh."










***










"Nyesel gue ngikutin Jundi," ucap Alvano saat ia tiba di pos ronda.

Kini pemuda tampan itu, sudah bukan anak SMA lagi. Melainkan mahasiswa perguruan tinggi di Bandung. Kelimanya memutuskan untuk tidak merantau. Dan entah suatu kebetulan atau keberuntungan, mereka berada di Universitas yang sama-meski berbeda fakultas.

Dan sampai sekarang, mereka masih memanfaatkan pos ronda komplek sebagai tempat kumpul di hari libur.

"Kenapa sih?" tanya Zainal keheranan sembari mengambil bubur ayam dari kantong keresek yang di bawa Alvano.

"Masa katanya ada jalan pintas, gak taunya cuma ngambil jalan muter. Kan bensin gua abis," keluhnya sembari memakan cilok milik Iyang.

"Ya dari pada kita lewat jalan biasa kena tilang?" bantah Jundi tidak terima.

"Mama bilang juga apa, pake helm!" ucap Iyang, bertingkah seperti ibu-ibu. "Kalian sih nakal, udah tau jalan sana rawan tilang, masih aja gak nurut sama Mama! Mama gak suka, ya!"

"Bacot Iyang!" Haikal bergidik dengan tingkah Iyang yang semakin menjadi.

"Ih Ayah~ congornya nakal, ya!" Iyang mendorong tangan Haikal yang hendak menyuap cilok ke dalam mulutnya, akibatnya cilok itu jatuh ke lantai.

Malah cilok terakhir.

"Pegangin gua, pegangin gua!" Dia mencengkram lengan Zainal dan Alvano di sisinya untuk tidak menghajar Iyang.

"Yang, jangan gitu!" lerai Zainal-tumben, "kayak gitunya ntar malem aja sama gue di lampu merah, dapet duit, hehe!"

"Ko-ko-ko-kolpok!" sahut Iyang di iringi tawa keras.

Jundi mengurut keningnya. Sudah lelah ia bersahabat dengan jelmaan manusia-manusia halus seperti mereka. Harusnya dia masuk UIN, di karenakan UKT yang di keluarkan lumayan besar, pada akhirnya ia memilih daftar ulang di negeri. Dan berakhirlah dirinya di fakultas yang sama dengan Zainal dan Iyang.

"Capek, Jun?" tanya Alvano, menahan tawanya.

"Jangan tanya, No. Si Jundi udah stres ngeliat duo cabe beraksi!" Tawa Haikal menggelegar pada akhirnya.

"Pusing gua, di kampus di katain pawang mereka mulu!"

"Mas Jundi juga pusing, soalnya mba Rausya di deketin kak Evan!" celetuk Iyang. Memangnya mulutnya ini mulut ibu-ibu.

Haikal dan Alvano melotot, kaget. "Kak Evan ketua BEM bukan?"

Iyang dan Zainal kompak mengangguk. Sementara Jundi pura-pura tidak mendengar.

"Lah Jundi mah kalah telak atuh! Kak Evan gantengnya ke mana-mana! Jundi mah apa atuh, cuma remahan bubuk rengginang dalem kaleng khong guan!" Kurang ajar Haikal.

"Ko-ko-ko-kolpok!" Lagi-lagi Iyang.

Alvano hampir saja tersedak cilok yang di makannya menertawakan wajah terbully Jundi. Namun karena ponselnya terus berdering, ia harus menunda mengunyah potongan cilok terakhir.

"Abang Mark nanyain kabar nih!" ucap Vano, memecah suasana.

"Nanyain kabar mulu tiap hari, kapan datangnya," celetuk Zainal.

"Gak tau nih, kita kan kangen traktirannya!"

"Bang Mark brewokan gak sekarang?"

Haikal terdiam untuk sesaat. Mengingat percakapan keluarganya semalam.

"Abang masih sering nanyain kabar teteh dari lo?" pertanyaan Haikal membuat mereka bungkam. Pasalnya, nada suara cowok itu juga berubah serius.

Vano melirik teman-temannya. Suasana mendadak serius begini, dan dia kurang nyaman dengan hal itu. "Yahhh, dia kan emang suka nanyain kabar kita."

Haikal menunduk. "Bilang sama abang, buat berhenti nanyain teteh."

"Kenapa?"

Helaan napas dari Haikal membuat keadaan semakin tegang. "Teteh mau di lamar hari minggu ini. Dan udah pasti, teteh gak bakal nolak."

Zainal tersedak cilok yang tengah di makannya.










***














Mark membaringkan tubuhnya di ranjang begitu pulang dari kantor. Ia sangat lelah. Mendekati pemilihan kepala direksi kantor pusat membuatnya semakin sibuk. Tak ada waktu untuk main-main, bahkan ia lupa kapan terakhir kali menyentuh kameranya.

Ini juga bentuk tanggung jawabnya atas keputusan yang ia ambil untuk tidak menikahi gadis yang di ta'arufnya. Eyangnya memberinya syarat agar dirinya terpilih menjadi kepala direksi tanpa garis keturunan, ia harus ikut bersaing dengan pamannya. Jika dia berhasil, eyang akan mengizinkan Mark menikahi perempuan pilihannya. Tanpa kekangan keluarga. Dan tentu jika gagal, mau tidak mau Mark harus mengikuti aturan keluarga.

Perjodohan.

Karena itulah Mark berusaha sekuat tenaga. Mengerahkan segala hal yang bisa ia lakukan agar dapat membawa sang gadis pujaan menjadi bagian dalam hidupnya.

Di sini, ia tengah berjuang. Dan dua hari lagi, ia akan tahu hasil dari perjuangannya.

Mark tersenyum tipis, membuka laptopnya dan melihat file yang ia beri nama "Kota Cinta". Semua itu adalah foto-foto yang di ambilnya sejak hari pertama hingga hari terakhir di Bandung. Dan entah kebetulan atau apa, foto pertama adalah foto Yeri yang tengah menunduk dengan balutan gamis ungunya. Foto terakhir, ia ambil tanpa segaja saat mereka berada di rest area menuju Malang. Gadis itu tengah berjalan sambil tersenyum pada kamera dengan background masjid di belakangnya. Meskipun sebenarnya, dia tersenyum pada Rausya yang berdiri tak jauh darinya.

Rindu menyeruak mengisi rongga dadanya. Mark tahu betul obat dari segala kerinduan ini adalah sebuah temu. Namun keadaan adalah rintangannya. Jika tidak begini, mungkin sudah dari dulu Mark datang melamarnya. Menjadikan Yeri pendamping hidupnya.

"Sebentar lagi, Yeri. Tolong bersabar!"

Dia tidak terlalu yakin jika Yeri akan menunggunya. Namun Mark tetap yakin untuk berjuang, lepas dari segala kekangan keluarga.












***

| How are you? :')

Continue Reading

You'll Also Like

215K 19.4K 33
"I think ... I like you." - Kathrina. "You make me hate you the most." - Gita. Pernahkah kalian membayangkan kehidupan kalian yang mulanya sederhana...
17.8K 3.2K 85
Sosial Media Siwon & Yoona 🧡
439K 60K 47
Ketika dunia kamu udah bukan milik kamu seorang aja, tapi berubah menjadi milik bersama.
4.7K 625 20
Feat Choi Yeonjun and Hwang Yeji (local name) About Jiya who loves someone that look at her as his little sister. © Freyy03 2020