Tiga Belas [COMPLETED]

By snowfa

60.8K 3.8K 63

"Kenapa lo harus sembunyi?" tanya Dafa pelan. Rei diam. Sulit menjawab pertanyaan itu dengan sejujurnya. "Kar... More

BAB 1
BAB 2
BAB 3
BAB 4
BAB 5
BAB 6
BAB 7
BAB 8
BAB 9
BAB 10
BAB 11
BAB 12
BAB 13
BAB 14
BAB 15
BAB 16
BAB 17
BAB 18
BAB 19
BAB 20
BAB 21
BAB 22
BAB 23
BAB 24
BAB 26
Bab 27
BAB 28
BAB 29
Bab 30
BAB 31
BAB 32
BAB 33
BAB 34
BAB 35

BAB 25

834 60 2
By snowfa

"Bagaimanapun, kasih ibu adalah ketulusan yang tidak akan pudar sekalipun telah hanyut oleh waktu... -Author" 

Rei sampai di rumahnya sekitar jam 8 malam. Begitu gadis itu membuka pintu depan rumahnya. Yang pertama kali menyambutnya bukan mama Rei, melainkan tante Mira.

"Assalamualaikum Rei," ujar tante Mira hangat. Agaknya seperti menyindir Rei yang tidak mengucapkan salam ketika masuk rumah.

"Oh, ya, walaikumsalam, tan," Rei gelagapan.

Tante Mira hanya tersenyum sejenak.

"Mama kemana ya tan?" tanya Rei.

Mira seperti sudah menebak pertanyaan itu.

"Mama kamu ada urusan bisnis di luar kota. Mungkin sekitar semingguan gak akan pulang ke rumah," jawab Mira pelan.

"Hah?" Rei sontak tidak percaya. Pertama, mamanya tidak mengabari Rei sendiri. Kedua, mamanya tadi sedang sakit. Ketiga, kenapa harus meminta tante Mira yang mengabarinya.

"Mama kamu pergi mendadak Rei. Tadi dia nelfon tante untuk ngabarin sekaligus jaga kamu selama dia pergi. Bukannya dia gak ngabarin kamu langsung, tapi mama kamu cuman ngerasa bersalah kalau ngomong harus meninggalkan kamu lagi," ungkap tante Mira seperti menangkap pernyataan Rei.

"Kalau gitu tante bilang aja sama mama. Dia nggak harus khawatir sama aku. Aku udah biasa sendirian, aku bisa hidup sendiri tanpa harus dijagain orang," balas Rei kesal.

Gadis itu bangkit menuju kamarnya.

"Rei, kamu gak boleh ngomong seperti itu. Mama kamu tulus khawatir sama kamu," Mira berceramah sambil mengikuti Rei dari belakang.

Rei kemudian berhenti.

"Kalau mama emang khawatir, harusnya mama ngabarin langsung ke aku. Bukan perantara orang," ujar Rei lalu kembali melangkah.

Tante Mira mengambil napasnya perlahan. Berharap dapat membantunya untuk lebih sabar.

Sementara di dalam kamar, Rei segera berbaring di atas ranjang sambil memainkan handphonenya. Gadis itu mencari nomor Bety kemudian menelfonnya.

"Ya halo," ujar Bety di seberang.

Rei tidak langsung menjawab. Gadis itu sesenggukan.

"Rei?" Bety menyeru. Lamat-lamat Bety mendengar suara tangis sahabatnya yang masih samar."Rei, lo nangis?" Bety memastikan.

"Bet, bener gak ya kalau mama gue hamil lagi? Gimana kalau sekarang dia pulang ke suami barunya," Rei tetap menangis sambil menceritakan hal itu.

Mengingat itu tentang tante Seli. Bety hampir saja ingin menceritakan kejadian di rumah sakit pada Rei.

"Kok lo bisa ngomong gitu? Emangnya ada apa Rei?"

"Hari ini, teman mama gue, tante Mira dateng dan bilang kalau mama lagi perjalanan bisnis. Tante Mira diminta ngejagain gue sementara mama pergi. Mama gak bilang langsung ke gue Bet... jangan-jangan mama..." Rei kembali berpikir negatif.

Bety hanya bisa diam mendengar cerita Rei. Mengingat kalau mungkin saja tante Seli sedang kemotrapi. Sedang dirawat di rumah sakit. Bukannya perjalanan bisnis. Dan itu juga bisa menjadi alasan jelas kenapa mamanya tidak bisa mengatakan langsung pada Rei sendiri.

"Rei,"

"Gue ke rumah lo ya, gue pingin meluk lo biar tenang," ungkap Bety.

Rei menyetujuinya kemudian mengakhiri pembicaraan telfon itu. Setelahnya, ia keluar dari kamar menuju teras depan. Duduk di bangku yang disediakan di sana sambil menikmati angin malam yang cukup dingin.

Tanpa undangan, tante Mira duduk di bangku sebelah Rei yang dibatasi meja bundar. Rei tidak mengucap apapun untuk memulai pembicaraan. Tapi Mira yang lebih dulu bergerak.

"Kamu marah sama mama kamu, Rei?" tanya Mira pelan.

Rei sejujurnya tidak ingin menjawab. Tapi gadis itu masih ingin terlihat sopan di depan teman mamanya. Ia hanya tak ingin orang lain menganggap mamanya buruk dalam mendidiknya. Kalaupun itu iya.

"Sedikit," jawab Rei.

"Rei, kamu harus tau, mama kamu bener-bener sayang sama kamu," ungkap Mira.

Rei menatap tante Mira. Mencari kebenaran dari ketulusan ucapan itu. Kalaupun itu iya, Rei memakluminnya karena gadis itu memang anak dari mamanya.

"Apapun yang dia lakukan, itu semua untuk kebaikan kamu," tambah Mira.

Mendengar ucapan itu. Rei jadi mengingat cerita dari mamanya. Alasan kenapa mereka berpisah dan mamanya tak pernah menjenguknya. Alasan kenapa mamanya tidak ada di pemakaman papanya saat itu.

Karena memang semua itu tentang rahasia.

Kesalahpahamanan Rei bermulai dari rahasia. Cerita yang belum sempat diketahuinya. Dan ketika apa yang dipertanyakannya terjawab, jawaban itu benar-benar meluluhkan rasa marahnya, yang diputar menjadi rasa bersalah.

Bersalah karena menyalahkan orang yang sebenarnya tidak salah.

"Sebenarnya, rasa marah itu bermula dari rasa sayang. Karena aku gak mau mama ninggalin aku lagi, makannya aku marah kalau dia tiba-tiba pergi begini," timpal Rei akhirnya berbicara.

Tante Mira sedikit terkejut mendengar pernyataan Rei. Wajahnya berubah sedikit khawatir dan terlihat iba. Rei menangkapnya sebagai respon dari wanita yang menyesal tidak memiliki anak atau bahkan menikah.

"Rei. Tante itu seumuran mama kamu, punya sejuta pengalaman yang jauh lebih banyak dari kamu. Dan fakta-fakta yang tante pelajari selama ini, tentang sebuah kehidupan, tentang sebuah perpisahan juga," ujar Mira.

"Kehidupan adalah dimana kamu dipertemukan tapi kemudian dipisahkan. Semua hanya sementara Rei. Bertemu satu orang dengan orang lainnya, kamu menjumpai lebih dari satu juta wajah di dunia. Dan semua itu hanya sementara. Kamu mengenal seseorang, berteman, atau bahkan jatuh cinta, semua itu bisa hanya jadi sebentar. Sementara. Untuk mengisi kehidupanmu agar lebih berwarna," tambahnya.

"Lantas. Kenapa harus berganti-ganti, kenapa harus sementara?" tanya Rei.

"Kamu pasti tau kan Rei, kalau tembok yang baru dicat awalnya terlihat indah dan menarik. Namun seiring berjalannya waktu, menjadi kusam dan perlu pengecetan lagi. Hidup kita seperti itu Rei, manusia punya sejuta tembok yang tiap waktu perlu perubahan. Karena itu kehidupan selalu berjalan, karena kita selalu membawa perubahan," jawab tante Mira.

Rei memahami kalimat bijak yang keluar dari tante Mira. Yang ternyata hebat untuk berbicara dan menangkan perasaan Rei. Memberikan quotes yang menyentuh perasaannya.

Di tengah keheningan dan pemahaman Rei terhadap kata-kata itu lebih dalam, gerbang rumahnya terbuka. Menimbulkan suara yang membuat Rei dan tante Mira serentak menatap ke arah sama.

"Rei!" Bety menyeru setelah melihat wajah Rei di balik gerbang yang tadinya tertutup.

Rei tersenyum kemudian berdiri.

"Itu Bety, sahabat aku, tan," ungkap Rei memperkenalkannya pada tante Mira.

Bety kemudian mendekat kearah mereka. Tapi tatapannya agak berbeda ketika melihat wanita yang berdiri di sebelah Rei tidak pernah nampak sebelumnya.

"Ini tante Mira Bet," ujar Rei.

"Oh, salam kenal tante, saya Bety," Bety berkata ramah. Gadis itu sedikit faham karena Rei telah menyebut nama wanita yang berada di depannya.

"Hai Bety," Mira menyambut Bety.

"Kalau gitu, tante masuk ke dalem dulu ya. Kalian yang enjoy ngobrolnya," ujar Mira setelah itu pergi meninggalkan mereka.

Setelah tante Mira benar-benar menghilang dari pandangan mereka. Bety cepat-cepat memeluk sahabatnya. Rei membalas pelukan itu.

"Muka lo enggak secocok dengan apa yang lo ceritain di telfon tadi," ujar Bety melihat perbedaannya setelah mereka melepas pelukan penyemangat itu.

"Tante Mira yang bikin muka gue cepet berubah," ungkap Rei."Quotesnya bikin perasaan gue sedikit tenang,"

Bety memperhatikan Rei dengan tulus. Ada rasa sedih yang disimpan Bety, yang kemudian ditutupi dengan senyumnya.

"Gitu dong, lebih baik kan kalau lo senyum Rei, cantikan juga gitu," sindir Bety.

Rei tertawa kecil.

"Rei yang gue kenal, dia selalu bisa senyum. Selalu bikin ketawa. Selalu ceria. Dia gak akan pernah nangis sampai putus asa," tambah Bety memuji Rei.

"Gue juga masih pengen jadi Rei yang kayak dulu lagi, Bet," ungkap Rei pelan.

"Makannya, senyum dong," pinta Bety.

Rei kemudian menggerakkan jarinya untuk menarik pipinya sehingga bibirnya terlihat seperti tersenyum.

Bety tertawa melihat wajah konyol yang tiba-tiba dibuat Rei.

"Rei yang sekarang juga masih bisa buat lo tersenyum kan?" Rei menguji Bety.

Bety mengangguk mantap.

"Itu baru sahabat gue," timpal Bety.

Sementara mereka masih hanyut di dalam tawa. Tante Mira memperhatikan keduanya di balik jendela. Kemudian menfoto mereka diam-diam.

Tangannya masih berkutik dan foto itu terkirim pada Seli.

@

Di balik senyum Rei yang perlahan mengembang kembali. Yang terjepret dalam foto yang tadinya dikirim oleh Mira pada Seli.

Seli memperhatikan foto itu.

Menelaah tiap raut wajah Rei yang terlihat lebih tenang.

Seli juga ikut tersenyum memperhatikannya.

Namun melihat ruangan dimana ia sedang berbaring sekarang dengan infus menancap di tangannya. Wanita itu sedang tak berbisnis. Ia terbaring lemah di rumah sakit.

Wajahnya terlihat lebih pucat.

Sementara tak menyadari keadaan sekitar. Seli masih tetap memperhatikan handphonenya. Ia tak tau ketika tiba-tiba Riki mengintipnya dari pintu.

Dan ketika wajah Seli benar-benar jelas di sana. Riki mendorong pintu lebih lebar kemudian ia masuk mendekat pada mama Rei.

"Tante Seli, kenapa di sini?" tanya Riki masih syok.

Mama Rei menjatuhkan handphonenya dan menatap pada Riki yang menatapnya kaget. Seli juga tak kalah kaget. Padahal ia berharap hanya sahabatnya, Mira yang mengetahuinya.

"Riki..." Seli menyeru lirih.

"Jangan bilang sama Rei ya, nak," pinta mama Rei.

Riki tak menjawab.

"Tante, beneran kena kanker pankreas?" tanya Riki.

Kini mama Rei yang tak berani menjawab. Hanya diam seolah menunjukkan kalau diamnya itu jawaban benar dari pertanyaan Riki.

Setelah mendapat jawaban dari diam itu. Riki menunduk sedih.

"Tapi kamu tetep gak boleh bilang sama Rei ya. Jangan ngomong apa-apa tentang tante sama Rei," pinta Seli lagi.

"Kenapa Rei gak boleh tau?" tanya Riki.

"Karena tante gak mau ngelihat Rei sedih lagi," jawab Seli tulus.

"Tapi Rei bakal lebih sedih kalau gak tau soal ini, tante..." ujar Riki.

"Cuman sebentar Riki. Nanti tante pasti cerita sama Rei. Pasti..." mama Rei penuh yakin. Riki kemudian mengangguk. Menyanggupi permintaan mama dari sahabatnya untuk tidak membicarakan tentang kenyataan ini.

***

PENGUMUMAN PENTING!!!

KAMU PUNYA QUOTES YANG COCOK UNTUK KISAH LONG DISTANCE RELIGION MU?

SILAHKAN SUMBANG DENGAN KOMEN DI BAWAH YA!! :)

SETIAP KOMEN QUOTES YANG TERSUMBANG AKAN DI POST DI NEXT BAB. 

SATU KOMEN DI POST PADA SATU BAB. QUOTES SELALU TERSEDIA DI KALIMAT PEMBUKA CERITA YAA. 

OH YA. TENANG AJA. KALIAN BISA MENCANTUMKAN NAMA KALIAN SEBAGAI CR (COPY RIGHT OR BY) ATAU KALAU NAMA TIDAK DICANTUMKAN, AUTHOR AKAN MENCANTUMKAN USERNAME KALIAN.

CONTOH "Kata orang, cinta pertama itu seringnya gagal... -@username"

-YUK RAMAIKAN DENGAN CARA TULIS QUOTESMU DI KOLOM KOMENTAR !!!-

Continue Reading

You'll Also Like

851K 12.1K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
565K 27.2K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.6M 313K 34
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
350K 24.5K 50
"Sejak awal aku jatuh cinta pada mu, walaupun aku baru menyadarinya saat kamu bersamanya. Tapi sayang, ternyata kamu mencintainya. Semoga kamu bahagi...