Shoot Me √

By Lilyla__

167K 18.6K 4.5K

"Berhenti, atau aku akan menembakmu." "Aku tak peduli. Bahkan jika timah panas itu menembus kulitku, aku tak... More

Prolog
1
2
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
epilog
New Work Soon

3

4.1K 539 75
By Lilyla__

Meet You


“Aku tau. Tapi..,” Momo menegakkan lagi pistolnya. Diarahkan tepat di kepala Yerim. Tangannya siap menarik pelatuk. “Aku akan buktikan, bahwa Rim itu bisa dikalahkan!”

Prove it. Jika kau ingin menyesal. Orang sepertimu sungguh tak pantas menjadi kurir. Memegang pistol saja tak bisa.”

Dor

Suara tawa keluar setelah tembakan. Tawa wanita yang begitu puas dengan apa yang terjadi.

“Payah sekali kau, Momo-san. Apa kau tak pernah diajari cara menembak?,” Yerim bangkit dari merunduk. “Aku tau kecepatan pelurumu itu. Dan, ya… aku merasa itu peluru terakhirmu. Ceroboh sekali. Hanya mengisi pistol dengan satu peluru,” Yerim mendecak. Dia berjalan mendekat kearah Momo yang berusaha mundur.

Momo mulai panik. Matanya melirik ke sekitar.

Brak..

Momo menjatuhkan tempat sampah yang dia temukan. Dan melempar sebuah balok kayu kearah Yerim. Yerim terjatuh karena serangan tak terduga.

“Bangsat!!!,” Yerim mengumpat karena balok kayu yang dilempar Momo mengenai bahunya. Ngilu, tapi rasa itu diabaikan. Tangannya bergegas mengambil revolver yang disimpan disaku belakang celananya.

Dor

“Aarrgghhh!”

Satu peluru menembus kulit betis kanan milik Hirai Momo, membuatnya jatuh tersungkur. Matanya berair. Hampir menangis merasakan nyeri dan perih karena peluru itu mungkin sudah menancap di tulang betisnya, atau mungkin sudah menembus dan bersarang di tulang kering, tak ada yang tau. Dengan sisa tenaga dia mencoba menyeret tubuhnya pergi.

Yerim bangkit setelah terkena hantaman balok yang dilempar Momo. Berjalan santai kearah wanita yang mencoba merangkak kabur.

“Argghh!,” jerit Momo ketika Yerim menginjak kakinya yang berlubang karena peluru.

“Mau kabur? Sekarang, permudah jalanku. Berikan benda itu secara sukarela atau aku yang akan memotong lidahmu.”

“Rim! Kau kejam!,” Momo mencoba memaki Yerim sebisanya.

“Aku tadi kan sudah bertanya. Apa kau sudah tau tentang agen Rim? Aku rasa kau belum tau. Sekarang, aku kasih tau. Agen Rim itu ahli menembak, berbagai senjata api dia kuasai. Jika mempunyai target, dia selalu melakukan negosiasi dengan targetnya meski berakhir dengan si target mati,” Yerim tertawa menjeda penjelasannya. “Tentu saja mati. Negosiasi tak mencapai kesepakatan. Jadi, kau mau ini mencapai kesepakatan atau tidak?”

“Banyak berlian lain. Kenapa kau mengincar ini?!,” nafas Momo mulai tersengal-sengal.

“Aku hanya diperintah untuk mengambil berlian langka itu,” Yerim bergerak untuk berjongkok dihadapan Momo.

Dengan mata was-was wanita berambut pirang itu mencoba untuk tenang. Meski tak membantu mengurangi rasa gugupnya.

*

“Siapa yang kau bawa ini, Joon?,” tanya Ji Chang Wook begitu melihat Jeon Seo Joon membawa dua orang lelaki dibelakangnya. Sahabat sekaligus bawahannya itu membawa lelaki yang benar-benar asing dimata Changwook.

Jeon Seojoon meminta kedua lelaki yang dibawanya untuk menyapa Changwook sebagai atasan mereka yang baru. Dan memberi kode untuk memperkenalkan diri.

Keduanya membungkuk memberi salam sebelum memperkenalkan diri.

“Selamat, sore, Tuan. Perkenalkan, saya Min Yoongi. Saya anak didik Jeon Seojoon.”

“Selamat sore Tuan. Saya Kim Taehyung. Saya juga anak didik Jeon Seojoon. Junior dari Min Yoongi.”

Changwook menganggukkan kepalanya berkali-kali tanda berpikir dan mengerti. “Aku tak menyangka, kau mengeluarkan anak didikmu saat ini, Joon.”

“Aku tak punya pilihan lain. Mereka sedikit banyak sudah tau tentang misi ini. Dan ya, aku percaya dengan kemampuan mereka. Ada satu lagi. Tapi dia belum datang. Mungkin akhir pekan nanti aku bisa mengenalkannya padamu.”

“Total ada tiga. Baiklah. Aku terima mereka. Aku merasa terhormat ketika kau mengeluarkan anak didik yang selalu kau banggakan itu, Joon.”

*

Seorang lelaki berkacamata bulat, bernama Jeon Jungkook menunggu seorang diri di halte bis. Dia terpaksa pulang sendirian karena noona-nya mencari bahan untuk tugas sementara temannya si Park Jimin tengah menjalani kencan dengan gadis barunya. Sungguh tipikal playboy sejati. Padahal semalam, baru saja lelaki yang badannya tidak lebih tinggi dari Jungkook itu bercerita tentang patah hati yang dideritanya. Ya, Jungkook masih mengingat jelas akan hal itu. Tapi sore ini, dengan semangat yang tinggi seolah akan mendapatkan sebuah bintang dari langit, Jimin meninggalkannya seorang diri demi kencan dengan gadis barunya. Inilah teman yang sesungguhnya. Ck.

Jungkook terkekeh mengingat temannya yang satu itu. Jimin memang terlihat tak setia kawan. Tapi sesungguhnya, dia adalah teman yang sangat peduli dan setia. Jungkook bersyukur memiliki sahabat seperti Jimin.

Terlalu asyik melamun, membuat Jungkook tak sadar jika dikanan-kirinya telah diapit oleh dua orang asing. Keduanya berpakaian layaknya preman. Jungkook tau. Mereka adalah preman yang beroperasi disekitar kampusnya. Bodohnya, Jungkook tak menyadari sekarang jam berapa. Jika dia bisa pergi ke halte selanjutnya meski berjalan kaki, pasti dia tak akan menajdi target preman itu.

“Berikan apa yang kau punya, sekarang,” kata salah satunya.
Jungkook meremas tali pada tasnya. Dia mulai gugup. Kacamata sudah berakali-kali melorot karena hidungnya mulai berkeringat.

“Kenapa kau diam? Kau tuli?!”
Jungkook menghitung dalam hati. Hitungan ketiga dia akan lari. Satu… dua… Lari.

Bruk

Sayang, niatnya gagal. Salah satunya sudah menjegal kaki Jungkook. Lelaki itu meringis. Kacamata terlepas dari wajahnya. Jungkook mulai meraba-raba sekitar untuk mencari letak dari benda yang selalu menemaninya dikampus itu.

“AArrghh!,” Jungkook menjerit ketika tangannya yang digunakan untuk mencari kacamata diinjak oleh preman itu. Tak hanya sampai disitu. Bahkan preman itu menjambak rambut Jungkook.

“Kau mencoba kabur? Dasar dungu! Bocah culun sepertimu tak akan bisa kabur dari kami! Berikan sekarang yang kau punya!”

“Aku tak punya apapun! Kalian salah sasaran!”

“Banyak omong!,” Jungkook mendapat pukulan beberapa kali diwajahnya.

Baru saja salah satu dari preman itu mengeluarkan pisau lipat, kegiatan mereka terpaksa berhenti. Mereka melihat siapa yang berani datang menganggu acaranya.

“Fiuh… kampus ini sungguh menakutkan. Bagaimana bisa ada preman disekitar sini,” orang yang baru datang itu berkomentar tanpa takut.

Jungkook menoleh kearah sosok penyelamatnya. Matanya menyipit berusaha melihat dengan jelas siapa yang menolongnya. Sesekali, dia meringis karena wajahnya yang lebam.

“Apa kau sudah bosan hidup? Apa kau mau menyerahkan tubuhmu pada kami? Seorang wanita sepertimu tak perlu sok menjadi pahlawan,” cecar salah satu preman itu.

Wanita itu tersenyum sinis dibalik maskernya. Tangannya tergerak membenarkan topi yang dikenakannya sembari memberi kode untuk melihat tulisan yang tersemat di topi itu. RIM.

“Kkk kkka kkau?”

“Rrr Rim?”

“Tidak mungkin!,” kedua preman itu gelagapan.

“Iya, aku Rim. Berbahagialah kalian karena bisa bertemu denganku sekarang. Apa yang kalian inginkan dariku? Menjadi Dewi Maut apa Dewi Penyelamat?”

Mendengar kalimat yang terlontar dari bibir Yerim membuat kedua preman itu gelagapan. Mereka lari terbirit-birit menyelamatkan kehidupan mereka. Sungguh, mereka tak ingin nyawa melayang ketika berhadapan dengan Rim. Agen wanita yang terkenal mematikan dengan pistolnya.

“Pengecut,” decih Yerim lalu berbalik meninggalkan Jungkook.

“Berhenti…,”Jungkook mencoba duduk. Wajah lebamnya membuatnya tak bisa membuka mulut terlalu lebar. Kacamata sudah kembali pada tempatnya.

Yerim berhenti melangkah. Sedikit menoleh kearah Jungkook. Menunggu apa yang akan dikatakan lelaki dengan wajah babak belur itu.

“Terimakasih…,” hanya itu yang Jungkook katakan. Hanya itu yang bisa ia sampaikan.

“Kau tak perlu berterimakasih. Aku memang terkenal sebagai wanita maut, tapi bukan berarti aku tak punya hati sama sekali.”

“Kau wanita yang baik. Aku yakin.”

“Tak usah menilai seseorang yang kau sendiri tak tau dia siapa,” Yerim beranjak dari tempatnya. Namun, lagi-lagi suara Jungkook menghentikannya.

“Bisakah kau menemaniku sebentar sampai bis datang? Aku takut mereka kembali.”

Yerim terkekeh. Namun, dia menurut juga. Kini dia duduk di samping Jungkook, agak jauh didalam halte.
Hening.

“Apa kau anak kampus sini?,” tanya Jungkook memecah keheningan yang terjadi. Jemarinya saling bergerak untuk mengusir rasa gugup.

“Apa aku terlihat seperti anak kuliahan?,” Yerim menjawab dengan pertanyaan. Bahkan kepalanya tegak menghadap kedepan. Sama sekali tak berniat menoleh kearah Jungkook.

“Emm… aku rasa tidak.”

“Itu, kau tau,” jawab Yerim dengan nada cueknya.

“Nampaknya kau lebih muda dariku…”

“Aku tak peduli dan tak ingin tau.”

“Aku hanya berpendapat saja,” kata Jungkook lalu menundukkan kepalanya. Dia bingung untuk  memulai percakapan dengan apa lagi. Sungguh, gadis disampingnya sangat rapat. Hanya mata saja yang mampu Jungkook lihat.

“Apa itu sebuah kode?,” tanya Yerim. Kali ini dia menoleh kearah Jungkook.

“Ya?”

“Apa itu sebuah kode agar aku memanggilmu oppa?”

Jungkook menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Bukan. Bukan seperti  itu.. aku…”

“Stop,” Yerim memotong perkataan Jungkook. “Bis yang kau tunggu sudah datang. Sekarang pulanglah, mandi, makan, belajar lalu tidur.”

Yerim pergi meninggalkan Jungkook yang melongo karena mendengar pesannya. Lagi-lagi pesan seperti anak kecil. Ayolah.. Jungkook bukan anak kecil lagi. Harus berapa kali dia menjelaskan ke orang-orang kalau dia bukan anak kecil?!!!

*

“Sialll!!! Kesialan apalagi yang menimpa grup ini?!”

“Maaf Changwook, anak buahku telah memeriksa. Yang tewas kehabisan darah di belakang Hwayang University itu benar-benar Hirai Momo. Disekitarnya ditemukan pistol kosong, dan menurut sidik jari di pistol itu, itu kepunyaan Momo.”

“Dan jangan bilang jika berlian itu raib…”

“Inilah berita buruk lainnya,” Jeon Seojoon menghembuskan nafas pelan. Tangannya menggaruk dahi yang tak gatal. Sungguh membacakan laporan seperti ini begitu mencekik tenggorokannya.

“Bangsat! Jadi benar berlian itu hilang. Siapa yang melakukan ini semua?!”

“Kami melacak cctv disekitar. Aku rasa itu Rim. Dari Dark Petal.”

“Kawanan itu menantangku lagi. siapa tadi? Rim? Wanita yang terkenal karena keahlian menembaknya itu?”

Seojoon mengangguk sebagai jawaban.

“Tugas tambahan untuk tim barumu…”

“Apa?”

“Bunuh wanita dengan nama Rim itu.”

*

“Hyung!,” lelaki berusia SMP memasuki kamar hyung-nya yang terkesan simple namun cool. Tanpa ijin dari sang empunya, bocah SMP itu melompat dan berbaring di atas kasur bersprai iron man.

“Mark… bisakah kau tak menggangguku malam ini?,” Jungkook. Sosok hyung yang dipanggil bocah SMP itu tengah berkutat dihadapan laptopnya untuk mengerjakan sebuah laporan. Laporan yang harus dikumpulkan senin depan.

“Hyung, kenapa kau mengerjakan tugasmu sekarang? Santai sajalah, hyung. Aku tau, yang kau kerjakan itu tugas untuk senin depan,” protes Mark yang diabaikan hyung-nya. Dia memainkan boneka berbentuk cookies yang biasa Jungkook gunakan sebagai bantal.

“Aku harus menyelesaikannya sekarang Mark. Besok aku akan langsung ke tempat Appa,” lagi-lagi Jungkook menjawab tanpa menoleh kearah adiknya.

“Kau akan langsung ke tempat Seojoon ahjussi? Kau tak akan mampir dulu kerumah? Wahh… aku akan benar-benar kesepian!,” spontan Mark melempar boneka yang sedar tadi dia mainkan kearah Jungkook. Tentu saja lelaki itu terganggu.

“Mark! Apa kau tak bisa berhenti untuk melempar semua barang-barang yang ada ditanganmu?!,” geram Jungkook. Dia mengambil boneka cookies yang memiliki wajah itu lalu berlari menerjang adik tirinya.

Suara gelak tawa memenuhi kamar Jeon Jungkook. Lelaki bergigi kelinci itu menyerang adiknya, menggelitik hingga tak ada celah bagi Mark untuk kabur. Keduanya terbiasa bercanda seperti itu. Darah bukan halangan bagi mereka untuk berbagi kasih sayang layaknya adik dan kakak yang sesungguhnya.

“Astaga! Apa yang kalian lakukan?,” suara siapa lagi… Tentu saja sang ibu yang sedang berpatroli untuk mengecek keadaan anak-anaknya. Betapa terkejutnya Go Ara melihat kamar Jungkook, lebih tepatnya bagian tempat tidur yang berantakan. Bahkan seprai iron man sudah lepas keempat sudutnya.

“Mommy?,” keduanya terkejut melihat kedatangan sang ibu. Buru-buru baik Jungkook dan Mark duduk seolah tak terjadi apa-apa meski sia-sia karena ibunya telah melihat semua.

“Hyung menyerangku terlebih dulu, mom…”

Jungkook menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Lihat mom,” Jungkook menunjuk kearah laptop yang masih menyala. “Aku mengerjakan laporan dan Mark mengangguku.”

“Tidak! Aku tak melakukannya! Kau yang tiba-tiba menyerangku seperti singa yang kelaparan, Hyung!”

“Apa kau bilang? Singa?”

“Ya! Singa. Auuummmmm,”Mark meledek Jungkook.

Baru saja Jungkook akan menyerangnya, sang ibu segera memisahkan mereka. “Stop! Jangan dilanjutkan. Mark, kembali ke kamarmu. Hyung-mu harus menyelesaikan laporannya. Besok dia akan kerumah appa-nya.”

Mark tak bersuara. Dia segera keluar kamar sambil membawa boneka milik Jungkook. Tentu saja, hal itu membuat Jungkook berteriak.

“Mark! Mau kau bawa kemana shooky?!!!!!”

Bugh

Tepat ke wajah Jungkook. Mark melempar tanpa menoleh kebelakang. Boneka tak berdosa itu dilempar dan mengenai wajah tanpa kacamata Jungkook. Go Ara menggelengkan kepala melihat kelakuan kedua putranya. Dia tersenyum sesaat lalu duduk disamping Jungkook.

“Jungkook, besok mommy tak akan mengantarmu ke rumah appa-mu. Kau dan noona-mu akan diantar oleh supir.”

“Tak perlu mom. Aku bisa naik bis sama noona. Lagipula, tempat appa tak jauh,” kali ini, Jungkook merasa kecewa. Bahkan, mommy-nya tak mau bertemu dengan sang ayah. Ini semua pahit bagi Jungkook dan Jisoo. Memang mereka bahagia dengan keluarga baru ibunya. Tapi tak munafik, mereka ingin kedua orang tuanya saling bertegur sapa. Bukan berlaku seperti orang asing.

“Kamu pasti kecewa sama mommy…”
Jungkook menggelengkan kepalanya. bibirnya ditarik sebisanya untuk tersenyum. Kedua tangan yang memeluk boneka shooky meremas kuat boneka itu. Menahan gejolak yang ada dihatinya.

“Maaf sayang… sekarang, kamu lanjutkan buat laporannya. Mommy akan membereskan tempat tidurmu ini setelah mengambilkan salep untuk lukamu,” Go Ara segera meninggalkan Jungkook yang tengah berperang dengan batinnya.

Suara dering ponsel membuyarkan segala prasangka yang Jungkook punya. Dia bergerak menuju nakas untuk meraih benda yang tengah berdering. Setelah mengusap layarnya, ditempelkan benda itu tepat ditelinganya.

“Iya appa?”

“…”

“Besok Jungkook dan Jisoo noona akan menginap.”

“…”

“Tak boleh pulang? Kenapa?”

“…”

“Misi?”

**

Emm… misi apa ya??? #mikir. Gimana chapter tiganya?Jeka cupu tapi Yeri sadis ya. Setelah di cerita sebelumnya Yeri menye-menye terus, disini aku bikin dia jadi cewek sadis. Eottaeyo???

Sampai Jumpa di next chapter.. ^.^

Upate : 100218
Nex Update : 160218

Continue Reading

You'll Also Like

50.4K 11.4K 60
Jadelyn Rosélia, gadis berkebangsaan Inggris yang berdiri di antara dua pilihan. Memilih salah satu di antara orang yang ia cintai dengan orang yang...
36.2K 7.3K 62
"𝐍𝐨𝐨𝐧𝐚, 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐤𝐮 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐲𝐚!" "𝐊𝐞𝐧𝐚𝐩𝐚? 𝐀𝐝𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐚𝐡𝐮 𝐬𝐨𝐚𝐥 𝐡𝐮𝐛𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐤𝐢𝐭𝐚?" "𝐓𝐢...
143K 20.7K 50
Laki-laki itu terus memerhatikan si gadis. Menaruh hati tapi tak yakin, ingin dekat tapi tak punya alasan untuk mendekati. Gadis itu adalah alasanny...
304K 23.1K 106
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...