"Seonho, bantu aku, yuk!"
Seonho yang baru saja mengemasi bukunya mendongak, ada Euiwoong di sana.
"Bantu apa, Woong?"
"Ikut oprec pagelaran teater sekolah, ya?"
"Memangnya dari anak OSIS kurang? Berapa yang sudah daftar?"
"Anak OSIS kelas XI banyak yang tidak ikut, yang sudah daftar juga belum memenuhi kuota. Maklum, sudah musim ujian," Euiwoong duduk di kursi depan Seonho yang telah kosong, "kamu sudah pengalaman ikut dan mengurus teater sejak SMP, kan? Ayolah."
"Ah, kalau ikut oprec kayaknya aku nggak bisa. Aku nggak rajin ikut rapat rutin."
Euiwoong cemberut, "Ya sudah, tapi kamu mau, kan, kalau sekedar sharing dan kasih masukan buat kita? Nggak selalu ikut waktu rapat, kok."
"Hm, boleh," Seonho tersenyum.
"Ya sudah, ayo ikut," Euiwoong berdiri, menarik tangan Seonho.
"Eh? Ngapain?"
"Anak-anak inti sekarang lagi kumpul, aku mau kamu kasih masukan sekarang aja."
Seonho diam. Sebenarnya, sepulang sekolah ia akan pergi menjenguk Guanlin. Pukul sepuluh tadi pagi, Guanlin sudah selesai kemoterapi dan ia tidak ingin kejadian tidak-menjenguk-Guanlin sebelumnya terulang kembali.
"Kok diam, Ho?"
"Aku.. sebenarnya," Seonho menggigit kecil bibir bawahnya, "aku ada urusan sekarang, jadi tidak bisa."
"Ayo, 15 menit saja, kok."
-Cigarette-
Hyungseob mengecek kembali jam tangannya, sudah kelima kalinya. Ia menunggu di halte sudah setengah jam setelah bel pulang sekolahnya berbunyi dan sampai sekarang, bus yang ia tunggu belum juga datang.
"Oi."
Hyungseob memutar bola matanya. Sungguh, dia tidak suka jika seseorang memanggilnya seperti itu. Apa susahnya, sih, memanggil dengan nama?
"Oi!"
"Apa, sih?" Hyungseob menengok, melihat seseorang yang datang dengan motornya.
"Kalau dipanggil itu jawab."
"Bisa panggil orang lebih sopan nggak, sih? Memangnya kamu suka dipanggil seperti itu?"
"Ayo naik, daripada lumutan di situ."
"Aku baru ngomong sama kamu, lho."
"Hm, iya-iya," orang itu melepas helmnya, turun dari motor, dan menghampiri Hyungseob, "maaf deh, nggak lagi."
"Kalau kamu nggak ubah sikap, gimana nanti kalau kamu sudah kuliah? Nggak malu bersikap kekanakan seperti tadi?" Hyungseob menatap tajam orang yang kini duduk di sampingnya, "percuma terlihat keren di sekolah sebagai Park Woojin kalau masih seperti itu."
"Kadang kamu itu kaya ibuku, tahu nggak?" Woojin terkikik, "bahkan ibu kandungku sendiri jarang bawelin aku kaya kamu."
"Ya sudah, aku diam."
"Jangan," Woojin menggeleng, "itu yang buat aku semakin suka sama kamu."
"Untung aku nggak baper."
"Kapan kamu mau baper sama aku?"
"Berisik, ah, Jin."
"Ya udah, ayo," Woojin menggandeng lengan Hyungseob, "aku sudah cuci motor, tuh, buat kamu."
-Cigarette-
Seonho segera berlari keluar sekolah setelah urusannya dengan Euiwoong selesai. Langkah kakinya sangat cepat, setengah berlari, teringat pesan singkat yang dikirim ibunya belum lama.
IBU
Seonho, kamu kalau sudah pulang nanti, langsung ke rumah nenek saja ya.
Nenek sakit lagi. Ibu sudah ada di sini dengan Seungho.
15.03
Seonho sebenarnya tidak lupa dengan Guanlin, bahkan ia terus memikirkan bagaimana caranya ia bisa menemui lelaki itu. Namun, keluarga kini membutuhkannya dan ia harus ada, ia tidak bisa pergi begitu saja.
Krak
Langkah cepat Seonho terhenti. Ia terkejut dan segera menoleh ke belakang. Ponsel. Ponselnya terjatuh.
"Aduh, gimana ini," Seonho memungut ponselnya, menyusunnya kembali, dan mencoba menghidupkannya. Nihil, ponsel itu tidak menyala.
"Ah, tidak peduli. Lebih baik aku cepat pergi."
-Cigarette-
Sudah dua hari Hyungseob tidak bertemu dengan Seonho. Ponselnya pun tidak bisa dihubungi, pesan singkatnya tidak dibalas. Biasanya, Seonho yang akan menghampiri kelasnya ketika jam istirahat. Namun, hari ini Hyungseob yang menemui adik kelasnya itu.
"Eh, Kak Hyungseob," seorang murid perempuan keluar dari kelas Seonho, "ada apa, Kak?"
"Mau cari Seonho, nih, ada nggak?"
"Oh, Seonho sudah dua hari nggak masuk, tuh. Kak Hyungseob nggak tahu?"
"Hah? Nggak masuk?" Hyungseob mengerutkan dahinya, "Seonho nggak kasih kabar apa-apa."
"Memang, Kak, Seonho cuma kasih kabar ke wali kelas. Dia nggak muncul di grup chat," setelah menjawab pertanyaan Hyungseob, murid perempuan lain ikut keluar dari kelas, "sudah dulu ya, Kak, aku mau ke kantin."
"Oh, iya, makasih!" Hyungseob berbalik, hendak kembali ke kelas. Namun, badannya menabrak seseorang.
"Hati-hati bisa nggak?"
Hyungseob memutar bola matanya, "Aku sudah hati-hati, kok. Kamu saja yang jalan nggak lihat-lihat!"
"Aku malas ya berantem sama kamu."
"Wahai, Park Jihoon yang terhormat, yang malas nggak cuma kamu, jadi, jangan sok jadi yang paling penting."
"Apa-apaan, sih ini?" Woojin datang datang tiba-tiba, melerai mereka, "nggak malu berantem di depan kelas sepuluh?"
"Belain terus saja, Jin!" Jihoon tertawa meremehkan, "suatu saat kamu bakal tahu bagaimana rasanya kehilangan aku. Aku udah nggak peduli sama kamu."
"Aku juga nggak peduli sama kamu, kok. Sejak lama malah."
"Jahat, ya, kamu?" Jihoon mengernyitkan keningnya, sebentar kemudian segera pergi meninggalkan Hyungseob dan Woojin.
"Kamu yakin nggak bikin Jihoon nangis setelah ini?"
"Yang mancing dia," Woojin mengedikkan bahunya, acuh, "oh iya, soal Guanlin, apa Seonho sudah tahu?"
-Cigarette-
Seonho memutuskan segera kembali setelah kondisi neneknya membaik. Waktu menunjukkan pukul dua siang ketika ia sampai. Seakan tidak merasa lelah, Seonho terus melangkah menuju rumah sakit, tempat Guanlin dirawat.
"Permisi," Seonho membuka pelan ruang rawat Guanlin. Aneh, ruang itu terlihat sepi. Tidak ada siapa-siapa.
"Halo, Kak Guanlin?" Seonho terus mengecek ruangan itu, berharap orang-orang di sana hanya sedang melakukan lelucon.
Ketika sudah sepenuhnya sadar tentang apa yang terjadi, Seonho segera berlari keluar, menuju meja administrasi, bertanya pada siapa saja yang ada di sana.
"Permisi.. ah, permisi," Seonho mengetuk-etukkan jarinya di atas meja, panik, "boleh saya tahu, di mana Kak Guanlin dipindahkan?"
"Lai Guanlin? Pasien ruang 101?" wanita berpakaian putih di belakang meja menjawab, "dia sudah tidak dirawat lagi, keluarganya sedang mengurus pemakaman."
Author note :
Maaf ya, aku tahu chapter ini bertele-tele, aku sudah ngetik dari lama tapi nggak pernah sesuai dengan ide awal huhu + bagian ini aku repost karena sebelumnya error. Oh iya, chapter selanjutnya akan diprivate ya :)