Sudah satu jam lebih dan hujan masih belum berniat untuk berhenti atau paling tidak mengurangi curahnya. Dua orang yang ada dimobil mulai gerah, dalam artian canggung satu sama lain.
Salsha yang tadinya kedinginan sudah mulai terbiasa dengan suhu tubuhnya hanya saja kepalanya terasa pening karena rambutnya basah, sementara Dimas hanya diam, menatap keluar jendela berharap Juna segera datang.
Salsha mengeluarkan ponselnya. Mengirim pesan pada Juna agar cowok itu segera datang minimal untuk memecah kecanggungan di antaranya dengan Dimas.
Salsha melirik Dimas diam-diam rupanya cowok itu tengah menengadahkan kepalanya melihat langit-langit mobil. Salsha berdecak membuat pandangan Dimas turun menatapnya.
Tidak ada kalimat yang keluar dari mulut Dimas hanya helaan napas panjang sambil merutuki diri sendiri kenapa harus terjebak disituasi seperti ini.
Langit sudah gelap, hujan pun tidak selebat beberapa menit yang lalu. Dimas menegapkan punggungnya saat melihat seorang laki-laki berjalan ke arah mobil Salsha menggunakan payung berwarna silver.
Dimas membuka pintu mobil. Dia akan beranjak turun tapi cowok itu berhenti, menoleh pada Salsha yang menatapnya lurus. "Pakai yang bener jaketnya."
Salsha mengerjap kemudian begitu Dimas keluar dan menutup pintu, Salsha buru-buru mengenakan jaket jeans milik Dimas.
Dimas menghujani Juna dengan tatapan tajam. Juna hanya nyengir sambil berkata, "gue udah dapet dongkraknya dari tadi cuman gue mampir ke mini market niatnya beli air eh, hujan yaudah sekalian ngopi."
Tangan Dimas terulur untuk menjitak kepala cowok itu namun Juna lebih gesit menghindar. Dan berlari memutar menuju Salsha yang baru saja keluar dari mobil. Juna mengernyit melihat Salsha jauh basah kuyup. "Mobil lo bocor apa gimana?"
🐾
Butuh waktu sekitar setengah jam bagi Dimas dan Juna untuk mengganti ban mobil Salsha. Juna merenggangkan tangannya, melemaskan ototnya yang menegang karena habis dipakai bekerja, sementara Dimas menendang kecil ban mobil Salsha memastikan sudah terpasang dengan benar.
"Sorry ngerepotin," lirih Salsha.
Juna mengibaskan tangannya. "Gak apa-apa, yang namanya temen kan harus saling tolong menolong."
Salsha tersenyum lega, sementara Dimas menahan diri untuk tidak menoyor kepala Juna.
Salsha beralih menatap Dimas. Merasa diperhatikan, Dimas balas menatap Salsha sambil menaikkan sebelah alisnya karena Salsha tidak kunjung bicara.
Namun, saat Dimas menangkap sinyal dari Salsha. Dia segera mengibaskan tangannya, mengusir Salsha. "Pakai dulu lah, udah pulang sana lo."
Setelah itu Dimas beranjak dari sana diikuti Juna setelah mengatakan agar Salsha hati-hati di jalan, khawatir jalanan licin.
🐾
Salsha selesai mengeringkan rambutnya, dia kemudian bergerak ke keranjang tempatnya menaruh pakaian kotor. Tangannya mengambil jaket jeans dari sana, dia kemudian keluar kamar dan melangkah turun menuju ruang khusus untuk cuci baju.
Ada tiga mesin cuci di sana. Salsha sendiri biasanya laundry meskipun sudah difasilitasi oleh pemilik kos. Tapi, kali ini entah mengapa dia takut terjadi apa-apa jika melaundrykan jaket jeans Dimas.
Niat Salsha bisa mengembalikan jaket cowok itu sesegera mungkin.
"Loh Sal, nyuci baju?" tanya Gia yang kebetulan lewat dan menemukan Salsha sedang membaui pewangi baju.
Salsha berbalik. Kemudian menyodorkan Gia dengan dua jenis pewangi. "Lebih wangi yang mana?"
"Gue sih lebih suka yang ini," jawab Gia sambil menunjuk pewangi parfum yang memiliki bungkus berwarna hitam.
Salsha mengangguk kemudian menaruh pewangi itu di atas mesin cuci sambil menunggu jaket Dimas yang masih digiling di dalam.
"Kok tumben sih?"
"Punya temen gue," katanya sembari memperhatikan kerja mesin cuci itu. "Ini gak apa-apa kan Gi kalau jaket jeans dicuci pakai mesin?"
"Ya gak apa-apa," kata Gia sembari memperhatikan Salsha. Lalu saat Salsha selesai dengan kegiatannya dan menarik keluar jaket yang selesai dia cuci, kening Gia berkerut. "Punya Dimas?"
Salsha menatap Gia. "Kok? Lo tahu?"
"Beneran punya Dimas?!"
Salsha mengangguk ragu. Dia menatap Gia lamat karena cewek itu segera mengulum senyumnya. "Gue bener-bener gak ada apa-apa Gi!"
Gia hanya mengangguk mengiyakan, dia lalu berkata, "Dimas sering pakai BAPE gitu katanya berasa makin ganteng."
Salsha hanya bergumam sebagai jawaban. Dia kemudian berjalan keluar menuju halaman untuk menjemur. Cewek itu kembali dan mendapati Gia masih mengulum senyumnya. "Sekedar informasi aja, ini gue bisa marah loh, Gi."
🐾
Dimas selesai mandi, dengan modal berbelit handuk dipinggang, cowok itu bergerak bebas di apartemennya. Dia melangkah ke sana kemari sambil menggaruk kepalanya yang basah, cowok itu diam sejenak menajamkan telinga kemudian perlahan mengikuti suara notifikasi ponselnya.
Sampai Dimas berhenti di samping kasurnya dia mengangkat bantal serta guling namun tidak juga ditemukan benda persegi panjang yang terus mengeluarkan bunyi tersebut.
Dimas berjongkok lalu menundukan kepala dan benar saja ponsel itu ada di bawah kolong entah bagaimana caranya.
Dimas segera membuka notifikasi, rupanya dari grup Panorama. Dimas membaca cepat chat-chat dari teman organisasinya itu.
Dimas menghela napas berat saat namanya dengan nama Salsha bersanding dalam pembagian divisi untuk makrab. Cowok itu menekan ikon grup mencari-cari nama Salsha di sana. Lalu saat dia menemukannya Dimas langsung menghubungi cewek itu.
"Halo?" suara dari seberang terdengar.
Dimas menarik napasnya dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan sebelum berkata, "Sal, gue ini jodoh kali ya sama lo?"
🐾
Salsha sibuk mencari laporan kelompoknya di tas. Cewek itu sampai beberapa kali nyaris menabrak orang dan mendapat peringatan dari salah satu cewek yang akan ditabraknya.
Salsha mendengus kesal saat tidak ditemukan juga laporan yang dia cari. Sampai seseorang menghentikannya. Tanpa mau mendongak seperti sebelum-sebelumnya, Salsha menggeser badannya berganti arah. Dia akan melangkah lagi, tapi satu suara yang terdengar sangat sinis membuatnya berhenti.
"Jadi, gimana cara lo ngeganti ban mobil?"
Salsha langsung berbalik dan mendapati Citra teman sejurusannya besedekap sambil memandang sinis Salsha, seperti biasa.
"Jadi, elo yang bikin ban gue sobek?"
"Ditanya itu dijawab bukannya mal-"
"Ya elo yang harusnya jawab!" Salsha berdecak pelan lalu menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. "Udahlah. Gue maafin lo," katanya tidak mau memperpanjang lagi.
Citra berdecak, tangannya menarik lengan Salsha kasar hingga lengan cewek itu tergores kuku Citra. "Siapa yang minta maaf!"
Berkat suara meninggi Citra kini beberapa orang menatap mereka ingin tahu.
Salsha menghela napasnya. Dia kemudian berjalan mendekat pada Citra. "Berhenti ngusik gue Cit. Lo gak akan dapet apa-apa. Faros gak bakal balik lagi sama lo, ngerti?"
To be continue🐾
.
.
.
[Salsha]
[Dimas]
.
.
.
"Halo?"
"Sal, gue ini jodoh kali ya sama lo?"
"Maksudnya? Ini siapa, sih?"
"Jodoh lo."
"Ngaco! Ngapain sih, telepon-telepon ngomongin jodoh?"
"Udah tahu gue?"
"Udah. Gue habis lihat profil whatsapp lo."
"Oh. Jadi, menurut lo kita jodoh atau enggak?"
"Enggak! Astagaaa, lo sakit apa gimana sih?"
"Kalau sakit ditengokin gak?"
"Enggak! Bye!"
.