Melamarmu

By Skyluptor

139K 14.6K 3.6K

Yeri hanya melakukan hukum jual beli sesuai dengan syari'at. Namun ia tak menyangka ijab qabul jual beli yang... More

Starring
1 | Assalamu'alaikum
2 | Pandangan Pertama
3 | Ayah?
4 | Mahram
5 | Mother Vibe
6 | Ijab Qobul
7 | Jangan Jatuh Cinta
8 | Curhat
9 | Lembaran Baru
10 | Pilihan
11 | Izin
12 | Kuliner Malam
13 | Berangkat
15 | Celaka
16 | Panda
17 | Pergi
18 | Rindu
19 | Rumit
20 | Restu
21 | Aku Datang
22 | Melamarmu
23 | Simulasi
24 | Mahramku
25 | Akad
26 | Walimatul 'Urs
27 | Khalwah
28 | Jakarta
VOTE
OPEN PO

14 | Pulang

2.7K 446 54
By Skyluptor

***

Mark memarkirkan mobilnya ke rest area begitu memasuki waktu dzuhur, ia juga butuh istirahat setelah berjam-jam mengemudi. Mungkin jika Lukman jadi ikut, ia bisa bergantian mengemudi. Namun sayangnya, laki-laki itu punya acara sendiri.

"Jun, nitip tas! Gue mau pipis!" ucap Haikal sembari memberikan ponselnya pada Jundi dan menarik Iyang berlari menuju toilet. Di belakangnya, Zainal mengikuti dengan santai.

"Makan dulu bang?" tanya Alvano.

Mark yang tengah meregangkan otot tubuhnya melirik sekilas kemudian mengangguk. "Makan di sana aja ya!"

Empat anak yang tersisa mengikuti langkah Mark dan berkumpul di meja panjang sebuah warung makan lesehan. Ada sebuah kolam ikan kecil di dekat tempat cuci tangan, Irsyad yang antusias melihat ikan koi besar di dalam kolam pada akhirnya menunggu di sana di temani Chaerul dan Alvano yang menjadi photographer mereka. Sementara Mark dan Jundi duduk berhadapan di tempat mereka dan fokus pada ponsel masing-masing.

Tidak lama, karena suara dering telefon memecah keheningan mereka. Jundi dan Mark saling melirik, pandangan mereka bertanya ponsel siapa yang berbunyi di antara keduanya. Jundi menggeleng, pertanda bukan miliknya. Pandangannya mengedar dan telinganya menajam, mencari tahu asal suara.

"Oh, punya Haikal!" ucapnya begitu tahu ponsel anak itu di simpan dalam tas.

"Coba di cek, siapa tau penting," usul Mark dipatuhi langsung oleh Jundi.

Kening Jundi mengernyit begitu melihat nama yang tertera di sana. "Indung Macan?" Kemudian ponsel itu berhenti berbunyi. Tak lama berbunyi lagi.

"Apa artinya?"

"Mamanya Macan. Angkat jangan bang? Udah 5 panggilan tak terjawab."

Mark mengangguk singkat. "Angkat aja, mungkin penting."

Jundi mengangguk singkat dan memilih mengangkat telefon itu. "Assalamu'alaikum! Ya Allah Ical, kok baru di angkat?"

"Ehm, Wa'alaikumsalam. Rausya?" Mark melirik Jundi begitu mendengar nama itu. Ia tersenyum kecil menyadari ekspresi gugup dari pemuda di depannya.

"Eeh, Ju-jundi ya? Kok kamu yang ngangkat? Ical mana?"

"Haikal ke kamar mandi. Hapenya di tinggal di tas nih."

"Lama gak?"

"Kenapa emangnya?"

"Teteh nanyain, tapi sekarang tetehnya lagi tidur. Capek, abis nangis."

"Teteh nangis? Kenapa?" ucap Jundi dengan suara yang agak keras sembari melirik Mark yang tadi fokus pada ponselnya. Upayanya berhasil karena kini Mark benar-benar menatapnya dengan raut penasaran.

"Aku juga gak tau, makannya ini nelfon Ical. Mungkin aja kalau sama Ical teteh mau cerita. Eh, kok malah cerita ke kamu sih."

Jundi tersenyum tipis. "Gak apa-apa. Nanti biar aku kasih tau Haikal."

"Iya, nanti suruh Ical telfon ke teteh aja ya!"

"Iya, Rausya." Hening melanda keduanya. Jundi tak ingin segera memutus sambungan telefon.

"Kalian lagi istirahat ya?"

Jundi tersenyum lebar. "Iya ini lagi istirahat, mau makan," ucapnya semangat.

"Oh, yaudah. Assalamu'alaikum!"

"Ehm, iya Wa'alaikumsalam."

Rausya memutus sambungan telefonnya lebih dulu namun senyum Jundi tak luntur dari wajahnya. Ini adalah rekor bagi seorang Jundi Prawira karena mengobrol via telefon dengan perempuan selain ibunya.

"Yeri kenapa?" Pertanyaan Mark melunturkan senyum Jundi.

"Gak tau bang. Rausya cuma bilang kalau teteh capek abis nangis, gitu aja."

Mark mengangguk singkat namun jauh di lubuk hatinya, ia penasaran dan ingin bertanya langsung. Tetapi ia sadar betul, memang ia siapanya Yeri? Karenanya Mark hanya memandangi roomchatnya dengan gadis itu pasca memesan ayam bulan lalu.

"Khawatir ya bang?" goda Jundi.

Yang ditanya gelagapan dan menggeleng cepat. Sampai sebuah pesan masuk dari tantenya membuat ia berpikir bahwa ini ada kaitannya dengan sedihnya Yeri.

Tante Rosa

| Mark, kok wa dari Alin gak di buka?
| Anaknya nginep di rumah loh selama kamu liburan
| Gak apa-apa kan? Sekalian mendekatkan diri sama calon keluarganya
| Dia juga mau belajar masak sama yeri biar kamu makin suka

"Bang, Alin siapa?" tanya Vano tiba-tiba dengan ekspresi datar. Anak itu menunjukkan pesan whatssapp dari nomor tanpa nama di ponsel miliknya.

Mark menghela nafasnya berat. Vano memang tidak terlalu peduli dengan segala percakapan yang ada di grup keluarga karena kebanyakan isinya obrolan para orang tua. Mungkin karena itulah ia sampai tak mengenal Alinea. Tapi, kenapa perempuan itu harus repot-repot mengenalkan dirinya langsung pada Alvano via pesan?

"Dia..."

"Perempuan yang ta'aruf sama abang?" Pertanyaan Jeno tepat sasaran. Mark diam pun ia tahu jawabannya.

Jundi yang menyaksikan sebagai saksi, tiba-tiba merasa bersalah. Dulu, ialah yang merekomendasikan untuk menjodohkan Yeri dengan Mark. Ia tak bisa menyalahkan Alvano, karena agaknya sahabatnya yang satu itu juga baru saja tahu. Namun, beberapa hari terakhir, Alvano terlihat sedikit tak suka jika melihat interaksi antara Mark dan Yeri. Jundi menyadari hal itu.

"Siapa yang ta'aruf? Bang Mark?" tanya Haikal yang entah kapan berada di belakang Jundi.

"Haikal." Ketiga laki-laki tadi mengucap nama anak itu kompak.

"Ehm, Kal tadi Rausya nelfon. Suruh telfon teteh!" Jundi mengalihkan topik. Mark jelas tidak tahu rencana mereka. Akan terasa aneh jika tiba-tiba mereka marah pada laki-laki itu.

Haikal dengan pandangannya datarnya mengambil ponselnya begitu saja dan pergi dari sana tanpa mengucapkan sepatah katapun. Disaat seperti itu, Alvano yang merasa bersalah. Dan Mark sadar, Haikal terlihat kesal padanya.








***









Rausya memandang Yeri khawatir. Sepupunya itu nampak tak berenergi setelah pulang dari rumah tetangga. Entah apa yang terjadi, karena hingga malam ini Yeri tak bercerita apapun padanya.

"Mba kenapa sih? Kayak orang abis putus cinta aja," ucap Rausya berniat bercanda. Namun Yeri justru menangis lagi.

Rausya kelabakan dan segera menarik Yeri dalam pelukannya. "Ya Allah mba, maaf."

"Mba gak mau nangis ... hiks ... tapi gak bisa ... hiks ... rasa ini udah terlalu dalam," ungkap Yeri perlahan.

"Gak apa-apa mba, cerita aja, keluarin aja," ucapnya sembari mengelus punggung Yeri pelan.

"Mba ... hiks ... gak tau rasanya patah hati seperih ini ... hiks ... ka-kalau dia emang udah pu-punya calon, kenapa harus ngasih harapan sih?" Yeri meremas ujung kerudung hijau pemberian Mark tempo hari yang tengah dipakainya.

"Dia bilang mba gak boleh jatuh cinta sama dia, ta-tapi dia perlakuin mba kayak gitu? Ha-harusnya dia ... hiks ... gak perhatian kayak gitu kalau gak cinta, iya kan Cha?" Yeri menatapnya dengan wajah yang basah. Ia menyeka air matanya sesaat.

"Yang mba maksud, mas Mark ya?" tanya Rausya takut-takut.

Yeri mengangguk lemah di sela menyeka matanya yang basah. "Kenapa juga mba harus nangis? Ini salah mba, dari awal dia udah ngelarang mba buat jatuh cinta tapi mba malah ngeyel dan pertahanin perasaan itu!"

Rausya menghela nafasnya sesaat, menepuk punggung Yeri lembut. Yang bisa ia lakukan saat ini hanya menenangkan Yeri. Belum waktunya menasehati soal cinta.

Yeri mengangkat wajahnya dan menatap Rausya. "Apa mungkin ini balasan karena mba sering nolak laki-laki yang mau ngekamar mba, ya?"

"Bisa jadi sih mba," ucap Rausya agak ragu.

"Kalau gitu, kalau nanti ada yang ngelamar mba lagi, mba gak bakal nolak!"

"Berarti udah ngerelain mas Mark?"

Yeri terdiam untuk beberapa saat dan menunduk dalam. "Mba gak tau, kalau bukan jodoh, gimana lagi? Lagian cinta itu kan fitrah setiap manusia. Mungkin aja rasa ini cuma batu loncatan buat menghadapi perasaan yang lebih dewasa. Jujur aja, mba masih terlalu awam sama masalah cinta."

"Apapun pilihan mba, Rausya pasti dukung kok. Percaya aja sama ketentuan Allah. Mba boleh sekarang nangis karena putus cinta atau ngerasa di kasih harapan palsu sama laki-laki. Tapi yakin aja mba, di depan sana, Allah punya rencana percintaan yang lebih indah buat mba!" Pada akhirnya kalimat yang ia telah susun baik-baik keluar begitu saja.

Yeri tersenyum tipis meski hatinya masih teriris. "Makasih Cha."

"Aku ngerti perasaan mba kayak gimana kok."

Yah, setidaknya dengan bercerita perihal masalahnya ia sedikit lebih tenang. Karena, saat ada masalah tentu Allah adalah tempat pertama kita mengadu. Namun jika benar-benar begitu berat, tak apa, ungkapkan saja pada orang yang kau percaya. Bukan untuk menunjukkan betapa lemahnya dirimu, tapi itu semua agar kau sedikit lebih lega akan air mata yang keluar. Jangan memendam masalah sebelum mengakar dalam hatimu dan menjadi beban batinmu.










***















Mark tak benar-benar menikmati hari pertama di Bromo dengan tenang. Ia tak henti-hentinya menatap ponsel, ingin memastikan apa Yeri baik-baik saja. Namun berkali-kali pula ia mengurungkan niatnya mengingat ia dan gadis itu tak ada hubungan apapun. Tetapi, Mark merasa resah jika tak tahu keadaan Yeri.

Kini mereka tengah membakar jagung di halaman penginapan. Jundi nampak bermain gitar dengan Zainal dan Iyang yang menyanyi asal. Sementara Irsyad sibuk membakar plastik dan tersenyum penuh antusias begitu plastik itu meleleh karena terbakar. Sisanya, fokus membuka jagung. Haikal yang membakar jagung hanya diam sembari menatap api unggun di depannya dengan pandangan yang tak dapat di jelaskan. Jika ini bukan di tempat orang, mungkin Chaerul akan meledek dan mengatakan jika Haikal kesurupan.

"Di bilang jangan ngelamun juga!" ucap Alvano dan menyenggol bahu Haikal pelan.

Haikal meliriknya sekilas. "Gue masih gak enak sama teteh."

Alvano mengangguk paham dan menakan jagung bakarnya. "Meski gue tau bang Mark terpaksa ta'aruf sama perempuan itu, tapi gue gak yakin kalau abang bakal lanjut nikah sama dia."

"Kenapa?"

Alvano melirik Haikal malas. "Simpelnya gini aja, lo ta'aruf tapi terpaksa sama Mela. Di sisi lain, lo udah cinta mati sama Salma. Lo pilih mana? Lanjut nikahin Mela atau ngejar cinta Salma?"

"Ya sebelum di paksa ta'aruf sama Mela gue bilang aja ke abi kalau ada cewek lain yang mau gue khitbah langsung!"

Alvano emosi mendadak. "Misalnya, Kal! Misallllll!"

Haikal mengangguk paham. "Ya jelas gue perjuangin Salma lah!" yakinnya.

"Nahhh, gitu juga sama pilihan yang di ambil abang."

"Maksudlo?"

Sungguh, apa Haikal memang tak mengerti apa yang ia bicarakan? Oh, mungkin akibat melamun tadi otak Haikal jadi kosong.

"Emang abang cinta sama teteh?"

Alvano menghela nafasnya lelah. Harus seperti apa ia menjelaskannya lagi pada Haikal. "Keliatan kali Kal, kalau abang suka sama teteh."

"Baru suka, belum cinta. Jadi belum pasti kalau abang bakal merjuangin teteh!" ucap Haikal cepat.

Alvano menyimpan jagungnya ke atas daun pisang dan menegadahkan wajah dan tangannya. "Ya Allah, salah apa hamba punya temen berotak kopong macam Haikal Gema Ramadhan, Ya Allah!"

"Heh!" Haikal mendorong bahu Vano pelan.

"Udah A, capek ngomong sama Aa Ikal mah!" celetuk Irsyad yang masih sibuk dengan acara bakar-bakaran plastiknya.

"Anak kecil kayak yang tau aja obrolan kita!" ucap Haikal tak terima.

"Ngerti kok ngertiiii!"

"Apa coba apa?" tantang Haikal cepat.

"Intinya, bang Mark bakal batalin ta'arufnya dan merjuangin cinta teteh Yeri!" Bukan Irsyad yang menjawab, tapi Chaerul yang tiba-tiba muncul dengan beberapa tusuk jagung manis mentah di tangannya.

"Tuh! Anak kecil aja paham, masa lo gak paham. Pantes aja di cuekin Salma terus," ucap Vano meledek.

Haikal mendengus sebal kemudian kembali melirik Vano. "Tapi lo serius kan?"

"Percaya aja sama takdir Allah, jangan terlalu yakin sama prediksi yang belum pasti," ucap Jundi dan duduk di sebelah Haikal. Ia menepuk pundak sahabatnya yang satu itu dan tersenyum tipis. "Di balik kesedihannya, Allah pasti kasih yang terbaik buat teteh."

Haikal mengangguk yakin dan kembali fokus dengan jagung bakarnya. Jika dilihat dari setiap interaksi mereka, Haikal melihat dengan jelas bagaimana keduanya memilik perasaan lebih satu sama lain. Ia seringkali memergoki keduanya tersenyum malu-malu jika berpapasan dan sang teteh yang kerap kali bercerita pada sang umi soal cinta. Juga cerita Alvano yang mengatakan betapa khawatirnya Mark kala banyak mobil di rumah Haikal tempo hari.

Karenanya ia yakin, cinta kan menemukan jalan untuk bersama.

"Abang pulang ke Bandung sekarang ya!" Mereka semua menoleh menatap Mark yang tiba-tiba bicara seperti itu.

"Kenapa bang?" tanya Zainal mewakili.

"Ada urusan penting, nanti kalian pulangnya naik pesawat aja, mobilnya abang bawa!" Mark hendak mengeluarkan kartu kredit dari dalam dompetnya, namun Chaerul lebih dulu menahannya.

"Nanti gue telfon ke rumah aja atau gak kita naik jet pribadi keluarga," ucapnya.

"Yoksi, Arul!" Iyang menunjukkan ibu jarinya pada Chaerul.

Namun Mark tetap mengeluarkan kartu kreditnya dan menyerahkan itu pada Alvano. "Buat jajan," ucapnya. "Yaudah abang pergi dulu, Assalamu'alaikum!"

"Wa'alaikumsalam!"

Mark langsung berlari mengambil kopernya dan tak lama keluar lagi sembari memasukan koper itu ke bagasi mobilnya. Anak-anak menatap Mark yang nampak tergesa. Di satu sisi, Alvano yakin bahwa Mark akan bertindak cepat dengan hubungan yang ada.

"Hati-hati, bang!" ucap Haikal pelan begitu Mark hendak masuk ke dalam mobilnya. Mark melirik anak itu sekilas dan mengangguk. Begitu ia masuk ke dalam mobilnya, ia langsung tancap gas dari sana.

Ia harus menjelaskan segalanya. Bukan itu alasannya melarang Yeri untuk jatuh cinta padanya.





























***

|tbc

Mark baru nyampe langsung pulang lagi :'

Continue Reading

You'll Also Like

8.6K 1.2K 39
[SELESAI] Tentang Chacha, yang menikah muda dengan pria yang tidak diduga. Pria yang bahkan hanya dia kenal dalam H-2 pernikahan mereka. Ini mengajar...
12K 1.9K 10
#10ChaptersProject seri #3 Charina harus menerima fakta bahwa ia dijodohkan dengan seorang duda beranak satu bernama Yuanda. ©winniedepuh, 2020
32.5K 4K 12
Kopi Kala Senja, sebuah tempat dimana aku dan dirimu bertemu.
1.7K 392 32
[TRIOLOGI BAGIAN 2] "Untukmu malaikat tanpa sayap yang kucintai sampai akhir." ••• Dimata Sahara, Angelo itu sempurna dengan caranya sendiri. Tidak t...