Summer, Mom and Watermelon

Χ Χ›ΧͺΧ‘ גל Χ™Χ“Χ™ jeffjung

1.9M 163K 42.1K

𝐔𝐖𝐔𝐂𝐔𝐋𝐓𝐔𝐑𝐄 βœ… πŒπ€π‘π‘πˆπ€π†π„ π‹πˆπ…π„ βœ… 𝐌-𝐏𝐑𝐄𝐆 βœ… Χ’Χ•Χ“

Prolog
Chit Chat with Haraboji
Mommy's Fanboy
MERAH JAMBU
[Special Chap] ANOTHER PINK
for him. [Another Pink Sequel πŸ”ž]
Boss
Mommy's Fanboy 2.0
Boss II [Re-Update]
[Special Chapter] Rosenante
Tyty, Do You Love Me?
Entrust
Last Romeo
My Page
Cure
[Special Chapter] Vroom Vroom Squad
ChΓ©rie
Reconnaissant
Pieds nus
barbe Γ  papa πŸ”ž
New Heroes
clair de lune
[Special Chap] Abeille
en fuite
Sourire
[Prequel;] Dear Dream
queenty time
Dear Dream
Dearest
Cure 2.0
fait maison
I L (ambo) U
Mommy's Fanboy 3.0
New Member
Teenager vs Teen-anger
our.
tyraphy
SoufflΓ©
Uwugami
a p r i l
J-A-E-H-Y-U-N
Mouette
Bucin
A letter for daddy
r e d. [18+]
Geschwister
chien enragΓ©
Sweet Crime
una lecciΓ³n
Tiroir πŸ”ž
Dream in a Dream
Soulmate
Domestic

[Special Chapter] Happy Birthday Jung Minhyung

45.9K 4.8K 569
Χ Χ›ΧͺΧ‘ גל Χ™Χ“Χ™ jeffjung


BGM : Will Be Back - Im Sun Hae
Universe - EXO
.
.
.
.
.

"Cause love not only happen for boys and girls."- Anonimous



Kau memiliki duniaku, kau adalah semesta kecilku, separuh hidup dan matiku..,
.
.
.

Teruntuk anakku tersayang,
Jung Minhyung

Hari ini tepat setahun usiamu, tawa riangmu mengiringi langkah Ayah dan Ibu mengisi hari hari bahagia bersamamu.

Mungkin saat ini lisanku tak dapat benar-benar kau pahami. Tapi suatu saat lewat surat ini, Ibu menitipkan memori-memori kecil yang mungkin bisa kau tengok ketika kau beranjak  dewasa, bisa jadi pengingat ketika Ayah dan Ibu telah jadi bongkok renta dan dapat kau kenang ketika netra kita tak dapat lagi bersua.

Memilikimu adalah suatu anugrah terbesar yang kami terima, dan sebuah pembuktian atas kejamnya dunia bagi kami yang dianggap dungu dan dihakimi oleh pencekik tak kasat mata bernama norma. Walau kami jauh dari definisi orang tua yang sempurna, tapi kehadiranmu mampu menyempurnakan hidup Ayah dan Ibu. Jadi lewat surat ini, Ibu akan mulai bercerita. Pengorbanan dan rasa sakit serta haru bahagia saat kami menjemputmu untuk menatap indahnya dunia. Kami menyebutmu hadiah terindah dari Tuhan.

Vancouver, Kanada
Agustus

Ibu tidak tau harus memulai cerita ini darimana, tapi ibu akan mencoba memulainya tentang peristiwa pilu sehari sebelum kau dilahirkan.

Vancouver telah masuk musim panas di bulan Agustus kala itu, namun malamnya tetap terasa dingin. Kubawa tubuhku duduk bersender di kepala ranjang sambil mengusap usap perutku yang masih terlihat mungil walau hanya kurang dari dua bulan lagi akan bersalin. Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, ayahmu pun telah tertidur pulas di sampingku setelah sebelumnya merengek minta dipijat bahunya. Ia mengeluh kelelahan setelah pulang dari Toronto sore harinya karena tiga hari mengurus keperluan pekerjaan.

Ngomong ngomong soal kota kelahiranmu ini, kami pindah ke Vancouver saat kandunganku berusia 4 bulan, ayahmu yang waktu itu baru mulai bekerja diperusahaan langsung ditugaskan untuk pindah bekerja di Kanada selama enam bulan. Awalnya aku tak ingin ikut dan memilih tinggal di Korea bersama Haraboji, namun ayahmu tetap membawaku karena ia kekeuh tidak ingin jauh dariku dan melewatkan kelahiran anak pertamanya.

Kau tau sebagai laki-laki beruntung diantara jutaan laki-laki didunia yang dapat mengandung dan melahirkan tentu aku sangat bahagia, namun dibalik itu semua ada tantangan besar yang harus kuhadapi sebagai seorang ibu, mempertaruhkan nyawa dengan resiko kematian yang tak main main. Ketika persalinan itu datang ada dua konsekuensi, kehilangan nyawa atau,

kehilangan bayiku.

Waktu terus beranjak meninggalkan malam dan menjemput fajar, tapi aku masih tetap terjaga. Merasa ada yang tak beres dengan perutku. Kram dan nyeri seperti ada yang ingin merangsek keluar dari bagian selatanku. Ku cengkram selimut untuk menahan sakitnya. Hal seperti ini sudah sering terjadi semenjak aku mengandung, bolak balik rumah sakit juga sudah jadi makanan sehari hariku. Namun kali ini sakitnya lebih dari biasanya. Peluhku sampai bercucuran saat kulihat rembesan darah mengalir membasahi pahaku. Nafasku tiba-tiba saja mulai tersengal, kesadaranku pun kian menipis dan dengan sisa sisa ketidak berdayaanku, kuguncang kuat bahu ayahmy meminta pertolongan. Semua kemudian berubah jadi gelap hingga hal terakhir yang dapat kudengar adalah ayahmy yang tak henti hentinya memanggil namaku dengan teriakan memilukan.

Langkahnya tak beraturan menggema di koridor rumah sakit, matanya memerah dengan suara keras mengema meminta pertolongan pada setiap orang yang ia temui.

Lelaki itu ketakutan.

Itulah yang ku tangkap dari setiap erangan frustasinya. Hingga tubuh lemasku terbaring di ranjang putih dan beberapa orang mengerubungiku, mata ini terpejam namun masih dapat mendengar walau tubuh lemas bagai tanpa tulang, ayahmu menangis menatap tubuhku yang terbaring nyeri dengan berbagai selang yang ditancapkan disetiap aliran darah dan nafasku. Bibirnya tanpa henti merapalkan beribu-ribu kalimat penguat untuk diriku dan dirinya sendiri. Sampai Dokter datang dan menempatkan ayamu pada dua pilihan, menyelamatkan nyawaku atau membawamu melihat dunia dengan merelakanku.

Ia hancur,
Ia kecewa, sedih, marah,
Ketakutan

"Istri anda sedang mengalami koma, kami harus segera mengeluarkan bayinya tapi resikonya akan terlalu tinggi. Namun jika menunggu yang bersangkutan sadar maka kemungkinan besar bayinya tidak terselamatkan. Kami harap anda segera memutuskan pilihan anda tuan."

Tubuh tegap itu pun merosot, bersender pada dinding rumah sakit yang dingin, terisak dan menangis dalam diam. Bagaimana ia harus memilih satu dari dua orang yang amat berharga baginya. Istri yang dicintainya yang sedang berjuang antara hidup dan mati seorang diri didalam sana, atau sang anak yang amat ia nanti-nantikan kehadirannya. Jung Jaehyun sedang berada pada titik terendah dalam hidupnya tanpa sanak saudara yang mampu melipur pilunya.





Hujan turun rintik rintik diluar sana, embunnya meninggalkan jejak buram pada kaca jendela. Ruangan rawat itu terlihat remang dengan dua orang yang saling memeluk diatas ranjang pasien yang lebih besar dari ranjang pasien kebanyakan.

Lengan kokohnya memeluk, memberikan kenyamanan pada tubuh ringkihku. Jemarinya mengait jemariku, memainkan cincin pernikahan perak yang tersemat disana dan sesekali mengecupnya. Tubuhku merangsek masuk kedalam dekapannya. Entah mengapa tubuh ini menggigil, padahal ia bilang tubuhku panas bagai bara.
Netraku hanya bergulir menatap kosong langit langit kamar yang termaram.

"Maaf telah menjadi biru pada pelangimu." aku berujar lirih, mataku terasa panas merasakan jutaan rasa bersalah bersarang dalam hati

"Bagaimana aku bisa menikmati indahnya pelangiku jika tidak ada hamparan birumu sebagai pelengkap biasnya?" ada getar dalam suaranya, namun ia sembunyikan apik dengan sebuah deheman.

"Bagiku kau bukan hanya sekedar bulan Taeyong, kau adalah juli dimana langit terasa sendu di bulanmu yang dipenuhi tetes tetes hujan, sedangkan aku februari, langit dibulanku dingin membeku. Tapi ajaibnya aku dan kau adalah sebuah kehangatan, walau sama sama tak menemukan mentari dalam orbitnya."  Ia melanjutkan ucapannya walau aku hanya terdengar sebagai sebuah gumaman.

"Jaehyun?"

"Hm?"

"Aku selalu bermimpi untuk menyandangkan nama Jung didepan nama anak-anakku."

Mataku bergerak liar kesana-kemari menahan bulir air mata yang akan jatuh

"Kau telah mewujudkan mimpimu."
ia menarik wajahku dan memaksa mataku bertubrukan dengan iris hitamnya yang sendu.

"Tolong besarkanlah anak kita sebagaimana Jung yang kau cita-citakan. Karena aku mungkin takkan sanggup bertahan, bahkan sebelum ia sempat merekam rupaku dalam memorinya."
Suaraku mulai melirih, kerongkongan ini terasa kering.

"Katakan padanya untuk makan dengan teratur, jangan pilih pilih makanan. Berbagi dengan teman-teman, dan jangan lupa tersenyum agar hari harinya selalu diliputi kebahagiaan."

"Jangan bicara omong kosong, kau akan tetap disini bersamaku, takkan kemana-mana bersama bayi kita. Kita pasti bisa melaluinya bersama aku tau kau orang yang kuat."
Jaehyun memelukku erat, lebih erat dari pelukan sebelumnya.

Saat itu sekuat tenaga aku ingin bertahan, untuk tetap bersamanya melanjutkan perjalanan memintal hari. Sungguh bukan aku menyerah, bahkan tak pernah terngiang dalam benakku untuk pergi mejauh darinya. Namun raga ini tak lagi dapat menahan. Tuhan mungkin berkehendak lain atas kebahagiaan kami. Aku rela bila harus pergi lebih dahulu menemuinya demi menjemput kehidupan anakku. Agar ia tetap dapat menapaki kehidupannya walau tanpaku sebagai ibunya.

Ia merunduk, menyembunyikan tangisannya yang lama tak pernah ku lihat dalam seperempat hidupku yang kulalui bersamanya. Aku tau ia sedang terluka, ia takut kehilangan begitu juga aku. Sedangkan tanpa kusadari detik detik hidupku kian memendek. Waktuku kian dekat.

"Maafkan aku.." Isakannya semakin keras, aku pun tak kuasa lagi menahan air mataku. Kami terisak bersama dalam heningnya malam.

"Maaf selama waktu-waktu yang kita lalui, aku tidak bisa memberikan yang terbaik bagimu"

"Sttt.." ku tepuk pelan punggung tegapnya yang bergetar.

"Aku mengatakan itu bukan untuk mendapat permohonan maafmu ataupun menghitung jejak kebersamaan kita yang terasa pendek. Bagiku kau bukan hanya sekedar pasangan hidup, tapi kau adalah  belahan jiwa."

"Ada sebuah padang ditengah lubuk hatiku yang dipenuhi seribu jejak dan pahatan namamu Jaehyun."

"Disini. Dijantung hatiku."
Ku genggam tangannya dan ku bawa menyentuh sebelah kiri dadaku.

Tuhan, jika memang waktuku sudah habis untuk bersama dengan orang-orang yang kusayangi. Maka ijinkan aku mengucap jutaan terimakasih atas kebahagiaan yang kau torehkan semasa hidupku. Aku bagaikan kuas yang kehabisan cat untuk melukiskan semua cinta yang kudapat. Terlalu banyak dari yang sanggup ku tampung. Terima kasih telah mempertemukanku dengannya. Pada cinta sejatiku.

Walau tak pernah bibirku mengucap secara lantang "Aku mencintaimu" tapi aku tau hatinya dapat merasakan isi hatiku yang bebicara lewat tatapan mataku, hingga aku tak perlu berucap "Aku mencintaimu" setiap saat, bahkan sampai kita telah mengucap janji sehidup semati dihadapan Tuhan.

"Saya Jung Yoonoh mengambil engkau Lee Taeyong sebagai istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya; Pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita. Dan inilah janji setiaku yang tulus."

Dan ia, Jung Jaehyun tak pernah sekalipun melanggar janjinya. Dan mulai saat itu aku menitipkan seluruh hatiku padanya untuk dijaga.
Jangan biarkan sampai padam oleh embusan jarak dan waktu, jangan biarkan hangatnya silam oleh perpisahan.

"Jeff, selama natal-natal yang kulalui bersamamu kau selalu membimbingku untuk berdoa kepadanya, tapi hari ini aku mohon bimbinglah aku ketika menghadapnya." kutatap kedua bola matanya, kemudian memeluknya dengan erat.

"Karena dalam dekapmu, kan kujelang kematian paling menawan."

Setiap pagi jiwaku dipenuhi bisikan Tuhan, tapi badanku menyerah pada kehendak dunia. Bersama kematian yang berkibar kibar sepanjang jalan. Menanti perpisahan dengan kekasih jiwa yang kekal. Siapa yang tau cerita antara aku dan dirimu akan berhenti disini dan digantikan cerita panjang mu dengan anak kita dan mungkinkah aku akan bebas terbang padahal telah kutitipkan seluruh hatiku padanya.

Sampai batas itu pun tiba, deru nafasku tak lagi beradu dengan nafasnya. Mata ini perlahan terpejam, denyut nadiku kian surut. Hingga akhir kalimat pemutus hayat terucap
"Aku mencintaimu...Jung Yoonoh."

Aku kan selalu datang dalam mimpi indahmu
Cintaku harta tersimpan, terkubur bersama jasadku
Cintaku harta tersimpan, kubawa mati
Ketika nanti kau tabur abuku
Kan tersebar harumnya cintaku untukmu
Ketika kau tabur abuku
Kan terlihat butir butir putih kasihku untukmu
Biarkan cintaku jadi kenangan
Biarkan diriku jadi mimpi indahmu yang kau impikan

"Jaehyun, hatiku luka berduri. Semoga engkau yang tabah memeluk jiwaku."

***

Aku tergolek tak berdaya di hamparan rumput nan luas
Ku kira aku sudah mati
Tapi kenapa aku masih hidup?
Dimana aku?
Sepanjang mata memandang hanya ada hamparan bunga Baby Breath yang bergoyang rapuh tertiup angin
Mataku berpendar
Kulitku tersapu angin lembut
Bangkit dan berjalan perlahan tak tentu arah
Tempat apa ini?
Dimana aku sebenarnya?

"Taeyongie kau disini?"

Siapa dia?
Wanita dengan gaun brukat putih duduk di sebuah ayunan bersama bayi dalam gendongannya
Aku berhenti melangkah, ia tersenyum amat cantik.

"Eomma?"

Ibuku, kenapa ada disini?

"Kenapa lama sekali eoh? Apa kau tersesat? Aigoo Minhyung telah menunggumu dari tadi. Lihat ia sampai jatuh tertidur."

Minhyung? Siapa Minhyung?

"Taeyong?"

Ia menepuk pundakku dengan jemarinya yang amat lembut.

"Eomma kenapa bisa disini? Dimana ini?"
Aku akhirnya bertanya, mataku menatap wajah ayunya yang sama sekali tak berubah.

"Disini adalah tempat eomma, kau datang untuk menjemput Minhyung kan?" ia tersenyum dengan amat menawan.

"Minhyung?"

"Ya, Minhyung."

"Anakmu."

Anakku?
Ah ya benar anakku
Aku sedang berjuang melahirkannya sekarang
Lalu kenapa aku disini?
Dan bayi ini? Apa benar bayi merah ini anakku?

"Taeyongie bawalah Minhyung bersamamu, Jaehyun pasti mencemaskan kalian berdua."

Ia menyodorkan bayi merah itu dalam gendonganku.
Kenapa ia memberikan nya padaku?

"Tapi eomma... bukannya aku telah?"

"Tidak. Belum saatnya. Masih banyak kebahagiaan yang menunggumu disana. Belum saatnya bagimu untuk bersama eomma. Jaehyun menunggumu, suamimu mencemaskan kau dan bayimu."

Jaehyun. Jung Jaehyun yang kutinggalkan dalam duka tengah menungguku. Menungguku untuk sama sama berjuang mengantarkan bayi kami melihat dunia.

Eomma benar,
Lalu kenapa aku masih disini? Aku harus segera menemuinya.

"Setelah waktunya tiba kita akan berkumpul bersama. Eomma akan tetap disini menunggu dan melihat kebahagiaan kalian di dunia."

Tubuh itu kemudian memudar dengan bias cahaya emas yang berpendar disekitarnya.

"Tapi eomma, tunggu!"

Aku berteriak berusaha menggapai tangannya untuk mengucapkan sesuatu, namun sia sia.
Bayi dalam gendonganku pun terbangun dan menangis.

"Berbahagialah anakku, besarkanlah cucuku dalam limpahan kasih sayang. Berjuanglah."

"Dan sampaikan pada ayahmu, terima kasih untuk tetap tinggal."

Dan cahaya itu pun hilang, yang tersisa hanya kelopak kelopak Baby Breath yang bertebaran di udara. Aku terduduk memeluk bayiku dalam tangisan.

"Terima kasih Tuhan, engkau telah memberikanku kesempatan kedua. Kesempatan untuk dapat menjaga titipan mu yang amat berharga."

***

Author POV

Jaehyun tertidur disamping ranjang Taeyong, setelah 22 jam terjaga menunggui sang istri yang sedang berjuang. Ia baru saja membuat keputusan besar, yaitu memilih untuk menunggu Taeyong membuka matanya. Karena ia sendiri percaya bahwa Taeyong tidak akan semudah itu menyerah terhadap hidupnya sendiri apalagi pada bayi yang ada dikandungannya.

Pada akhirnya Jaehyun harus menerima kenyataan, prediksi dokter yang mengatakan bahwa bayinya akan lahir dua bulan kedepan tetap kalah akan rencana Tuhan. Anaknya akan dilahirkan prematur jika Taeyong bisa lepas dari masa kritisnya.

Lelaki bersurai blonde itu terjaga, ketika merasakan gerakan-gerakan kecil pada jemari yang tak lepas dalam genggamannya. Hatinya membuncah, tak kala mata berbingkai bulu mata lentik itu sedikit demi sedikit terbuka. Menampilkan sepasang iris cokelat yang sangat ia rindukan.

Taeyong kembali,
Istrinya kembali!

Dengan cepat ia mengecup kening pucat itu dan mengucapkan beribu terima kasih walau hanya ditanggapi Taeyong dengan senyuman lemah.

Taeyong pun untuk sejenak menyadari, kejadian yang ia lalui tadi hanya mimpi ketika ia sedang terbaring koma. Ia lolos dari kematian yang sudah menunggu di ujung jalan.

Hingga 3 jam setelahnya. Tepat pada tanggal dua bulan agustus, putra pertama dari Jung Jaehyun dan Lee Taeyong telah lahir kedunia. Lengkap tanpa cacat walau lebih cepat dari yang diharapkan.

Jung Minhyung namanya, kebahagiaan yang lahir ditengah tengah kepiluan dan permbuktian akan kuatnya cinta antara Jung Jaehyun dan Lee Taeyong. Anak pertama yang kan menyongsong kebahagiaan baru bagi kedua orang tuannya.

Author POV end




Jadi itulah cerita kecil tentang kelahiramu setahun yang lalu. Ayahmu mungkin tidak akan pernah membuka cerita ini pada siapapun. Pada akhirnya ia yang tampak konyol diluar hanya akan memendam kisahnya untuk diriku dan dirinya sendiri. Untuk itu jadilah anak yang dilimpahi kebahagiaan dan senantiasa dekat akan Tuhan. Terimakasih telah lahir kedunia dan mempercayaiku sebagai ibumu.
Ibu menyayangimu dengan sepenuh hati.

Salam Sayang

Mommy







Dear my beloved son
Jung Minhyung,

1. Jangan pilih-pilih makanan
2. Berbagi dengan teman
3. Jika kau tidak rewel kalau ditinggal mommy, daddy tidak akan melarangmu makan semangka
4. Daddy juga sudah belajar mengganti popok
5. Sayangi Mommy dengan sepenuh hati!!

AND HAPPY 1ST BIRTHDAY MY BOY!!

With love

Your Handsome Daddy

FIN.





Epilog

Terutuk Istriku tersayang
Lee Taeyong

Terima kasih untuk tetap bertahan disini bersamaku, mengayuh hari hari sampai uban mulai tumbuh.

Tetaplah dipangkuanku sayang, agar aku senantiasa melihat wajah elokmu.

Kini aku tak lagi takut jatuh tersungkur, karena ada engkau rembulanku. Yang setiap malam kan kupeluk.

Demi masa
Demi rahim mu
Takkan pernah ku meninggalkanmu
Takkan pernah
Untuk itu jangan pernah kau tinggalkan aku.

Jung Jaehyun.






28.06.2018

Χ”ΧžΧ©Χš קריאה

You'll Also Like

368K 30.6K 58
Kisah si Bad Boy ketua geng ALASKA dan si cantik Jeon. Happy Reading.
DIA, BUNDAKU (?) [END] Χ Χ›ΧͺΧ‘ גל Χ™Χ“Χ™ glomyna

Χ‘Χ€Χ¨Χ•Χͺ חובבים

183K 18.6K 40
Seorang ibu yang kehilangan anak semata wayang nya dan sangat rindu dengan panggilan "bunda" untuk dirinya Selengkapnya bisa kalian baca aja ya luuvv...
321K 5.9K 13
DON'T BE PLAGIARISM! Jangan lupa krisar, vote, dan follow ya Isinya one shoot atau two shoot jorok dengan pair jaeyong. (anal, boypussy, genderswitch...
How? | Magil Χ Χ›ΧͺΧ‘ גל Χ™Χ“Χ™ lettalixia2309_

Χ‘Χ€Χ¨Χ•Χͺ חובבים

62.4K 7.9K 30
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...