Soul From The Past[END]

By MRadian

40.2K 3.5K 260

[Belum direvisi, ✔️ini tanda bila chapter telah direvisi] Ia adalah seorang penguasa yang diakui dan dikagumi... More

SFTP.1
SFTP.2
SFTP.3
SFTP.4
SFTP.5
SFTP.6✔️
SFTP.7
SFTP.8
SFTP.9✔️
SFTP.10✔️
SFTP.11✔️
SFTP.12
SFTP.13✔️
SFTP.14✔️
SFTP.15
SFTP.16
SFTP.17✔️
SFTP.18
SFTP.19✔️
SFTP.20
SFTP.21
SFTP.22
SFTP.23
SFTP.24
CHARACTER

SFTP.0

5.5K 244 15
By MRadian

Chapter 0 : Prolog

Kisah ini dimulai dari kepercayaan, karena dengan kepercayaan semuanya dapat dimulai.

"Quinne, berhati-hatilah! Mereka datang dari segala arah!" Seru seorang lelaki ditengah pertempuran.

Di depan lelaki itu terdapat makhluk yang tidak memiliki bentuk, yang dapat dijelaskan dari wujud mereka hanyalah asap berwarna hitam, mereka menyerang lelaki itu dengan kompak. Hanya membutuhkan kedipan mata agar semua orang tahu bahwa makhluk-makhluk tersebut sangatlah kuat.

Namun, lelaki yang berdiri dengan tegak di depan makhluk-makhluk itu tidak menunjukkan sedikitpun ketakutan ataupun keraguan, ia terus mempertahankan senyumnya sambil memainkan pedang di tangan, penampakan yang menggambarkan seakan ia sedang menari.

Lelaki itu memiliki wajah yang sangat menawan, seakan wajah itu adalah wajah dari patung pahatan seorang pemahat profesional yang membuat patung lelaki teragung di dunia. Bahkan perempuan tersombong di dunia pasti tidak bisa menahan diri dan akan jatuh hati padanya.

Wajahnya memikat hati siapapun yang melihat, termasuk para lelaki sendiri, maka.. katakan, siapa di dunia ini yang tidak akan tunduk pada sosoknya yang menawan itu?

"Kamu baik-baik saja?" Tanya lelaki itu kepada perempuan yang ia panggil Quinne tadi.

"Ya, seperti yang diduga dari guru.. guru benar-benar hebat!" Kata perempuan yang bernama Quinne itu sambil terkekeh.

"Kamu harus berlatih lebih banyak." Tambah lelaki itu dengan wajah santai, seolah tidak memasukkan pujian perempuan di depannya dalam hati.

"Aku sudah berusaha kok!" Kata Quinne memajukan bibirnya, menunjukkan bahwa dia sedang merajuk.

Mereka berjalan dan meninggalkan tempat itu.

🌙🌙🌙

Malam yang tenangpun datang. Bulan purnama dengan lembut menyinari sepasang perempuan dan lelaki yang sedang duduk di dahan pohon yang lebat, mereka memandang bulan purnama yang bersinar dengan terang.

Orang yang melihat dari jauh pasti akan berpikir, betapa harmonisnya mereka. Melihat mereka duduk bersama saja membuat hati merasa tenteram. Betapa indahnya hidup ini bila kami diberikan kemampuan untuk hidup panjang agar dapat memperhatikan kisah hidup mereka.

Namun tidak ada yang menyadari, bahwa kisah legenda yang tak berujung akan dimulai dari sana. Kisah yang membuat seluruh dunia gempar karena kehilangan sosok yang berharga. Hal yang disebabkan oleh kelalaian semua orang, termasuk sosok itu sendiri.

"Quinne.. kenapa?" Tanya si lelaki sambil melirik perempuan dipelukannya dengan susah payah. Pisau kecil itu menusuk dalam ke jantungnya.

Semuanya dimulai ketika...

"Makhluk itu pasti baru dibentuk." Kata Quinne.

"Oh? Kenapa kau berpikir begitu?"

"Habisnya dia tidak tunduk pada guru! Jadi bukankah itu sudah jelas? Semua makhluk didunia inikan tunduk pada guru, tidak ada yang mungkin berani menyakiti guru! Jadi kemungkinannya hanya satu! Makhluk itu pasti baru tercipta!" Kata Quinne tersenyum lebar.

"Ya, kamu ada benarnya.." Lelaki itu mengusap kepala Quinne dalam terdiam, ia memandang bulan seakan sedang menatap sesuatu yang jauh. Tatapannya menunjukkan kerinduan, seakan ia tengah memikirkan seseorang.

"Guru? Ada apa?" Tanya Quinne khawatir.

"Tidak ada apa-apa."

"Apakah guru teringat kakak?" Pertanyaan Quinne membuat tatapan mata si lelaki bergetar, ia tidak menjawab.

"Kenapa sih guru itu terlalu baik?! Kenapa guru masih memikirkannya?! Dia adalah pengkhianat! Dia sudah mengkhianati kita! Kalaupun makhluk itu baru diciptakan, aku yakin bila kakaklah yang akan menciptakannya!" Seru Quinne.

Lelaki itu tertegun, "Quinne, bagaimanapun juga.. dia adalah kakak kandungmu."

"Hmph!" Quinne melipat kedua tangan di depan dada sambil mengalihkan pandangannya.

"Oh ya guru, ini, aku membuatkannya untukmu." Kata Quinne sambil memberikan sebuah piring yang di atasnya terdapat berbagai macam kue.

"Oh, kamu membuatnya?" Tanya si lelaki, tangannya bergerak pelan mengambil salah satu kue itu dan memakannya dalam sekali lahap.

Ia memakannya tanpa ragu. Bahkan setelah dikhianati oleh kakak dari pembuat kue.

"Guru, apakah guru tidak takut kalau aku menaruh racun di dalam kue itu?" Tanya Quinne agak memiringkan kepalanya. Tampangnya membuat dia terlihat lebih imut, namun lelaki itu hanya tersenyum tipis.

"Apakah kamu akan mengkhianatiku?" Setelah menelan kue itu, akhirnya ia mengeluarkan suara.

"Hah?! Mana mungkin aku mengkhianati guru! Guru adalah satu-satunya orang yang aku percayai di dunia ini!" Seru Quinne dengan semangat membara.

"Lihat, apakah kamu pikir aku harus meragukanmu lagi?" Tanya si lelaki kembali mengusap rambut halus perempuan di sampingnya.

"Ehehe.." Quinne tersenyum bangga layaknya anak kecil yang baru pertama kali dipuji oleh ayahnya.

"Bagaimana bagaimana? Rasanya enak?" Tanya Quinne dengan senyuman lebar, menanti sebuah pujian dari gurunya.

"Haha, berlatihlah lebih banyak. Dengan begitu, semua orang yang memakannya pasti akan lebih senang." Kata lelaki itu masih mengusap kepala Quinne.

"A~h! Guru mah! Selalu saja seperti itu!" Quinne memajukan bibirnya, kembali merajuk.

"Lebih baik aku mencari udara segar yang tempatnya jauh dari guru!" Quinne melipat kedua tangannya di depan dada dan pergi meninggalkan lelaki itu.

Tidak ada yang tahu, kalau ucapan tersebut adalah ramalan yang tak pernah diinginkan.

Lelaki itu hanya menghela nafas, "Aku tidak ingin kamu cepat puas akan suatu hal. Aku takut, kamu tidak akan berusaha lagi. Aku terlalu takut, bila sesuatu terjadi padamu juga."

Malam itu, Quinne tidak kembali pada waktunya. Lelaki itu mulai khawatir, pengikutnyapun ikut khawatir melihat tuan mereka yang tidak tenang.

"Tuan, biar kami yang mencari Quinne, anda sebaiknya beristirahat. Ini sudah hari ke delapan anda tidak tidur, ini tidak sehat untuk tubuh anda."

"Aku akan mencarinya, baru beristirahat." Kata lelaki itu. Dia mengangkat kepalanya dan menatap bulan, "Doakan aku, semoga tidak ada hal buruk yang terjadi."

Sosok itu menghilang. Semua pengikutnya hanya bisa menghela nafas, mereka tidak bisa mengejar tuan mereka yang memiliki kemampuan yang sangat berbeda dengan mereka.

Lelaki itu menghentikan pencariannya ketika melihat lautan merah di depannya. Ya, tidak salah lagi, itu semua adalah genangan darah.

"Quinne!" Seru lelaki itu.

Ia tahu, Quinne berada di tempat ini.
Ia tahu, Quinnelah yang melakukan semuanya, sebab jejak Quinne tertinggal di sini.

Ia tahu, kalau Ia harus berhati-hati..

Tapi Ia juga tahu bila Quinne membutuhkan dirinya. Karena itu, saat Quinne mendekat dan memeluknya, Ia tidak menolak.

Lelaki itu membiarkan Quinne melakukan apa yang dia suka. Dan.. diam-diam, ia membiarkan dirinya sendiri menemui ajalnya.

Tapi, sampai saat inipun ia percaya, Quinne tidak pernah berniat untuk mengkhianatinya.

Ia ingin percaya kalau Quinne seharusnya juga memiliki kepercayaan yang besar padanya setelah apa yang mereka lalui dan hadapi, seharusnya itu semua cukup untuk menunjukkan bahwa ia tidak akan pernah meragukan Quinne.

Ia akan mendengarkan Quinne sampai akhir. Ia akan melakukan segalanya asal Quinne tumbuh menjadi perempuan yang bahagia.

Namun..

"Quinne.. kenapa?" Tanya si lelaki sambil melirik perempuan dipelukannya. Pisau kecil itu menusuk dalam ke jantungnya.

Sampai saat ini, hal pertama yang tidak pernah ia ragukan adalah kesetiaan perempuan di sampingnya.

Namun.. siapa sangka, kalau yang akan mengakhiri hidupnya justru orang yang paling tidak pernah ia ragukan?

Ia tidak percaya dengan apa yang ia alami.

Ia tidak percaya, kalau kepercayaan muridnya hanyalah sebatas itu.

Ia tidak percaya Quinne akan benar-benar menjadi orang yang mengakhiri hidupnya walaupun ia tidak keberatan bila dibunuh olehnya asalkan Quinne bahagia.

".." Quinne tidak menjawab, dia hanya menatap wajah lelaki yang dia panggil 'guru' sejak mereka bertemu. Bekas air mata masih terlihat.

Darah segar mulai keluar dari mulut si lelaki, mewarnai pakaian putihnya yang terlihat suci. Perlahan, pakaian putih itu berubah merah, seolah menunjukkan kalau pemakainya baru saja kembali dari medan perang.

"Kenapa? Apakah kamu pikir semua ucapanku bukanlah kenyataan? Apakah kamu pikir, itu semua.. hanya kepura-puraan?" Tanya si lelaki, ia masih berusaha menahan kesadarannya. Namun kembali dijawab dengan suara angin.

Perlahan tubuhnya mulai lemas. Ia merosot dari pelukan Quinne itu.

"Kenapa.. kamu tidak mempercayaiku?" Tanya si lelaki lagi. Ini adalah ketiga kalinya ia bertanya.

"A~h.. aku tahu, kamu.. kamu pasti terpaksa melakukan semua inikan? Sebenarnya kamu tidak ingin melakukan hal inikan? Hey.. Quinne, jawablah aku.." Ucap lelaki itu seperti orang yang putus asa, ia mengusap sedikit pipi Quinne.

Namun sebelum ia mendapatkan jawabannya..

Penglihatan si lelaki mulai berubah gelap, ia tidak bisa menahan kesadarannya lebih lama lagi. Racun mulai menyebar ke seluruh tubuhnya. Ya, pisau itu juga dilumuri racun yang mematikan. Matanya mulai terasa berat.

Aku tidak percaya, kalau Quinne benar-benar mengkhianatiku. Aku tidak ingin percaya...

Kematian hanya masalah waktu.
Karena ia tidak akan dapat disembuhkan.

Apakah.. pada dasarnya.. hanya aku yang terlalu yakin kalau kamu mempercayaiku? Apakah.. pada dasarnya.. itu semua hanyalah pertukaran kata yang tidak penting? Itulah pikiran si lelaki pada hembusan napasnya yang terakhir. Sakit yang lelaki itu rasakan bukanlah sakit karena ditusuk oleh pisau kecil yang beracun, melainkan Quinne, orang terakhir yang tidak pernah ia ragukan. Tak pernah sekalipun ia meragukannya.

Tapi apa yang ia dapatkan?
Kebahagiaankah?
Kejayaankah?
Tidak, pengkhiantanlah yang ia dapatkan.

Hatinya terasa hancur berkeping-keping. Beribu panah seakan menembus kearah jantungnya tanpa henti. Kepercayaannya dihancurkan. Dan kebahagiaan diambil darinya.

Inikah takdirku? Mati ditangannya tanpa mendapatkan alasan yang sebenarnya? Inikah yang tuhan tetapkan untukku? Bila ya, maka aku tidak memiliki pilihan lain dan akan menerimanya. Lagi pula, mati ditangannya bukanlah hal yang aku benci.

Si lelaki menutup matanya perlahan, ia tidak memiliki kekuasaan untuk menggerakkan tubuhnya lagi. Barulah pada saat itu Quinne berbisik.

"Guru.. guru.." Quinne memanggil lelaki di depannya.

"Guru.. kenapa guru sangatlah baik padaku?" Air matanya mulai jatuh tak terkendali, layaknya mata air yang tidak pernah kering walaupun sudah ada sejak berabad-abad lalu lamanya.

"Sampai aku membunuhmupun guru masih percaya padaku?! Kenapa hati guru bisa begitu tegar?! Seandainya guru membenciku, aku pasti akan hidup tenang, tapi kenapa? Kenapa guru masih mempercayaiku?!" Quinne berseru seperti orang yang sudah kehilangan akal.

"Maafkan aku.. maafkan aku.. aku bukanlah murid yang baik. Aku tidak pantas mendapatkan kepercayaanmu."

"Guru.. guru.." Panggilnya sambil meremas lengan tangan lelaki di pelukannya.

"Seandainya ada kesempatan kedua untukku, seandainya ada.. aku akan melakukan apapun untuk guru! Ya tuhan, izinkan aku menebus dosaku."

Tidak ada yang tahu apa yang Quinne pikirkan. Dia yang membunuhnya, dia juga yang menangisinya. Bisikannya juga sudah terlambat, lelaki itu tak dapat mendengarnya lagi. Tubuhnya sudah mendingin dan jiwanya sudah meninggalkan raganya.

Pada akhirnya, hanya Quinne yang tersisa. Menangis dalam diam dibawah sinar rembulan.

Rintik hujan mulai turun seakan ikut bersedih. Petir yang menyambar seakan berteriak marah mengutuk Quinne. Teriakan yang memilukan dapat didengar, Quinne menghadapi keputusasaan.

Namun tidak ada yang tahu bila kisah masih akan berlanjut, karena disaat yang sama, jiwa itu tidak terbang ke tempat yang seharusnya. Ada cahaya yang mengelilingi jiwa itu dan memandunya menuju tempat yang lain.

Jiwa itu terbang melewati ruang dan waktu. Terus terbang dan terbang tanpa arah. Hanya tuhan dan takdir yang tahu kemana jiwa itu akan pergi.

Suatu ketika, jiwa tersebut menghentikan perjalanannya yang sangat panjang. Jiwa itu terbang secara perlahan sebelum memasuki tubuh seorang gadis.

"Terimalah hidup barumu. Akan aku pastikan, kali ini.. kamu bisa menemukan kebahagiaan, karena semuanya akan terpecahkan seiring berjalannya waktu. Kamu juga dapat berkumpul lagi dengan orang-orang yang kamu dambakan selama ini."

Suara yang tidak diketahui asal-usulnya berbisik ke dalam jiwa itu. Pemilik suara itu yakin, kalau jiwa itu pasti bisa mendengarnya dengan jelas.

Karena bagaimanapun.. ia adalah sosok yang berhasil melewati ujian hidup yang diberikan sebanyak ribuan kali, ia yang pada akhirnya diberikan kehidupan lain dengan penuh berkah dari tuhan.

🌙🌙🌙

WORD : 1834

#Hmm.. maaf bila prolognya cukup membingungkan, singkatnya ini adalah sedikit bagian dari kehidupan di masa lalu nya.

#Kalau kalian bertanya saya menambahkan music box, itu karena saya sedang bosan saja. Saya merasa kalau cerita ini benar-benar monoton, sehingga satu-satunya cara yaitu dengan menambahkan latar musiknya.

#Chapter 1 akan segera menyusul.. (><)

Continue Reading

You'll Also Like

54.4K 6.1K 72
Kazuto Tomoe yang kehidupan remajanya selalu ditindas dan diperbudak oleh adiknya sendiri, membuat dirinya tidak dapat menikmati kehidupan SMA nya. N...
501K 40.8K 34
Kehidupan Evelyn yang sempurna berubah setelah kematian kedua orang tuanya. Ia harus menjual harta dan kediamannya untuk membayar hutang keluarga. Se...
193K 11.6K 38
"𝐀𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐮 𝐛𝐮𝐚𝐭 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐌𝐞𝐧𝐠𝐚𝐛𝐚𝐢𝐤𝐚𝐧𝐦𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐲𝐞𝐬𝐚𝐥𝐢 𝐏𝐞𝐫𝐛𝐮𝐚𝐭𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚" -𝐀𝐥𝐢𝐜𝐞 #1 in pangeran [04-06...
404K 60K 85
"Became the Most Popular Hero is Hard" adalah judul novel yang saat ini digemari banyak pembaca karena memiliki visual karakter dan isi cerita yang m...