My Senior (Senior Series 1)

By harniafebrian

631K 23.1K 670

[COMPLETE] Senio Reygan Pratista. Seorang lelaki yang terkenal troublmaker, bad boy, leadernya tauran, juaran... More

MBBS TRAILER
Senio Reygan Pratista
Juni Nathania Reva
Bagian satu
Bagian dua
Bagian tiga
Bagian empat
Bagian lima
Bagian enam
Bagian tujuh
Bagian delapan
Bagian sembilan
Bagian sepuluh
Bagian sebelas
Bagian duabelas
Bagian tigabelas
Bagian empatbelas
bagian limabelas
Bagian enambelas
Bagian tujuhbelas
Bagian delapanbelas
Bagian sembilanbelas
Bagian duapuluh
Bagian duapuluhsatu
Bagian duapuluhdua
Bagian duapuluhtiga
Bagian duapuluhempat
Bagian duapuluhlima
Bagian duapuluhenam
Bagian duapuluhtujuh
Bagian duapuluhdelapan
Bagian duapuluhsembilan
Bagian tigapuluh
Bagian tigapuluhsatu
Bagian tigapuluhdua
Bagian tigapuluhtiga
Bagian tigapuluhempat
Bagian tigapuluhlima
Bagian tigapuluhenam
Bagian tigapuluhtujuh
Bagian tigapuluhdelapan
Bagian tigapuluhsembilan
Bagian empatpuluh
Bagian empatpuluhsatu
Bagian empatpuluhdua
Bagian empatpuluhtiga
Bagian empatpuluhempat
Extra Part

Bagian empatpuluhlima (END)

9.9K 279 26
By harniafebrian

Akhir yang bahagia adalah kedua belah pihak yang memiliki kebahagiaan.

❤❤❤

Entah harus menggambarkan seperti apa perasaan Juni saat ini. Semua sudah hancur dan tidak berbekas. Hanya senyum palsu yang selalu terukir di wajahnya saat ini.

Dengan cuaca yang sangat mendukung untuk menyamarkan air mata yang mengalir di pipinya.

Ia masih tetap disini dan tidak pernah berniat untuk pergi. Sudah seminggu sejak hari kepergian Januari ke tempat yang lebih baik, semua masih terlalu semu untuk Juni lupakan. Di tempat ini Juni masih terus menangis di depan pusara makam Januari yang teramat takut untuk Juni tinggalkan.

Ia sudah melalui tantangan Januari untuk tidak menangis, dan waktu selama sebulan itu sudah berlalu beberapa hari lalu yang berarti Juni bisa leluasa untuk menangis sekarang. Tapi yang di dapat hanya tangis sederhana tanpa raungan ataupun ringisan. Ia menangis tanpa suara, hanya rintik hujan yang terus membasahi dirinya.

Ia menangis untuk melepas semuanya, semua hal yang sudah ia lalui tanpa Januari selama seminggu ini. Sebagian hatinya kosong sekarang dan tidak ada lagi warna.

Juni menatap pusara itu dengan senyuman sendu seraya mengusap nisan yang bertuliskan nama Januari. Ia sendiri, dengan masih berseragam sekolah. Ia tidak peduli dengan tubuhnya yang sudah basah kuyup dan tubuh yang sudah menggigil.

"Abang, gue kangen sama lo."

"Gue pengen peluk lo lagi.. Lo baik - baik aja kan disana?"

Juni menghela nafas saat dadanya semakin sakit kala ia berbicara.

"Hidup gue gak kayak dulu lagi.. Dulu lo selalu hibur gue kalau gue sedih.. Selalu peluk gue kalo gue kedinginan.. Sekarang gue kedinginan, lo gak mau peluk gue gitu?"

Juni terkekeh yang justru terdengar menyakitkan bagi siapapun yang mendengar.

"Gue bodoh ya nanya kayak gitu sama lo.. Jelas - jelas lo gak bakal ada disini lagi.. Tapi gue percaya kok lo di sana selalu perhatiin gue dan berusaha buat lindungin gue.. Makasih untuk menjadi kakak yang baik buat gue selama hidup lo..,"

Air matanya mengalir semakin derasa bersamaan dengan hujan yang terus turun tanpa berniat untuk berhenti.

"Gue bakal bahagia dan berusaha untuk hidup lebih mandiri lagi sesuai harapan lo.. Dan sebentar lagi gue bakal naik kelas, semoga nilai gue memuaskan dan gue bisa bahagiain lo.. Mamah sama papah.. Lo pasti bahagia kan kalo gue pinter kayak lo? Gue gak bakal pernah lupain didikan lo selama ini.."

"Lo harus tau satu hal kalo banyak yang sayang sama lo, mereka banyak yang gak nyangka lo pergi secepat ini.. Bahkan semua temen lo disekolah dateng buat doain lo.. Mereka semua sayang sama lo bang.. Jangan pernah merasa sendiri lagi, gue bakal selalu kesini untuk temenin lo.. Dan lo bakal selalu temenin gue kan? Gue udah sendiri sekarang..,"

Juni kembali menghela nafas karena dadanya semakin sesak saat ini.

"Orang yang gue anggap baik ternyata salah.. Dia egois.. Dia gak mentingin perasaan gue.. Lo bener kalo Senioo gak baik buat gue.. Bahkan untuk sekedar datang ke pemakaman lo aja dia gak ada.. Gue salah nilai Senioo.. Dan lo bener bang..,"

Bahu Juni bergetar menahan sesak dan tangisnya yang sudah pecah saat ini. Terlalu menyakitkan untuk menyadarinya, dan terlalu menyedihkan untuk sekedar mengucap namanya.

"Keputusan gue udah bulat.. Gue gak bakal pernah mau ngulangin semuanya sama dia.. Walaupun gue udah mamafin, karena lo selalu ngajarin gue untuk selalu memaafkan orangkan? Gue gak marah dan gue gak dendam.. Gue cuma kecewa.. Kepercayaan gue hancur..,"

"Juni."

Juni sedikit tersentak saat mendengar seseorang menyapanya seraya menyentuh pundaknya. Ia juga baru menyadari ternyata Quita tengah melindunginya dengan payung yang sekarang berada di atas kepalanya.

"Ini gue Quita,"

Juni menengadahkan kepalanya menatap Quita yang juga tengah menatap sendu kearahnya. Quita mulai bertekuk lutut untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Juni.

"Sejak kapan lo disini? Ini masih hujan, baju seragam lo udah basah dan sekarang udah sore.," tanya Quita yang menatap iba dengan keadaan Juni saat ini.

Juni hanya menggeleng lemah kemudian mengalihkan pandangannya kembali menatap pusara Januari.

"Juni, Januar gak bakal seneng lo hujan - hujanan kayak gini nanti lo sakit," ucap Quita seraya menyetuh telapak tangan Juni yang sudah sangat dingin dan putih pucat.

"Gue masih pengen disini," jawab Juni dengan suara yang terdengar bergetar.

"Gue tau lo masih sedih, tapi jangan terus - terusan. Januar juga gak bakal suka lo hujan - hujanan gini. Gue juga masih sama sedihnya kayak lo, semua orang juga. Tapi jangan terlalu berlarut, kasian Januar dia juga pengen tenang disana. Dia pengen liat lo bahagia, bukan lo yang semakin terpuruk kayak gini."

Quita segera menarik Juni kedalam pelukannya saat tubuh Juni semakin bergetar karena menangis sekaligus kedinginan.

"Tadi gue abis dari rumah lo, dan orang tua lo khawatir saat tau lo gak pulang - pulang padahal jam pulang sekolah udah lewat dari lima jam lalu. Sekarang kita pulang, lo bakal sakit kalo terus - terusan disini. Dan gue mau ngasih sesuatu sama lo," lanjut Quita yang mulai membantu Juni untuk bangkit dan segera pulang.

Juni mengernyit mendengar kalimat terakhir yang Quita lontarkan.

"Sesuatu?"

Quita mengangguk, "dari Januar buat lo."

Juni sontak membulatkan matanya mendengar jawaban Quita. Ia kaget sekaligus penasaran sekarang.

"Apa?"

"Udah sekarang kita pulang dulu, nanti biar gue kasih,"

Juni akhirnya menurut, ia bangkit dan berjalan lesu dibantu oleh Quita menuju mobil Quita yang tidak terparkir jauh dari makam Januari.

Quita tersenyum sendu saat menyadari ia sedang melakukan janjinya dengan Januari untuk menggantinya menjaga Juni. Setidaknya untuk sementara Quita akan selalu berada bersama Juni untuk menguatkan gadis itu, walaupun ia juga harus menenangkan seseorang yang jauh lebih terpuruk dari Juni.

Quita segera melajukan mobilnya menuju rumah Juni secepat mungkin karena melihat tubuh Juni yang semakin memucat kedinginan. Sebelumnya ia berniar untuk membawa gadis itu kerumah sakit, ia namun Juni menolak dan dengan terpaksa ia harus membawa Juni kerumahnya dengan cepat agar gadis tersebut tidak jatuh sakit.

Juni hanya menatap kosong ke luar jendela mobil, ia terus menatap air hujan yang seolah lebih menarik ia perhatikan. Lidahnya kelu hanya untuk sekedar berbicara dengan ia terlalu larut dengan air hujan yang mengalir di kaca mobil tersebut.

Tidak butuh waktu lama akhirnya sampai tepat di depan pekarangan rumah Juni. Quita segera keluar dan membantu Juni untuk turun, ia sangat benar - benar iba dengan Juni yang sudah terlihat lemah. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa Juni akan seterpuruk ini.

Kedua orang tua Juni segera menghampiri anak bungsunya dengan raut khawatir dan membawanya ke dalam kamar Juni.

"Qui, makasih ya udah bantu bujuk Juni untuk pulang," ucap mamah Juni saat melihat Juni sudah dibawa oleh papahnya ke dalam kamar.

"Iya gakpapa tante," jawab Quita.

"Tante gak nyangka kalo Juni bakal seterpuruk ini di tinggal abangnya,"

Quita menatap mamah Juni yang mulai menundukan kepala dengan raut yang mulai berubah.

"Maklum tante, Januari sering bilang kalo dia sayang banget sama Juni dan udah pasti Juni sedih kalo di tinggal kayak gini. Tante yang sabar ya. Quita tau kok kalo Juni pasti bakal ceria lagi kayak dulu. Juni cuma masih belum nerima keadaan aja,"

Mamah Juni tersenyum saat mendengar penuturan Quita, ia juga merasakan hal yang sama seperti Quita. Ada saatnya Juni kembali ceria seperti dulu, dan ada saatnya Juni akan menerima semua keadaan yang merubahnya menjadi seperti ini.

****

Quita menghampiri Juni yang sekarang tengah terbaring di kasur dengan pandangan menatap kearah balkon yang menampakan bintang yang bertaburan. Malam ini cukup cerah setelah seharian tadi hujan turun tanpa henti.

"Juni, gue mau ngasih lo ini," ucap Quita setelah ia sudah berada di samping kasur tidur Juni.

Juni mengalihkan atensinya pada Quita, ia bangkit untuk duduk menyandar di kepala kasurnya. Ia tersenyum saat menyadari keberadaan Quita yang juga tersenyum menatapnya.

Kemudian ia menatap sesuatu berada di tangan Quita yang tengah menyodorkan itu untuknya.

"Ini yang gue bilang dari Januar, dan gue nemuin ini di kamarnya. Gue yakin itu buat lo," ucap Quita yang langsung menaiki kasur Juni dan duduk di sampingnya.

Juni menatap Quita ragu, namun Quita tersenyum kepadanya seakan ia meyakinkan untuk Juni mengetahui apa isi surat tersebut.

Dengan tangan yang bergetar akhirnya Juni meraih kertas tersebut yang terlipat rapih menjadi dua. Ia gugup sekaligus takut saat membuka kertas tersebut. Ia menghela nafas dalam sebelum ia benar - benar membaca isi surat tersebut.

Quita yang menyadari ketakutan Juni akhirnya ia menggenggam tangan Juni yang terasa dingin untuk lebih menguatkan gadis tersebut.

Dear adik kesayangan gue

Mata Juni seketika memanas saat membaca tulisan tangan tersebut. Dadanya juga kembali sesak hingga menyeruak sampai ke tenggorokannya yang tercekat saat ini.

Halo adik kesayangan abang! Maaf kalo gue bikin lo nangis baca ini, gue tau pasti lo gagalkan jalanin tantangan dari gue untuk gak nangis selama seminggu? Atau lo gak gagal jalanin tantangan itu? Kalo enggak gue bahagia sama lo. Adik gue hebat ternyata gak nangis.

Juni tersenyum di kala tangisannya yang semakin pecah. Ia bahagia karena ternyata Januari sama bahagianya karena ia tidak menangis selama itu.

'gue juga sayang dan bahagia sama kayak lo, bang.' batin Juni.

Dek, gue mau minta maaf sama lo karena sekarang di saat lo baca ini gue udah gak ada. Lo tau? Kematian ini gue rencanain sendiri tanpa sepengetahuan siapapun. Maafin lagi karena gue nutupin ini semua dari lo.

Juni tertegun saat membaca tulisan tersebut. Kematian Januari karena rencananya sendiri?

Juni menatap Quita yang sekarang menatapnya juga dengan air mata yang mengalir di pipinya.

Ini gak ada sangkut pautnya sama siapapun, termasuk sama Senio. Gue yakin lo nyalahin dia kan? Lo salah dek, gue pergi karena ini udah keputusan gue dan mungkin takdir gue. Dan kalo lo ngira Senio bunuh gue, lo salah lagi. Intinya lo gak perlu salahin diri lo sendiri atau siapapun. Gue pergi karena ini udah takdir dan jalannya gue.

Tangis Juni pecah saat menyadari yang sebenarnya. Pernyataan Januari di surat ini seakan menyalahkannya kali ini. Air mata itu semakin deras hingga membasahi kertas yang berada di tangannya.

Tapi lo harus tau, gue pergi bukan berarti gue gak sayang sama lo mamah sama papah lagi. Maafin gue karena harus pergi secepat ini. Lo boleh benci sama gue karena gue udah gak jadi Guardian Angel lo lagi. Maaf karena gue lo harus kehilangan kebahagiaan lo lagi, tapi gue yakin setelah ini lo bakal bahagia terus.

Jangan jadi adik gue yang cengeng lagi, jangan manja, jangan nyusahin orang, dan jangan bikin orang kesel sama lo. Kehidupan lo masih panjang, jangan pernah lo nyoba untuk hidup kayak gue, gue bakal marah kalo lo putus asa dan milih jalan buntu kayak gue. Masih banyak orang yang sayang sama lo, biar gue yang nyakitin banyak orang, tapi jangan lo. Lo adik gue satu - satunya, jadi anak yang membanggakan buat mamah sama papah. Lo gak mau ngecewain gue kan? Lo sayang sama gue kan? Percaya sama gue kalo kehidupan lo kedepannya bakal lebih baik.

Perbaikin semua kesalahan lo, jangan ngulangin kesalahan yang sama. Tetep jadi Juni adik kesayangan abang yang paling cantik, baik, ramah dan di sayang banyak orang. Inget selalu nasehat gue. Jaga diri lo baik - baik, lo harus berusaha untuk lindungin diri lo sendiri karena seperti yang gue bilang gue gak akan selamanya jadi malaikat pelindung lo, gak akan selamanya ada di samping lo. Sekarang di saat lo baca ini mungkin gue lagi nyeselin kehidupan gue selama di dunia..

Makasih untuk kehadiran lo sebagai adik gue yang paling cantik setelah mamah.. Gue sayang sama lo.. Jangan lupa bahagia, gue bakal selalu perhatiin lo dari tempat gue berada.. Selamat tinggal dek!

Dari abang kesayangan lo,

Januari Nathanio Reza.

Tangis Juni benar - benar pecah setelah membaca semua isi surat tersebut. Tangis haru yang lebih mendominasi saat ini. Ia menangis seraya memeluk surat tersebut seakan bahwa surat itu akan berubah wujud menjadi sosok Januari.

Quita yang juga ikut membaca surat tersebut ikut menangis seraya memeluk Juni yang sekarang tengah meraung dengan suara seraknya. Keduanya sama - sama di buat sedih dengan isi surat dari Januari.

Mungkin itu adalah tangisan terakhir untuk Januari, mereka tidak akan berlarut dengan kesedihan bukan?

****

Siang hari yang cukup cerah untuk semua siswa yang baru saja selesai menyelesaikan ulangan mereka yang sudah berlangsung selama seminggu kebelakang.

Semua senyum bahagia yang terlihat lepas seakan menjelaskan betapa bahagianya mereka karena sudah menjalankan ulangan dengan lancar, begitu juga Juni.

Senyum yang terus terpatri di wajahnya tidak pernah luntur semenjak 3 menit yang lalu ia sudah menyelesaikan ulangan terakhirnya. Ia sangat bahagia kali ini, karena bagaimana pun sebentar lagi ia akan naik kelas.

Jangan tanya kenapa ia sudah kembali bahagia karena memang ia sudah memutuskan untuk tidak berlarut dalam kesedihan. Semua orang ingin kehidupannya kembali, dan kehidupan Juni kembali hanya dengan cara ia harus kembali bahagia dan menyimpan semua rasa sayangnya dengan Januari di dalam hatinya. Setidaknya ia tidak melupakan Januari.

"Ahh Kia!! Akhirnya ulangannya selesai!" teriak heboh Juni seraya memeluk Saskia saat mereka sudah berada di depan ruang ujian.

Saskia ikut tersenyum bahagia dan membalas pelukan Juni yang terlihat seperti anak kecil. Sudah tau bukan mereka tidak pernah peduli dengan kata orang?

"Gue bahagia! Ulangan selesai dan libur telah tiba yuhuuu!!" teriak heboh Saskia yang juga tidak kalah heboh dengan Juni.

"Ah iya bener, bentar lagikan liburan nihh. Gimana kalo kita bikin plan?" tawar Juni yang di sambut anggukan oleh Saskia.

"Oke kita bikin planning, nanti pokoknya kita harus liburan. Mau kemana enaknya?" tanya Saskia.

Juni memutar manik matanya ke arah atas dengan jari telunjuk yang mengetuk dagunya seakan ia tengah mencari ide sekarang.

"Ah gimana kalo kita ke Korea?" tawar Saskia seraya menaik turunkan alisnya.

Juni mencebik mendengar tawaran Saskia.

"Ish lo mah yang di dalam negeri aja si gak usah jauh - jauh. Kalo mau ke luar negeri nanti aja kalo kelulusan, lebih leluasan kan tuh liburnya panjang."

Saskia mengerucutkan bibirnya mendengar penolakan Juni. Ini saran yang baik bukan? Tapi sayangnya malah di tolak mentah - mentah.

"Gimana kalo--,"

Drrtt drrtt

Juni segera meraih handphone yang bergetar, saat membaca nama yang tertera ia segera mengangkat telefon tersebut.

"Halo..,"

"Gue udah di depan sekolah lo. Ayo cepetan nanti keburu berangkat,"

"Oh oke tunggu bentar kak, gue keluar sekarang,"

Juni lekas mematikan sambungan telefonnya dan hendak berlari keluar sekolah namun terhenti saat baru menyadari Saskia tengah menatapnya bingung.

"Kia gue balik sekarang yaa, ntar aja kita omonginnya. Gue harus buru - buru sekarang. Dah!" ucap Juni yang lekas berlari meninggalkan Saskia yang masih menatapnya bingung.

Saskia menatap jam tangannya dan melihat jam yang tertera, saat itu juga mulutnya membulat kala menyadari sesuatu.

"JUNI! SALAMIN YA DARI GUE! BILANGIN HATI - HATI!" Teriak Saskia dan dapat anggukan dari Juni yang masih dapat mendengar teriakan cempreng Saskia.

Juni segera berlari dan memasuki mobil seseorang yang tengah menunggunya. Ia menghela nafas lega saat sudah duduk di dalam mobil tersebut.

"Ayo kak Qui buruan nanti kita ketinggalan."

Quita mengangguk dan langsung menancapkan laju mobilnya membelah jalanan kota dan jalanan tol. Perjalanan yang cukup jauh untuk sampai ke tempat yang mereka tuju. Juni terus melirik jam tangannya yang menunjukan pukul setengah satu siang dan waktunya sudah sangat mepet sekarang sedangkan jarak masih sangat jauh hingga kemungkinan akan memakan waktu selama 45 menit.

Perjalanan yang cukup panjang akhirnya Juni dan Quita sampai di tempat yang mereka tuju. Keduanya lekas berlari memasuki gedung yang sangat di penuhi dengan banyak orang. Gedung luas di tambah dengan banyaknya orang sampai mereka kebingungan mencari dimana keberadaan orang yang mereka cari.

"Kak Qui, dimana? Ini waktunya tinggal 5 menit lagi," ucap Juni dengan nafas yang tersengal karena terus - terusan berlari mengikuti arah lari Quita.

"Bentar lagi, ini udah di gate 2, dia ada di gate 1. Ayo makanya cepetan larinya!"

Juni semakin mempercepat larinya bersamaan dengan Quita hingga keduanya menghela nafas saat sampai di tempat dimana orang itu berada.

Namun pandangan keduanya mengedar mencari keberadaan orang tersebut yang tidak terlihat batang idungnya sama sekali. Keduanya terlihat lelah sekarang, mereka sudah berlari jauh dari parkiran sampai masuk kedalam gedung yang luas.

"Kak Qui, kok gak ada?" tanya Juni dengan nafas tersengak seraya menunduk dengan tangan yang menyentuh lutut sebagai tumpuannya.

Quita terus mengedarkan pandangannya mencari keberadaan orang tersebut.

"Nak Juni?"

Keduanya sontak menoleh kearah seseorang yang menyapa Juni dan saat itu juga matanya berbinar menatap orang yang mereka cari.

Juni tertegun melihat orang yang menyapanya tadi. Namun detik berikutnya ia tersenyum saat melihat senyuman seseorang.

"Kalian datang sudah datang? Ibu kira kalian tidak jadi datang," ucap wanita paruh baya yang menghampiri keduanya diikuti seseorang di belakangnya.

"Ah iya bu, maaf kalo terlambat," ucap Quita seraya menyalami tangan wanita yang lebih tua begitu juga Juni.

"Iya tidak apa - apa," jawab wanita tersebut.

Quita dan juga Juni tersenyum dan iris mata keduanya langsung teralih kala melihat seseorang yang tengah tersenyum kearah mereka berdua.

"Senio!! Congratulation for your graduation!! Ah gila sih lo udah mau perginya lagi aja," ucap Quita girang seraya memeluk Senio yang membalas pelukannya dengan senyum bahagia.

"Thank you, Qui. Gue juga gak tau bakal pergi secepat ini," ucap Senio menatap Quita setelah mereka berdua melepas pelukannya.

Senio mengalihkan atensinya menatap seseorang yang juga tengah menatap kearahnya dengan raut bahagia. Ia mengulurkan tangan dan di balas oleh Juni yang langsung menghampirinya dan menjatuhkan pelukannya pada Senio.

Bila kalian tanya kenapa Juni bisa kembali baik dengan Senio, jawabannya mudah. Juni sudah membicarakan ini dengan Senio setelah ia mengetahui isi surat Januari. Dan saat mendengar penjelasan yang sama dengan Senio ia akhirnya meminta maaf dan memaafkan kesalahan Senio. Dan sekarang keduanya sudah memaafkan satu sama lain dan berniat untuk melupakan semuanya.

"Senio!! gue bakal kangen sama lo!" ucap Juni di dalam pelukan Senio yang juga memeluknya sangat erat.

"Gue juga bakal kangen sama lo." balas Senio yang semakin mengeratkan pelukannya.

"Lo bakal tinggal di London? Terus nasib gue sama kak Quita gimana di tinggal sama lo? Gue bakal kangen sama mantan gue dong," ucap Juni yang menengadahkan pandangannya menatap Senio dengan masih memeluknya.

"Iya gue bakal usahain untuk pulang ke Indonesia. Ya gue bakal kabarin lo terus sama Quita, lo juga jangan sombong - sombong jadi mantan kalo kita ketemu. Jaga diri lo, gue juga bakal kangen sama mantan paling menggemaskan kayak lo," ujar Senio dengan terkekeh seraya mencubit hidung Juni.

Juni terpekik saat Senio mencubit hidungnya, namun kemudian ia ikut terkekeh.

"Lo juga jaga diri,"

Senio mengangguk dan melepas tangannya yang melingkar di pinggang Juni.

"Nanti kapan - kapan kalian susul gue ke London, jangan gue mulu yang ke Indonesia. Gue bakal kenalin kalian ke bokap gue, dan bakal gue ajak jalan - jalan keliling London."

Juni, Quita dan mamah Senio terkekeh mendengar penuturan Senio yang terdengar menggemaskan. Juni jadi merindukan masa dimana Senio berbicara manja dan menggodanya saat mereka masih pacaran dulu. Tapi sepertinya ia harus kubur dan lupakan semua momen indah tersebut. Semua sudah berlalu dan tidak baik jika di ungkit bukan?

Nada panggilan dari sumber suara menyatakan bahwa keberangkatan menuju London akan segera berangkat dan itu berarti waktu Senio tinggal dikit sekarang.

Juni sontak mengerucutkan bibirnya kala mendengar panggilan tersebut. Senio yang menyadari langsung mengelus surai Juni dan tersenyum hangat dengan gadis tersebut.

"We will meet again someday," ucap Senio.

Juni mengangguk dan membalas senyuman Senio.

Senio segera memeluk ibunya dan tidak lupa mengucapkan selamat tinggal, kemudian Quita, dan kemudian Juni lagi.

Hanya pelukan biasa kemudian Senio langsung menarik kopernya meninggalkan semua ketiga peri cantik yang selalu menyayanginya. Setidaknya kepergiannya kali ini sangat mengesankan.

Ia melambaikan tangannya lagi saat sudah memasuki ruangan boarding pass, penghalang mereka kali ini masih sebuah kaca bening, namun sebentar lagi akan ada jarak yang memisahkan mereka dengan Senio.

Juni menghela nafas lega kali ini, ia sangat bahagia karena pada akhirnya semua kembali normal meskipun tidak bisa menjadi seperti dulu. Keadaan yang membuat keduanya untuk memutuskan untuk menjadi seorang teman sekarang atau kasarnya mantan. Mantan tidak selalu saling membencikan? Setidaknya perpisahan mereka kali ini lebih baik dari sebelumnya.

Saling mendukung dan saling menyayangi dengan batas teman, seperti Quita dan Senio. Saling sayang dan saling mendukung tidak harus selalu menjalin hubungan. Keduanya cukup sadar jika dilanjutkan apakah akan lebih baik? Bisa saja menjadi lebih buruk bukan? Apalagi saat mengetahui Senio akan pergi dan menetap di London bersama ayah kandungnya disana. Apakah keduanya kuat untuk hubungan jarak jauh? Belum tentukan? Dan itu adalah salah satu alasannya.

Juni akhirnya percaya dengan semua nasehat Januari, ia masih punya kehidupan yang lebih baik. Kehidupannya masih panjang, terlalu kelam hanya untuk terus meratapi kesedihannya. Ia juga harus bahagia, Senio juga kan? Maka dari itu mungkin kebahagiaan keduanya adalah dengan kehidupan masing - masing tanpa hubungan yang terjalin. Hubungan pertemanan adalah yang lebih baik.

❤❤❤

The End.

-Har

Continue Reading

You'll Also Like

5.2K 323 11
"Gua mau naik kebo,tapi kebonya yang naik ufo ya.soalnya kasian kalo jalan sambil dinaikin Gue"-Mingyu "jangankan kebo,semut gendong gajah pun aku ja...
2.3K 605 12
Ini kisah tentang Lubna azizah Devandra. gadis dengan segala keaahlian dalam dirinya. Pintar? Sudah pasti Kreatif? Jangan di tanyakan lagi Barbar? Ya...
13.3M 473K 48
SUDAH TERBIT DI GLORIOUS PUBLISHER Coming Soon MINISERIES Bad Boy di Genflix! Bad boy? Dua kata yang dapat mendeskripsikan sifat seorang Nathan Imanu...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.4M 80.3K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...