SQUADRON CINTA [Terbit]

By MarentinNiagara

181K 8.2K 552

-- adakalanya Allah menciptakan seseorang cukup hanya ada di hati kita tetapi bukan untuk hidup kita -- Arfan... More

Prolog
01 ✏️ Kisah Cinta Jaman SMA
02 ✏️ 0 km Jogja
03 ✏️ Banking Hall
04 ✏️ Pesan Ibu
05 ✏️ Reuni SMA
06 ✏️ Cinta Tak Pernah Salah
07 ✏️ Ketika Mata Bertemu Hati
08 ✏️ Kesepakatan Cinta
09 ✏️ Calon Mertua
11 ✏️ Awal Bencana
12 ✏️ Kejutan Arfan
13 ✏️ Terorisme
Proses Terbit
info PO

10 ✏️ Coming Soon, PIA Ardhya Garini

4.8K 510 24
By MarentinNiagara

_esensi dari ulang tahun itu bukanlah bertambah usia, tetapi berkurang tabungan usia kita di catatan Tuhan_

-----------------------------------------------------

✏️✏️

MASIH tergambar jelas gegap gempita seluruh negeri, menawarkan setiap kemeriahan dalam nuansa merah putih. Pesta rakyat yang telah usai satu bulan yang lalu masih juga menampakkan sisa-sisa kemeriahannya.

Masih ada yang mengingat lagu September Ceria? Bulan September ini Arfan sangat ceria. Di penghujung bulan September, dia menerima undangan untuk keluarganya bisa menghadiri upacara peringatan HUT TNI yang akan diselenggarakan tanggal 5 Oktober mendatang.

"Dik, HUT TNI besok mendampingi Ibu ya? Mas dapat undangan untuk dua orang. Harusnya orang tua, tapi Bapak kan sudah nggak ada jadi Dik Nia saja yang menemani Ibu," kata Arfan ketika berkunjung ke rumah Kania.

"Upacara? Apa itu tidak berlebihan? Kita belum menikah, Mas. Aku malu, kan nanti banyak anggota Pia Ardhya Garini, Mas." Kania masih enggan untuk mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan pekerjaan Arfan. Bukan karena dia tidak ingin mendampingi Arfan, tetapi lebih karena statusnya.

"Nanti kamu juga seperti mereka, Dik, jadi dibiasakan mulai sekarang. Masih ada Ibu kok, nggak perlu khawatir," kata Arfan meyakinkan.

"Tapi Mas, apa nggak sebaiknya Ibu datang bersama Dik Arumi atau Mbak Gendhis?"

"Mbak Gendhis pasti nggak bersedia, karena ada Arsya. Kalau Dik Arumi, Ibu pasti yang nggak mau mengganggu karena sebagai mahasiswa baru, dia pasti lagi senang-senangnya kuliah."

"Tanggal 5 Oktober kebetulan hari Sabtu, Sayang, kamu lepas dinas, kan? Jangan bilang piket ATM, please, datang. Besok Mas atraksi di udara, kamu harus lihat bersama Ibu. Mas nggak bisa menerima penolakan," kata Arfan yang akhirnya diiyakan oleh Kania.

Apa yang membuat lebih bangga daripada itu atas kekasihnya. Rasanya Kania masih terlalu dini jika harus mengatakan bahwa Arfan telah menjadi miliknya kini. Tidak ingin mengecewakan siapa pun. Tidak Arfan tidak juga kedua orang tuanya.

"Aku nggak mungkin nginep, Mas, Ayah pasti tidak mengizinkan," ucap Kania meminta pertimbangan kepada Arfan.

"Mobilku ditinggal di sini saja ya? Nanti biar aku balik ke Malang dengan kendaraan umum. Lalu besok kamu yang setir ke Malang dengan Ibu. Menjelang subuh saja berangkat dari rumah. Ayah pasti mengizinkan, Mas yang akan meminta izin dari beliau," jawab Arfan mantap.

Arfan memang tipe orang yang tidak suka dibantah apalagi ditolak. Keberadaan Kania di sampingnya besok adalah satu legitimasi. Satu tahun lagi Arfan bisa memastikan bahwa Kania adalah Pia Ardhya Garini atas nama dirinya.

Kania tersenyum manis saat mengingat percakapan terakhir dengan Arfan sebelum akhirnya kini berada di mobilnya untuk menjemput Bu Arini. Tak lupa Kania membawa serta setelan kebaya berwarna orange dengan bawahan biru navi yang telah dipilihkan Arfan untuk melengkapi penampilannya pagi ini.

Tanggal 5 Oktober, sesuai janji Kania kepada Arfan. Pukul 03.30 Kania telah sampai di rumah Arfan untuk menjemput sang calon mertua.

"Loh sayang kok belum siap, kata Mas Arfan sudah disiapkan kebaya untuk acara hari ini?" tanya Arini kepada Kania ketika akan berangkat ke lanud Abdul Rahman Saleh, Malang.

"Inggih, Bu, sampun. Nanti saja dipakai kalau sudah dekat, mengemudi berkebaya, kan nggak nyaman," jawab Kania yang telah siap di belakang kemudi.

"Yowes, sakpenakmu wae. Ayo, kita berangkat supaya nanti nggak terlambat," kata Bu Arini bersamaan dengan mobil berjalan perlahan meninggalkan rumah Arfan.

Mobil Arfan yang dikemudikan Kania berjalan di atas rata-rata, suasana pagi memang mendukung. Jalanan masih lengang membuat Kania seolah lupa bahwa dia kini sedang di dalam mobil bersama calon ibu mertuanya. Ketika adzan Subuh terdengar sayup-sayup di telinga Kania, dia segera mencari masjid di pinggir jalan untuk segera menunaikan panggilan Rabbnya.

"Kowe ki kok jibles masmu, yen nyetir senengane mbalap. Alon-alon wae, Nduk," kata Arini selepas menunaikan sholat subuh.

Kania tersenyum malu-malu, "Nyuwun duka, Bu, lah wong margine lengang ngaten dadose sekeco menawi mbalap," jawab Kania dengan jujur.

"Opo mergo nandang wuyung karo masmu kiro-kiro?" ledek Arini menanggapi tawa renyah Kania.

"Ketawise, Bu," Kania menjawab pertanyaan Arini sambil tersipu malu. Bersamaan dengan tangan Arini yang mengelus lembut pundak Kania.

"Sing rukun karo masmu, yo? Yen ana apa-apa dirembug sing becik. Matur ibu menawa mas e ra iso dihubungi," pesan Arini kepada Kania yang dijawab anggukan olehnya.

Kania fokus dengan jalanan yang ada di depannya. Arini sepertinya juga sudah terlelap dalam buaian mimpinya kembali. Perjalanan dari kota Kania ke Lanud Abdul Rahman Saleh, Malang memakan waktu 2,5 jam. Kania menoleh sesaat dan memastikan bahwa Arini nyaman dengan tidurnya.

Pukul setengah tujuh, Kania telah sampai di parkir utama tamu undangan upacara peringatan HUT TNI di Lanud Abdul Rahman Saleh.

"Ibu," suara Arfan memanggil Arini saat Kania dan Arini telah keluar dari mobil dan berjalan mendekatinya.

Arini menyambut Arfan yang telah siap dengan pakaian dinas udaranya.

"Bagaimana, Bu, disetiri Dik Nia nggak mabuk, kan, tadi di perjalanan?" tanya Arfan setelah mencium tangan kanan ibunya.

"Persis kowe, Ngger. Sisihanmu iki jan nggawe jantung ibu meh cepot. Mbalap tenan oleh e nyetir, kandanono," kata Arini protes kepada Arfan meski dengan senyuman yang selalu tersungging di bibirnya.

"Ibu, yang penting tetap fokus. Kalau nanti Nia nyetir pelan-pelan. Pagi ini kita nggak bisa bertemu Mas Arfan sebelum berlaga di udara," jawab Kania dengan senyum yang tak kalah manis dari senyuman Bu Arini.

"Iya, Mas tahu kamu kangen sama Mas. Tapi nyetirnya ya tetep harus hati-hati, Dik. Ikuti kata Ibu, daripada nanti Mas dikudeta loh. Kan, kamu juga yang rugi, Dik." Kata Arfan mengerling manja kepada Kania.

"Mas Arfan apaan sih?!"

"Sudah, kalian ini, Mas Arfan ini belum sah sudah seperti ini. Nanti kalau sudah sah kamu mau seperti apa?" ucap Arini sambil mencubit lengan kanan putranya.

"Kania maunya seperti apa?" Masih juga Arfan menggoda Kania sehingga Arini tak pelak mencubitnya sekali lagi.

"Rasa rasanya memang sebaiknya kalian segera dihalalkan. Ibu khawatir kalau kalian seperti ini berdua saja," ujar Arini diiringi seringai nakal Arfan kepada Kania.

Kania membutuhkan waktu satu jam untuk siap dengan pakaian kebaya dan bersolek menyesuaikan dengan pakaiannya. Arfan memang meminta salah satu temannya untuk mengantarkan Kania dan ibunya ke salah satu mess untuk mereka beristirahat dan bersiap menjelang upacara dilaksanakan. Upacara puncak dimulai pukul 10.00 undangan biasanya datang satu jam sebelum upacara dilaksanakan.

Mematut dirinya di depan cermin. Hati Kania kembali membuncah dan berbunga-bunga. Masih seperti mimpi rasanya dan tak pernah terbayangkan akan secepat ini, setapak kemudian Kania harus siap dengan gelar barunya. Nyonya Kania Arfan Aldebaran, anggota Pia Ardhya Garini mutlak atas nama suaminya.

"Sudah pas, Sayang, nggak salah memang Arfan memilihmu. Ibu seneng banget, kamu cantik sekali," ucap Bu Arini memuji Kania saat ia sudah bersiap dengan setelan kebaya, jilbab dan sepatu heelsnya.

"Yang lebih cantik dari Nia di luar sana banyak, Bu. Nia yakin, Mas Arfan bisa mendapatkan yang lebih baik dari Nia. Namun, Nia ingin Ibu dan seluruh keluarga Mas Arfan tidak hanya menilai Nia karena itu saja." Bu Arini mengangguk setuju. "Meskipun bukan yang terbaik, Nia berusaha menjadi yang paling baik untuk Mas Arfan," kata Kania dengan tulus.

"Ibu percaya, Cantik," kata Bu Arini yang segera mengajak Kania segera ke tempat upacara.

Meriah, atraksi udara yang cukup mengagumkan. Semua orang pasti bangga memiliki prajurit bermental baja yang siap membela negara di barisan terdepan.

Tak pelak air mata haru kini menetes di pipi wanita setengah baya tersebut. Bu Arini sangat terharu, entah Arfan mengemudikan pesawat yang mana, yang jelas kedua manik mata yang beliau miliki tampak sangat berbinar di antara deraian air mata harunya. Sementara Kania, senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya menandakan bahwa nama Arfan telah terparkir manis dalam hatinya.

"Suatu saat nanti, hari dimana penyatuan kalian berdua Ibu pasti sangat bahagia, Sayang. Lebih daripada ini," ucap Bu Arini di penghujung upacara. Dari mata Bu Arini sepertinya sangat berharap, Kania bisa menyalurkan rasa bahagia itu kepada putra kesayangannya.

Jujur, dalam lubuk hati Kania menghangat seketika mendengar ucapan sang calon ibu mertua. Bu Arini bahkan membombardir Kania dengan pendaratan ciumannya di kedua pipi Kania secara bergantian.

"Nia bahagia, Ibu begitu tulus menyayangi Nia seperti putri Ibu sendiri," kata Kania saat mereka hendak meninggalkan lapangan upacara.

"Kamu sudah menjadi anak Ibu, lantas alasan apalagi untuk Ibu tidak menyayangimu?" tanya Bu Arini seketika berhenti dan membalikkan tubuh Kania untuk menghadapnya.

"Nia dan Mas Arfan--"

"Itu hanya soal waktu, Sayang, Nia tahu, kan, alasannya. Mas Arfan harus menyelesaikan ikatan dinasnya. Seandainya sudah selesai sekarang, pasti kamu sudah jadi menantu Ibu," ucap Arini penuh kepastian.

Kania tidak sanggup berkata-kata. Semua seperti berbalik kepadanya sekarang. Di saat kemarin harapannya kepada Bagus terhempas karena dia memilih mundur kini yang Kania alami justru lebih dari sekedar harapan dan mimpinya selama ini. Ayahnya pun tidak pernah mempermasalahkan hubungan Kania dan Arfan meski mereka tidak segera menikah.

Pangeran hati Kania ini memang teramat manis menaklukkan hati sang ayah.

Kania telah mengganti pakaiannya dengan pakaian kasual. Menunggu Arfan menyelesaikan tugasnya, baru setelahnya mereka jalan-jalan menjelajah kota Malang bertiga. Ketika azan Zuhur berkumandang, tugas Arfan telah paripurna. Dia segera bersiap kembali ke mess, juwita hati dan sang ibunda telah menunggu kehadirannya.

"Selamat ya, Mas, sukses manufer udaranya. Nia bangga memiliki, Mas," kata Kania ketika Arfan telah berada di antara mereka.

"Doa Ibu, Dik, doamu juga adalah semangat Mas di udara. Senyum kalian itu tidak bisa tergantikan oleh apa pun juga," jawab Arfan sambil mengelus puncak kepala Kania. Selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, akhirnya Arfan menggantikan posisi Kania untuk mengemudikan mobil dan mengelilingi kota Malang.

"Salat di Masjid Jami' nggih, Bu? Sekalian Dik Nia dereng nate mlampah-mlampah teng alun-alun Malang," kata Arfan.

"Iya, Ibu juga ingin jalan-jalan ke sana," jawab Bu Arini.

Mobil yang mereka tumpangi kini telah melaju menuju Masjid Jami' kota Malang. Momentum yang sangat langka, mengingat aktivitas Arfan dan Kania yang terkadang saling berbenturan. Setelah selesai menunaikan ibadah mereka, Arfan mengajak Kania dan ibunya menikmati sudut kota Malang dari jarak dekat. mereka berjalan-jalan di Alun-alun kota Malang.

"Mau makan siang apa? Tadi Mas membawa kue, atau kalian sudah makan siang di lapangan?" tanya Arfan pada Kania.

"Sudah dapat makan siang, Mas. Mas Arfan belum makan ya?" tanya Kania kemudian.

"Sudah, dapat kotak tadi. Selesai manufer di udara langsung makan padahal upacara belum selesai," jawab Arfan tertawa.

"Kita makan Bakso Bakar Pahlawan Trip, yuk?"

"Ibu kerso bakso? Dik Nia ngidam kadose." anya Arfan kepada ibunya.

"Ish, apaan sih, jarang-jarang, kan, ke Malang bisa begini," jawab Kania mencubit lengan Arfan.

"Wes ayo ojo rame wae. Selak ileran mengko si Nia," jawab Bu Arini sambil menatap lucu Kania yang masih sewot pada Arfan.

"Ibu--" bibir Kania semakin maju mendapat olokan yang sama dari Bu Arini.

Jika orang lain melihat mereka pasti akan mengira bahwa Bu Arini mengajak serta kedua anaknya. Kania merajuk kepada Arfan dan Bu Arini seperti rajukan anak kepada ibu dan kakaknya. Ya, Arfan dan Kania lebih tepat dilihat sebagai pasangan kakak beradik bukan sebagai calon pasangan suami-istri.

Sampai di Baba Trip, Arfan langsung memesan bakso bakar dengan berbagai varian rasa.

"Kamu nginep saja ya, Dik, Mas nggak bisa pulang. Nggak tega lihat kamu setir pulang pergi sama Ibu. Nanti biar Mas, yang izin Ayah," pinta Arfan.

"Hmm, mau disunat lagi sama Ayah?!" jawaban Kania kali ini benar-benar membuat Bu Arini tertawa lebar.

Bu Arini memang telah akrab dengan Kania, mungkin itu juga yang membuat Kania berani mengatakan seperti itu di depan calon ibu mertuanya.

"Arfan, minggu depan jadi loh. Sekalian Ibu mau mengenalkan Kania pada keluarga besar," kata Bu Arini ketika mereka sudah duduk dan menanti pesanan bakso bakarnya.

"Siap, Bu, insya Allah Arfan bisa. Nanti Arfan izin ke Ayah dulu."

"Aku minggu depan piket ATM, Mas," kata Kania.

"Ya, kan, di dalam kota, Dik. Kalau ada panggilan darurat masih bisa lansung meluncur," jawab Arfan.

"Memangnya minggu depan ada acara apa, Bu?" tanya Kania kepada Bu Arini.

"Ibu mau mengadakan tasyakuran untuk Arfan sekaligus mendoakan almarhum ayahnya," jawab Arini dengan lembut.

"Dan Adik harus datang untuk dikenalkan ke keluarga besar Mas," jawab Arfan diiringi dengan kerlingan khasnya.

"Iya, Ibu tunggu di rumah," kata Bu Arini menambahkan.

Tidak ada yang lebih membahagiakan sebagai seorang perempuan. Diterima dengan baik terutama oleh ibu mertua itu adalah anugerah yang tidak ternilai harganya. Kalau Arfan bisa membuat ayah Kania bertekuk lutut, menyerah. Kali ini giliran Kania yang sepertinya telah membuat Bu Arini menyerah juga.

Bahagia bersama, itu bukan hanya mimpi tetapi kenyataan yang terlihat semakin dekat.


ya sudah senyamanmu saja

Kamu ini benar-benar mirip Arfan kalau nyetir, sukanya ngebut. Pelan-pelan saja, Nduk

Mohon maaf bu, jalannya lengang sehingga enak dipakai untuk ngebut

Apa karena kamu sudah rindu dengan Arfan?

Sepertinya, Bu

Rukun sama Arfan ya, kalau ada apa apa di bicarakan. Bilang ke Ibu kalau Arfan tidak bisa dihubungi

Sama sepertimu, pendampingmu ini sudah membuat jantung ibu hampir lepas. Ngebut sekali mengemudikan mobilnya

Salah di Masjid Jami ya, Bu. Sekalian Dik Nia belum prnah jalan-jalan di Alun-alun Malang

Ibu mau Bakso? Dik Nia sepertinya sedang ngidam

Sudah, jangan bertengkar saja. Keburu ileran itu nanti Nia

🐾🐾🐾

-----------------------------------------------------

-- to be continued --

💊 ___ 💊

Jadikanlah AlQur'an sebagai bacaan utama
🙇‍♀️🙇‍♀️

Jazakhumullah khair

💊 ___ 💊

Continue Reading

You'll Also Like

93.1K 2K 16
⚠️BAHASANYA CAMPUR,KALAU KURANG NGERTI JAUH JAUH SANA GAK USAH HATE KOMEN⚠️ Fourth adalah seorang remaja berumur 14 tahun yang sedikit polos..dia jug...
5.8K 723 10
baca aja dah gak bisa buat deskripsi soalnya hanya fiksi!!
Miss U By markminl

Short Story

100K 6.5K 8
"Kita kangen sama Nana" - NCT
37.7K 364 27
Sebuah ilusi tentang kopi