Kisah Sang Penghafal Al-Qur'a...

By Adlfb_

74K 3.6K 268

SUDAH ADA KISPA VERSI 2 Silahkan jika ingin membaca versi pertama ini, tapi typo bertebaran. "Ngafal Al-Qur'... More

[1] PINDAH
[2] Pandangan Pertama
[3] Kenapa Harus Dia?
[4] Acting Hari Pertama
[5] Bad Day
[6] Know?
[7] Berkhalwat
EID MUBARAK
[8] Sahabat!?
[9] Frustasi
[11] Keputusan
[12] Berkunjung
[13] Chatting
[14] Basket
Pemberitahuan
[15] Marriage
[16] Part dihapus
[17] Rumah Baru
[18] Makasih Sate!
[19] Tugas Kelompok
[20] Ajakan Salat
[21] Pasutri Gaje
[22] Murid Baru
[23] Bumbu Cinta
[24] Bumbu Cinta (II)
[25] Asyifa Putri Widiati
[26] Flashback
[27] Search
[28] Bad Day (II)
[29] Hasrat
[30] Hijrah
[31] Duka Ke-Dua Belum Usai
[32] Pulang
[33] Ulangan Semester
[34] Refreshing
[35] Cemas
[36] Hafidzah?
[37] Hafalan
[38] Gosip
[39] Rapuh
[40] Keputusan Akhir
[41] Pertanyaan
[42] Berpisah Secara Sah
[43] Friends Until Jannah
[44] Meet you
[45] Cinta Tahajud
[46] Hadir Kembali
[47] End
Sapa Pembaca
Happy Wattpad's Day
Extra Part (Spesial New Year)
KISPA VERSI 2

[10] Konsekuensi

1.3K 79 0
By Adlfb_


Kalo skenario Allah gitu, ya gitu!

~Achmad Akhlan N.H.

Happy reading ❣️

"Sya! Sya! Hellooo!! Sya!?"
Sanah melambai-lambaikan tangannya diikat depan muka Marsya.

"........" Marsya masih setia dengan lamunannya.

"Woeee!!! Kalian di sini! Kenapa gak ajak-ajak?" Celetuk Syifa dan dengan lancangnya ia menepuk pundak Marsya cukup keras.

Marsya pun agak terkejut. Kemudian kembali dalam lamunannya.

Sanah menatap Syifa tajam.

"Apaan! Ni curut kenapa diam mulu! Di hukum guru BK lagi?"
Syifa pun duduk di samping Marsya.

"Eooooo......"
Syifa memegang dagu Marsya dan mengangkatnya.

"Heumm...." Syifa menaikkan alisnya mengetahui raut wajah Marsya yang berbeda.

"Sshhtt... Lo itu gak peka banget sih!"
Sanah menghempas tangan Syifa dari dagu Marsya.

"Kaya lagi drama Korea aja lu. Sok melas sok sedih sok-"

"Bisa diem gak!?" Ucap Marsya tiba-tiba sehingga membuat kedua sahabatnya terkejut.

"Lo kenapa, Sya! Kaya ga semangat buat hidup gitu!?" Tanya Syifa santai.
Sedangkan Sanah kembali menatap Syifa tajam.

"Bukan urusan kalian!"
Ucap Marsya kemudian lalu membenamkan wajahnya di meja.

"Sya! Kita itu sahabat. Sahabat itu tempat kita curhat. Karena menurut aku, sahabat adalah tempat curhat setelah Allah. Dan inilah manfaat sahabat. Kita harus terbuka sama sahabat sendiri." Jelas Sanah menasehati Marsya.

"Nohh... Dengerin tuh Bu Ustadzah."
Ucap Syifa lalu mendorong kepala Marsya hingga Marsya mendongakkan kepalanya.

"Issh... Syifa, itu kepala. Ga boleh digituin. Kepala itu tempatnya otak. Dan otak itu sangat penting buat tubuh kita. Jadi kita harus menghormati kepala."
Ujar Sanah menanggapi kelakuan Syifa.

"Hahh... Iya iya. Nih!!"
Syifa membalasnya dengan bosan, lalu ia hormat  tepat di depan Marsya.

"Bukan gitu maksut aku. Mak-"

"Iya iya. Gue juga paham kok! Gue cabut duluan, pesen makanan."
Ucap Syifa cepat memotong ucapan Sanah.

Sanah pun mengangguk.

"Jadi, kenapa Sya! Ada masalah apa?"
Lanjut Sanah.

Marsya pun mengangkat kepalanya.

"Eumm.... A-"
Marsya tercekat saat tatapannya bertemu dengan seorang pria yang baru saja duduk di kantin.

"Sya?" Sanah pun mengikuti arah pandang Marsya.

"Hah! Mak.. maksutnya apaan ini?..."
Ucap Sanah membatin.

Sanah agak terkejut. Pria yang sedang bertatapan dengan Marsya adalah Akhlan.
Sedangkan sepengetahuannya, Akhlan tidak pernah melirik perempuan sekali pun.

Ia pun memegang dadanya iri.

"Eumm.... A- aku."
Marsya gagap . Entah mengapa jantungnya berdetak tak keruan. Ia merasa aneh dari sebelum-sebelumnya.

"Anu... Sya! Kalo kamu belum siap, kapan aja bisa kok."
Ucap Sanah dengan berusaha tersenyum.

"Oh,  iya!" Balas Marsya.

Sedangkan Akhlan, ia merutuki dirinya sendiri. Kenapa ia memandang perempuan yang bukan mahramnya.
Padahal ia tahu jelas bahwa hal tersebut dilarang dalam agamanya.

"Ini jantung kenapa lagi sih!" Batin Akhlan.

"Hoee!! Udah ceritanya? Gue gak diajak?"
Tiba-tiba Syifa datang dengan membawa makanannya.

"Gak! Mar-" Ucapan Sanah terpotong.

"Nanti, di cafe kita ketemu. Nanti gue share lokasinya." Marsya pun beranjak pergi.

Sanah juga melihat hal itu terjadi pada Akhlan. Hatinya kembali mencelos.

°°°

Tanpa sengaja Marsya hampir menabrak Akhlan. Ia pun minggir mencari jalan.

"Woi, Zan! Muka lo kucel amat. Abis cuci ga di setrika ya!" Akhlan menghadang jalannya Marsya.

Penonton yang mendengar ucapan Akhlan pun bersorak tidak jelas.
Baru pertama kali mereka lihat Akhlan berbicara agak panjang.

"Ap apaan sih lo! Minggir gak?"
Sewot Marsya.

"....." Akhlan hanya diam dengan senyum tipis.

Akhlan melihat tangan kanan Marsya diplester. Ia pun menautkan kedua alisnya.

Namun Marsya juga melihat sesuatu yang berbeda pada tatapan Akhlan. Ia merasa Akhlan seperti dihantui perasaan sesuatu.

"Dan elo, muka lo juga luset kaya gitu, masih mau ngatain gue kucel."
Sambung Marsya.

"Masa!?" Tanya Akhlan datar.

"Ish, iya. Lo lagi sedih ya? Kaya bimbang banget. Apa perut lo masih sakit."
Marsya hendak memegang bagian perut Akhlan, namun Akhlan menjauh.

"Bukan mahram." Balasnya.

"Dari mana ni bocah tau kalo gue lagi bimbang?" Batin Akhlan bertanya-tanya.

"Hehh... Udah deh. Minggir.!"
Marsya hendak melanjutkan jalannya, namun Akhlan kembali menghadangnya.

"Hahh... Mau lo apa sih!?" Tanya Marsya kesal.

"Itu, kenapa?" Akhlan menunjuk lengan Marsya dengan dagunya.

"........" Marsya diam sesaat.

"Astaghfirullah.. kenapa gue jadi begini."
Batin Akhlan.

"Bukan u-" ucapan Marsya terpotong.

"Eh! Maap!! Ga sengaja. Bye!"
Ucap Akhlan memotong cepat ucapan Marsya dan berlalu pergi.

"Astaghfirullah,.. astaghfirullah....."
Batin Akhlan terus beristighfar.

"Idihh.... Ga sengaja bilangnya? Itu orang kenapa sih? Dasar rese'!?" Maki Marsya. Ia pun melanjutkan jalannya menuju kelas.

°°°

"Lan! Alan, eh Alan. Akhlan!"
Ucap Huda pelan dan menepuk-nepuk punggung Akhlan.

"Apaan sih lo!" Akhlan menyingkirkan tangan Huda dari punggungnya.

"Elo kenapa sih!? Tumben gak dengerin pelajaran. Ntar lo dipanggil gimana?"
Tanya Huda.

Ya! Akhlan dan Huda duduk sebangku ketiga dari depan.. Sedangkan Damar, ia ada di barisan paling depan dengan Bilal.

" bukan urusan lo!" Ucap Akhlan agak keras.

"Akhlan!!" Seorang guru yang tengah mengajar memanggil Akhlan dengan nada tinggi.

"Rasain tuh!" Ujar Huda pelan.

Semua mata pun tertuju pada Akhlan.

"I- iya, pak!" Balas Akhlan berkeringat dingin. Baru pertama ini Akhlan dipanggil sang guru dengan nada seperti itu.

"Kenapa kamu tidak memperhatikan pelajaran saya!? Saya tau kamu cukup pintar, tapi setidaknya kamu juga harus menghormati saya sebagai guru."
Jelas guru bahasa daerah itu, Pak Samsul.

"Ma maaf, pak!" Ucap Akhlan menimpali.

"Kamu tetap saya hukum. Selepas pelajaran nanti, ikut saya ke kantor!"
Tegas Pak Samsul.

"Ba ik, Pak!" Pasrah Akhlan.

Sedangkan siswa di kelas itu pun bisik-bisik.  Mereka tak pernah melihat Akhlan dipanggil guru gara2 hal seperti itu.

Sedangkan di kelas 11 IPS-F....

"Marsya!!"
Panggil Bu Meta yang saat itu sedang mengajar.

"Syaa! Sya! Dipanggil Bu Meta!" Ucap Sanah pelan di dekat telinga Marsya.

"Marsya!" Marsya masih membenamkan wajahnya di meja.

"Marsya!!!" Ucap Bu Meta sekali lagi dan lagi-lagi tak ada jawaban dari Marsya.

Akhirnya, Bu Meta mendatangi meja Marsya dan Sanah. Bu Meta menjewer telinga Marsya.

"Ad- adu Du Du duh duh, Buk! Sakit, Buk!!"
Marsya mengaduh kesakitan.

"Kenapa kamu tidak memperhatikan pelajaran saya, hah! Mau dihukum ya!"
Tanya Bu Meta geram.

"Eng- enggak buk! Mar- Marsya cuman ga bisa tidur buk! Soalnya Bu Meta berisik di depan." Jawab Marsya, namun suaranya dipelankan saat kalimat terakhir.

"Kamu bilang apa tadi!?"
Tanya Bu Meta semakin geram.

"Ibuk ga denger ya, Marsya tadi bilang-"

Tok

Tok

Tok

Suara pintu yang diketuk membuat semua mata tertuju pada pintu.

"Marsya, setelah pelajaran, kamu ikut saya ke kantor!" Final Bu Meta, lalu berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang datang.

"Oh, pak Samsul! Ada apa pak!?"

"Oh, ini- BLA BLA BLA ."
Biasalah omongan guru pasti gitu-gitu.

Tak lama setelah itu pun, Pak Samsul segera keluar pergi dari kelas itu.

"Baiklah anak-anak! Guru-guru akan mengadakan rapat. Jadi-"

"Yeyyyy....!!!" Sorak sebagian besar siswa  tanpa mendengar ucapan Bu Meta selanjutnya.

"Baiklah, karena kalian sudah paham, ibuk akhiri pelajaran saya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatu."
Ucap Bu Meta mengakhiri pelajaran Matematika.

Anak-anak kembali bersorak gembira.

"Haaaaa'!" Sanah menutup mulut dengan kedua tangannya.

"Apaan lo!" Sewot Marsya.

"Tangan kamu kenapa? Kok tadi aku gak tau kalo tangan kamu diplester ya?" Tanya Sanah.

"Gak tau. Makan Tomcat kali." Jawab Marsya sekenanya.

"Ihh... Kok gitu. Pasti ada apa-apa nih."
Ucap Sanah kurang yakin.

"Yahh... Auk deh, lupain aja."
Marsya pun bangkit dan berjalan keluar kelas menuju kantor.

Saat keluar kelas, Marsya pun kembali berjumpa dengan Akhlan.

Namun Marsya kembali melanjutkan jalannya dengan raut cemberut.

O ya. Kelas Marsya dan kelas Akhlan saling berhadapan. Itu sebabnya kelas IPA sebelah kerap mengeluh karena kebisingan yang ditimbulkan oleh kelas IPS sebelah.

Akhlan pun melanjutkan jalannya dengan perasaan sulit dijelaskan.

Sampai di depan pintu kantor,

"Woi, elu! Ngapain ke sini!? Tumbenan banget lu! " Ucap Marsya membuka pembicaraan.

"Bukan urusan lu!" Balas Akhlan jutek.

"Ellah, jutek amat jadi orang."
Keduanya pun kembali diam.

"Eh, Akhlan dan Marsya. Kalian kenapa di sini?" Tanya Bu Artmey, seorang guru seni.

"Saya disuruh-"
Keduanya saling menoleh. Tanpa sengaja keduanya mengucapkan kata yang sama dan bersamaan.

"Saya disuruh-"
Lagi-lagi mereka bersamaan.

"Lo kok ikut-ikutan gue sih! Antri kek Napa!?" Geram Marsya.

"Lo juga, ngapain ikutan gue. Gue yang sampe di sini lebih dulu!" Balas Akhlan tidak mau kalah.

"Udah, udah! Ini itu kantor. Guru-guru lagi rapat itu!" Ucap Bu Artmey melerai.

"Lah, ibuk sendiri ngapain di sini kalo lagi rapat?" Pandangan Marsya beralih pada Bu Artmey.

"Ouh, saya lagi mau ambil suatu dokumen. Kalau begitu, kalian tunggu saja di kursi sana, tunggu sampai rapat guru selesai."
Jawab Bu Artmey.

"Iya, buk!" Ucap Akhlan.

Sedangkan Marsya,

"Buk! Kenapa harus duduk di kursi, kan ada sofa?" Tanya Marsya seraya menunjuk kursi dari kayu.

"Ntar najis kena lo!" Bukan Bu Artmey yang menjawab, melainkan Akhlan.
Akhlan pun segera berjalan menuju kursi yang ditunjukkan Bu Artmey.

"Ihh... Kaya yang paling suci aja lo."
Marsya pun turut berjalan menuju kursi.

Bu Artmey hanya tersenyum tipis.

°°°

"Aishh... Lama amat tu guru! Rapat apa Ncangkul sih!"  Marsya menyenderkan punggungnya di kursi. Ia melipat kedua tangannya dan memejamkan matanya.

"Lo bisa diem nggak!" Ucap Akhlan datar.

"Suka suka gue, ellah!" Balas Marsya.

"Ntel!" Lanjut Marsya.

"Apa?" Balas Akhlan.

"Kalo misalnya lo dijodohin, lo mau nggak!?" Tanya Marsya mencurahkan isi hatinya.

"Ya.. kenapa ga mau. Asal orangnya religius, gue mau-mau aja." Balas Akhlan.

"Tapi kalo lo nggak tau siapa dia, dan elo ga cinta dia, gimana?" Marsya terus bertanya.

"Ya tunggu sampai tau lah! Kalo cinta, ntar juga biasa." Jawab Akhlan.

"Ni anak kenapa jadi ngomongin kaya begini, sih! Gue kan jadi badmood." Batin Akhlan.

"Mm... Tapi kenapa lo iya banget karena dijodohin sama yang lo gak kenal!?" Lanjut Marsya membuat Akhlan sebal.

"Ya soalnya gue ga mau ngecewain orang tua gue."

Marsya langsung bangkit dan membuka matanya.

Ia teringat akan air mata sang mama yang mengalir. Lagi, kata-kata Meisya kembali terngiang di telinganya.

"Lo kenapa? Lo mau dijodohin?" Tanya Akhlan mengintimidasi.

"A- ah! Sok tau lo!" Balas Marsya sewot.

Akhlan memicing curiga. Ia merasa ada sesuatu yang aneh pada Marsya.

"Ngapain liat-liat gue!" Ucap Marsya sewot seraya mengalihkan pandangannya.

"Gak papa, ge er banget lu jadi orang!"
Balas Akhlan.

"Assalamualaikum.."
Ucap Pak Samsul.

"Wa'alaikumusalam."
Jawab Akhlan.

"Assalamualaikum."
Ucap seorang guru lagi, Bu Meta.

"Wa'alaikumusalam."
Kembali hanya Akhlan yang menjawab.

Marsya tengah asyik mengupil yang membuat Akhlan ilfeel.

"Marsya, kalau ada salam itu dijawab!"
Ucap Bu Meta.

"Wa'alaikumusalam."
Ucap Marsya acuh.

"Baiklah, Bu Meta! Apakah Anda  ada urusan dengan Marsya!?" Tanya Pak Samsul pada guru cantik di sampingnya.

"Iya, Pak!" Timpal Bu Meta.

"Oh, saya juga ada urusan sama Akhlan."
Ucap Pak Samsul lagi.

"O, ya. Marsya karena kamu tidak memperhatikan pelajaran saya tadi, saya harap kamu mau diberi hukuman lebih berat."  Ucap Bu Meta.

"Kamu juga Akhlan! Kenapa kamu tidak seperti biasanya? Biasanya kamu selalu memperhatikan pelajaran apapun."
Ucap Pak Samsul pula.

"Karena mereka berdua sama-sama tidak memperhatikan pelajaran, bagaimana jika hukum sama-sama pula, Pak!?"
Tanya Bu Meta dan menoleh ke arah Pak Samsul.

"Hmm... Boleh." Jawab Pak Samsul.

"Kira-kira, hukuman apa yang pantas buat kalian. Karena tidak memperhatikan guru?"
Lanjut Pak Samsul.

"Bagaimana jika.... Kalian berdua harus menjadi guru dan murid?"

"Ha! O-"

"Marsya!! Jangan memotong pembicaraan guru!" Ucap Pak Samsul cepat.

"Silahkan lanjutkan, Bu!"

"Baiklah. Akhlan akan menjadi guru bagi Marsya. Karena nilai Marsya paling rendah di antara semua siswa, maka saya minta agar Akhlan mau membantu Marsya.
Dan Marsya juga Akhlan, kalian harus belajar menghormati dari hukuman ini."
Jelas Bu Meta.

"Ide bagus. Dengan ini sekolah kita akan semakin berprestasi. Bagaimana Akhlan? Marsya?" Tanya Pak Samsul.

"Gak! Saya tidak mau! Saya juga bisa nyewa guru privat lain, Pak! Lagian saya juga punya kakak y-." Ucapan Marsya lagi-lagi terpotong.

"Tidak bisa! Ini hukuman wajib bagi kalian!" Tegas Bu Meta.

"Benar! Kalian harus bertanggung jawab atas kelakuan kalian." Final Pak Samsul membenarkan ucapan Bu Meta.

Tapi, buk! Saya belakangan ini sibuk. Saya rasa saya tidak ada banyak waktu buat jadi guru privatnya dia!" Ucap Akhlan mencari alasan seraya menunjuk Marsya.

"Akhlan! Jika kamu tidak mau jadi Guru privatnya Marsya, nilai kamu saya bagi dengan Marsya!" Ucap Bu Meta tegas.

"Ta-tapi..."

"Tidak ada tapi tapian. Akhaln, lebih baik kamu jadi guru privat Marsya daripada harus nilai kamu yang dibagi!"
Imbuh Pak Samsul.

"Loh-loh! Saya mau nilainya, Pak! Tapi saya nggak mau orangnya! Ntar s-."

"Cukup! Ini tidak bisa diganggu gugat lagi."
Ucap Bu Meta menengahi.

Semua diam.

"Baiklah mungkin cuma itu. Saya mau pergi dulu. Assalamualaikum." Salam Bu Meta.

Belum sempat Akhlan mengucapkan salam,

"Saya juga pergi dulu. Saya harap kalian melaksanakan hukuman dengan tanggung jawab. Assalamualaikum."
Ucap Pak Samsul dan berlalu meninggalkan ruangan.

"Wa'alaikumusalam..."
Jawab Akhlan.

Akhlan melirik Marsya yang tengah melongo. Ia tau Marsya tidak menjawab salam.

"Dosa." Ucap Akhlan datar namun sinis.  lalu berjalan keluar kantor.

--------------------------

To be continued

Selasa, 18 Juni 2019

Continue Reading

You'll Also Like

72.8K 6.5K 19
Sebaik-baik rasa cinta adalah yang dibangun dengan mencintai karena Allah. Tapi bagaimana jika jatuh cinta pada orang yang tidak tepat? Pada orang ya...
577K 70K 19
Lentera Hati - Series keempat Lentera Universe Romansa - Spiritual - Militer "Dejavu paling berat adalah bertemu seseorang yang mirip dengan dia tapi...
188K 7.6K 6
Budayakan follow dulu sebelum baca😁 Dia Azzam Zaid Ibrahim, orang orang memanggilnya Zaid. Punya pacar, Zaid sayang banget sama dia. Namanya kasur...
47.3K 1.6K 14
Dalam pondok pesantren Nurul qodim,ada santri yang bernama Azmi Askandar,ia memiliki sifat yang cuek dan dingin,ia hanya bersifat hangat kepada orang...