Despacito [Terbit 28 Oktober...

By IndahHanaco

1.6M 170K 9.1K

Ranking : #1 Chicklit (4-6 Desember 2019) #2 Chicklit (29-30 November, 1-4 Desember 2019, 29-31 Maret 2020... More

Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua Belas
Empat Belas
Lima Belas
Enam Belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan Belas
Dua Puluh
Dua Puluh Satu
Dua Puluh Dua
Dua Puluh Tiga [A]
Dua Puluh Tiga [B]
Dua Puluh Empat [A]
Dua Puluh Empat [B]
Dua Puluh Lima [A]
Dua Puluh Lima [B]
Dua Puluh Enam [A]
Dua Puluh Enam [B]
Dua Puluh Tujuh
Dua Puluh Delapan [A]
Dua Puluh Delapan [B]
Dua Puluh Sembilan [A]
Dua Puluh Sembilan [B]
Tiga Puluh
Special Order Despacito

Tiga Belas

31.6K 4.5K 145
By IndahHanaco

Seperti rencana, akad nikah Febe dan Kennan digelar di rumah mempelai perempuan. Febe tidak ingat apa saja yang terjadi sejak dia meninggalkan ranjang. Semalaman perempuan itu hampir tidak bisa memejamkan mata.

Hingga acara resepsi selesai, Febe seolah sedang berada di alam mimpi. Semua yang dialaminya mengabur begitu saja. Kenangan yang paling menempel di ingatannya adalah saat seorang perempuan sintal dengan dandanan mencolok dan kebaya bergaris leher terlalu rendah, nyaris memeluk Kennan di pelaminan. Perempuan itu sempat menggumamkan sesuatu di telinga kanan Kennan sebelum pria itu mendorongnya dengan perlahan. Sebelum diperkenalkan pun Febe sudah bisa menebak siapa tamu yang datang ke resepsi itu.

Kennan benar, Siska seperti baru saja menumpahkan isi setengah botol parfum di tubuhnya. Belum lagi riasan tebal yang membuat warna mata perempuan itu sulit dikenali. Serta alis yang tak kalah mencolok. Satu lagi, dada yang seakan nyaris meluap dari kebayanya.

Selain itu, tidak ada yang benar-benar diingat Febe. Otaknya seolah membeku. Dia baru benar-benar kembali pada kekinian saat sudah berada di kamar hotel. Selama dua malam, Febe dan Kennan akan bermalam di hotel yang juga menjadi tempat resepsinya digelar, Romantic. Untung saja acara itu tidak diselenggarakan di hotel tempat Irina pernah bekerja.

Febe lebih dulu diantar ke kamarnya oleh salah satu anggota tim perias. Setelah make-up Febe dibersihkan, dia buru-buru mandi. Tubuhnya terasa lengket. Perempuan itu sedang mengeringkan rambut dengan hair dryer ketika Kennan bergabung di dalam kamar yang khusus diperuntukkan bagi para pengantin baru itu. Romantic adalah hotel yang memang menyasar para pasangan dan sangat sering dipilih sebagai tempat resepsi pernikahan.

"Hai," sapa Kennan. "Kamu udah mandi?" Lelaki itu hanya mengenakan celana hitam dan kemeja putih yang lengannya digulung. Dua kancing teratas kemejanya sudah dibuka. Kennan tampak lelah.

"Udah." Febe mematikan pengering rambut. "Kamu mau mandi, nggak? Atau terlalu capek?"

"Mandilah. Badanku lengket banget. Pasti nggak bakalan bisa tidur kalau nggak mandi."

Selama Kennan di kamar mandi, Febe menonton televisi. Tidak ada acara tertentu yang menarik perhatiannya. Perempuan itu duduk di ottoman yang ada di kaki ranjang. Kamar hotel yang mereka tempati ini memang luas, dengan paduan warna putih dan ungu pucat mendominasi ruangan. Yang Febe suka, tidak ada kehebohan ala pengantin baru yang melibatkan kelopak mawar di ranjang dan lantai. Melainkan rangkaian bunga mawar putih dengan vas kaca tinggi yang cantik di sudut ruangan. Juga mawar yang disusun indah di bagian atas tiang ranjang.

Ya, ranjangnya memiliki empat tiang yang dipasangi semacam kelambu ungu pucat. Bagian teratas kelambu itulah yang dipenuhi jalinan mawar dan daunan-daunan. Kombinasi indah yang sempat membuat Febe terpaku saat memasuki kamar. Suasana sebagai kamar pengantin pun menguar jelas.

Dia membandingkan ruangan hotel ini dengan kamarnya sendiri yang berukuran lebih kecil. Febe selalu merasa kamarnya cukup nyaman. Selain televisi dan meja rias, Febe juga menempatkan sebuah meja kopi untuk tempat teko dan gelas. Karena dia sering terbangun tengah malam hanya untuk minum.

Belakangan, sejak memutuskan akan menikahi Kennan dan tetap tinggal di rumahnya, ada satu hal yang mengusik Febe. Ranjangnya terlalu sempit jika harus ditempati berdua. Dulu, Febe memesan khusus tempat tidur berukuran 140 x 200 sentimeter itu. Dia selalu merasa ranjangnya sudah sempurna. Namun, jika Kennan tidur juga di sana, tentu ceritanya berbeda. Lelaki itu bertubuh besar, pasti takkan nyaman tidur berdua dengan Febe.

Perempuan itu menahan napas lalu mengembuskannya perlahan. Beberapa jam silam, dia sudah resmi menjadi istri orang. Pria yang bahkan dalam mimpi paling sableng pun tak pernah dibayangkan sebagai pasangannya. Namun, tidak ada yang perlu disesali, kan? Febe membuat pilihan ini dengan alasan kuat. Bukan karena putus asa belum memiliki pasangan. Lagi pula, dirinya dan Kennan sudah sepakat, mereka akan serius membuat pernikahan ini berhasil. Karena menikah bukanlah bagian dari permainan yang memiliki tenggat.

Bunyi klik halus karena suara pintu kamar mandi yang terbuka, membuat Febe nyaris terlonjak dari tempat duduknya. Dia terlalu fokus melamun hingga mudah kaget.

"Pasti kamu ngelamun, makanya kaget," kata Kennan. Pria itu mengenakan celana panjang katun dan kaus. "Kebiasaan jelek, tuh."

Febe tak langsung menjawab. Matanya tertuju ke layar televisi. "Kamu tidur di mana? Sebelah kanan atau kiri?" tanyanya tanpa menatap Kennan.

"Kamu sendiri lebih nyaman di mana?" pria itu balas bertanya.

"Di mana aja."

"Oke, aku yang kiri. Kalau kamu mau ganti posisi, bilang aja."

Kata-kata "ganti posisi" itu membuat mereka saling pandang dengan canggung. Hingga akhirnya Kennan tertawa geli. "Ini gara-gara kamu. Pasti mikirin hal jorok, kan?"

Febe langsung protes, "Kok gara-gara aku, sih?" balasnya, tak terima.

Kennan berjalan ke arah ranjang. "Sejak kamu nyebut kata sakti itu, mau nggak mau jadi... yah... kepikiran aja."

"Kata sakti yang mana? Ngeseks?" Kening Febe berkerut. Sedetik kemudian, dia menggigit bibir, merasa melakukan ketololan lagi. Seharusnya, dia tak perlu menegaskan kata apa yang dimaksud, kan? Namun, bibir Febe kadang memang sulit dikontrol, terutama saat dia merasa gugup.

Kennan terbahak-bahak. "Tuh, mukamu udah langsung merah. Astaga, Fe, gitu aja udah langsung salting. Kita ini dua orang dewasa, sekarang malah udah jadi suami istri. Hal-hal kayak gitu bukan sesuatu yang tabu untuk diomongin." Lelaki itu menepuk bantalnya. "Kamu mau sampai kapan duduk di situ? Nggak capek seharian ini? Aku nggak bakalan ngelakuin hal-hal yang nggak kamu suka, Fe. Apa pun yang terjadi di antara kita, pasti atas izin dari kamu. Jadi, nggak perlu takut."

Febe tidak takut Kennan akan "melakukan hal-hal yang tak disukainya". Dia hanya merasa canggung. Terakhir kali mereka bertemu, di hari pria itu menemaninya ke butik baju pengantin. Setelahnya, mereka hanya berhubungan via WhatsApp atau telepon, itu pun jika ada yang ingin dibicarakan. Febe hanya fokus mengurus kebaya untuk akad nikah dan gaun yang akan dipakai saat resepsi. Sisanya, Kennan dan keluarganya yang menangani.

Untungnya terjadi keajaiban. Karena meski hanya tersisa empat hari sebelum pernikahannya, Febe menemukan apa yang dicari. Walau bagian lengan gaunnya tidak terlalu disukai Febe dan tak sempat diubah. Dia hanya menunggu dua hari sebelum pihak butik mengirimkan kebaya dan gaunnya dalam kondisi bersih.

Kennan sempat setengah memaksa untuk membayar apa yang dibeli Febe tapi ditolaknya mentah-mentah. Lelaki itu sudah mengeluarkan dana berlimpah untuk resepsi yang dengan entengnya hendak digagalkan Irina. Paling tidak, Febe bisa mengurus sendiri kebutuhannya.

"Yeee, ngelamun melulu!" Kennan melemparkan bantal yang mengenai wajah Febe. "Kamu mau tidur sambil duduk? Atau kita perlu pesan kamar lain buat kamu?" sindirnya.

Febe memungut bantal yang jatuh ke lantai. Dia menuju area kosong di ranjang. "Lampunya dimatiin atau gimana?"

"Dimatiin aja, ya? Aku beneran nggak bisa tidur kalau lampunya nyala."

"Oke. Aku juga biasanya tidur gelap-gelapan."

Kennan mulai mencobai satu persatu tombol lampu yang ada di sebelah ranjangnya. Hingga hanya tersisa satu lampu yang menyala redup, tepat di depan kamar mandi. Sementara Febe akhirnya naik ke atas tempat tidur dan berbaring di sebelah suaminya.

"Nggak nyangka, kamu yang jadi suamiku," katanya tanpa bisa menahan diri.

Kennan menelentang. "Ya, dan nggak nyangka kamu yang jadi istriku," katanya, membeo.

Febe tertawa kecil. Seperti permintaan Kennan, dia berjuang mengubah pola pikirnya beberapa hari belakangan ini. Meski tidak berjalan mulus karena Febe masih sering merasa terganggu dan seolah semua cuma mimpi buruk. Namun, perlahan dia tidak lagi memandang Kennan sebagai calon suami Irina yang selalu menyebalkan itu.

Dia mulai bisa membayangkan bahwa mereka menikah karena perjodohan, dengan Tuhan menjadi perencananya. Sutradara yang mungkin bisa disebut jail, karena mengikat Febe dan Kennan dalam pernikahan. Dua orang yang selama dua tahun ini bertukar sapa kurang dari seratus kata.

"Gimana? Udah bisa nganggap kita sebagai teman?" tanya Kennan lagi.

"Lumayan, tapi masih butuh perjuangan. Nggak bisa instan hasilnya." Febe juga menelentang. Tangannya memeluk salah satu guling. "Kamu, gimana?"

"Sama, hasilnya lumayan juga."

"Ish, kamu nggak sengaja cuma ngikut-ngikut kata-kataku doang, kan?" Febe menoleh ke kanan. Lampu di depan kamar mandi menjadi sumber cahaya yang membuatnya masih bisa melihat wajah Kennan dengan jelas.

"Nggak lah, ngapain ngikut-ngikut," bantah Kennan. "Tadi aku ngantuk banget pas ngobrol sama Ananta dan Nolan. Eh, udah nyampe sini malah ngantuknya hilang."

Tadi Kennan memperkenalkan Febe dengan dua sahabatnya. Nolan, pria setengah bule yang menarik banyak tatapan dari kaum hawa selama resepsi. Dan Ananta yang terlihat begitu mencintai istrinya.

"Emangnya Ananta nggak pulang? Kan dia ke sini bareng istrinya."

"Ananta sama istrinya juga nginep di sini. Katanya sekalian bulan madu kesekian. Tapi intinya mereka berdua sengaja pulang lebih lama cuma karena mau gangguin aku. Biasalah, kalau ada yang nikah, pada heboh dan norak. Padahal tiap hari ada ribuan orang yang nikah."

Febe bicara tanpa pikir panjang, "Kenapa urusan tempat tidur pengantin baru selalu bikin orang nggak bisa nggak ngeledek? Maksudku, pasti ada komen tentang belah duren dan sejenisnya."

"Entahlah, aku nggak tau. Anggap aja karena naluri untuk kepo atau apalah. Euforia tiap ngeliat pengantin baru," balas Kennan. "Eh iya, kamu nggak ngundang teman-temanmu, Fe? Yang datang malah kenalannya Irina. Dan semua pada kaget."

"Aku nggak ngundang siapa-siapa."

"Lho, kenapa? Apa karena kemarin itu kita nggak ngebahas soal itu? Duh, salahku berarti. Maaf ya, nggak mikir sejauh itu karena lagi mumet. Harusnya, kamu undang aja temanmu, nggak usah harus izin ke aku."

Jawaban apa yang bisa membuat alasan Febe tidak terdengar terlalu menyedihkan? Dia berbeda dengan Irina yang supel dan memiliki banyak kenalan. Tadi, teman-teman adiknya terkaget-kaget melihat Febe di pelaminan, bukti nyata bahwa mereka pun tidak tahu keberadaan Irina. Untungnya tidak ada yang mengajukan pertanyaan tentang alasan bertukar tempatnya mempelai wanita.

"Aku nggak punya teman, Ken." Febe tak kuasa berdusta.

Entah kalimat Febe atau nada suaranya yang membuat Kennan tertarik. Pria itu memiringkan tubuhnya, menghadap ke arah sang istri. Ada sebuah guling yang memisahkan mereka. "Kenapa?" tanyanya dengan suara datar.

"Karena aku kurang luwes bergaul."

"Oh ya? Tapi, kamu kayaknya nyaman-nyaman aja sama klienmu. Aku kan kemarin sempat ngeliat gimana mereka pas mau pulang."

"Karena mereka klienku," balas Febe asal-asalan.

"Itu bukan alasan yang kuat."

"Iya, aku tau." Febe tertawa kecil.

"Ada hubungannya sama... gosip-gosip pas sekolah?"

Febe terkelu. Dia tidak tahu apakah harus membahas masalah itu dengan Kennan. Lelaki ini, tetap saja orang yang mencintai Irina. Saat Febe membicarakan tentang fitnah yang ditiupkan adiknya, hanya karena ingin meluruskan berita bohong yang juga sudah didengar Kennan entah sejak kapan.

"Fe, kamu tuh kebiasaan ngelamunnya parah banget. Ini aku udah mau lumutan nungguin jawaban kamu dari tadi," protes Kennan.

"Maaf," sahut Febe. "Iya, salah satunya. Awalnya teman-temanku mulai ngejauh setelah ada gosip. Aku masih berusaha bersikap biasa, sambil nyoba jelasin semampuku. Tapi nggak ngefek. Akhirnya aku merasa, kalau segampang itu percaya sama gosip, mereka nggak pantas jadi temanku."

"Iya, aku setuju sama prinsipmu," dukung Kennan tanpa terduga.

"Setelah itu, aku aborsi. Trus fokus untuk ngembaliin kondisi mental karena kehilangan janin itu ternyata berat banget, Ken. Walau saat itu aku belum pengin hamil dan masih muda banget. Otomatis, makin jauh dari teman-temanku yang waktu itu udah kuliah." Febe menelan rasa nyeri yang sudah begitu familier. "Udah ah, jangan ngobrolin yang bikin bete."

"Setuju juga. Mending ngobrolin hal-hal yang bermanfaat. Eh, sebentar! Kalau ngomongin soal bokong seksi, itu bermanfaat nggak, sih?"

Febe mengernyit heran. "Kok malah ke bokong, sih?"

"Ananta dan Nolan dari kemarin sibuk bahas soal soal itu. Sampai tadi pun masih ngomongin topik yang sama. Bosen banget sebenarnya tapi mereka belum bisa move on dari topik itu. Gara-gara aku nunjukin video senammu di Youtube. Kata mereka, kamu punya bokong seksi."

"Kenapa kamu nunjukin videoku sama mereka? Dan kenapa juga kalian malah ngebahas bokong?" suara Febe meninggi. Kennan malah tertawa kencang. "Kennan, nggak lucu, tau! Aku nggak nyangka kamu ternyata senyebelin ini."

"Biarin. Aku emang sengaja bikin kamu kesel. Biar lupa sama obrolan soal temen-temenmu barusan."

"Tapi bukan berarti harus bahas bokong, kan? Trus, ngomongin dada juga? Bodi? Posisi bercinta yang paling enak? Iya?" sembur Febe sewot.

Kennan terbahak-bahak hingga nyaris terjatuh dari ranjang.

Lagu : I Do (Cherish You) - 98 Degrees

Tiap lagu memiliki melodi
Tiap melodi menyimpan jutaan makna
Dan selalu ada cerita di balik alunan nada yang coba dibahasakan dalam sebuah lagu.

Dari mulai lantunan musik country yang menyenangkan. Menyentak dan membuat candu seperti latin pop. Ataupun lagu-lagu lama yang menyimpan banyak nostalgia.

Dalam series kali ini, kami para pecinta oppa dan babang ganteng bakal coba membahasakan sebuah lirik menjadi cerita panjang kepada kalian. Menyajikan konser kecil dari potongan cerita, yang mungkin akan membuat imajinasi kalian bermain-main dalam dentingan lagu dari kami.

Daftar lagu dari konser kami :

1. inag2711 : If I die young dari lagu If I Die young - The Band Perry (setiap Selasa & Jumat)
2. Indah Hanaco : Despacito dari lagu Despacito - Luis Fonsi featuring Justin Bieber (setiap Senin & Kamis)
3. pramyths : The Girl from Yesterday dari lagu The Girl from Yesterday - The Eagles (setiap Rabu & Sabtu)
4. mooseboo : Midnight Tea dari lagu Juwita Malam - Ismail Marzuki (setiap Kamis & Minggu)

Sudah siap mendengarkan lagu-lagu dari kami?

Continue Reading

You'll Also Like

303K 40 6
FOLLOW AKUN INI DULU, UNTUK BISA MEMBACA PART DEWASA YANG DIPRIVAT Kumpulan cerita-cerita pendek berisi adegan dewasa eksplisit. Khusus untuk usia 21...
347K 2.1K 4
Akurnya pas urusan Kontol sama Memek doang..
44.9K 2.4K 38
"Namanya Ayumi, anaknya pinter, lo pacarin aja biar ada yang ngerjain tugas lo."
My sekretaris (21+) By L

General Fiction

270K 2.6K 20
Penghibur untuk boss sendiri! _ Sheerin Gabriella Gavin Mahendra