My Senior (Senior Series 1)

By harniafebrian

631K 23.1K 670

[COMPLETE] Senio Reygan Pratista. Seorang lelaki yang terkenal troublmaker, bad boy, leadernya tauran, juaran... More

MBBS TRAILER
Senio Reygan Pratista
Juni Nathania Reva
Bagian satu
Bagian dua
Bagian tiga
Bagian empat
Bagian lima
Bagian enam
Bagian tujuh
Bagian delapan
Bagian sembilan
Bagian sepuluh
Bagian sebelas
Bagian duabelas
Bagian tigabelas
Bagian empatbelas
bagian limabelas
Bagian enambelas
Bagian tujuhbelas
Bagian delapanbelas
Bagian sembilanbelas
Bagian duapuluh
Bagian duapuluhsatu
Bagian duapuluhdua
Bagian duapuluhtiga
Bagian duapuluhempat
Bagian duapuluhlima
Bagian duapuluhtujuh
Bagian duapuluhdelapan
Bagian duapuluhsembilan
Bagian tigapuluh
Bagian tigapuluhsatu
Bagian tigapuluhdua
Bagian tigapuluhtiga
Bagian tigapuluhempat
Bagian tigapuluhlima
Bagian tigapuluhenam
Bagian tigapuluhtujuh
Bagian tigapuluhdelapan
Bagian tigapuluhsembilan
Bagian empatpuluh
Bagian empatpuluhsatu
Bagian empatpuluhdua
Bagian empatpuluhtiga
Bagian empatpuluhempat
Bagian empatpuluhlima (END)
Extra Part

Bagian duapuluhenam

8.1K 355 10
By harniafebrian

"Aku disini berjuang untukmu. Bersabarlah semua akan indah pada waktunya."

-Senio R

❤❤❤

Hari - hari sudah berlalu, hari yang sama seperti biasanya. Sama seperti sebelum sosok Senio hadir dalam hidup Juni. Klise.

Mungkin itu yang mencerminkan hidup Juni sekarang. Sudah dua minggu lebih ia menjalani hari tanpa seseorang yang selama ini selalu mengganggunya hingga membuat hari dan warna dalam hidupnya berubah.

Namun Juni tetaplah Juni. Gadis yang dikenal ceria, ramah, baik hati, cerewet, dan tentunya selalu membuat orang terdekat merasa nyaman bersamanya. Maka dari itu Juni tidak bisa berlama - lama jika harus meratapi semuanya. Masih ada masa depan yang menantinya untuk memulai hari baru.

Percuma jika ia sibuk menangis, termenung hingga mengurung diri di kamar itu tidak akan merubah yang sudah terjadi. Nasi sudah jadi bubur percuma untuk di sesali karena yang sudah terjadi takkan pernah terulangi.

Yang harus Juni lakukan sekarang adalah membuka lembaran baru di hidupnya. Cukup waktunya bersama Senio itu bagaikan sebuah kertas kosong yang kemudian di coret oleh anak balita dengan memakai pulpen. Tidak ada artinya, lebih baik di robek dan di buang ke tempat yang seharusnya.

Sekarang Juni sudah berada di lingkup sekolah, berjalan di koridor dengan wajah yang sudah cukup terbilang ceria. Dengan model rambut yang sekarang ia kuncir ekor kuda hingga rambutnya mengayun berirama dengan langkah kaki.

Beberapa teman Juni menyapanya dengan ramah dan Juni pun membalasnya tak kalah ramah. Hingga sapaan seseorang dari arah belakang menghentikan langkahnya.

"Hai dek! " sapa Dion dengan senyum paginya.

Juni memutar tubuhnya menghadap Dion. "Hai juga kak! "

"Baru dateng?" tanya Dion.

"Iya nih, biasa abang aku ngaret berangkatnya jadi aku juga ikut - ikutan ngaret ke sekolah. " jawab Juni dengan sedikit kekehan.

"Ohh. Ohiya, kakak mau ngasih kamu sesuatu. "

Juni mengernyit dahi bingung, "apa?"

Dion mengambil tas yang berada di punggungnya kemudian ia merogoh sesuatu di dalam tas.

"Nihh!" ucap Dion seraya menyodorkan se kotak susu rasa banana.

Mata Juni berbinar melihat kotak susu tersebut, kemudian dengan cepat ia ambil kotak tersebut dari tangan Dion seraya tersenyum manis.

"Makasih ya kak!"

Dion membalas senyuman manis Juni, " iya sama - sama. Yaudah sana masuk ke kelas, nanti terlambat masuk kelas lho."

"Iya kak iyaa. Oke aku masuk, dahh!" ucapnya lekas berjalan memasuki kelas seraya melambaikan tangan pada Dion.

"Hai cabat!!" sapa Saskia yang tengah duduk santai di bangkunya.

"Hai juga cabatt!" jawab Juni.

"Cerah banget yah kayaknya hari ini?"

Juni melirik kearah luar menatap langit memastikan yang diucapkan Saskia benar. "Masa? Enggak juga tuh."

"Iya tau! Buktinya cerah banget tuh wajah, kayak abis dapet undian berhadiah," ledek Saskia seraya terkekeh.

"Ya kalo gitu mah bakal lebih cerah lagi kali wajah gue bisa dapet undian dadakan kayak gitu."

"Oh iya, itu di tangan lo susu dari kak Dion?" tanya Saskia seraya menunjuk ke arah susu kotak yang berada ditangan Juni.

"Iya, kenapa? Lo mau?" tawar Juni.

"Enggak ah, lagian gak mungkin kan kalo lo ngasih susu kesukaan lo itu. Yang ada lo nangis darah entar gegara nyesel ngasih susu itu ke gue."

Juni terkekeh mendengarnya, "enak aja, lebay banget dong gue. Udah nih ambil aja kalo lo mau."

"Lo serius? Tumben biasanya pelit kalo menyangkut rasa pisang."

"Gue udah bosen minum susu mulu, tadi pagi juga susu sekarang di kasih susu lagi. Mumpung gue lagi bosen minum susu, lebih baik ini buat lo dari pada gue buang trus mubazir?!" ucap Juni seraya menyodorkan kotak susu tersebut pada Saskia.

"Tapi jangan bilang kak Dion kalo susu ini gak di minum sama gue." Lanjut Juni.

Saskia melihat perubahan Juni kali ini sampai matanya terus tertuju pada air muka Juni yang seakan ada rasa lain tersirat di wajahnya. Saskia dapat melihat senyum palsu yang terukir di wajah Juni. Namun, niat tidak ingin membuat Juni sedih lebih baik ia menuruti perkataannya.

"Yaudah dehh. Thank's ya!" jawab Saskia seraya meraih susu tersebut dari tangan Juni.

"Iya sama - sama. Eh gue mau ke toilet dulu ya bentar."

Saskia mengangguk menanggapinya seraya menyeruput susu yang di berikan Juni. Kemudian Juni lekas keluar kelas menuju toilet yang berada tidak jauh dari kelas.

Ia hanya melewati beberapa kelas dari kelasnya untuk menuju toilet. Namun seperti biasa banyak siswi yang memperhatikannya seakan dia adalah pusat perhatian sekarang.

Tapi Juni tetaplah Juni yang tidak terlalu memperdulikan sekitarnya. Ia hanya fokus melihat jalan hingga langkah membawanya sampai di toilet.

Langkahnya terhenti saat melihat seseorang yang tengah berdiri di depan cermin.

"Hay Juni!" sapa seseorang tersebut saat menyadari keberadaan Juni.

Juni tersenyum menanggapinya kemudian ia melanjutkan jalan menuju bilik toilet yang kosong.

"Tunggu," ucap Grisa yang hendak menahan Juni sebelum masuk ke bilik toilet.

Juni mengernyit dahinya, "ada apa kak?"

"Lo..." Grisa menjeda ucapannya karena sedang memikirkan sesuatu.

Juni semakin penasaran dengan apa yang hendak Grisa katakan padanya. Seakan ada hal penting yang hendak di beritahukan kepadanya.

"Kenapa kak?" tanya Juni lagi.

"Emm.. Gajadi deh. Lo mau ketoilet kan? Yauda masuk aja gue gak jadi ngomong." jawab Grisa kemudian ia berlalu keluar toilet meninggalkan Juni.

Juni hanya menatap heran dengan kepergian Grisa. Ia sama sekali tidak tahu apa yang hendak Grisa katakan padanya. Namun Juni dapat melihat dari mata Grisa bahwa ia terlihat sangat ragu untuk mengatakan sesuatu karena ada alasan tertentu yang sama sekali Juni tidak tahu.

Namun Juni tidak terlalu menghiraukan itu semua, mencoba untuk tidak menerka yang tidak-tidak. Setelahnya ia segera memasuki bilik toilet.

Tidak butuh waktu lama, Juni hendak segera keluar dari bilik toilet namun niatnya ia hurungkan karena mendengar sesuatu dari luar bilik.

"Ehh, lo tau gak? Gue denger dari seseorang yang bilang alasan kenapa kak Senio gak masuk selama ini," ucap seseorang tersebut.

Juni seketika terdiam beberapa saat, ia sangat tidak menyangka bahwa seseorang sekarang sedang membicarakan Senio.

"Kenapa kenapa?" tanya seseorang yang lain.

Entah rasa apa yang membuat Juni semakin penasaran dengan perbincangan tersebut. Ia mendekatkan telinga nya di pintu, berniat untuk mendengarkan pembicaraan tersebut.

Namun berbeda dengan hatinya yang sekarang terasa sesak saat mendengar nama orang yang pernah mewarnai hidupnya hingga sekarang orang itu pergi meninggalkan tanpa tau keberadaannya dimana.

"Katanya sih bukan karena ngejauh dari si yang namanya Juni itu lho!" jawab seseorang tersebut.

"Ohiya? Jadi kenapa dong alasannya kalo bukan karena itu?"

"Katanya sih--" ucapnya terhenti karena sebuah nada nyaring memenuhi seluruh penjuru sekolah menandakan bahwa bel masuk berbunyi.

"Yah masuk lagi. Yauda kita ngobrolnya dikelas aja, biar lebih seru tuh kan rame-rame sama yang lain," ucap orang tersebut dan tak lama terdengar sebuah langkah kaki mereka yang meninggalkan toilet.

Juni masih terdiam didalam bilik toilet, ia sekarang sangat penasaran apa yang akan dikatakan selanjutnya dengan orang tersebut.

Kemudian ia segera keluar dari bilik dan memperhatikan sekitar toilet yang sekarang hanya tinggal ia seorang.

Akhirnya pikiran Juni kembali berkecamuk memikirkan hal lain. Ternyata selama ini Senio menghilang bukan hanya karena menuruti keinginannya? Ternyata ada hal lain yang membuat Senio seakan menghilang begitu saja.

Ia sama sekali tidak mengerti dengan semuanya. Padahal belum usai Juni berusaha melupakan Senio dari ingatannya dan kabar itu membuat semua hal yang hendak Juni lupakan kembali berputar di memori nya.

Juni hanya bisa menghela nafas agar ia bisa kembali tenang dengan semuanya. Yang ia fokuskan sekarang adalah belajar bukan hal lain. Itu saja.

****

Di sebuah tempat yang biasa disebut markas dari geng yang dipimpin oleh Senio sedang dalam keadaan menegang. Semua anggota tengah berkumpul membicarakan hal yang sangat penting dan menyangkut nasib geng dan keadaan Seni.

Tak ada yang membuka suara saat ini, mereka sedang sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

"Sekarang gue tanya sama kalian semua. Mau geng ini tetap bertahan atau lanjut tanpa bantuin dari ketua," tanya Boy yang mulai membuka suara.

"Bertahan bos." Jawab semua anggota serentak.

"Kalian emang masih mau nanggung semuanya? Kita udah relain 5 motor karena kita kalah tanding. Yakin lo semua mau kehilangan motor? " tanya Boy.

Mulai suara riuh terdengar disetiap anggota, mereka memikirkan yang dikatakan Boy ada benarnya. Jika mereka ingin geng ini terus berlayar namun mereka harus kehilangan motor karena kekalahan yang harus diterima.

Selama ini mereka tidak pernah merelakan motor mereka, karena ada Senio yang selalu berada paling depan dan selalu memenangkan pertandingan tanpa harus merelakan banyak motor. Namun sekarang? Senio sedang koma dirumah sakit dan mereka tidak tahu kapan Senio akan kembali sehat.

"Jadi gimana? Kalo kalian nanya gue pilih yang mana, dan gue bakal jawab lebih baik geng ini vacum sementara. Gak ikut balapan, gak ikut bela SMA Supernova saat tauran, dan gak melakukan apapun sampai Senio kembali pulih dan ikut gabung lagi ke geng ini. Kalian setuju?" tanya Boy dengan pernyataan yang membuat semua anggota tercengang.

Bagaimana bisa geng yang paling ternama sekarang tiba-tiba vacum hanya karena tidak adanya ketua. Itu memalukan bagi mereka, karena alasan tidak adanya ketua mereka bisa vacum, lalu apa gunanya anggota yang banyak jika hanya ketua yang diandalkan?

"Gak bisa, lo mau kalo kita di permalukan sama yang lain? Hanya karena gak ada ketua kita jadi vacum? Gue gak setuju. Kalo saran gue lebih baik kita pakai ketua sementara, dan geng ini terus berjalan dan kita semua bakal terus ikut balapan. Gue yakin masih banyak yang bisa kayak Senio," sela Groy dengan opini yang bertolak belakang dengan opini Boy.

"Lo yakin? Emang lo mau kehilangan motor kesayangan lo? " tanya Boy.

"Kenapa gue harus takut? Hanya orang pengecut yang lebih memilih vacum cuma karena gak ada Senio." Ucap Groy yang penuh dengan kata sarkas.

Rahang Boy mengeras, ia sangat tidak menyangka Groy bisa berkata seperti itu yang terdengar jelas jika Groy sedang menyindir padanya.

"Maksud lu apa!!?" geram Boy yang meremas kerah jaket yang dikenakan Groy.

Groy tidak melakukan perlawanan apapun, ia hanya tersenyum miring dan menatap remeh pada Boy.

Nafas Boy semakin menderu, tangannya mengepal dengan kuat sampai akhirnya kepalan itu jatuh tepat di rahang Groy dengan keras hingga mampu membuat Groy tersungkur dilantai.

"GILA LO!!" Sentak Boy dengan kesal hingga akhirnya ia segera keluar dari markas.

Semua anggota hanya menyaksikan kejadian tersebut. Mereka semua pun tidak menyangka jika Groy dan Boy yang selama ini selalu akur dan selalu satu pikiran ternyata bisa bertengkar seperti ini hanya karena berbeda pikiran. Sampai akhirnya mereka membantu Groy bangkit dan melihat kepergian Boy yang sekarang sudah menghilang dengan cepat bersama motornya.

Boy terus melajukan motornya dengan kecepatan tinggi melewati padatnya jalan. Ia tidak perduli dengan orang yang memberinya sumpah serapah karena membawa motor dengan sangat tidak hati-hati.

Sesampainya di rumah sakit yaitu tempat dimana Senio menjalani perawatan medis dengan keadaan yang masih sama.

Boy berjalan menuju ruang perawatan Senio, dan langkahnya terhenti saat melihat Quita yang tengah terduduk di depan pintu ruangan Senio dengan wajah yang ia tutup dengan kedua tangannya.

Boy berjalan perlahan menghampiri Quita, "Lo kenapa diluar?"

Quita segera menengadahkan kepalanya saat menyadari keberadaan Boy.

"ada bokapnya Reygan di dalem," jawabnya.

Boy melirik ke dalam ruangan yang masih terlihat dari luar melalui kaca kecil yang terdapat pada pintu, kemudian pandangannya kembali teralih menatap Quita seraya duduk disebelahnya.

"Reygan masih belum sadar, dokter bilang ada bagian beberapa tulang ditubuh Rey yang patah akibat benturan keras pada saat kecelakaan, dan dokter juga masih belum bisa pastiin kapan Rey bakal sadar," ucap Quita menjelaskan semuanya yang dialami Senio sekarang, dengan mata yang sekarang sudah memanas namun masih bisa Quita tahan agar tidak jatuh mengalir di pipinya.

Boy yang mendengar hanya bisa mengerang frustasi dengan tangan yang mengacak-acak rambutnya. Ia sangat frustasi sekarang, entah apa yang akan terjadi selanjutnya setelah mengalami perdebatan dengan Groy dan sekarang melihat keadaan Seni yang belum siuman.

"Tadi Rey juga sempat melemah, tapi itu gak berlangsung lama sampai akhirnya detak jantungnya kembali normal," ucap Quita lagi namun sekarang dengan dada yang semakin sesak.

Quita selalu khawatir dengan keadaan Senio, ia sangat takut jika Senio terjadi apa-apa. Quita sudah menganggap Senio seperti sahabat baiknya, bahkan lebih dari kata baik. Sungguh ia sangat sedih melihat keadaan Senio yang begitu sangat lemah, melihat Senio yang hanya bisa terbaring lemah dirumah sakit. Ia merasa takut jika suatu saat nanti tidak bisa menghibur Senio lagi disaat Senio sedang kesepian dan bahkan disaat dia sedang terpuruk.

Namun ia segera menghilangkan semua pikiran buruk tentang keadaan Senio, Quita tahu bahwa Senio adalah orang yang kuat dan tidak mudah menyerah. Ia percaya akan ada waktunya Seni kembali tersenyum dan tertawa bahagia.

Quita dan Groy segera bangkit saat menyadari bahwa ayah Senio baru saja keluar dari ruangan.

"Kalian tolong jaga dia ya, terimakasih sudah membantu saya. Jika sewaktu waktu dia sadar tolong kabari saya." Ucap ayah Senio.

"Iya om sama-sama, nanti pasti saya kabari," jawab Boy.

Kemudian Ayah tiri Senio lekas pergi meninggalkan rumah sakit.

Pandangan Quita teralih pada ruangan Senio seraya menghela nafas berat. Ia sedih melihat keadaan Senio karena ia sayang.

Sayang sebagai sahabat, tidak lebih dan tidak akan pernah lebih.

****

Waktu jam pelajaran sudah selesai dari beberapa menit yang lalu. Semua siswa sudah keluar kelas, dan sekarang hanya tinggal tersisa Juni, Saskia, dan juga Deden.

Juni dan Saskia sedang berkemas untuk segera pulang kerumah karena tadi mereka baru saja selesai membantu guru yang sedang merekap nilai. Bukan ikut membantu merekap melainkan membantu membereskan ruangan guru karena guru sedang sangat sibuk sampai akhirnya Juni, Saskia dan beberapa siswa lainnya diminta untuk membantu membersihkan ruangan.

Sedangkan Deden? Ia masih berada di kelas karena kebiasaannya selalu membaca buku sampai lupa waktu.

"Kia, lo udah dijemput?" tanya Juni.

"Iya gue udah dijemput, gue duluan ya udah ditunggu nyokap kasian nunggu dari tadi. Dadah!" jawab Saskia dengan terburu-bur sampai akhirnya ia lekas keluar kelas seraya melambai pada Juni.

Juni kembali mengemas tas nya dengan santai, namun ia melihat ke arah Deden yang terlihat sangat sibuk dengan bukunya.

"Woy Den, kagak pulang lo?" tanya Juni.

Deden tidak menyahut, ia sangat fokus membaca sampai tidak sadar bahwa Juni sedang bertanya padanya.

"Woy Den! Serius amat dah!" ucap Juni lagi.

Namun tetap saja tidak ada jawaban dari Deden. Sampai akhirnya Juni kesal dan berjalan menghampiri Deden.

Deden yang sekarang dalam keadaan wajah yang terhalangi oleh buku yang berdiri dan dagu yang ia taruh diatas meja dengan tumpuan kedua tangannya.

Juni mendekat namun sepertinya ada yang salah disini. Ia semakin berjalan mendekat menghampiri meja Deden yang terletak di belakang pojok kelas.

Semakin penasaran dengan yang Deden lakukan saat ini, ia mengambil buku tersebut yang menghalangi wajah Deden. Mata Juni membelalak saat tahu Deden sedari tadi ternyata bukan membaca.

"Yeeuhh dia tidur," kesal Juni dengan refleks ia melempar buku ditangannya hingga mengenai kepala Deden.

"Aahh..ssh..sa-hoamm," ringis Deden namun terjeda karena menguap.

"Aelahh Den jadi selama ini lo tidur?" tanya Juni saat tau kelakuan Deden setelah bel pulang bukannya pulang dia malah tidur dikelas.

"Siapa si yang lempar buku?" tanya Deden seraya mengelus kepalanya karena terkena lemparan buku. Namun yang ia belum sadari bahwa Juni sedari tadi berada di depan mejanya.

Juni semakin kesal melihatnya, "Bodo amat Den bodo! Mati aja lo sana."

Juni segera lekas keluar dengan langkah kesal. Bodo amat dengan kepala Deden yang kesakitan.

Deden mengernyitkan dahinya bingung apa yang terjadi dengan Juni sampai marah-marah padanya? Terus siapa yang orang yang membuat kepalanya juga sakit? Anehnya Juni malah marah padanya, memang Deden salah apa?

Efek bangun tidur belum bekerja otaknya.

❤❤❤

Tbc.

-Har

Continue Reading

You'll Also Like

Say My Name By floè

Teen Fiction

1.1M 66.3K 33
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
2.1M 96.5K 69
Herida dalam bahasa Spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
5.8M 183K 71
Sequel "DafFania" Rachel Ayu Angeline ===================== Rachel Ayu Angeline, gadis remaja yang memulai kisah cintanya sejak ia masih duduk dibang...
530K 11K 56
Allea kembali ke Indonesia setelah 8 tahun untuk menemui calon tunangannya, Leonando. Namun Allea tidak tahu telah banyak hal yang berubah, termasuk...