Sarah

By SilviaRodiana

12.6K 1.2K 191

Aku hanya selalu berpikir, bahwa hidupku terlalu sempurna untuk menjadi nyata. Kisahku layaknya seorang putri... More

Prolog - The Night
Chapter Two - Two Sides
Chapter Three - The Dream
Chapter Four - Fire and I
Chapter Five - A Slice of Her
Chapter Six - He is White
Chapter Seven - Nightmare
Chapter Eight - Reality
Chapter Nine - First Love?
Chapter Ten - Family
Chapter Eleven - Him, Him, and Him
Chapter Twelve - A Door
Chapter Thirteen - Black vs White
Chapter Fourteen - The Frame
Chapter Fifteen - Trust You
Chapter Sixteen - Toast
Chapter Seventeen - Being Afraid
Chapter Eighteen - The Past
Chapter Nineteen - Starts
Chapter Twenty - Dead Body
Chapter Twenty One - Dead Body (2)
Chapter Twenty Two - Dark inside White
Chapter Twenty Three - Dream Castle
Chapter Twenty Four - He's Dark

Chapter One - Sarah's Life

843 88 13
By SilviaRodiana

"Aku yang asing, terelakkan oleh keadaan yang membingungkan."


—SR—

Sudah berkali-kali gadis itu melayangkan protes, tidak terima karena dipindahkan ke kelas unggulan. Namun, apalah daya. Keputusan orang tuanya sudah bulat, dengan dalih agar ia bisa lebih fokus belajar. Jadi di sinilah ia berada, berdiri canggung di depan kelas XI Plus SMA Karya Bangsa. Kaki bergerak gelisah, mulut komat-kamit merapal doa, seolah akan memasuki kandang singa.

Berulang kali dia menarik dan membuang napas panjang, merasa sebal pada keputusan sepihak ini. Apa yang ada di pikirannya saat ini, adalah percakapan tadi pagi di meja makan.

"Kalau masuk ke kelas unggulan, duit jajan nambah dong," pintanya sambil menadahkan tangan pada sang ayah.

"Heleh, Dek ... Dek. Pikirannya jajan mulu!" timpal kakaknya, salah satu siswa tingkat akhir kelas unggulan.

"Perasaan abang sama Kak Fani biar di kelas unggulan, biasa aja kok duit jajannya."

"Abang, diem!" ucapnya, meletakkan telunjuk di depan bibir.

"Sebagai kakak yang baik dan benar, nggak boleh sirik sama adek yang bakal dikasih duit lebih sama Papa."

"Awas aja nanti masih minta beliin jajan sama abang!" ancam remaja tinggi yang baru saja genap berusia delapan belas itu.

"Ya masih dong," jawab adiknya santai. "Pokoknya selama Abang belum punya pacar, tetep harus kasih Sarah duit jajan!"

"Pacar lagi," gumam lelaki bernama Gilang itu. Tak mau berdebat panjang, dia berjalan menuju ruang depan. Bahaya kalau meladeni gadis bernama Sarah itu, bisa kalah periode perantauan Bang Toyib.

"Tuh, kan, Mama! Sarah bilang juga apa, Abang itu nggak normal! Masa setiap ngomongin pacar, Sarah ditinggal, sih?"

Sepasang suami-istri itu senyum-senyum manja, melihat anak gadis yang saat ini kembali memotong roti dan menjejalkan ke mulut.

"Masa Abang mau kawin sama buku, sih, Pa? Sayang aja gitu bukunya, nanti rusak kalau dikekepin Abang terus."

Masih panjang ocehannya tentang pacar untuk abangnya, sampai ia lupa tentang uang jajan. Sekarang di depan kelas ini, dia baru ingat, belum mendapat tambahan uang jajan. Padahal di kelas unggulan, mereka datang lebih awal dan pulang lebih akhir.

Bel berbunyi sekali, tanda gerbang utama akan ditutup. Sarah membuang napas panjang sekali lagi sebelum mengucap bismillah, lalu melangkah masuk. Baru dua langkah, dirinya malah hampir pingsan menghirup aroma kekakuan di kelas ini. Berbeda dengan kelas sebelumnya yang lebih santai dan berisi beraneka ragam penampilan, kelas ini hanya diisi makhluk yang semuanya taat peraturan sekolah.

Seketika Sarah menunduk, melihat seragamnya. Dasi yang hanya terlihat ekornya karena tertutupi jilbab itu terlihat miring, buru-buru ia rapikan. Tali sepatunya juga berwarna putih, tidak sama dengan mereka yang menggunakan tali hitam.

"Au, ah, gelap!" gumamnya, mulai melangkah ke barisan belakang. Terlihat dua bangku kosong di pojok kanan dan kiri, dia memilih yang kanan agar lebih dekat ke pintu masuk.

Gadis itu menelusuri tempat duduk yang diisi manusia-manusia bertampang datar. Semuanya sedang menunduk, seolah siap melahap buku di depan. Sarah mulai berpikir, apa mereka tidak menyadari kehadirannya, atau mungkin tidak peduli? Sekali dia mencoba peruntungan dengan menyapa salah satu siswi yang akan dilewati, gadis berkacamata tebal itu hanya melirik sekilas, kemudian kembali menatap buku.

"Ya Allah ... sombong banget mbaknya," gumam Sarah seraya melanjutkan langkah.

Tiba di kursi pling pojok, dia segera menjatuhkan bokong. Bahkan, derit kursi tak juga memancing perhatian penghuni kelas itu. Sarah menjadi khawatir, jika dirinya nanti akan berakhir sama seperti mereka.

"Tragis, ya Lord," bisiknya pada diri sendiri. Membayangkan kelak dia akan menjadi manusia pencinta buku seperti mereka, membuatnya benar-benar takut.

Bel berbunyi dua kali, tanda gerbang dalam sekolahnya sudah ditutup. Sarah menelan saliva, menengok ke pintu masuk. Seorang guru lelaki yang masih terbilang muda memasuki kelas mereka sambil tersenyum hangat. Pesonanya sungguh luar biasa, Sarah sampai harus menutup mulut dengan tangan agar tidak menjerit.

Bener banget gosipnya, batinnya berkata girang. Guru-guru di kelas unggulan ganteng dan cantik, nggak kayak di kelas regular, udah banyak yang bulukan.

Guru muda itu menyapa, dijawab seadanya oleh penghuni kelas. Menyadari kehadirannya, guru itu menunjuk Sarah dan menyuruhnya memperkenalkan diri.

"Hai, namaku Sarah Dinata. Boleh dipanggil Sarah, soalnya kalau Dinata itu nama papaku, jadi nggak boleh disebut kalau nggak penting, ya?"

Bibir gadis itu melengkungkan senyum indah, tetapi patah dalam hitungan detik. Bahkan, tak ada satu pun siswa yang menanggapi. Membuatnya malu sendiri.

Guru itu mempersilakannya duduk, tentu saja Sarah tidak menolak. Kakinya agak dihentakkan, masih kesal harus memikirkan sekelas dengan jejeran prasasti itu. Namun, ketika menoleh ke depan, setidaknya ia lega. Gurunya menyegarkan mata.

—SR—

Sekarang Sarah baru tahu, mengapa tadi kepala semua anak menunduk melihat buku. Ternyata, di kelas ini sering kali ada ujian mendadak. Seperti pagi ini, guru tampan nan rupawan itu tiba-tiba mengeluarkan lembaran soal yang harus mereka jawab. Gadis itu sampai lemas, merasa tak berdaya. Sungguh kejam penyiksaan di kelas ini.

Saat akhir jam pelajaran, Sarah hanya bisa mengerjakan tiga soal. Bukannya menggerutu karena tidak bisa mengerjakan soal, gadis itu malah mengucap hamdalah.

"Selesai juga penderitaan Sarah, ya Allah ...," katanya sembari menyerahkan soal kepada sang guru.

Ketika akan kembali ke tempat duduk, matanya tak sengaja bertemu tatap dengan sepasang iris biru kehijauan, serupa aurora di ujung langit Islandia.

"MasyaAllah ... ini gue mimpi atau apa, ya?" ucapnya tanpa sengaja.

"Ketemu orang kok ganteng begini."

Namun, belum sempat menyadarkan diri, kekagumannya ditepis keras oleh sikap dingin lelaki itu. Setelah menatap Sarah dengan pandangan kesal, dia melewati gadis itu secepat angin.

"Ya Allah ... kenapa makhluk di kelas ini sombongnya kebangetan? Untung cakep, Pak ... Pak."

Sarah berbalik lagi, kali ini terkaget menemukan sepasang iris hijau kebiruan yang begitu menyejukkan. Lagi-lagi gadis bermata bulat itu tak bisa berkedip, terbius oleh keindahan di depannya.

"MasyaAllah ... cobaan apa lagi ini, ya Rabb? Jadi orang kok ganteng banget, Bang?"

Berbeda dengan ekspresi laki-laki tadi, yang ini terlihat malu-malu. Dia menggaruk tengkuk, tersenyum kaku. Wajahnya juga terlihat memerah, tampak tersipu oleh pujian blak-blakan gadis di depannya.

Lelaki itu juga berlalu melewati Sarah, tetapi dengan cara yang lebih manusiawi, tidak seperti pria tampan pertama tadi. Walaupun dia tak menjawab sepatah kata, setidaknya kadar menyebalkan lebih rendah dibanding orang tadi.

Sarah tersenyum kecil, berjalan menuju mejanya. Aneh, sepertinya di mulai menyukai kelas ini, setelah tadi sempat ingin mencaci maki. Ya, secepat itu hatinya berubah, sama seperti pikirannya yang jarang bisa fokus pada satu hal, selalu melompat ke sana-sini. Karena sejak kejadian yang bahkan ia lupakan, ia telah kehilangan banyak hal. Termasuk kepingan terpenting dalam hidupnya; belahan jiwanya.

—SR—

TBC

Tolong kasih tau aku kalau ketikannya berantakan, dari tadi mau atur posisi ketikan susah banget. Apalagi nambahin gambar. 😒

Beteweeee
Ini bagian satu!
Selamat membaca, semoga suka.

Temukan kisah lain dari Kolaborasi7Benua di akun:

1. Vanila: Kavii_98
2. Kanolla: Fifi_Alifya
3. Dian: azdiyare_ahsan708
4. Mikha: rodeoexol
5. Joyce: IndahCatYa
6. Tania: AnnyoosAn
7. Sarah: @SilviaRodiana

Sekali lagi, terima kasih buat bantuannya Talithaa56 dan MeylindaRatna.

Nantikan bagian selanjutnya, ya.

Love,
SR

Continue Reading

You'll Also Like

570K 22.2K 35
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 100K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
2.7M 133K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
923K 13.4K 26
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+