ELFARGA

By jeantandungan

1.7M 55.9K 2.1K

[DILARANG PLAGIAT!] Fellicya Arscharlie. Gadis yang unggul dalam seni beladiri, namun tak unggul dalam urusan... More

First Of All
Elfarga | One
Elfarga | Two
Elfarga | Three
Elfarga | Four
Elfarga | Five
Elfarga | Six
Elfarga | Seven
Elfarga | Eight
Elfarga | Nine
Elfarga | Ten
Elfarga | Eleven
Elfarga | Twelve
Elfarga | Thirteen
Elfarga | Fourteen
Elfarga | Fifteen
Elfarga | Sixteen
Elfarga | Seventeen
Elfarga | Eighteen
Elfarga | Nineteen
Elfarga | Twenty
Elfarga | Twenty One
Elfarga | Twenty Two
Elfarga | Twenty Three
Elfarga | Twenty Four
Elfarga | Twenty Five
Elfarga | Twenty Six
Elfarga | Twenty Seven
Elfarga | Twenty Eight
Elfarga | Twenty Nine
Elfarga | Thirty
Elfarga | Thirty One
Elfarga | Thirty Two
Elfarga | Thirty Three
Elfarga | Thirty Five
Elfarga | Thirty Six
Elfarga | Thirty Seven
Elfarga | Thirty Eight
Elfarga | Thirty Nine

Elfarga | Thirty Four

25.3K 1.3K 111
By jeantandungan

Vote dan komentar ya❤️

***

Felli berusaha menghilangkan kegugupannya dan mencoba fokus latihan. Ia menatap lurus-lurus ke depan, mengenyahkan pikiran-pikiran yang membuatnya menjadi gugup sendiri. Masih seperti sebelumnya, tangan Farga berada di samping tangannya, ikut memegang setir motor untuk membantu dan menuntun Felli menggerakkannya ke kanan dan ke kiri.

"Kakinya dinaikin coba." Farga berucap di samping telinganya agar Felli dapat mendengar---tidak terhalang suara motor.

"Nggak ah, Kak. Nanti jatoh!" Felli berucap khawatir. Ia belum bisa menjaga keseimbangan. Jika kakinya dinaikkan, takutnya mereka jatuh terguling. Pasti sakit.

"Coba dulu." Farga berucap datar, namun tersirat penekanan agar Felli segera menuruti intruksinya.

Felli menggeleng pelan. "Takut, Kak," jawabnya pelan. Andai saja ia sudah berpengalaman dalam bersepeda, pasti tidak sesusah ini menjaga keseimbangan.

Farga pasrah, mencoba mengerti. Namanya juga baru belajar. Semua dilakukan secara perlahan, bertahap dan tetap mengikuti aturan. Dengan begitu, semuanya akan berhasil.

Cowok itu perlahan melepaskan tangannya dari setir motor, membiarkan Felli terbiasa sendiri membelok-mengikuti alur jalanan yang dilalui. Leher Felli menegang, sangat kentara jika ia takut. Masih latihan pertama, Farga bisa memaklumi.

"Dikit-dikit coba naikin kakinya, siapa tahu udah bisa." Farga kembali membuang suara.

Gadis itu menelan ludahnya kasar. Tangannya yang kaku menggenggam erat setir motornya dan perlahan menaikkan kakinya ke pijakan. Satu kaki dulu---yang sebelah kiri. Felli menipiskan bibirnya. Sambil mencoba menyelaraskan kecepatan dengan keseimbangan, Felli perlahan menaikkan sebelah kakinya lagi. Ia menahan napas sebentar dan ...

"MAMA!" Felli menjerit ketika motornya tiba-tiba limbung ke kiri.

Farga cepat-cepat menurunkan kakinya dan mengambil alih setir motor untuk menarik rem. Untung saja, Farga bergerak sigap dan kakinya lumayan panjang. Mereka nyaris saja terguling di atas rumput. Felli menahan napas sesaat, sampai motornya berhenti karena Farga menghentikannya. Felli melepaskan tangannya dari setir, lalu memegang dadanya sendiri---menenangkan degup jantung yang berpacu lebih cepat.

Farga menurunkan standar motor, lalu membuang napas lega. "Hampir aja nyium tanah air," ucapnya seraya menggeleng kecil, lalu beranjak turun dari motor Felli, membiarkan gadis itu duduk sendirian.

Felli tersenyum canggung. "Maaf ya, Kak, hampir aja aku bikin kakak jatoh." Felli menatap kakak kelasnya itu dengan tatapan rasa bersalah.

"Jangan minta maaf, 'kan belum jatuh. Namanya juga masih belajar." Farga menjeda sebentar, "kalo gitu, coba lo sendiri yang coba bawa. Mungkin tadi karena gue ada, jadi berat."

Felli melongo. Baru kali ini ia mendengar Farga berceloteh panjang. Padahal, awal bertemu, cowok itu sangat irit bicara dan lebih banyak diamnya. Tatapan tajamnya yang menusuk juga sudah jarang ia tunjukkan lagi. Paling tatapan datar---tak terbaca. Felli berkedip dua kali, sebelum akhirnya mengangguk pelan. Pelan sekali sampai nyaris tidak kentara.

"Jangan tegang biar bisa ngendaliin motornya. Coba nyalain mesinnya."

Demi kebaikannya juga supaya bisa menyetir motor secepatnya, Felli segera menyalakan motornya. Sesaat, ia melirik jam tangannya yang sudah hampir menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Lampu-lampu yang ditaruh di sepanjang sisi lapangan mulai menyala.

"Sekarang pelan-pelan, coba lo jalanin." Farga menginterupsi dari pinggir lapangan.

Ia bersedekap dada, memperhatikan Felli yang perlahan mulai melajukan motornya sendiri. Lambat sekali. Farga tersenyum samar ketika menyadari bagaimana tegangnya gadis yang baru pertama kalinya belajar itu. Saking tegangnya, kepala Felli sampai tidak bergerak.

Meski hanya berdiri sambil memperhatikan dari kejauhan, Farga diam-diam menyimpan rasa was-was. Jangan sampai ada sesuatu terjadi dan tak terduga, ia sudah bersiap.

Dengan bibir yang komat-kamit---memanjatkan segala macam doa kepada Yang Kuasa agar selamat, Felli melajukan motornya dengan kecepatan tidak sampai 40km/jam. Sekali-kali ia menarik napas lewat hidung, lalu menghembuskannya lewat mulut, dengan maksud menenangkan dan merilekskan dirinya.

Setelah tadi ia diserang rasa gugup karena Farga yang tiba-tiba saja memegang setir hingga seolah-olah memeluknya dari belakang, berbicara di samping wajahnya yang berjarak tipis sekali, kini ia harus dihantamkan lagi dengan rasa ketakutan karena dibiarkanlatihan sendirian. Ketakutan dan ketegangannya tidak sebanding ketika ia harus sparing dengan lawannya di dalam ring. Yang ini jauh lebih menegangkan. Apalagi ia teringat kalimat teman cowoknya dulu saat masih di Bandung.

"Jatoh naik motor kok sakitnya sadis banget, ya? Lebih sakit daripada jatoh dari genteng."

Felli mengenyahkan pikirannya itu jauh-jauh. Kalau terus-terusan melihat sisi negatifnya, akan susah mahirnya.

Ia melirik Farga lewat spion. Cowok itu sedang melihatnya juga dari kejauhan. Baik sekali kakak kelasnya itu---yang mau mengajarinya tanpa diminta. Felli menipiskan bibirnya, mencoba perlahan-lahan menaikkan kakinya ke pijakan.

"Ya Tuhan lindungi gue..." Felli bergumam. Satu kaki berhasil naik. Masalahnya, kaki sebelahnya bagaimana? Takutnya jika ia naikkan juga, terjadi lagi hal seperti tadi. Sekarang Farga tidak ada di belakangnya, jadi tidak ada yang melindunginya.

Yakin.

Bermodal keyakinan, Felli menaikkan kaki kirinya.

Berhasil!

Felli tersenyum lebar. Kebahagiaan langsung terpancar diwajahnya. Akhirnya! Ia tersenyum bangga. Kembali fokus, Felli sedikit menaikkan lagi laju motornya hingga jarum menyentuh 40km/jam. Luar biasa. Ia cepat belajar, padahal baru pertama kali.

Namun, raut bahagia diwajah mendadak hilang, berganti dengan raut panik. Matanya melebar ketika ia tidak bisa membelokkan setir motornya ke kanan---terlalu berat baginya. Sejurus kemudian, setir motornya berbelok ke kanan dan ke kiri dengan cepat. Felli makin panik apalagi sudah saatnya ia berbelok. Jika tidak ia akan menabrak pagar pembatas.

"Mati! Mati!" teriaknya panik. Ia menahan napas, mencoba mengendalikan setir motornya yang sudah kemana-mana. Tinggal seperkian meter lagi, ia akan menabrak pagar di depannya.

Ah iya!

Rem!

Felli langsung menarik rem depan dan belakang sekaligus hingga ...

Bruk!

"Akh! Aw!"

Motornya langsung terbanting ke kiri, membuatnya terlempar hingga berguling di atas rumput. Ia mengaduh kesakitan, apalagi dibagian sikunya yang mendarat lebih dulu. Hanya bisa meringis, hingga matanya sekarang mulai berkaca-kaca. Ia menatap nanar motornya yang sama seperti dirinya, terkapar di atas lapangan. Felli bangkit duduk, ketika dari kejauhan melihat Farga berlari ke arahnya dengan wajah panik.

"Lo nggak papa?" Farga datang---langsung memegang kedua pundaknya dan memeriksa seluruh bagian tubuhnya yang mungkin saja mengalami cedera. Bibir Felli melengkung ke bawah dengan mata berkaca-kaca. sambil memegang sikunya, ia mulai terisak.

"Sakit..." Felli mengadu.

Bukan Cuma sikunya yang sakit, hampir seluruh badannya, mengalahkan rasa sakit ketika ia dihajar lawannya di dalam ring ketika bertanding. Ternyata benar kata temannya, jatuh dari motor sakitnya sadis. Padahal jatuhnya Felli itu di atas rumput, masih mending daripada di atas aspal.

"Mananya yang sakit? Aduh, harusnya gass-nya diturunin dulu baru narik rem." Farga berucap namun matanya tetap menatap Felli dengan tatapan khawatir.

Isakan Felli makin mengencang ketika Farga baru selesai berbicara. Ia merasa disalahkan sekarang.

"Eh? Kok makin nangis?" entah mendapat dorongan darimana, tangan Farga berpindah ke kepala Felli. Mengelus pelan rambutnya---menenangkan. "Namanya masih belajar, kaya gini udah biasa." Farga menyeka air mata Felli yang mengalir deras dipipinya, membuat tangisan Felli mendadak berhenti, menyisakan sesenggukan.

"Setirnya ng-nggak bi-bisa digerakkin." Sambil sesenggukan, Felli mencoba menjelaskan apa yang terjadi.

"Bukan nggak bisa, tapi lo belum bisa. Ayo berdiri!" Farga menuntun Felli untuk berdiri. Dengan susah payah, Felli bangkit dengan berpegangan erat pada tangan Farga.

"Lututku sakit." Felli kembali mengadu.

Farga tersenyum kecil ketika menyadari kalau Felli sangat menggemaskan dengan tingkahnya sekarang. "Kita ke kursi sana."

Farga membawa Felli berjalan menuju kursi yang disediakan untuk bersantai. Sekali-kali ia mendengar Felli meringis kecil saat telapak kakinya berpijak.

Setelah Felli duduk, Farga bergegas menuju kembali ke tempat Felli terjatuh untuk mengambil motornya yang masih menyala, dalam posisi rebah. Ia lalu membawanya lagi ke tempat Felli duduk.

"Lutut lo sakit banget?" tanya Farga setelah mendudukkan dirinya di samping korban kecelakaan tunggal itu---Felli.

Felli menatap motornya dengan tatapan kosong. "Enggak banget, sakit aja. Tapi badan aku pegel, sikuku panas."

Farga meraih tangan Felli dan memeriksa sikunya yang sejak tadi ia pegang sambil menangis. Ada bekas lecet disana, akibat bergesekan dengan rumput kasar.

"Kalo gitu balik aja. Ini perlu diobatin."

Hanya bisa menurut, Felli berdiri ketika Farga menuntunnya dan berjalan menuju motornya.

"Mau coba bawa nggak?" tanya Farga mencoba menggoda. Namun, melihat ekspresi Felli yang berubah, Farga buru-buru meralat ucapannya. "Bercanda, ayo naik!"

***

Felli diam saja ketika Farga mengobati luka lecet kemerahan disikunya menggunakan kapas yang dibubuhi cairan alkohol. Ia diam-diam menatap wajah Farga yang tampak serius memperhatikan lukanya. Entah sudah keberapa kalinya, ia diam-diam memuji ketampanan Farga didalam hatinya.

Fakta itu tidak bisa disembunyikan. Pantas saja banyak orang yang memuja-muja Farga di sekolah. Mungkin hampir setiap menit Felli mendengarnya ketika berada di kantin bahkan kelasnya. Meski Farga tidak ada disana, ia tetap menjadi bahan pembicaraan siswi-siswi SMA Pancasila.

Selama bertemu dengan Farga, yang Felli ketahui dan dapat simpulkan dari cowok itu adalah tampan dan dingin. Hanya itu. Rupanya, sekarang bertambah lagi. Farga baik. Ia mau mengajarinya, dan sekarang mengobatinya ketika ia terluka. Jangan lupakan juga kebaikannya yang terdahulu. Melindunginya dari pria aneh saat membeli nasi goreng, dan mengantarnya pulang ke rumah untuk mengambil bukunya yang ketinggalan.

Satu hal dikepalanya sekarang. Alasannya apa Farga melakukan itu?

"Udah."

Felli buru-buru menarik tangannya yang sejak tadi Farga pegang. "Ma-makasih, Kak." Lagi-lagi, Felli tergagap.

"Lutut lo masih sakit?" tanya Farga sembari membereskan kembali kotak P3K milik Felli lalu menaruhnya ke atas meja.

Felli memukul lututnya pelan. "Udah lumayan hilang, Kak," jawabnya.

"Masih mau latihan gak, setelah habis jatuh kaya tadi?" Farga kembali bertanya.

Felli berpikir sebentar hingga alisnya berkerut sedikit. "Ng-nggak tahu," jawab Felli seraya mengangkat pundaknya acuh.

Farga tanpa sadar menyunggingkan senyuman tipisnya. "Masa gitu aja nyerah? 'kan baru pertama, pasti jatuh kaya tadi biasalah. Salah sendiri waktu kecil nggak belajar sepeda." Farga kembali mengeluarkan banyak kata-kata, membuat Felli termangu.

Selain karena Farga kini lebih sering berbicara panjang, ia termangu karena Farga baru saja tersenyum. Senyuman yang mampu menaikkan tingkat ketampanannya hingga seribu persen. Felli menelan salivanya kasar, mengapa ia deg-degan lagi?

"Masih mau latihan kok, Kak. Pokoknya harus sampai bisa!" Felli buru-buru menjawab sebelum kegugupan kembali menguasai dirinya.

"Gue ajarin sampai bisa."

***

Suara alarm yang mengalunkan lagu bergenre rock memaksa Felli untuk membuka matanya. Ia menyingkap selimutnya kasar, kemudian tangannya bergerak mencari-cari ponselnya, lalu mematikan alarmnya.

Masih dengan mata setengah terpejam, ia bangkit duduk.

"Aw, kok pegel banget?"

Felli meringis ketika merasakan pegal disepanjang leher belakang sampai ke pinggulnya. Pasti karena terjatuh tadi malam. Ia merenggangkan otot-ototnya, menggerakkan tubuhnya untuk menghilangkan rasa pegal itu. Lumayan bekerja, rasa pegalnya berkurang sedikit.

Felli lantas menuju kamar mandi, bersiap-siap ke sekolah. Ia memasang alarm lebih cepat dari biasanya karena ia ingin bersantai lebih dulu, dan mengecek luka lecet disikunya juga.

Semalam, Farga tidak lama di rumahnya. Setelah berbincang sebentar, Farga tiba-tiba mendapat panggilan-mengharuskannya segera pergi. Ketika Felli berniat mengantar Farga sampai ke depan pintu, cowok itu berkata,

"Lo disini aja, nanti pintunya gue tutup."

Rasa panas tiba-tiba menjalar dipermukaan kulit wajah Felli. Masih pagi, sudah blushing saja.

Setelah bersiap, Felli bergegas turun menuju ke lantai bawah. Masih ada waktu tiga puluh menit. Sepuluh menit perjalanan, masih ada waktu dua puluh menit bersantai di kelas dan menikmati udara pagi di sekolah.

Sambil menenteng sepatunya, Felli menuju pintu depan dan membukanya lebar-lebar.

"MAMA!"

Felli berteriak dengan suara melengking ketika mendapati Mark berdiri di depan pintu sambil memasang wajah konyolnya-mengejek. Mengubah wajahnya menjadi cemberut, ia berjalan menuju kursi teras dan mulai memakai sepatunya, mengabaikan Mark yang kini ikut duduk di kursi teras lain.

"Cemberut aja, Si Eneng. Makanya jangan kagetan dong, orang gue nggak maksud ngagetin." Mark membuka suara.

Felli meliriknya sekilas. "Jangan muncul tiba-tiba bisa nggak sih? Untung gue nggak jantungan." Felli menggeleng. Ia melirik Mark lagi yang sekarang sudah berpakaian rapi-mau ke sekolah juga.

"Fel, tangan lo kenapa? Kok diplaster?" kening Mark mengerut dalam ketika menyadari ada hansaplast merekat disana.

Tadi Felli menyempatkan diri menempelkan plaster ke sikunya untuk melindungi lukanya dari debu yang berterbangan diluar sana. Apalagi jika nanti tidak sengaja bersentuhan dengan benda atau lainnya.

"Jatoh."

"Jatoh dimana?"

"Hatinya seseorang."

"Dih, ngaco nih anak. Gue serius juga."

"Gue juga serius."

Mark menggeleng kecil, menganggap Felli sedang halusinasi saja. "Jatoh dimana? Nggak jawab jujur mandul."

Felli mencebikkan bibirnya.

"Ditangga."

Entah karena apa, Felli memilih menjawab bohong. Mark bukan Tuhan, yang menentukan ia akan mandul atau tidak.

"Lain kali hati-hati, nanti gue dihajar Tante Arsy kalo lo kenapa-napa."

***

Karena Mark yang memaksa untuk sarapan sebentar di warung nasi kuning pinggir jalan---dengan alasan malas sarapan di rumah, akhirnya mereka baru sampai di sekolah lima menit sebelum gerbang ditutup. Pupus sudah harapan Felli untuk menikmati waktu santai di dalam kelas.

Suasana mulai ramai, apalagi gerbang yang sekarang telah padat, dipenuhi oleh kendaraan-kendaraan yang mengantri masuk ke area sekolah. Felli menyimpan helm-nya diatas tangki bensin motor Mark, lalu berlalu begitu saja---jalan lebih dulu masuk ke dalam sekolah.

Seketika, Felli merasakan ada kejanggalan. Ketika ia baru menginjakkan kakinya di lobby sekolah, dimana banyak siswa siswi disana, semua tatapan serta fokus langsung tertuju padanya. Suara bisik-bisik disertai tatapan sinis memenuhi lobby. Ia berhenti berjalan, mengedarkan pandangannya dengan alis berkerut.

Apa yang salah dengannya?

"Jadi dia orangnya?"

"Dih, masih anak baru juga, adik kelas lagi."


"Oh jadi dia yang gatel ke Kak Farga itu?"

Baiklah. Felli sudah tahu apa maksud dari tatapan sinis dan bisikan penuh nyinyir yang ditujukan kepada pagi ini. Lantas, ia menghela napas panjang, dan melanjutkan langkahnya menuju kelas.

"Welcome to the jungle, Felli." Ucap Felli pelan.

TBC

Hobi update tengah malam wkwkwk.

Uwu banget ya Farga sama Felli wkwkwk.

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 129K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
2.5M 137K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...
3.4M 277K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
5.9M 390K 68
#FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA⚠️ Kisah Arthur Renaldi Agatha sang malaikat berkedok iblis, Raja legendaris dalam mitologi Britania Raya. Berawal dari t...