Melamarmu

By Skyluptor

139K 14.6K 3.6K

Yeri hanya melakukan hukum jual beli sesuai dengan syari'at. Namun ia tak menyangka ijab qabul jual beli yang... More

Starring
1 | Assalamu'alaikum
2 | Pandangan Pertama
3 | Ayah?
4 | Mahram
5 | Mother Vibe
6 | Ijab Qobul
7 | Jangan Jatuh Cinta
8 | Curhat
9 | Lembaran Baru
10 | Pilihan
11 | Izin
12 | Kuliner Malam
13 | Berangkat
14 | Pulang
16 | Panda
17 | Pergi
18 | Rindu
19 | Rumit
20 | Restu
21 | Aku Datang
22 | Melamarmu
23 | Simulasi
24 | Mahramku
25 | Akad
26 | Walimatul 'Urs
27 | Khalwah
28 | Jakarta
VOTE
OPEN PO

15 | Celaka

2.7K 443 77
By Skyluptor

Mark keluar dari mobilnya dengan tergesa setibanya ia di rumah. Perjalanan dari Bromo ke Bandung yang biasanya memakan waktu seharian hanya kurang dari sehari. Jalanan yang agak lenggang membuatnya dengan mudah sampai ke rumah siang ini.

"Assalamu'alaikum!" salamnya sembari membuka pintu rumah cepat.

Di ruang tengah, ada sosok Rosa dan Alinea yang tengah melihat majalah. Kedua perempuan itu refleks menatap sosok yang baru saja masuk ke dalam rumah.

"Wa'alaikumsalam, Mark? Kok kamu pulang?" tanya Rosa keheranan. "Alvano mana?"

"Mereka masih di Bromo."

"Loh, kok kamu tinggalin sih? Atau jangan-jangan... kamu sengaja pulang karena mau ketemu Alin ya?" Yang di sebut tersipu malu karena Rosa menggodanya.

Mark mengangguk dan Rosa justru semakin terkejut. "Ada yang harus saya bicarain sama dia," ucapnya dan mendudukkan diri di single sofa dengan kepala tertunduk.

"Kalau gitu tante—"

"Tante di sini aja!" larang Mark cepat. Tahu jika sang tante hendak meninggalkan mereka berdua.

"Jadi... apa yang mau kamu omongin, Mark?" tanya Alin dengan senyum cerahnya.

"Kamu gak baca e-mail dari saya?"

Rosa dapat melihat jika Alinea langsung terdiam begitu mendengar Mark mengatakan itu. Dia tidak tahu ada masalah apa diantara mereka, namun ia harus tetap menjadi saksi di sini.

"Kamu pikir, kalau bukan e-mail dari kamu. Aku gak bakal kesini, Mark!"

"Bukannya semua udah jelas?"

"Aku mau denger langsung dari kamu!"

Rosa menghela napasnya. "E-mail apa sih yang kalian bicarain?"

Mark kemudian mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Rosa. Memperlihatkan e-mail yang mereka bicarakan.

Assalamu'alaikum, Alinea.

Bismillāhirrahmānirrahīm.

Sejak awal kita kenal (ta'aruf) hingga hari ini, belum ada kesempatan bagi saya untuk bertamu ke rumah dengan maksud untuk nazhor (melihat).

Saya memohon maaf, apabila selama kita berkomunikasi dan saling mengenal ada di antara ucapan saya yang kelewat batas, demikianlah diri ini yang dha’if (lemah) yang terus belajar untuk istiqamah dalam kebaikan.

Dengan ini saya mencukupkan ta’aruf sampai di sini (diwaktu sekarang ini), tidak berlanjut khitbah (lamaran) dan nikah.

Jazakillah Khairan : Semoga Allāh ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ membalas perbuatan saudari dengan yang jauh lebih baik.

— Your brother in Islam , Markazmi Izzat Athalla.


Rosa terdiam setelah membacanya. Dia menatap Mark dengan sedikit terkejut dan penasaran dengan alasan keponakannya itu.

"Apa alasan kamu Mark?" tanya Alinea cepat.

"Tidak di wajibkan memberi alasan khusus untuk membatalkan ta'aruf," jawab Mark. Masih enggan menatap perempuan di depannya.

"Ta-api aku—" kalimatnya mendadak terganti oleh tangis. Dan Rosa hanya bisa menenangkan gadis itu.

Mark menghela napasnya. "Sekali lagi maaf, saya beneran gak bisa lanjut."

"Ta-tapi aku cinta kamu, Mark!" teriak Alin di sela tangisnya. "Kamu gak tau gimana perjuangan aku ngebujuk kakek supaya bisa dijodohin sama kamu... Hiks."

Mark mengusap wajahnya. Ia lelah sejujurnya. Sangat. "Dari awal, kamu memaksa. Mungkin saat itu kamu sedang merubah takdir. Dan takdir, sebagaimanapun di belokkan, jika bukan itu tujuannya akan tetap kembali ke jalan yang sebenarnya."

Alinea menghapus air matanya dan menatap Mark yang masih menunduk. "Ja-jangan bilang kalau kamu suka sama perempuan lain," terkanya.

Mark tetap bungkam. Menatap ujung kakinya dalam diam.

Tiba-tiba, Alinea tertawa. Dia beralih menatap Rosa. "Aku bener kan tante! Perempuan yang kemarin itu pasti yang udah ngerebut Mark dari aku!"

"Alin, itu..."

"Aku kurang apa sih tante? Dia sama aku jelas lebih cantik aku kan? Dari penampilan aja dia kayak ibu-ibu pengajian! Liat aku tante, liat! Jelas aku menang dari segala aspek kan?!" Rosa tetap diam. Ia juga bingung harus memihak yang mana.

Sementara kening Mark mengernyit. Siapa perempuan yang dimaksud Alinea. Apa mungkin itu Yeri?

"Diliat dari belakang aja dia kayak pembantu dan gak cocok buat bersanding sama Mark! Lah aku kan udah kayak putri Indonesia dan kami setara!"

Rosa menghela napasnya. Berusaha menenangkan. "Alin, jangan nilai orang dari penampilan. Yeri itu—"

"Oh, jadi tante sekarang belain si Yeri-Yeri itu? Perempuan kayak dia harus di kasih pelajaran!" Alin berdiri dari duduknya. Hendak keluar rumah sebelum Rosa menahannya.

"Berhenti, Alin!" teriak Mark dari tempat duduknya. Tangannya terkepal erat dan dia berani menatap dua wanita yang kini berada di ambang pintu.

"Kamu lebih baik pulang. Sebelum saya telfon ayah kamu !" ancamnya cepat.

"Mark aku—"

"Saya gak berharap kehadiran kamu di sini. Lagipula, gak ada hubungan apa-apa lagi diantara kita sekarang. Saya gak salah langkah mutusin ta'aruf ini sama kamu. Karena ternyata, kamu jelas beda dari apa yang selama ini kakekmu ceritain. Wassalamu'alaikum!" ucap Mark dan langsung naik ke lantai dua begitu saja. Menghiraukan teriakan Alin yang terus memanggil namanya.

Mark sudah lelah. Tubuhnya juga butuh istirahat setelah menyetir semalaman dan hanya istirahat untuk sholat dan sarapan saja. Namun misinya kembali ke Bandung belum selesai. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk mengatakan alasan yang jelas pada Yeri soal untuk tidak jatuh cinta padanya.












***














Mark terbangun dari tidurnya saat adzan Ashar berkumandang. Ia mengucek matanya sesaat kemudian membaca do'a. Ia merasa panas diseluruh tubuhnya dan sesuatu yang hangat tertempel di dahinya. Saat ia menyentuhnya, sebuah sapu tangan basah berada di sana.

"Mark, kamu udah bangun?" Suara perempuan menginstrupsinya. Ia melirik ke ambang pintu. Dimana perempuan itu masuk dengan mangkuk dan gelas yang berada di atas nampan. Matanya menyipit. Memastikan sosok perempuan bergamis merah muda itu.

"Yeri?" tanyanya agak ragu.

Perempuan itu tersenyum sembari menaruh nampan di sisi nakas. "Ini Tante, lagian ngapain Yeri ke kamar kamu!"

Mark gelagapan setelahnya dan buru-buru mengambil kacamata miliknya. "Eyesight, Tan," alibinya. Dan Rosa justru terkekeh karenanya.

"Alin udah pulang ke Jakarta. Dan pas Tante cek, ternyata kamu demam. Jadi Tante langsung kompres, udah mendingan?"

Mark terbatuk sebelum menjawab. "Lumayan."

Rosa tersenyum tipis dan mendudukan diri di kursi dekat ranjang keponakannya itu. "Kamu beneran suka sama Yeri, ya?" tanyanya tanpa menanti Mark selesai minum. Akibatnya, ia hampir tersedak akan pertanyaan wanita itu.

"Tante paham kok. Tapi kamu tau sendiri kan gimana ketatnya keluarga kita sama ikatan pernikahan? Usaha tante buat lepas dari Athalla ke Mahendra juga gak gampang. Bahkan om kamu dulu datang ke rumah hampir setiap hari buat ngelamar tante." Rosa mengingatkan Mark akan tradisi keluarganya.

"Sebagai pewaris keluarga, kamu pasti paham kalau eyang gak mau perempuan sembarangan yang jadi pendamping kamu nantinya. Jadi Tante harap, kamu harus kenal Yeri bener-bener sebelum ngelamar dia," nasehatnya.

Mark menggaruk tengkuknya mendengar ucapan sang tante. "Si-siapa yang mau ngelamar sih, Tan."

"Yakin gak bakal di lamar? Kamu udah nyangka Tante ini Yeri loh tadi," godanya.

Mark semakin gugup. Ia rasa suhu tubuhnya semakin panas sekarang.

Rosa menepuk pundak Mark dan berdiri dari duduknya. "Di makan buburnya sebelum dingin!" titahnya seraya berjalan keluar. Tak lama, ia kembali lagi ke dalam saat Mark hendak menyuap bubur ke dalam mulutnya.

"Itu Yeri yang masakin loh, orangnya masih ada di dapur!" ucapnya.

Refleks. Mark menyimpan kembali mangkuk buburnya dan segera turun dari ranjangnya.

"Mau kemana?" tanya Rosa heran.

"Mark sholat dulu aja!" ucapnya dan segera berlari keluar kamar. Meninggalkan Rosa yang kebingungan.

"Mark gimana sih? Di kamarnya kan ada kamar mandi? Kenapa dia ke kamar mandi yang di—Ooh!" Rosa tersenyum lebar. Keponakannya itu sudah tahu modus ternyata.

Mark menuruni tangga dengan perlahan. Dari sini, ia bisa melihat sosok perempuan membelakanginya di dapur. Perempuan itu nampak sibuk dengan sesuatu di dalam panci. Jantung Mark berdebar tak karuan. Inginnya mendekati gadis itu namun akal sehatnya masih berfungsi dengan baik untuk tetap di jarak aman.

Namun ia tak benar-benar aman karena Yeri tiba-tiba berbalik dan menyadari atensinya. Gadis itu langsung menunduk begitu tatapan mereka bertemu. Bagaimana Mark tak menyukainya jika prilaku si gadis saja seperti ini.

"Ma-mark," panggilnya pelan.

Jujur saja, Mark suka saat gadis itu memanggil namanya. Suaranya yang imut justru membuat Mark dibuat gemas akan si gadis dan selalu mengingatkan Mark untuk beristighfar setelahnya.

"Kata bunda Rosa kamu sakit, udah mendingan?" tanyanya masih menunduk.

"Eum, udah kok. Ini mau ke kamar mandi, wudhu." Mark merutuk kalimat yang keluar dari bibirnya. Kenapa pula ia harus mengatakan pada Yeri akan hal itu.

"O-oh, aku juga mau pulang. Mau sholat." Giliran Yeri yang merutuk.

"I-iya, silahkan." Mark tetap di tempatnya. Di dekat tangga. Tidak tahu saja jika Rosa tengah memperhatikan interaksi mereka sedari tadi.

Sampai suara ponsel, membuat kedua manusia berbeda gender itu menyadari keberadaan Rosa. Yang ditatap tersenyum tipis dan mengeluarkan ponselnya.

"Alvano?" tanyanya pada dirinya sendiri. Ia menunjukkan layar ponselnya pada Mark, barulah ia mengangkat telefon itu.

"Wa'alaikumsalam nak, kenapa?"

Mereka memperhatikan Rosa yang langsung terdiam begitu mendengar jawaban di sebrang sana. Wanita itu menutup mulutnya dan menatap Yeri dengan pandangan terkejut.

Yang di tatap kebingungan. Ada apa dengan ekspresi Rosa?

"Innalillahi...," gumam Rosa setelah telefon itu terputus. Menghadirkan kerutan semakin bingung di wajah Yeri.

"Kenapa, Bun?"

"Kenapa, Tan?"

Rosa masih bungkam. Sorot matanya menunjukkan rasa bersalah. Dia menarik napas dalam, barulah menjawab pertanyaan mereka. "Haikal jatuh ke jurang."


















***

Continue Reading

You'll Also Like

8.6K 1.2K 39
[SELESAI] Tentang Chacha, yang menikah muda dengan pria yang tidak diduga. Pria yang bahkan hanya dia kenal dalam H-2 pernikahan mereka. Ini mengajar...
48.8K 9.1K 17
[END] Apakah makmumnya ini adalah yang terbaik? Atau Tuhan menetapkan yang lain yang lebih indah?
849K 52K 35
Delissa Lois adalah seorang gadis cantik yang terkenal barbar, suka mencari perhatian para abang kelas, centil, dan orangnya kepo. tapi meskipun begi...
155K 25K 46
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...