Falling in Your Lies • why do...

By raaifa

5.7K 860 279

"Nice to meet you, I'm Sacharissa Rylance." "Corbyn Besson." "So, you're..." [ w r i t t e n i n b a h a s... More

before...
p r o l o g u e
chapter 1 : cinematographer's project
chapter 2 : a little tour
chapter 3 : actress
chapter 4 : magic word
chapter 5 : airplanes
chapter 6 : too fast
chapter 7 : the first
chapter 8 : you, again
chapter 9 : jealousy
chapter 11 : classic you
chapter 12 : you've always got my back
chapter 13 : the first book
chapter 14 : hi from her
chapter 15 : circle
chapter 16 : in a rush
chapter 17 : weekend
chapter 18 : beautiful star
chapter 19 : from the bottom of heart
chapter 20 : the party gone wrong
chapter 21 : break up
chapter 22 : (almost) midnight driving
chapter 23 : goodbye, Princeton
chapter 24 : keep sneaking inside my mind
chapter 25 : the truth
chapter 26 : sorry
chapter 27 : leave the cellphone
chapter 28 : liar
chapter 29 : carissa's final decision
chapter 30 : under the moonlight confession
e p i l o g u e
something special called bonus chapter
...after

chapter 10 : sweet weekend, at least

149 21 8
By raaifa

-Carissa POV-

Aku mengeratkan kembali cardigan yang kukenakan sebelum memutuskan untuk duduk di teras. Menghadap pantai tempatku mengabiskan waktu siang tadi. Suara deburan ombak yang terdengar samar-samar memenuhi pendengaranku. Menemaniku larut dalam pikiran.

Hariku tidak berjalan baik-baik saja hari ini. Terlebih setelah Daniel mengacuhkanku karena—aku tidak tahu apa sebabnya. Aku kesal padanya, ya. Aku kesal pada Drew. Aku tidak tahu mengapa aku kesal pada semua orang hari ini.

Kupikir akhir pekanku akan menjadi momen terbaikku bersama Daniel, namun ternyata tidak. Aku tidak tahu siapa yang harus disalahkan.

Lagi, cara Corbyn mengetahui kalau aku tidak suka karamel terus mendesak pikiranku. Aku sudah mengatakan pada diriku sendiri, kalau Corbyn mungkin mengetahuinya dari Daniel dan memerintahkan pikiranku untuk berhenti memikirkannya.

Namun pertanyaan-pertanyaan lain seperti: mengapa Daniel memberitahu Corbyn soal itu, bagaimana Daniel memberitahu Corbyn, dan apa yang menyebabkan Daniel memberitahu Corbyn ikut mendesak pikiranku setelahnya. Terlalu banyak pertanyaan dari jawaban yang kuberikan untuk diriku sendiri.

Aku harus memikirkan hal lain yang lebih penting, yaitu cara agar aku bisa kembali berdamai dengan Daniel. Meskipun masing-masing dari kami tidak ada yang menyatakan kekesalannya apalagi saling membentak, aku tahu kami tidak dalam keadaan seperti biasanya. Kami tidak bicara.

Tangan seseorang yang sudah sangat kentara kukenal menyodorkan sebuah mug berisi potongan lemon dan teh yang masih berasap dari arah belakang. Aku menerimanya.

Yang tidak kulihat sebelumnya, ia membawa sebuah gitar di tangannya. Ia berjalan melewatiku dan duduk di sebelahku. Seketika, banyak pertanyaan memenuhi benakku. Aku ingin berteriak dan menanyakan padanya satu persatu. Tapi alih-alih melakukan itu semua, aku hanya diam. Bahkan aku tidak diberi keberanian untuk menatapnya.

"Sorry, Carissa. I don't know what I did," ia memulai.

Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan, aku tidak membalas.

"Aku jengkel," ia memberitahu. "Aku kesal karena aktingmu dan Corbyn terlihat sangat nyata."

"Daniel, tapi itu hanya—"

Ia menghela napas. "Aku tahu, Carissa. Maafkan aku."

Aku mengangguk. "You're not the only one who made mistake. I'm ruin it too. Sorry," jelasku. "Seharusnya aku tidak menggunakan Corbyn untuk membuatmu jealous, sorry."

"Ya, kurasa, kau tidak akan melakukan itu seandainya aku tidak memulai dengan menggunakan Drew."

Aku menaruh mug yang Daniel berikan. "You did that too?"

"Thought you already know that."

"No, i didn't," kekehku.

Daniel tidak membalas, ia hanya menatapku seraya merentangkan tangannya. Sesuatu yang sudah kutunggu sejak tadi. Aku berakhir dalam dekapannya.

"Sorry, hun," ia mengusap kepalaku. "I"

"Oh, shut up!" selaku parau dan teredam pelukannya. Aku tidak tahu sejak kapan air mataku sudah berkumpul di pelupuk mataku. Aku hanya senang, terlalu senang.

Aku menyesal tidak melakukan ini sejak awal. Aku menyesal aku menggunakan Corbyn untuk membuat Daniel cemburu alih-alih membicarakan ini dengannya. Andai aku melakukan hal ini sejak tadi, akhir pekanku pasti berjalan mulus. Aku pasti punya lebih banyak waktu untuk dihabiskan dengannya.

Daniel melepaskan pelukannya. Ia meletakkan satu tangannya di pundakku dan menggunakan yang satunya untuk mengangkat daguku. Menatap matanya, aku tersenyum.

"Astaga, kenapa matamu berkaca-kaca?" kata Daniel lalu mengelap sudut mataku. "Jangan berlebihan, Carissa."

Aku tidak memberikan jawaban, aku hanya terkekeh dan kembali menenggelamkan diriku dalam dekapannya. Aku menyukai aroma tubuhnya dan tangannya yang membuatku merasa hangat.

"Carissa, kau membuatku khawatir," ujarnya di sela-sela rambutku.

"Please, don't," balasku lantas melepaskan diri dari pelukannya. Aku segera mengecup rahang bawahnya.

"You know what, I just thought about a sweet kiss, but..." Daniel mengambil gitarnya. "I prefer to keep that to be our Good Night Kiss."

Aku mengedarkan pandanganku, berusaha menatap apapun selain mata Daniel karena pipiku panas. Aku mendengar Daniel terkekeh, mungkin ia memerhatikan pipiku yang berubah merah.

"Do you want me to sing a song for you, babe?" ia bertanya, bersiap dengan gitar di pangkuannya.

"My favorite song, please."

Ia mengangguk. "And that supposed to be..."

Kupikir aku sudah sering memberitahunya tentang lagu favoritku, tetapi mengapa ia masih tidak juga mengingatnya?

"Okay, then," Daniel mulai memainkan gitarnya. "Aku akan menyanyikan The Way You Make Me Feel untukmu."

The Way You Make Me Feel? Michael Jackson?

"Itu lagu favoritku sebelum kau pindah ke sini," aku memberitahu. Aku ingat betul kalau aku selalu memberitahunya kalau aku menambahkan lagu baru ke daftar favoritku. "Tapi tak masalah, aku suka kilas balik."

***

Aku membuka pintu menuju balkon kamarku. Melihat pemandangan di hadapanku rasanya menyejukkan, apalagi dengan udara pagi hari yang masih segar. Aku melewatkan matahari terbitnya, tetapi hal yang membuatku melewatkan matahari terbit tersebut lebih menyenangkan.

Setelah menyelesaikan masalahku dengan Daniel semalam, ia mengajakku ke luar. Kami pergi makan malam dan berburu cendramata untuk dibawa pulang. Kami pulang larut malam, terlambat pergi tidur, dan aku melewatkan matahari terbitnya. Menghabiskan waktu bersamanya selalu membuatku mengingat masa kecil kami di Denver.

Meskipun banyak hal yang mengganggu pikiranku, aku menikmati waktuku bersamanya. Rasanya seperti menjalani akhir pekan terbaikku. Setiap detik yang kugunakan untuk memikirkan dirinya selalu membuatku tersenyum. Apa yang sedang ia—

"Good morning, hun," lengannya melingkar di sekeliling tubuhku, membuat kedua tanganku terjepit. Baru saja aku memikirkan apa yang sedang ia lakukan. Sekarang, ia berada di belakangku.

"Bagaimana kau bisa masuk ke kamarku, Daniel?"

"Lewat pintu," jawabannya membuatku gemas.

Aku menghela napas. "Silena masih tidur, aku mengunci pintunya. Kau tidak masuk secara diam-diam, 'kan?" tanyaku langsung dibalas gelengan kepalanya.

"Siapa bilang?" ia balik bertanya. "Aku melihat Silena sedang membuat roti isi selai di bawah."

Aku mengangguk paham. "Aku ingin melepaskan tanganku," pintaku.

Daniel melonggarkan tangannya di sekitarku. Setelah tanganku bebas, ia kembali mengeratkan tangannya di pinggangku dan aku meletakkan kedua tanganku di atasnya. "Kupikir kau masih tidur," ia membenamkan wajahnya di leherku. "Tadinya aku berniat membangunkanmu."

"Biasanya kau tidak melakukan itu," kekehku.

"Wouldn't you mind if my parents see me cuddling you in the morning like this?"

"I don't know," jawabku jujur lantas terkekeh. "Will you cuddle me then?"

"Yes," katanya mantap. "If you choose cuddle with me instead of go downstairs and have breakfast with me."

Aku terkekeh. "Jelas aku akan memilih pergi sarapan," aku memberitahunya. "Kita turun sekarang kalau begitu."

"Lima menit," balas Daniel, masih menenggelamkan wajahnya di leherku. "Aku suka kita seperti ini. Biarkan aku memelukmu lima menit lagi."

Aku tersenyum dan mengangguk.

Daniel benar, aku juga menyukainya seperti ini. Aku sampai berharap aku bisa merasakan ini setiap pagi, melihat pantai di terbentang di hadapanku dan merasakan Daniel di belakangku.

Corbyn, aku melihatnya dari atas sini dengan hoodie putihnya. Mungkin ia baru saja mengambil sesuatu dari dalam mobil. Aku melambaikan tanganku, berharap ia melihatku. Aku harus mengatakan terima kasih padanya, terima kasih banyak.

Ia melihatku, ikut melambaikan tangannya diikuti sebelah alisnya terangkat.

Aku berusaha mengisyaratkan kau-harus-lihat-ini dengan mataku yang berusaha menunjukkan keberadaan Daniel bersamaku, gestur tubuhku, dan juga jari telunjuk dan jempolku yang membentuk bulatan. Sulit untuk melakukan hal ini karena di sisi lain aku tidak ingin membuat Daniel bergerak dari posisinya.

Ia sepertinya mengerti apa yang berusaha kutunjukkan. Ia mengacungkan jempolnya dari bawah sana seolah mengatakan itu-bagus-sekali-aku-senang-mendengarnya. Aku harus berterima kasih dan menyampaikan permintaan maafku pada Corbyn setelah sarapan.

Corbyn menghilang dari jarak pandangku, kembali ke dalam villa setelah melempar senyuman khasnya padaku.

"Babe, kau suka film romantis?" tanya Daniel menarik kepalanya dari leherku.

"Hanya beberapa," kataku.

"Kenapa?"

Aku menggerakkan sebelah tanganku ke belakang untuk menggapai pipinya dan segera menyandarkan kepalaku padanya. "Kau benar-benar pelupa," balasku. "Kau beberapa kali menanyakan hal ini, tetapi kau masih tidak mengingatnya juga."

Daniel tidak menjawab. Ia memegangi kedua sisi bahuku dan membalikkan badanku menghadapnya.

"Aku tidak suka drama," jelasku dijawab anggukan dari Daniel. "Five minute passed. We've to go downstair and have breakfast," kataku lagi.

"Sure," balasnya. "Then we can go home and spend our time together."

***

[a/n]: oke, guys. insecure ini. gimana sejauh ini?

aku nggak tau ini struktur kalimatnya berantakan atau nggak, kalian paham atau nggak. soalnya aku gabisa konsen revisinya. bapaku lagi cobain tape mobil, suaranya sampe kamar plis:(

Continue Reading

You'll Also Like

201K 9.9K 32
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
15.5M 876K 28
- Devinisi jagain jodoh sendiri - "Gue kira jagain bocil biasa, eh ternyata jagain jodoh sendiri. Ternyata gini rasanya jagain jodoh sendiri, seru ju...
6.3M 485K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...