April. [IDR]

由 cthxidr

94.2K 12.6K 1.1K

Pernah dengar kisah soal dua hati yang saling mencintai, namun tak bisa bersama? Begitulah kisah mereka. Dua... 更多

CAST
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
April 2 ; Still.
Still ; 01
Still ; 02
Still ; 03
Still ; 04
Still ; 05

13

4.2K 633 61
由 cthxidr

Seharian (Namakamu) tidak melakukan komunikasi apapun terhadap Iqbaal. Gadis itu menolak menjawab panggilan telepon atau kiriman pesan dari Iqbaal. Ia terus berpikir soal, apa yang akan terjadi setelah Iqbaal tahu jika (Namakamu) menyukainya?

"Harusnya gue nggak suka sama dia. Harusnya gue nggak nerima perjanjian konyol itu. Harusnya gue dan Iqbaal masih baik-baik aja tanpa perasaan apapun."

(Namakamu) terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri. Sejatinya cinta memang tidak tahu kemana mereka akan hinggap. Manusia 'pun hanya bisa menjalankan takdir yang sudah Tuhan rangkai sebaik-baiknya. Kalau memang (Namakamu) mencintai Iqbaal, tidak ada yang perlu disalahkan. Yang harus (Namakamu) lakukan adalah berdamai dengan perasaan itu dan mencoba untuk mengetahui keputusan Iqbaal.

Tapi (Namakamu) menolak untuk tahu.

Gadis itu takut akan semua resiko. (Namakamu) benar-benar iklhas jika Ia hidup bersama cintanya yang sendiri. Karena jika sudah seperti ini, hidup (Namakamu) tidak akan tenang. Bayang-bayang Iqbaal akan terus terputar di otaknya. Diikuti dengan perasaan takut, bersalah, dan lainnya.

Drtt! Drrt!

(Namakamu) melirik ponselnya dan melihat pesan yang dikirim oleh Iqbaal melalui lockscreen.

Iqbaal: gue ke rumah ya
Iqbaal: jan ngilang luh!!

(Namakamu) berdecak. Untuk apa laki-laki itu pergi ke rumahnya? Gadis itu berdesis dan memikirkan cara agar Iqbaal mengurungkan niatnya itu. Namun saat (Namakamu) hampir menemukan cara itu, Ibunya berteriak jika Iqbaal sudah menunggunya di ruang tamu.

"Kok cepet banget, sih!?" (Namakamu) semakin kebingungan. Ia bergegas menuju lemari dan memilih pakaian apa saja yang sekiranya pantas untuk Ia pakai di hadapan Iqbaal. Karena terlalu terburu-buru, (Namakamu) tersandung kakinya sendiri dan jatuh di dalam kamar mandi. Gadis itu reflek menjerit saat lutut dan kedua tangannya menghantam lantai dengan cukup keras. Jatuhnya (Namakamu) bertepatan dengan Iqbaal yang melangkah masuk ke kamarnya. Laki-laki itu sontak berlari kecil ke arah (Namakamu) dan membantu gadis itu berdiri.

"Kok bisa jatoh sih?" Tanya Iqbaal heran. Laki-laki itu bergegas menggendong (Namakamu) menuju kasur, menidurkan gadis itu di sana, dan mengecek apa ada kaki atau tangan (Namakamu) yang terkilir.

"Nggak pa-pa kok. Lutut gue aja yang agak nyut-nyutan," (Namakamu) menepis halus tangan Iqbaal yang sedang menekan-nekan pergelangan kakinya. Laki-laki yang sedang duduk di atas kasur (Namakamu) itu mengalihkan pandangannya, menatap (Namakamu) dengan pandangan yang aneh.

"Pesan gue nggak ada yang lo bales."

(Namakamu) bergumam 'tak jelas. Iqbaal menghela napas, laki-laki itu jelas tahu alasannya.

"Tadi gue mau ngajak lo keluar, tapi karena lo sekarang sakit, jadi kita di rumah aja. Kartu UNO lo mana?"

(Namakamu) menunjuk meja belajarnya. Ia memasukkan kakinya ke dalam selimut lalu memandangi Iqbaal yang sedang mengamati meja belajarnya sekilas dan mengambil kartu UNO. Iqbaal duduk di atas kasur, berhadapan dengan (Namakamu). Ia mulai mengocok kartu dan membagikan enam kartu untuknya juga untuk (Namakamu).

Awalnya Iqbaal mengusulkan hukuman untuk yang kalah adalah wajahnya dicoret dengan lipstick. Namun (Namakamu) menolak karena 'tak ingin lipstick miliknya habis. Akhirnya, hukuman berganti: Jika salah satu pemain kalah bermain sebanyak dua kali, lawan main berhak memberi hukuman apapun pada pemain yang kalah. Permainan dimulai. (Namakamu) mengawalinya dengan bagus. Iqbaal tertinggal setelah harus mengambil empat kartu tambahan. Namun, saat (Namakamu) sedang fokus melihat kartunya yang tersisa tiga, Iqbaal justru berseru, "UNO GAME!"

Gadis itu mendengus tidak terima. Mereka bermain lagi. (Namakamu) tidak boleh kalah kali ini. Permainan berlangsung cukup panjang karena Iqbaal bermain sambil bercerita.

"Maaf ya gue udah lancang malam itu."

Pipi (Namakamu) memanas. Gadis itu buru-buru mengalihkan pembicaraan. "Kemarin lo habis reading film Bumi Manusia, ya?"

"Kok lo bahas lain lagi?" Iqbaal bertanya dengan kedua alis tertaut. Laki-laki itu menaruh kartunya dengan posisi tertutup. (Namakamu) mengeluh, ini bagian Iqbaal yang menjalankan permainan, tapi laki-laki itu malah berhenti. "Harusnya lo jujur, (Namakamu)."

"Baal, cepet lanjut!"

"Lo harusnya bilang aja ke gue kalau–"

"Lo kalau nggak mau jalan, biar gue aja yang ja—"

"(Namakamu)," Suara Iqbaal terdengan rendah dan tegas. Laki-laki itu memejamkan mata, menghela napas, dan menatap tajam (Namakamu). "Lo nggak perlu takut. Gue nggak bakal–"

"Baal, dari sekian banyak bahan obrolan, bisa kita nggak pilih yang satu itu? Please, kalau lo nggak mau gua usir dari sini, berhenti bahas itu."

"Oke," Iqbaal mengangkat kedua tangannya menyerah. Laki-laki itu mengeluarkan kartu dan mereka kembali memulai bermain. (Namakamu) berdecak kesal saat Iqbaal mengalahkannya lagi. Gadis itu melempar kartunya kesal dan memandang Iqbaal malas.

"Hukumannya apa?" Tanya (Namakamu) apatis.

Iqbaal tersenyum miring. Dan entahlah, (Namakamu) punya pikiran buruk saat melihat senyum itu.

***

(Namakamu) bersender pada pagar rumahnya. Tawanya lepas saat laki-laki di hadapannya kembali mengeluarkan lelucon.

"Balik sana, Baal! Ngelucu terus nggak pulang-pulang," (Namakamu) mendorong lengan Iqbaal pelan.

"Iya-iya."

Laki-laki itu masuk ke bangku pengemudi, menyalakan mesin, dan menurunkan kaca jendela. "Besok ke rumah ya?"

(Namakamu) bergumam seraya mengangguk singkat. Setelah memberi lambaian tangan perpisahan dan memastikan mobil Iqbaal sudah beranjak pergi, (Namakamu) masuk ke dalam rumah. Bergegas naik ke kamarnya dengan langkah tertatih karena lututnya yang masih sedikit sakit. Saat gadis itu baru duduk di kasurnya, ponselnya berdenting dua kali. Dua pesan masuk mengundang senyum tipis milik gadis itu.

Iqbaal elek: besok jangan malu-maluin depan bunda, meskipun biasanya emg malu-maluin sih
Iqbaal elek: langsung tidur, ndut.

Dengan gerakan jempol yang cepat, balasan untuk Iqbaal sudah terkirim.

Me: ENAK AJA NGATAIN GENDUT!
Me: udah turun tiga kilo masih dibilang gendut
Me: sera dah

Iqbaal baru membalas sepuluh menit kemudian. Saat mata (Namakamu) sudah akan terpejam.

Iqbaal elek: iya elah canda
Iqbaal elek: jakarta macet bgt
Iqbaal elek: stressssssss

Me: (namakamu)nya udh bobo.
Me: curhat sama kemacetan aja ya~
Me: babay~

(Namakamu) tersenyum tipis, menyimpan ponselnya dan mencoba untuk terlelap.

***

Acara jamuan makan sederhana untuk keluarga di kediaman Iqbaal berlangsung meriah. Beberapa undangan ada yang sibuk mengobrol, menghabiskan makanan, atau meminta foto bersama Iqbaal. Ya, kembali lagi, di manapun itu, Iqbaal tetap artisnya.

(Namakamu) ikut membantu di aera dapur. Seperti mencuci piring, membawakan makanan atau minuman ke ruang acara, membereskan piring kotor, lalu dimarahi oleh Rike dan Teh Ody.

"Kamu di sini juga tamu, (Namakamu). Masa malah ikut nyuci piring. Duduk diem aja di sini."

(Namakamu) tersenyum kikuk, duduk di samping Teh Ody. Satu persatu tamu mulai meninggalkan rumah Iqbaal. (Namakamu) yang hendak membantu membersihkan ruangan langsung mengurungkan niatnya saat Rike memanggil namanya dengan tegas. Gadis itu merengut. Tiba-tiba ponselnya berbunyi, Ia melangkah keluar rumah, duduk di kursi teras sambil menelepon.

Iqbaal yang baru kembali dari kamar kecil bertanya keberadaan (Namakamu). Teh Ody menunjuk pintu utama. Lantas Iqbaal pergi ke sana dan duduk di kursi samping (Namakamu), meski ada meja kecil yang memisahkan mereka.

"La, ini masih liburan ya. Kok lo udah ngomongin tugas aja sih?" (Namakamu) mengerucutkan bibirnya, Iqbaal terkekeh. "Minggu depan aja ya ngomonginnya? Kita masuk masih dua minggu lagi. Lagian, anak-anak yang lain bakal ngambek juga sama lo karena malah bahas tugas. Santai aja apa."

"Nggak ada, nggak ada! Enak aja lo. Panjat banget jadi anak ibukota," (Namakamu) tertawa cukup keras. Lalu ia menutup mulutnya saat sadar di mana posisinya sekarang. "Hah? Wah, emang teman dengan definisi terkampret lo ya. Udah ya, La, lanjut minggu depan aja. Iyaaa. Bye."

"Siapa?"

"Astagfirullah!" (Namakamu) memeluk ponselnya yang hampir Ia banting ke lantai. Gadis itu berdecak dan memukul lengan Iqbaal keras. Sontak Iqbaal meringis seraya mengusap lengannya yang panas. "Orang tuh di mana-mana salam dulu, hai-halo dulu. Ini main muncul aja bikin orang jantungan."

"Orang cuma tanya siapa yang telepon."

"Lala. Dia nanyain tugas padahal waktu liburan masih lama. Aneh emang tuh orang."

Iqbaal tertawa singkat, lalu bertanya, "Mau langsung pulang atau masih mau di sini?"

"Pulang aja, deh. Ibu di rumah minta dibeliin martabak telor."

Iqbaal mengangguk. Ia beranjak untuk mengambil kunci mobil di dalam, namun (Namakamu) menahan lengannya.

"Nggak usah dianter. Bisa pulang sendiri, kok."

"Enggak boleh," Iqbaal menggeleng tegas.

"Rumah lagi repot, tuh! Lagian ini belum malem banget, baru jam setengah tujuh."

"Tetep nggak boleh," Iqbaal melangkah masuk ke dalam pintu, lagi-lagi (Namakamu) menarik lengannya. Sebelum bibir gadis itu terbuka, Iqbaal lebih dulu menyela dan menunjuk gadis itu. "Nurut, nggak?"

(Namakamu) mencebik. Ia kembali duduk di kursinya dan menunggu Iqbaal keluar membawa kunci mobil. Sesaat setelah Iqbaal keluar membawa kunci, (Namakamu) pamit sebentar pada keluarga Iqbaal lalu menyusul Iqbaal di garasi.

"Bawa motor?"

Iqbaal mengangguk, mengeluarkan motor dari garasi. "Males bawa mobil, macet." Laki-laki itu menyodorkan (Namakamu) sebuah helm dan memakai helm untuknya sendiri. Setelah (Namakamu) duduk rapih di atas motor, Iqbaal membawa motor itu melesat pergi dari rumahnya. Tak lupa mereka menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu gerai martabak yang cukup terkenal untuk membeli pesanan Ibu (Namakamu). Kemudian mereka melanjutkan perjalanan menuju rumah (Namkamu).

Angin malam terasa dingin karena hujan yang baru saja berhenti. Iqbaal menuntun kedua tangan (Namakamu) untuk masuk ke kantung sweater-nya, agar tidak kedinginan. (Namakamu) bersender pada bahu tegap lelaki di hadapannya. Meski 'tak bisa sepenuhnya bersender karena helm yang mereka pakai.

(Namakamu) tersenyum lebar mengingat hari kemarin. Ingatan indah yang akan terus melekat di otaknya.

[ flashback ; on ]

Iqbaal tersenyum miring. "Jadi pacar gue."

"Hah?" (Namakamu) mendelikkan matanya. "Jangan bercan—"

"Untuk selamanya, (Namakamu). Jadi pacar gue dalam arti sebenar-benarnya."

"Lawakan lo nggak lucu."

(Namakamu) membereskan kartu UNO yang berserakan. Menjadikannya satu tumpukan lalu menaruh kartu itu ke dalam tempatnya.

"Gue serius. Gue nggak bercanda," Iqbaal mengambil kedua tangan milik (Namakamu), menyuruh gadis itu menatap matanya. "Kehadiran lo selama setahun ini cukup menjawab semuanya. Lo yang selalu ada buat gue, selalu ngingetin kalau gue salah, bahkan cuman lo yang berani marah besar ke gue karena pilihan hidup yang gue pilih. Gue berterima kasih untuk itu.

"Dan sekarang, apa lagi yang gue tunggu? Obrolan lo dan Biru kemarin nggak akan bikin gue menjauh. Justru gue akan semakin mendekat."

(Namakamu) menunduk.

"Kalau lo tanya soal dia, semuanya udah selesai. Sebenernya udah lama, mungkin sebulan yang lalu."

"Kok gue nggak tahu?"

"Lo nggak nanya," Jawab Iqbaal apatis sambil mengangkat bahu. "Jadi, mau nggak?"

"Nanti lo bohong lagi," (Namakamu) berusaha menarik kedua tangannya, tapi Iqbaal enggan melepas. "Lepas, ih!"

"Gue nggak bohong. Lo nggak ngerasain tangan gue keringetan karena gugup?"

(Namakamu) tertawa sambil mengangguk-angguk. "Ya udah dah, iya-iya."

"Apaan iya?"

"Ya iya tadi lo tanya mau apa enggak."

"Mau apaan?"

"Gue bilang enggak nih, ya?" (Namakamu) balas mengancam. Iqbaal tertawa riang. Lalu sejak malam itu, keduanya mulai merubah semua kebiasaan.

Merubah seorang teman menjadi pemilik belahan hati.

{ flashback ; off }

Lima belas menit, motor Iqbaal sudah terparkir di depan pagar rumah (Namakamu). Gadis itu turun dari motor, mengembalikan helm, dan mengucap terima kasih.

"Sana masuk ke dalem. Salam buat keluarga kamu di rumah, ya. Aku nggak bisa mampir, nanti kemaleman."

(Namakamu) mengangguk dan bergumam iya. Gadis itu melewati pagar dan menyempatkan untuk melambaikan tangan ke arah Iqbaal sebelum masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu 'pun bergegas pulang sebelum hujan kembali turun mengguyur bumi.

Di tengah perjalanan Iqbaal tak berhenti tersenyum. Kekosongan jiwa yang selama ini Ia cari ..., telah berhasil Ia temukan.

** TAMAT **

AUTHOR NOTE PENTING!
1. "Kok cepet banget tamatnya!?"
; iya beb, soalnya kisah April yang ini emang nggak mau pake konflik yang parah banget. Sesederhana itu aja hihi.

2. "Sequel di publish kapan?"
; Secepatnya. Mungkin besok atau lusa. Kurang tahu, soalnya saya mau daftar SMA jadi sibuk minggu-minggu ini. Deg-degan beb.
Oh iya, info nih, Sequel April akan muncul dengan judul APRIL 2 dan akan di-publish di LAPAK INI. Awalnya mau publish dengan judul yang berbeda, tapi males ah. Atau netijen maunya saya publish di lapak lain dengan judul berbeda? Silakan berpedapat di sini.

3. "LAH MAU MASUK SMA!?"
; iye gue emg semuda itu beb jan kaget-kaget amat gitu, ah.

Kalau ada pertanyaan lain seputar April, Authornya atau lainnya, bisa tanya di sini. Oke?

继续阅读

You'll Also Like

127K 9.5K 33
Hyuuga Hinata, masihlah berstatus sebagai mahasiswa, ketika seorang teman menawarinya sebagai model naked. sebuah tawaran yang langsung ditolaknya me...
166K 16.9K 67
FREEN G!P/FUTA • peringatan, banyak mengandung unsur dewasa (21+) harap bijak dalam memilih bacaan. Becky Armstrong, wanita berusia 23 tahun bekerja...
57.9K 3.1K 7
meskipun kau mantan kekasih ibuku Lisa😸 (GirlxFuta)🔞+++
64.4K 2.6K 13
Hinata yang menunggu seseorang yang telah menyelamatkan dirinya. akankah mereka bertemu? yuk di baca ceritaku kawan..