ELFARGA

By jeantandungan

1.7M 55.9K 2.1K

[DILARANG PLAGIAT!] Fellicya Arscharlie. Gadis yang unggul dalam seni beladiri, namun tak unggul dalam urusan... More

First Of All
Elfarga | One
Elfarga | Two
Elfarga | Three
Elfarga | Four
Elfarga | Five
Elfarga | Six
Elfarga | Seven
Elfarga | Eight
Elfarga | Nine
Elfarga | Ten
Elfarga | Eleven
Elfarga | Twelve
Elfarga | Thirteen
Elfarga | Fourteen
Elfarga | Fifteen
Elfarga | Sixteen
Elfarga | Seventeen
Elfarga | Eighteen
Elfarga | Nineteen
Elfarga | Twenty
Elfarga | Twenty One
Elfarga | Twenty Two
Elfarga | Twenty Three
Elfarga | Twenty Four
Elfarga | Twenty Five
Elfarga | Twenty Six
Elfarga | Twenty Seven
Elfarga | Twenty Eight
Elfarga | Twenty Nine
Elfarga | Thirty
Elfarga | Thirty One
Elfarga | Thirty Three
Elfarga | Thirty Four
Elfarga | Thirty Five
Elfarga | Thirty Six
Elfarga | Thirty Seven
Elfarga | Thirty Eight
Elfarga | Thirty Nine

Elfarga | Thirty Two

25.2K 1.2K 118
By jeantandungan

Warning!
Awas berpaling ke Danendra. Eh:')

***

Felli bersyukur karena bisa fokus mengikuti pelajaran terakhir hari ini, meskipun pikirannya kadang-kadang berlarian kesana kemari dan tertawa. Pesan Farga yang masuk tadi sama sekali tidak dibalasnya. Entah karena masih syok atau memang bingung ingin membalas apa.

"Fel, mau langsung balik?" Tanya Nisa.

Mereka bertiga, Felli, Rini dan Nisa sedang berjalan menuju gerbang sekolah. Bel pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, dimana sekarang semua siswa SMA Pancasila berhamburan untuk pulang.

"Iya. Soalnya gue mau bayar token. Kemarin nggak jadi-jadi mulu. Bisa-bisa mati kegelapan gue."

"Emang udah habis?"

"Belum sih. Tapi dikit lagi."

Nisa mengangguk-angguk sedangkan Rini masih dengan kegiatannya seperti biasa, sibuk memantau dimana keberadaan si doi. Biasanya, pada jam pulang seperti ini, geng yang biasa mereka sebut dengan Most Wanted itu berkumpul di lapangan parkir motor yang tak jauh dari gerbang. Namun, kali ini tidak seperti biasa. Tempat mereka nongkrong hanya diisi dengan siswa lain.

"Rin, mata lo liar banget sih, entar nabrak pagar gue nggak mau nolongin ya!" Nisa menyikut lengan Rini agar kembali fokus dengan jalan di depannya.

Rini mencebikkan bibirnya kesal. "Kok mereka nggak ada sih? Padahal gue udah semangat juga." Kesalnya kemudian.

"Udah balik duluan mungkin," ujar Nisa.

"FELLI!"

Serentak, ketiganya menoleh ke sumber suara. Suaranya sangat familiar ditelinga Felli, namun ia tidak bisa langsung menebak sang pemilik suara. Barulah ketika sosok pemanggil itu melambaikan tangannya, Felli tahu siapa dia.
Rini dan Nisa saling memandang, kemudian serentak mengangkat bahu.

Ketika sosok itu kini berdiri dihadapannya, Felli mencoba mengingat-ingat siapa nama cowok ini. Mengapa ia cepat terlupa dengan nama seseorang?

"Siapa lagi? Aduh, lupa namanya. Da--?"

"Danendra."

"Oh iya." Felli baru ingat lagi dengan cowok yang satu ini. Cowok yang juga membuatnya bingung karena selalu muncul tiba-tiba, dan menghilang begitu saja. Felli tersenyum canggung, dengan mata melirik ke sekeliling, dimana orang-orang kini melihat ke arahnya. Bahkan ada yang berbisik-bisik. Sangat jelas jika sedang membicarakan Felli.

Cowok itu, alias Danendra, tersenyum manis. Felli tidak bisa menyangkal bahwa Danendra sangat manis ketika tersenyum. Felli tersadar jika kedua temannya masih ada disana, langsung menoleh. Rini dan Nisa tersenyum simpul, dengan tatapan menyiratkan kalimat 'Siapa? Lo utang cerita sama kita!'

"Oh, Rin, Nis, kenalin, ini Danendra." Ujar Felli memperkenalkan. Danendra tersenyum sembari mengulurkan tangannya kepada Rini dan Nisa.

"Danendra."

"Nisa."

"Danendra."

"Anggraini biasa dipanggil Rini."
Setelah sesi perkenalan singkat di tengah-tengah lalu lalang siswa SMA Pancasila, Danendra kembali mengalihkan atensinya pada Felli.

"Mau pulang 'kan?" Tanya Danendra.

"Iya," jawab Felli disertai anggukan kecil.

"Gue anter kalo gitu."

Dahi Felli berkerut samar. "Em-nggak usah. Gue mau ke suatu tempat." Felli mencoba menolak secara halus. Bukan karena ia tidak mau pulang diantar oleh Danendra, tetapi karena ia memang harus pergi membayar token.

"Bayar token listrik 'kan?"

Bukan hanya Felli yang terkejut. Rini dan Nisa juga. Kenapa cowok ini bisa tahu?

"Fel, gue sama Rini balik duluan, ya. Udah ada angkot. Bye!"

Belum mendapat persetujuan dari Felli, Nisa langsung menarik tangan Rini keluar dari area sekolah. Memang, angkot sudah datang. Namun, ada alasan lain lagi. Nisa mengerti kalau Felli ada urusan dengan Danendra dan ia tidak berhak mengetahuinya sendiri. Lebih baik Felli yang menceritakannya nanti. Rini berdecak tak terima ketika Nisa langsung membawanya pergi begitu saja.

Felli ingin menahan kedua temannya itu dengan cara memprotes, tapi entah mengapa, hati kecilnya merasa tidak enak karena Danendra sedang berada di hadapannya. Setelah menghela napas panjang, Felli menatap Danendra.

"Kok tahu, gue mau bayar token?"

"Daritadi gue jalan di belakang kalian. Nggak nyadar, ya?" Danendra terkekeh, membuat Felli lagi-lagi terperangah dengan kemanisan cowok itu ketika tertawa maupun tersenyum.

"Oh gitu."

"Ayo balik, gue anter bayar token sekalian."

Tidak ada alasan bagi Felli untuk menolak tawaran baik Danendra lagi. Cowok itu memang tulus ingin membantu, terlihat jelas dari sorot matanya.

"Enggak ngerepotin 'kan?"

"Gue udah pernah bilang, lo nggak akan pernah ngerepotin. Ayo!"

***

Felli mengambil helm yang Danendra sodorkan untuknya. Setelah membeli token listrik, dimana Danendra hanya menunggu dirinya di atas motor, Felli kembali dengan senyum cerah menghiasi wajahnya. Akhirnya pikiran was-was jika lampunya padam pada malam hari sudah hilang, meluap begitu saja.

"Mau langsung balik atau kemana? Mau makan dulu nggak?"
Felli tidak bisa menolak karena memang perutnya sudah keroncongan. Pelajaran terakhir tadi menguras habis tenaga sehingga perutnya terasa lapar.

"Boleh."

"Oke. Gue tunjukkin tempat makan langganan gue. Helmnya dipake, utamakan safety." Danendra tersenyum.

Felli baru tersadar, cowok ini memiliki lesung pipi yang dalam. Memberi kesan manis. Apalagi kulitnya tidak terlalu putih, namun tidak hitam juga. Sawo matang. Felli harus mengontrol dirinya. Lama-lama berada di dekat Danendra membuat jantungnya tidak sehat juga. Danendra benar-benar paham memperlakukan seorang perempuan.

Felli mengamati bangunan-bangunan yang mereka lewati ketika menuju tempat makan yang Danendra rekomendasikan. Di atas motor, mereka tidak banyak bicara karena Danendra tampak fokus dengan jalanan di depannya. Felli malah senang. Tandanya Danendra adalah orang yang hati-hati.

Laju motor Danendra memelan dan lama-lama meminggir. Felli hanya diam sampai motor Danendra sepenuhnya berhenti di depan sebuah bangunan. Dilihat dari luarnya, tempat itu seperti cafe-cafe dimana biasanya anak muda biasanya nongkrong atau menghabiskan waktu bersama teman-teman.
Setelah turun dari motor, Felli melepaskan helmnya lalu menaruhnya di atas tangki bensin.

Felli merapikan rambutnya seraya melirik sekeliling. Banyak motor yang terparkir, tandanya banyak pengunjung di dalam. Felli mendongak, menengok nama cafe itu. Brown Cafe. Pantas saja bentuknya seperti cafe.

"Yuk, masuk."

Danendra jalan lebih dulu masuk ke dalam Brown Cafe, disusul Felli di belakangnya. Beberapa orang langsung menyapa Danendra, dibalas ramah oleh cowok itu. Felli dapat menyimpulkan Danendra memang sering ke cafe itu dan punya banyak teman.

"Mau duduk dimana, Fel? Masih ada dua meja yang kosong." Danendra menunjuk dua meja yang terletak disudut cafe dan juga di tengah cafe.

"Di sudut aja deh."

"Oke. Lo kesana, gue ambilin menunya."

Felli mengikuti intruksi Danendra, berjalan menuju meja yang berada di sudut cafe. Tempat itu cukup bagus karena memiliki jendela besar yang memperlihatkan bagian depan cafe, dimana kendaraan berlalu-lalang. Felli sedikit merasa risih ketika orang-orang disana menatapnya hingga sampai dimejanya. Ia berusaha mengabaikan. Mungkin karena ia masih memakai seragam sekolah atau mungkin karena ia datang bersama Danendra? Entahlah, banyak kemungkinan.

Selang beberapa detik, Danendra datang membawa menu ditangannya. Cowok itu tersenyum kala matanya bertemu dengan mata Felli.

"Nih. Mau pesen apa?" Danendra mengambil posisi duduk di hadapan Felli setelah memberikan menunya kepada gadis itu.

"Lo nggak mesen?" Felli balik bertanya.

"Lo duluan."

"Kebab sama frenchfries sedang aja deh. Minumnya jus apel." Felli menutup buku menu lalu menggesernya ke hadapan Danendra.

"Itu aja? Kok malah ngemil? Nggak laper apa habis belajar?"

Sudah Felli duga. Orang-orang pasti akan terus bertanya ketika ia memesan makanan. Sejak kecil, Felli memang terbiasa makan sedikit padahal punya penyakit maag. Ia termasuk tipe orang yang sedikit makan, tapi sering.

"Gue nggak biasa makan banyak. Kalo melebihi porsi, gue sakit perut." Felli mencoba menjelaskan.

"Begitu, ya. Unik juga lo ya." Danendra terkekeh, kemudian memilih makanannya sendiri. "Kalo disini, gue selalu mesen steak karena steak-nya itu beda dari tempat lain," ucap Danendra sembari memilih minuman.

"Lo sering ke sini dong, ya? 'kan langganan."

"Iya. Saking seringnya, gue udah dikenal ama karyawan disini. Kebanyakan yang makan disini juga temen-temen gue."

Felli mengangguk dengan bibir berbentuk huruf O. Ia sudah paham mengapa Danendra tampak akrab dengan orang-orang disana. "Sempet kepikiran kalo lo pemiliknya. Bukan ternyata," ucap Felli.

"Bukan. Pemiliknya temen gue juga sih, cuma sekarang nggak pernah ada lagi."

"Maksudnya? Ngilang apa gimana?" Tanya Felli bercanda, tak bermaksud serius.

Danendra tersenyum simpul. "Udah nggak ada."

Felli membungkam mulutnya dengan telapak tangan. "Maaf, gue nggak maksud," ucapnya menyesal.

"Nggak papa kali. Santai."

Felli hanya bisa merutuki dirinya sendiri di dalam hati.

"Gue bawa ini dulu. Tungguin, ya!"

Danendra berdiri lalu ke depan lagi untuk memesan makanan mereka.
Felli memperhatikan Danendra dari belakang. Ia mencoba mengingat lagi apakah sebelum-sebelumnya pernah kenal dengan Danendra.

Kenyataannya tidak pernah. Melihat wajahnya saja baru kali ini, alias beberapa hari yang lalu. Dari sosial media juga tidak. Ada banyak pertanyaan tentang cowok itu sekarang, dan sepertinya ia harus menanyakannya langsung.
Hingga Danendra sudah kembali dan duduk di depannya lagi, Felli lebih dulu membuka percakapan.

"Tadi, lo ke sekolah mau ngapain? Ada urusan atau apa?"

"Jemput lo. Niatnya emang mau ngejemput elo."

Kedua alis Felli terangkat, tanda ia tidak menyangka. "Seriusan? Aduh, jadi nggak enak." Felli mengusap tengkuknya.

"Nggak enak kenapa? Santai aja kali. Gue sih niatnya mau jemputnya kemarin, tapi ada tiba-tiba ada urusan."

"Terus tadi, lo nunggunya lama?"

Danendra menggeleng, dengan senyuman yang masih saja menghiasi wajahnya. "Gue udah tahu jam pulang SMA Pancasila, jadi gue disana lima menit sebelum bubar."

"Lo masih sekolah atau ... ?" Pertanyaan yang sudah lama ingin Felli tanyakan semenjak kenal dengan cowok ini.

"Gue homeschooling."

"Kalo lo sekolah formal, kelas berapa?"

"Kelas dua belas."

Felli mengangguk paham. Pantas saja, wajah Danendra tidak terlihat terlalu tua. Tidak berselang lama, makanan mereka sudah datang, disambut baik oleh keduanya.

"Dra, siapa nih? Cewek baru lo?" tanya sang pelayan yang mengantarkan pesanan mereka.

Danendra berdecih. "Kepo lo."
Felli hanya tersenyum canggung. Risih juga ketika ada orang yang bertanya seperti itu.

"Namanya siapa, dek?" pelayan itu menatap Felli.

"Fe-"

"Udah sana pergi lo. Ganggu aja!" Danendra menggerakkan tangannya dengan gestur mengusir. Si pelayan itu menurut, lalu bergegas pergi dari sana. Iringan musik pop yang diputar dengan volume pelan tidak menganggu pembicaraan para pelanggannya.

"Nggak usah peduliin tuh orang. Yuk makan." Danendra bisa dengan jelas membaca mimik wajah tak enaknya Felli.

"Oke."

Sambil menyantap makanan masing-masing dengan santai, sesekali Danendra dan Felli saling bertukar cerita. Meskipun sebenarnya Felli lebih banyak bercerita karena Danendra banyak bertanya tentangnya. Felli bercerita dengan santai. Kadang juga Danendra melontarkan jokes receh yang membuat mereka tertawa bersama.
Sampai makanan mereka habis, mereka berdua masih mengobrol.

Felli sudah banyak tahu tentang Danendra, meskipun tidak semuanya. Salah satu yang Felli ketahui, Danendra merupakan anak tunggal. Ia tinggal bersama kedua orangtuanya, meskipun orangtuanya jarang di rumah karena tuntutan pekerjaan. Selain itu, Danendra juga sering datang ke SMA Pancasila untuk sekedar nongkrong. Felli sendiri masih bertanya-tanya, kenapa sekolah dijadikan sebagai tempat tongkrongannya?

Felli melirik arloji yang melingkar manis dipergelangan tangan kirinya. Seperti ada sesuatu yang mengganjal dihatinya sekarang. Jam menunjukkan pukul lima sore. Felli mengambil ponselnya dari dalam tas.

Ada banyak pesan yang masuk dan ia tidak mendengar notifikasinya karena ponselnya dalam mode silent. Ia membuka aplikasi chating, dan menemukan banyak sekali pesan dari grup. Jari jempolnya meng-scroll ke bawah, dan mendapati satu nama yang berhasil membuat matanya membola.

Farga
Jgn lupa latihan

Felli cepat-cepat mengetikkan balasannya. Pesan itu masuk sekitar dua puluh menit yang lalu.

Felli
Jam berapa kak?

Farga
10 mnt gue kesana

Felli buru-buru membereskan barang-barangnya ke dalam tas. Ponselnya dimasukkan kembali dengan terburu-buru, lalu mengambil dompetnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang.

"Gue yang bayar, ya!" Felli cepat-cepat berdiri, lalu berniat menuju kasir dan membayar makanannya. Namun, belum sempat kakinya melangkah tangannya ditahan oleh Danendra yang tampak bingung dengan tingkah Felli sekarang.

"Udah gue bayar kok. Lo kenapa kelihatan panik gitu?" tanya Danendra.

"Serius udah dibayarin? Aduh, jadi nggak enak." Felli menggaruk tengkuknya.

"Nggak papa kali. 'kan gue yang ngajakin makan. Terus, kenapa lo panik gini?" Danendra tersenyum.

"Gue harus pulang sekarang, soalnya ada janji."

Danendra mengangguk kecil, tanda mengerti. "Ya udah, ayo balik, gue anter." Danendra lantas berdiri, lalu menyambar jaket kulitnya yang tersampir di sandaran kursi.

Serius nggak ngerepotin?" Sudah berapa kali Felli menanyakan hal ini. Gadis itu tak enak hati.

"Harus berapa kali gue bilang, lo ng-"

"Nggak pernah ngerepotin kok."

Belum sempat Danendra menyelesaikan kalimatnya, Felli langsung memotong dan menyambung kalimat Danendra, membuat Danendra terbahak. Felli terkikik geli karena sudah menghapal kalimat Danendra yang itu.

"Lucu banget sih lo." Danendra mengacak rambut Felli gemas. "Ayo balik!"


***

Felli mengeringkan rambutnya menggunakan handuk kecil sembari berjalan ke ruang tengah rumahnya. Ia baru sampai di rumah lima belas menit yang lalu dan mandi secepat kilat. Alasannya karena tadi ia mendapat pesan dari Farga, kalau cowok itu akan datang ke rumahnya dalam waktu sepuluh menit. Namun sekarang, sudah sekitar dua puluh lima menit berlalu dan cowok itu belum memunculkan batang hidungnya. Mengirimkan Felli pesan juga tidak.

Apakah latihan menyetir motor mereka dibatalkan? Felli tidak tahu dan itu kemungkinannya.
Setelah ia sampai di rumah tadi, tentunya diantar oleh Danendra, Felli berpamitan kepada cowok itu, serta mengucapkan banyak-banyak maaf karena sudah merepotkan. Danendra hanya tersenyum, tentu menanggapi ucapan Felli dengan bercanda. Danendra tidak bertanya soal janji Felli yang membuat gadis itu pulang dengan buru-buru. Seolah mengerti, Danendra pamit pulang.

Felli membanting dirinya disofa ruang tengah, sembari mengecek pesan-pesan yang bertumpuk. Ia lupa membalas pesan Farga yang terakhir dan memutuskan untuk tidak membalasnya.

Cewekhitzidamancogan(3)

Rinicantik
Besok hangout kuy! Balik sekolah tapi

Felli terkekeh geli ketika membaca nama grup yang Rini buat khusus untuk mereka bertiga. Ia menggeleng begitu membaca username yang Rini buat sendiri.

Chaerunnisa
Gue sih ngikut

Felli
Ayo! Sekalian main ke rumah gue yuk


Rinicantik
Mau bangettt. Ayoklah. Pengen ngeliat rumah Kak Mark juga. Kali aja Kak Rudy ada yekan:)

Chaerunnisa
Dih gak dichat, gak didunia nyata, tetep aja genit

Rinicantik
Enak aja lo. Makanya punya doi dong, biar idup berwarna kek gue.

Chaerunnisa
Sorry, gak tertarik. Bagusan taarufan

Felli tertawa membaca pesan dari kedua temannya itu. Rini dan Nisa itu berbanding terbalik. Kalau Rini petakilan, Nisa kalem dan punya sifat dewasa. Perbedaan itulah yang kadang membuat mereka lucu.

Felli
Ngakak deh. eh btw, gue mau cerita nih. Tadi ga sempet

Rinicantik
Oh iya, kelupaan gue. Danendra itu siapa sih Fel? Kepo bet gue

Felli
Gue juga baru kenal sih sama dia. Tapi dia kenal duluan sama gue.

Rinicantik
Tapi gue ga asing sih sama mukanya. Kek pernah liat gitu, tapi lupa

Sembari mengetik pesan balasan digrupnya, bel rumah Felli berbunyi dua kali. Felli berhenti mengetik, lalu berdiri dan berjalan menuju ke pintu. Ia sudah diajari untuk tidak membuat siapapun menunggu. Kecuali menunggu kepastian, eh.

Setelah meraih kenop pintu, Felli memutarnya lalu menariknya perlahan. Pintu yang terbuka perlahan, dan juga bola matanya yang melebar perlahan.

"K-Kak Farga?!"

TBC


Banyak komen, update cepat hehehe.



Tidak kerasa nih cerita udah 1,3 juta aja wkwkwk. Pdahal dulu yang baca bertahan di 50an.

Oh iya, ini sudah diketik sebelum aku diserbu tugas, jadi bisa update. Setelah ini gatau bisa lanjut kapan lagi.

Cerita ini dirombak, agak berbeda dari sebelumnya. Bagusan yang ini sih wkwkw

Follow ig @jeantandungan biar akrab eak.

AWAS BERPALING KE DANENDRA LHO. AUTHOR AJA HAMPIR:')




















































































































































Continue Reading

You'll Also Like

421K 44.1K 19
*Spin off Kiblat Cinta. Disarankan untuk membaca cerita Kiblat Cinta lebih dulu untuk mengetahui alur dan karakter tokoh di dalam cerita Muara Kibla...
212K 9.4K 17
Level tertinggi dalam cinta adalah ketika kamu melihat seseorang dengan keadaan terburuknya dan tetap memutuskan untuk mencintainya. -𝓽𝓾𝓡𝓲𝓼π“ͺ𝓷�...
429K 46.9K 21
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.4M 78.2K 53
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...