ELFARGA

By jeantandungan

1.7M 56K 2.1K

[DILARANG PLAGIAT!] Fellicya Arscharlie. Gadis yang unggul dalam seni beladiri, namun tak unggul dalam urusan... More

First Of All
Elfarga | One
Elfarga | Two
Elfarga | Three
Elfarga | Four
Elfarga | Five
Elfarga | Six
Elfarga | Seven
Elfarga | Eight
Elfarga | Nine
Elfarga | Ten
Elfarga | Eleven
Elfarga | Twelve
Elfarga | Thirteen
Elfarga | Fourteen
Elfarga | Fifteen
Elfarga | Sixteen
Elfarga | Seventeen
Elfarga | Eighteen
Elfarga | Nineteen
Elfarga | Twenty
Elfarga | Twenty One
Elfarga | Twenty Two
Elfarga | Twenty Three
Elfarga | Twenty Four
Elfarga | Twenty Five
Elfarga | Twenty Six
Elfarga | Twenty Seven
Elfarga | Twenty Eight
Elfarga | Twenty Nine
Elfarga | Thirty
Elfarga | Thirty One
Elfarga | Thirty Two
Elfarga | Thirty Four
Elfarga | Thirty Five
Elfarga | Thirty Six
Elfarga | Thirty Seven
Elfarga | Thirty Eight
Elfarga | Thirty Nine

Elfarga | Thirty Three

21K 1.2K 76
By jeantandungan

***


“K—Kak Farga?!” Felli ternganga di depan pintu ketika Farga berdiri di hadapannya sambil menatapnya bingung. Felli mundur selangkah ke belakang. Ia tiba-tiba diselimuti rasa gugup yang luar biasa, apalagi saat ini Farga tampak lebih tampan ketika memakai pakaian biasa. Melihat
Farga menatapnya aneh, Felli tersadar dengan keadaannya saat ini.

Rambut berantakan karena baru selesai keramas dan belum menyisir rambut, handuk basah yang melingkari lehernya, serta pakaian serba kedodoran yang biasa ia pakai jika hanya bersantai di rumah. Felli mengumpat didalam hati.

“Masuk, Kak, aku ganti pakaian dulu.” Felli membuka lebar-lebar pintunya—mempersilahkan Farga masuk. Ia bergegas menuju kamarnya dan berganti pakaian secepat kilat. Tidak lupa memoleskan pelembab bibir ke bibirnya, merapikan rambutnya, dan sedikit memakai bedak agar tampak fresh.

“Duh, pasti tadi Kak Farga ngeliat gue kaya gembel,” ucapnya ber-monolog sambil menatap dirinya didepan cermin. “Kok makin ganteng aja ya tuh orang?” Felli menggeleng cepat ketika menyadari omongannya itu.

Ia tadi menyuruh Farga menunggunya di ruang tamu karena ruang tengahnya sedang dalam keadaan tidak rapi seperti biasanya. Selain karena mager membereskan, Felli tak sempat.

Ia bergegas keluar dari kamarnya setelah memakai hoodie abu-abunya untuk melengkapi penampilannya hari ini. tidak mau membuat kakak kelasnya—Farga—Felli bergegas turun ke lantai satu dan menuju ke ruang tamu setelah mematikan televisi.

Felli bingung ketika tidak mendapati Farga ada di ruang tamu. Ia celingak-celinguk, lalu memutuskan untuk keluar dari rumah. Barangkali saja Farga ada di luar. Felli terdiam di terasnya ketika melihat Farga ternyata ada di dalam garasinya sambil membuka kain yang menutupi motor Felli sejak beberapa hari yang lalu.

Sambil terbatuk-batuk karena debu yang berterbangan ketika Farga menyingkirkan kain itu, Farga mengibaskan telapak tangannya di depan wajahnya. Tanpa sadar, senyuman Felli mengembang sedikit. Entah karena apa, mungkin naluri anak gadis yang menyimpan kekaguman kepada kakak kelas gantengnya tiba-tiba membara.

“Kak Farga ngapain?” tanya Felli—mencoba membuka pembicaraan. Ia melirik jam tangannya yang telah menunjukkan hampir pukul enam sore. Lama juga Farga datang.

“Debunya banyak, lo jarang membersihkan?” pertanyaan Farga itu sontak membuat Felli terdiam. Memang sih, Felli jarang membersihkan. Paling kamarnya saja, atau tempat yang paling sering ia tempati.

Bukan salah Felli sebenarnya jika debu disana banyak. Toh ia memang tidak memiliki keperluan di garasi. Motor itu juga tidak pernah digunakan. Tentu saja mengundang banyak debu yang menempel.

“Kan motornya nggak pernah kepake, Kak. makanya berdebu,” jawab Felli sejujur-jujurnya.

Farga tidak menjawab. Ia berjalan keluar dari garasi, lalu menghempas-hempaskan kain itu agar debunya hilang, kemudian melipatnya dengan rapi dan menaruhnya di atas meja kecil yang ada disana. Felli diam-diam berdecak kagum melihat apa yang Farga lakukan. Satu hal yang Felli dapat simpulkan—Farga itu rajin dan pembersih. Idaman sekali.

“Lo bisa naik sepeda?” Tanya Farga sembari menggerak-gerakkan setir motor Felli ke kanan dan ke kiri—memeriksa apakah ada kerusakan atau tidak.

Felli mengangguk ragu. “Bisa sih, Kak. Tapi pake roda bantu,” jawab Felli dengan suara makin memelan diujung kalimatnya.

Farga yang mendengar jawaban itu langsung menatap Felli dengan tatapan mata menyiratkan sesuatu seperti kaget, merasa lucu, dan ekspresi lainnya. Felli menipiskan bibirnya, mencoba menyembunyikan senyuman kekinya.

“Itu namanya nggak bisa,” ujar Farga datar. “kuncinya mana?” tanyanya.

“Ah! Bentar, Kak.” Felli merogoh saku celananya dan mengeluarkan satu kunci dari sana, lalu memberikannya kepada Farga.

“Karena lo nggak bisa pake sepeda, kayanya latihannya harus di tempat yang berumput.” Farga mulai menyalakan motor Felli dan memeriksa gass-nya.

“Berumput? Dimana ya, kak?” Felli belum terlalu tahu seluk beluk lingkungannya.

“Di Lapangan Bakti.”

Felli hanya mengangguk sebagai tanda persetujuan. Apapun sajalah, yang penting ia bisa latihan dengan baik dan benar hingga mahir menyetir motor. Dengan begitu, ia tidak akan kesusahan dalam urusan kendaraan. Ia tidak akan merepotkan Mark lagi. Namun ... bukankah ia merepotkan Farga karena hal ini?

“Sebelum itu, lo harus tahu gimana caranya narik gass. Pertama, tangan jangan kaku, rileks aja, biar bisa ngendaliin dengan mudah. Kedua, nariknya pelan-pelan, perlahan. Kalo langsung tarik kaya gini.” Farga menarik gass kuat-kuat hingga menimbulkan suara cukup keras. “Lo tahu sendiri ‘kan akibatnya? Paling masuk RS,” ucapnya lagi.

Felli bergidik ngeri, tetapi menyimak dengan baik apa yang Farga katakan.

Farga kemudian menaiki motor Felli dan membawanya keluar dari garasi.

“Gue yang nyetir sampai ke Lapangan Bakti,” kata Farga.

“Iya, kak. Aku kunci pintu dulu.”

Tidak ada hal lain yang menjadi bahan pembicaraan mereka disepanjang perjalanan. Farga memberikan penjelasan-penjelasan singkat yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan ketika menyetir motor—lengkap dengan nada bicaranya yang datar, tanpa nada, tanpa ekspresi pula. Felli kadang-kadang menanggapi seperti ...

‘Kalo misalnya tiba-tiba ada yang nyetop di depan, jadi kita nggak boleh pake rem depan?’

Dan Farga menjawab ...

‘Kalo mau terlempar, ya boleh aja. Tapi kalo mau selamat, pake rem belakang, lebih aman. Kalo kendaraan kalian udah mepet banget, bisa gunakan dua-duanya, tapi sekaligus dan pertahanin keseimbangan.’

Felli mengangguk paham, meskipun Farga tidak akan melihat anggukannya itu. ia tersenyum kagum. Benar kata Rini, Farga memang cerdas.


***

Suasana Lapangan Bakti mulai sepi. Anak-anak yang biasanya bermain bola disana ketika sore—sudah pulang, menyisakan beberapa orang saja yang entah sedang apa. Felli turun dari motor ketika Farga mematikan mesin motor. Mereka sama-sama mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan berakhir saling berpandangan.

Bisa membuat kesehatan jantungnya menurun, Felli buru-buru membuang pandangan.

“Di sini biasanya dipake buat latihan nyetir motor. Kalo jatuh, jatuhnya diatas rumput. Paling pegal.”

Diam-diam Felli menghela napas panjang. Kenapa sih, kakak kelas datar ini selalu meremehkan sesuatu. Namanya juga jatuh, ya pasti sakit. Tidak usah pakai kata ‘paling’.

“Sini naik!” Farga tiba-tiba menginterupsi. Ia sedikit memundur ke belakang, menyisakan ruang ditempat duduk bagian depan. Ia melepaskan tangannya dari setir motor—mempersilahkan Felli duduk di depannya, menggantikan posisinya untuk menyetir.

Sedikit ragu, Felli perlahan naik ke atas motor, duduk tepatnya di depan Farga dan cowok itu kini berada di belakangnya. Felli menelan ludahnya kasar dengan susah payah ketika Farga tiba-tiba memegang tangannya dan menuntunnya untuk memegang setir motor.

“Ingat, tariknya pelan-pelan,” ucap Farga tepat di sebelah wajah Felli. Lagi-lagi Felli hanya mengangguk pelan sekali.

“Kuatin kaki, gue bakalan naikin kaki gue.”

Perlahan, Farga menaikkan kakinya ke pijakan kaki, dan membiarkan Felli menopang sendiri bobot mereka dengan kedua kakinya. Farga tersenyum kecil ketika Felli dapat melakukannya.

Lama kelamaan, detak jantung Felli berdegup tak karuan, membuatnya hanya bisa menggigit bibir bagian dalamnya.

“Sekarang, tarik gass-nya pelan-pelan dalam hitungan ketiga.”

“Satu...”

“Dua...”

“Tiga..”

Felli perlahan menggerakkan tangannya—menarik gass hingga motornya melaju perlahan. Ia tetap berpijak di atas rumput, belum bisa menaikkan kakinya.

“Jangan terlalu lambat juga, nanti limbung.”

Felli sedikit meninggikan tarikan gass-nya—mengikuti intruksi Farga. Jujur, ia tidak takut sama sekali karena di belakangnya ada Farga. Ia merasa terlindungi dan aman.

“K—kaya gini, Kak?” tanya Felli.

“Hm.”

Felli merasakan darahnya berdesir, dan jantungnya melompat keluar ketika Farga tiba-tiba menaruh tangannya juga di atas setir motor untuk membantunya menggerakkan seperti membelok ke kanan atau ke kiri.

Bisa dibayangkan posisi mereka seperti apa?

Felli menelan ludahnya kasar.

“Tolongin gue ...”


TBC

MAAF BARU UPDATE, LAGI FOKUS KE CERITA SEBELAH HUHU.

VOTE DAN KOMEN YA!


Continue Reading

You'll Also Like

677K 18.8K 54
Zanna tidak pernah percaya dengan namanya cinta. Dia hanya menganggap bahwa cinta adalah perasaan yang merepotkan dan tidak nyata. Trust issue nya so...
1.2M 86.9K 54
BOOK 1 > Remake. ๐˜๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ต ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ด๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฌโš ๏ธ โš ๏ธ๐˜ฅ๐˜ช๐˜ด๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฉ๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ฐ๐˜ฑ๐˜ฉ๐˜ฐ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ค ๐˜ซ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ค๐˜ข ๐˜ค๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช๐˜ต...
1.1M 65.6K 33
Agatha Kayshafa. Dijadikan bahan taruhan oleh sepupunya sendiri dengan seorang laki-laki yang memenangkan balapan mobil malam itu. Pradeepa Theodore...
624K 18.1K 40
Ivander Argantara Alaska, lelaki yang terkenal dingin tak tersentuh, memiliki wajah begitu rupawan namun tanpa ekspresi, berbicara seperlunya saja, k...