Voice Later [Book 2] ✔️

By inflakey

35.8K 4K 382

Voice Later : The voice that can be heard now ~ BOOK 2 -------- WARNING ------- KONT... More

Voice Later BOOK 2
1 ~ Tears
2~ First Or Not
3~ Brothers
4~ Like or Not
5~ Confession
6~ Get Out
7~ After-
Informasi
Biodata Karakter
8~ Tiring and Miss you
9~ Bunkasai
10~ Bunkasai 2
11~ Like this last time
12~ Oldest Brother
13~ Old wounds
14~ Encounter
15~ Change Of Story
17~ Good Bye-
18~ Genesis
19~ With Tears~
20~ Without Tears~
21~ The Moment
22~ Get It Back
23~ Be a Part of Family
~ Miyamoto's Family ~
24~ Let's Start Again!
25~ An answer
26~ Not alone-
27~ Voice Each Other
28~ Destiny
29~ Berteman lagi.
30~ The Voice
Afterwords
| EXTRA 2.1|
| EXTRA 2.2 |

16~ Punch-

734 126 12
By inflakey


Bab 46

Book 2 chapter 16

Sebuah ruang rawat yang cukup besar khusus untuk satu orang pasien. Beberapa orang nampak berada diruangan tersebut, isakan terdengar dalam ruangan yang hening tersebut.

"Rui -chan... Hiks... Hiks"suara Youko yang terisak dan menggenggam tangan Rui. Chie yang berada disamping Ibunya tersebut mencoba menenangkan Ibunya dengan air matanya yang juga terus mengalir.

"Riku tolong lakukan sesuatu pada Rui"ujar Youko pada Riku yang berada disebrangnya. Riku memandang sendu pada Youko.

"Aku tidak bisa memberikannya obat bius terus menerus, Youko -san"ucap Riku.

"Terus sampai kapan Rui akan seperti ini terus?"ujar Youko dimana tangisnya meledak layaknya melihat anaknya sendiri sedang terbaring lemah diatas ranjang pasien.

Riku menghela napasnya kemudian menatap Rui yang terbaring diatas ranjang pasien dengan mata yang terbuka namun sama sekali tidak memandang kemanapun. Tangisan Youko serta Chie disampingnya pun tak Ia respon sama sekali, yang dilakukan Rui kini hanya bernapas. Jiro dan Chio yang juga berada disamping Riku memandang juga kearah Rui.

"Sensei- Apa Rui akan sembuh?"tanya Jiro yang mendapatkan anggukan dari Chio yang sudah mengluarkan air matanya. Riku menghela napasnya lagi kemudian menggeleng pelan.

"Keadaan Rui kali ini sangat berbeda dengan keadaan Rui yang dulu setelah kecelakaan"ucap Riku.

"Kami berniat untuk membawanya kembali ke Osaka dan membiarkan dokter keluarga kami untuk memeriksanya"jelas Riku.

"O -saka?!"pekik Chie.

"Rui akan dibawa pulang ke Osaka?"tanya Chio yang membuat pandangan lainnya kearah dirinya serta Riku. Riku mengangguk pelan sebagai jawabannya.

"Sa -sampai kapan?"tanya Chio. Riku menatap sejenak kemudian menggeleng pelan.

"Entahlah. Mungkin... Dia tidak akan kembali kesini"ucap Riku membuat Chio dan Jiro menatapnya kaget.

"Se -sekolahnya bagaimana?"tanya Jiro.

"Anak ini dulu juga tidak bersekolah"ucap Riku menunjukkan senyum masamnya melirik kearah Rui.

"Tidak. Rui sudah memutuskan untuk masuk pada M Universitas"balas Jiro kembali Riku memasang senyum mirisnya.

"Dengan keadaannya seperti ini... Kau akan mengharapkannya untuk kembali bersekolah?"balas Riku yang membuat Jiro tertegun tak bisa membalas apapun.

Tak jauh pada ranjang Rui, Fumio beserta teman-temannya menatap miris pada keadaan Rui saat ini. Fumio mengepalkan telapak tangannya kuat kemudian keluar dari ruangan rawat tersebut diikuti lainnya. Fumio memukul dinding yang tak jauh darinya berdiri dengn tinjunya melepaskan rasa marahnya.

"Fumio tenanglah sedikit"ucap Yoshio.

"Aku akan kerumah Daiki"ucap Fumio yang bergegas pergi dari depan ruang rawat Rui.

"Oi Fumio!"ujar Junko yang dengan cepat mengikuti langkah Fumio.

Pintu ruang rawat Rui terbuka menampakkan Jiro yang keluar dari ruangan, yang memang mengikuti Fumio yang keluar dari ruangan.

"A -ada apa senpai?"tanya Jiro pada Yoshio yang akan mengikuti Fumio juga.

"Aku rasa bakal gawat kalau Fumio sampai kerumah Daiki"ujar Yoshio pasa Jiro.

"Ka -kalau begitu aku juga ikut"ucap Jiro yang mendapatkan anggukan dari Yoshio dimana mereka bersama-sama mengejar Fumio serta Junko.

Mereka bersama-sama berusaha menahan Fumio namun Fumio tetap berkeras dan susah untuk dihalangi hingga mereka pada akhirnya sampai pada depan apartemen Daiki. Fumio bergegas menaiki tangga dan mendapatkan pintu apartemen Daiki terbuka dimana didepannya tersapat Isao yang sedang bercakap dengan Daiki.

"Brengseeeeek!"pekik Fumio yang berlari dengan cepat meraih kerah kaos Daiki kemudian membanting tubuh Daiki hingga punggungnya menghantam pagar apartemen.

"Ugh-"Daiki nampak mengerang kecil dengan menahan rasa sakit pada punggungnya. Sedangkan Isao yang sempat menghindar menatap kaget Daiki serta Fumio.

"Oi- Fumio tenanglah. Punggung Da-"

"Aku tidak peduli!"suara Fumio yang memotong perkataan Yoshio kemudian kembali mendekat pada Daiki meraih kembali kerah kaos Daiki dan melayangkan tinjunya pada wajah Daiki.

"Buat apa aku peduli pada orang sama sekali tidak memperdulikan orang lain"suara berat Fumio usai melayangkan tinjunya masih menggenggam kuat kerah kaos Daiki. Menatap Daiki begitu tajam begitu pula Daiki yang tak kalah menatap tajam pada Fumio.

"Tsk- Kau tau apa?!"ujar Daiki yang mendorong Fumio dan ikut meraih kerah baju Fumio dan melayangkan tinjunya pada wajah Fumio

"Tch-"decak Fumio menahan rasa sakit pada wajahnya. Kembali Fumio mendorong pada Daiki.

"Ah- Aku tidak tau apapun. Aku tidak tau kalau kau akan seegois ini!"jawab Fumio.

"Kau pikir hanya kau saja yang kehilangan? Kau pikir selama ini Rui tidak menanggung beban yang sama sepertimu?"ucap Fumio menarik kesal kerah Daiki.

Daiki terdiam kemudian mengalihkan pandangannya dari Fumio dengan kedua tangannya yang berada dilantai mengepal kuat.

"Kau pikir seberat apa bagi Rui? Melihat kedua orangnya meninggal tepat didepan matanya. Menanggung semuanya dan menyalahkan dirinya sendiri!!"ucap Fumio dimana suaranya semakin lama semakin membesar. Daiki tersentak kecil dengan matanya yang seketika menegang.

"Bukannya aku pernah cerita padamu?... Tentang masa lalu Rui... Bagimana dia dulu?... Bagaimana keadaannya dulu?..."

"Kau... Kau bukannya mendukungnya tapi... tapi kau malah menekannya lebih jauh. Dasar brengsek!"tambah Fumio yang menarik kuat kaos Daiki hingga Daiki kembali manatap kearahnya.

Daiki menatap pada Fumio dimana air mata Fumio yang mengalir deras tepat dihadapannya. Tak ada isakan yang terdengar dari Fumio, namun air matanya terus mengalir deras.

"Aku menyesal pernah mempertemukanmu dengan Rui... Walaupun aku juga bersyukur dapat mendengar kembali suara Rui... Tapi aku... Aku lebih baik tidak pernah mendengarnya dari awal, kalau akhirnya hanya lebih buruk seperti ini!!"kembali Fumio meninggikan suaranya pada kalimat terakhirnya.

"Kau... Jangan pernah muncul dihadapan Rui lagi"ucap Fumio akhirnya melepaskan kasar kerah kaos Daiki hingga Daiki sedikit terdorong kebelakang.

Fumio berdiri dari posisinya kemudian berjalan menjauh dari Daiki yang masih terduduk. Menghampiri Yoshio, Junko serta Jiro yang sedaritadi menjaga jarak darinya serta Daiki.

"Fumio"suara Yoshio yang berusaha meraih Fumio.

"Aku tidak bisa kembali kerumah sakit dalam keadaan seperti ini. Kalau kalian ingin kembali kerumah sakit kalian pergilah"ucap Fumio yang berjalan  melewati Yoshio dan Junko.

"Fumio apa maksudmu ru-"

"Jangan bicara padaku"suara berat Fumio menghentikan langkahnya tanpa menolehkan kepalanya keasal suara.

"Aku tidak ingin mendengarnya"sambung Fumio yang kembali berjalan meneruskan langkahnya tanpa menatap Daiki.

Jiro yang berdiri didekat Daiki menatap Daiki yang berdiri dibantu oleh Isao dari posisinya seraya memegangi bibirnya yang luka. Jiro menghela napasnya kemudian membalikkan tubuhnya bermaksud untuk pergi.

"Kau pasti tau kan?"suara Daiki yang ditujukan pada Jiro. Jiro menghentikan langkahnya mendengar suara Daiki .

"Kalau aku tau apa yang akan senpai lakukan? Lebih menyakitinya lagi?"ujar Jiro dengan nada malasnya dengan posisinya yang membelakangi Daiki layakmya Fumio sebelumnya. Tak ada jawaban dari Daiki membuat Jiro menghela napas kasarnya kemudian berbalik dan menatap kesal pada Daiki.

"Rui akan kembali ke Osaka"ucap Jiro pada Daiki.

"Ap-"

"Heh~ bukankah itu bagus"suara kekehan Daiki menghentikan Isao yang ingin bersuara. Jiro serta Isao menatap Daiki tak percaya.

"Senpai kau tidak akan merasa kehilangan?"tanya Jiro membuat Daiki menatapnya sejenak kemudian membuang pandangannya dari Jiro dengan kasar seakan tidak perduli.

"Itu hal yang aku inginkan"ujar Daiki.

"Oi- Daiki kau-"Isao menahan perkataannya ketika bahu Daiki yang Ia pegang nampak bergetar.

"Dia tidak akan pernah kembali kesini lagi..."Jiro memenggal ucapannya seraya menghela napasnya.

"Bahkan aku beserta lainnya... Mungkin... Tidak akan pernah melihatnya lagi"sambung Jiro. Daiki nampak tersentak kecil namun masih dengan membuang pandangannya dari Jiro. Daiki bergerak dan menuju pintu rumahnya.

"Aku ti-"

"Rui sakit, senpai"Jiro memotong perkataan Daiki cepat membuat Daiki menghentikan tangannya tepat pada ujung pintunya.

"Bukankah itu sama sepertiku. Aku juga sakit sekarang ini"balas Daiki dengan tawa mirisnya.

"Itu berbeda"balas Jiro yang tak mau kalah.

"Rui... Rui bukan..."Jiro memejamkan matanya dengan tangannya yang mengepal kuat mengendalikan emosinya dan berusaha payah untuk mengeluarkan seluruh kata-katanya.

"Rui bukan... Bukan hanya tidak bisa bicara. Dia... Dia juga tidak bergerak"ujar Jiro akhirnya seraya membuka matanya menatap Daiki dengan mata yang berkaca-kaca.

"Dia... Bahkan tidak bisa makan dan minum. Dia... Dia sama sekali tidak merespon siapapun... Hiks-"suara Jiro yang pada akhirnya tertahan dengan isakannya.

Mata Daiki menegang menatap Jiro begitu pula Isao yang berdiri tak jauh dari Daiki. Manatap Jiro dengan begitu kaget kemudian beralih pada Daiki dimana genggamannya pada pintu menguat.

"Dia tidur saja harus dibantu dengan obat bius... Rui... Rui seperti boneka, senpai!!"suara Jiro yang meninggi dengan air matanya yang berlinang.

"Yang dia lakukan sekarang... Hiks... Sekarang... Hanya bernapas..."

"Dan kita tidak akan tau... Kapan... Hiks... Kapan sampai akhirnya dia melupakan caranya untuk bernapas juga"sambung Jiro pada akhirnya.

"Oi- Jangan bicara sem-"

"Apa aku terlihat seperti bicara omong kosong?!!"teriak Jiro memotong perkataan dari Isao membuat Isao tersentak kaget menatap Jiro.

"Aku... Aku sangat mengagumi dirimu, senpai"suara Jiro kembali terdengar merendah.

"Walaupun kau selalu diam dan tidak pernah masuk kedalam zona mereka. Tapi... Tapi tanpa kau sadari... Hayasi senpai, Nakano senpai, Okada senpai dan juga Ogawa senpai... Semuanya mengikutimu. Kau mampu menarik mereka kedalam zonamu tanpa kau sadari. Mereka semua sangat menganggumi dan mata mereka tidak pernah lepas darimu. Tapi sekarang ka..."

"Heh~ Jadi kau menyesal melihat seseorang sangat kau kagumi sekarang ini?"suara Daiki memotong perkataan Jiro. Jiro tensentak kecil kemudian menatap Daiki.

"Ah-"ujar Jiro mutar tubuhnya membelakangi Daiki. Menarik napas dalamnya kemudian menghembuskannya perlahan.

"Orang yang aku kagumi itu seakan sudah lenyap dan sekarang menjadi sosok yang sangat menjijikkan yang hanya mementingkan egonya saja"sambung Jiro.

"Senpai, kau pasti mengerti kenapa aku bicara panjang seperti ini"

"Rui dirawat di rumah sakit Riku sensei bekerja. Besok jam sepuluh pagi mereka akan menggunakan pesawat"ujar Jiro yang pada akhirnya berjalan meninggalkan Daiki dan Isao yang menatap punggungnya yang semakin lama semakin menghilang dari pandangan mereka.

Daiki menggeretakkan giginya, menggenggam kuat tangannya yang kini berada di knop pintu. Hembusan napas kasarnya terdengar kemudian berjalan masuk pada rumahnya.

"Kau yakin tidak akan menyesal, Daiki?"suara Isao yang membuat Daiki kembali menghentikan langkahnya pada genkan rumahnya.

"Kau yakin dengan keputusanmu?"ujar kembali Isao melontarkan pertanyaan.

"Kau yakin akan merelakan semuanya seperti yang kau lakukan dulu?"tambah Isao yang menghujami Daiki dengan berbagai pertanyaan.

"Tanpa adanya penjelasan? Tanpa adanya keputusan akhirnya?"tambah Isao.

"Daiki, kau pasti mengerti bagaimana Rui saat ini. Bukankah kau sendiri pernah merasakannya dulu?"

"Disaat seseorang yang begitu kau percayai secara tiba-tiba menolak kehadiranmu dan mengatakan hal sama sekali tidak kamu ingin dengarkan. Kau pasti mengerti keadaan Rui saat ini..."

"Kau bukan orang bodoh, Daiki... Kau pasti sudah mengerti bagaimana keadaan Rui dari penjelasan anak tadi"

"Aku hanya bisa memberitahumu..."ujar Isao yang menepuk sekali punggung Daiki yang memang sedari tadi Daiki terus memunggunginya.

"Jangan memilih jalan yang sama yang sudah kamu ketahui bagaimana akhirnya"ujar Isao yang melapaskan tangannya dari punggung Daiki.

"Antara kau dan aku. Kita bersyukur hubungan kita bisa membaik. Tapi... Hubunganmu dengan Rui sangatlah berbeda... Apa kau yakin bisa memperbaikinya?"suara Isao yang nampak menghentikan ucapannya. Menatap Daiki, lebih tepatnya punggung Daiki yang sedari tadi diam.

"Kau pasti mengerti maksudku"sambung Isao seraya berjalan dan menjauh dari apartemen Daiki meninggalkan Daiki begitu saja.

Apa keputusan yang begitu egois ini tidak akan membuat sebuah penyesalan untuk Daiki?

Apa keputusan yang dianggapnya paling benar ini tidak akan membuatnya kembali kehilangan yang sesuatu yang begitu berharga baginya?

Sebuah penyesalan tidak akan muncul pada awalan.

= TO BE CONTINUE =

Continue Reading

You'll Also Like

69.2K 4.5K 31
Kehidupan Mika Azkhana Sakhi berubah 180 derajat. Ketika Ibu Mika menyuruh anak dari suami barunya untuk tinggal bersamanya di Jakarta. Dia tidak bis...
721K 6.2K 19
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...
299K 32.8K 31
OngNiel- BxB, Yaoi area Tentang perjalanan Ong Seongwoo dan Kang Daniel, Dimulai dari ONE DAY trip Train to Busan, Hingga... Photo cr: Owner, not...
5.3K 859 27
Judul: 同学婚约 - Classmate's Engagement Penulis: 几京 Jumlah Chapters: 72 Partner kencan buta ternyata adalah teman sekelas SMA. Kebetulan sekali, kamu ju...